Telkomsel Innovation Center Mengembangkan Solusi Bersama Inovator Produk Digital

Telkomsel Innovation Center (TINC) telah membuka batch keempatnya. Program dari Telkomsel yang berjalan sejak tahun 2017 ini telah menghasilkan beberapa startup inovator yang dikenal lewat solusinya dalam bidang Internet of Things (IoT) dan pengembangan produk digital bagi masyarakat.

Kali ini DailySocial.id berbincang seputar program TINC, mulai dari keunggulan, fasilitas yang disediakan, manfaat bagi startup, hingga sektor-sektor yang menjadi fokus programnya dengan Eko Seno Prianto, GM Business Incubation Telkomsel. Simak hasil perbincangan kami berikut ini.

Apa sektor produk digital yang menjadi fokus TINC?

IoT masih akan menjadi fokus utama kami di TINC, baik consumer IoT maupun industrial IoT. Namun ke depan, diperkirakan bahwa industrial IoT akan berkembang lebih pesat dengan pasar yang lebih luas. Selain itu ada pula sektor big data analytics yang potensinya juga sangat besar. Kami saat ini memiliki produk layanan bernama Telkomsel MSIGHT yang fokus pada sektor tersebut.

Kemudian kami juga akan mempertimbangkan sektor digital advertising, digital lifestyle, fintech, dan implementasi teknologi 5G. Sektor-sektor tersebut yang akan menjadi fokus utama kami, namun apabila terdapat solusi lain yang masih relevan dan memiliki potensi masa depan yang cocok untuk bersinergi dengan Telkomsel, akan kami pertimbangkan pula secara case by case.

TINC bermula dari rencana pengembangan IoT. Bagaimana akhirnya dapat berkembang kepada dukungan terhadap produk digital lainnya?

Pada awal perencanaan TINC di tahun 2017, kami fokus di IoT karena hal tersebut masih baru dan memiliki potensi yang menarik. Tidak hanya bagi Telkomsel, tetapi juga bagi Indonesia secara umum. Selama dua tahun terakhir, kami telah menggarap berbagai use case IoT yang cocok dan dibutuhkan di Indonesia. Kami tidak akan meninggalkan IoT, namun kini saatnya kami melihat use case lain yang sudah dapat ditemui di Telkomsel, mulai dari big data analytics, digital advertising, digital lifestyle, fintech, serta 5G.

Apa keunggulan dari program TINC?

Umumnya, kegiatan inkubator atau akselerator menyediakan tiga hal, yaitu pendanaan (funding), bimbingan (mentorship), dan tempat kerja (working space). Selain ketiga hal tersebut, di TINC kami menyediakan pula innovation lab dan market access. Telkomsel memiliki akses yang kuat ke teknologi digital, terutama yang berbasis selular. Saat ini kami memiliki IoT lab dan IoT platform untuk melakukan sandboxing, serta development kit. Selanjutnya, kami juga akan membangun 5G lab, serta innovation lab lainnya yang mendukung teknologi AI, machine learning, big data analytics, dan sebagainya.

Telkomsel juga merupakan pemimpin pasar dalam industri telekomunikasi. Dengan market share yang luas, tidak hanya di consumer, tetapi juga di B2B, serta cakupan luas secara nasional. Sehingga kami dapat menjembatani para startup kepada pasar yang dituju, bukan hanya sekedar networking access kepada para founder atau VC.

Bagaimana cara Telkomsel mencari dan menyeleksi startupnya?

Pertama akan kami lihat use case-nya. Sebelumnya kami fokus di IoT, namun pada batch ke-4 ini kami juga akan melakukan scouting untuk beberapa tipe use case baru seperti big data analytics, fintech, AI, machine learning, dan yang paling baru adalah teknologi 5G. Kami akan melihat berbagai use case yang diprediksi dapat menjadi lebih kuat dengan dukungan teknologi 5G.

Kedua, kami akan gunakan parameter standar untuk pemilihan idenya. Mulai dari desirability, kami akan pertimbangkan apakah pain point yang dihadapi memang nyata, kuat, dan ada pasarnya. Kemudian dari sisi feasibility, kami pertimbangkan apakah solusi tersebut mampu dibangun, apakah ekosistemnya sudah siap, dan adakah kesulitan untuk masuk ke ranah tersebut. Terakhir dari sisi viability, kami akan pertimbangkan apakah solusi tersebut menarik bagi bisnis. Selain tiga parameter tadi, kami juga akan melihat latar belakang serta pengalaman dari founder dan anggota timnya.

Para startup dapat mendaftarkan dirinya di website tinc.id serta mengirimkan idenya dalam bentuk pitch deck. Proses registrasi akan kami buka selama satu bulan. Setelah itu akan ada assessment secara internal untuk memilih tim yang potensial dan akan kami minta untuk mengirimkan video pitching mereka. Setelah itu barulah kami lakukan assessment lagi, dan mengundang tim yang terpilih untuk melakukan pitching secara langsung di hadapan juri yang terdiri dari tim Telkomsel, mentor, dan VC. Barulah setelah itu kami pilih 5-10 tim terbaik yang untuk masuk ke tahap bootcamp dan mentorship.

Apa yang akan dilakukan para startup dalam tahap bootcamp dan mentorship?

Pada batch ke-4 ini, kami membawa format bootcamp dan mentorship yang baru. Tim terpilih akan mengikuti bootcamp selama satu minggu full, untuk mendapatkan berbagai edukasi dan pelatihan, mulai dari design thinking, prototyping, product development, go to market strategy, financial projection, dan sebagainya.

Setelah itu barulah masuk ke tahap mentorship, di mana para peserta akan memiliki dedicated mentor yang akan membimbing mereka selama program berjalan, serta dapat dihubungi sewaktu-waktu baik lewat telepon maupun dengan saluran komunikasi lainnya. Namun akan tetap ada workshop seperti tahap bootcamp yang akan dilaksanakan dua minggu atau sebulan sekali dengan tema yang lebih spesifik sesuai dengan stage di mana mereka berada. Program ini berlangsung selama kurang lebih 12 bulan.

Fasilitas apa yang diberikan oleh TINC kepada para peserta?

Saat ini kami menyediakan coworking space di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Ada plan juga untuk menyediakan tempat di Makassar dan Batam. Selain itu, kami juga akan berusaha menyediakan tempat sesuai dengan lokasi dari startup yang terpilih nantinya di batch ini.

Selain itu terdapat pula innovation lab yang dapat digunakan untuk melakukan testing produk. Saat ini sudah ada IoT lab yang mendukung teknologi Internet of Things (IoT), serta 5G lab yang akan segera tersedia pada kurun Q2 tahun 2020.

Kami juga menyediakan sandboxing platform dan developer kit yang saat ini fokusnya masih di IoT. Ke depan, kami juga akan menambahkan fasilitas tersebut untuk kebutuhan teknologi 5G, AI, machine learning, dan sebagainya.

Selain itu kami juga memberikan kemudahan akses pasar ke seluruh wilayah di Indonesia, dengan berbagai segmentasi sesuai dengan kebutuhan peserta. Jadi, mereka sudah dapat mengakses pasar yang mereka inginkan meskipun masih pada tahap development atau prototyping. Mereka akan dibantu oleh tenaga sales dan account manager kami yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.

Mengapa startup harus ikut program ini?

Kesempatan untuk berkolaborasi dengan Telkomsel harusnya dapat dijadikan peluang yang menarik untuk para startup. Saat ini Telkomsel sedang bertransformasi, tidak hanya sebagai perusahaan telekomunikasi, tetapi juga menjadi perusahaan digital. Banyak inisiatif layanan digital yang telah dikembangkan di Telkomsel, mulai dari industrial IoT, big data analytics, dan digital advertising yang mungkin jarang terdengar karena fokusnya di IoT. Untuk layanan consumer, kami juga merambah ke fintech lewat Tcash (sekarang LinkAja), serta Maxstream dan LangitMusik untuk layanan digital lifestyle. Sehingga masuknya startup dapat memperkaya portofolio digital services Telkomsel.

Startup yang bergabung di program TINC tidak akan kita lepas begitu saja setelah inkubasi dan akselerasi. Telkomsel akan melihat potensi komersialnya untuk berkolaborasi dan bersinergi dengan Telkomsel, untuk bersama-sama memberikan dan menciptakan nilai pengembangan yang tinggi dan berkelanjutan.

Bagi startup dan developer dengan solusi teknologi bagi berbagai sektor industri, dapatkan kesempatan terbaik untuk mewujudkan solusi tersebut, dengan dukungan pelatihan, fasilitas, pendanaan, dan akses pasar luas dari Telkomsel. Daftarkan diri segera ke TINC melalui dly.social/tinc.

Disclosure: Artikel ini adalah artikel bersponsor yang didukung oleh Telkomsel.

5 Tren Teknologi yang Terus Membantu Bisnis di Tahun 2020

Ekspansi dan pertumbuhan teknologi tidak menunjukkan tanda-tanda untuk melambat dalam waktu dekat. Teknologi digital tak jarang menjadi disrupsi utama dalam industri. Bahkan saat ini, digital membentuk kembali bagaimana industri dan berbagai perusahaan di dalam industri tersebut dalam beroperasi dan berkinerja. Yang menarik adalah bahwa teknologi baru diadopsi dengan cepat, yang memaksa berbagai bisnis untuk beradaptasi dengan cepat atau berisiko ketinggalan.

Adaptasi teknologi teranyar punya sifat disruptif. Hal tersebut seringkali mengubah cara sebuah perusahaan beroperasi sedikit demi sedikit, bahkan terkadang mengubah secara keseluruhan. Dengan kata lain, teknologi selalu berdampak pada bisnis. Di penghujung 2019 ini, masih banyak menyisakan pertanyaan tentang bagaimana teknologi dapat terus memberikan impact terhadap sebuah industri. Oleh karena itu, berikut ini adalah tren teknologi yang akan membantu bisnis di masa depan, khususnya di tahun 2020.

Artificial Intelligence (AI) dan Big Data

Walaupun masih ada perdebatan seputar Artificial Intelligence (AI) dan perkembangannya—sebagian orang khawatir AI akan menggantikan peran manusia sementara yang lain cukup antusias tentang manfaatnya—pengembangan AI di Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan dan masih jauh dari perkembangan true AI. Namun, apa yang berkembang sejauh ini telah menemukan jalannya ke industri dan perusahaan.

Saat ini, AI dan Big Data hadir di hampir semua bidang bisnis mulai dari fitur chatbot hingga layanan transkripsi hukum bertenaga AI yang digunakan oleh firma hukum hingga penggunaan praktis dalam industri, seperti kesehatan, manufaktur, pendidikan, dan lain-lain. AI bisa dibilang adalah teknologi yang paling cepat diadopsi karena menggunakan machine learning, pembelajaran yang dalam, dan kemampuan pengenalan alami yang dapat digunakan oleh berbagai bisnis baik besar maupun kecil. Karena potensinya yang tampaknya tidak terbatas, tren AI akan terus mempengaruhi bisnis dan mendorong inovasi melalui industri di tahun-tahun mendatang.

Selain AI, Implementasi big data atau himpunan data dalam jumlah besar umumnya lebih sering ditujukan untuk kebutuhan bisnis. Dewasa ini, big data banyak dijadikan sebagai salah satu penentu dalam pengambilan keputusan bisnis.

Berbicara dalam scope yang lebih luas, big data tak hanya diandalkan semata-mata untuk itu. Big data dapat diaplikasikan pada jenis usaha yang dapat memberikan perubahan lebih baik terhadap masyarakat.

Internet of Things (IoT)

Internet of Things (IoT) dipercaya sebagai satu teknologi yang semakin memengaruhi kinerja bisnis berbagai lini kegiatan organisasi. Transformasi digital dimungkinkan dengan memanfaatkan teknologi ini. Industry 4.0, Intelligent Transportation System dan Smart City adalah bidang yang memanfaatkan IoT sebagai enabler nya. Tren ini sudah mulai mempengaruhi bisnis modern dan akan terus meningkat di masa depan. Permintaan ini menciptakan kebutuhan akan lebih banyak perangkat IoT. Saat ini, perangkat pintar dan gadget perlahan menjadi standar tidak hanya untuk konsumen tetapi juga untuk bisnis. Perangkat, seperti Amazon Alexa, Echo, Google assitant, dan lainnya cukup populer di kalangan konsumen akhir-akhir ini.

Selain fokus pada kota-kota yang sudah melek digital. Bidang industri juga memiliki pasar yang besar untuk pengembangan dan implementasi IoT. Syarat yang sama juga berlaku pada perusahaan-perusahaan pasar IoT. Memang, untuk skala Nasional, Indonesia masih jauh dikatakan siap untuk implementasi proyek IoT ini. Namun, dengan mulai pada beberapa area yang sudah “matang” bukanlah langkah yang buruk, hal tersebut akan mempercepat pengembangan dan implementasi IoT sehingga, proyek IoT tidak berhenti.

Fintech

Fintech merupakan kolaborasi antara finansial/keuangan dan teknologi. Cepatnya kemajuan teknologi membantu para startup membangun inovasi produk keuangan yang berbeda dari perbankan konvensional. Di banyak negara, inovasi keuangan dari startup tersebut terbukti tidak hanya memunculkan solusi-solusi baru yang inovatif buat konsumen, tetapi sekaligus menggoyang industri keuangan yang sudah mapan.

Fintech merupakan salah satu contoh primadona dibandingkan industri lainnya karena terus bertransformasi. Fintech tidak melulu berbicara soal sistem pembayaran dan lending, tapi ada juga vertikal bisnis lainnya seperti insurtech, remitansi, regtech, blockchain, kripto, data analytics, dan lain sebagainya.

Alasan pertama, layanan Fintech menawarkan kecepatan. Dengan teknologi big data, penggunaan algoritma, dan proses online, keputusan kredit bisa diambil dalam rentang waktu sangat cepat jika dibandingkan bank konvensional. Pengisian aplikasi dilakukan sepenuhnya melalui online dengan desain teknologi yang sangat memahami perilaku para penggunanya. Pinjaman diproses tanpa perlu tatap muka dengan nasabah

Health Tech

Salah satu vertikal startup yang diprediksi bakal mengalami perkembangan adalah health tech. Dalam survei Gallen Growth Asia dilaporkan beberapa tren perkembangan layanan healthtech, mulai dari kategori, pendanaan, hingga sebarannya di wilayah Asia Pasifik.

Bidang kesehatan menjadi salah satu segmen yang saat ini banyak digarap oleh para pengembang di level startup. Umumnya menyediakan layanan reservasi dan direktori dokter, namun beberapa lainnya mengeluarkan inovasi baru yang siap diandalkan untuk kebutuhan medis penggunanya.

Di Indonesia, layanan teknologi kesehatan diprediksikan sebagai sektor yang menyimpan potensi besar. Salah satu layanan yang ada di industri ini adalah layanan konsultasi dokter online. Sudah banyak penyedia layanan ini tersedia di Indonesia. Sebagai bisnis yang bergantung kepada kepercayaan pengguna, tantangan besar bagi para penyedia layanan untuk bisa menjaganya.

Cloud Computing

Cloud computing (atau komputasi awan) saat ini sudah menjadi sesuatu yang sangat umum, terutama di kalangan pengembang software. Berbagai keunggulan cloud computing, seperti dalam skalabilitas, keandalan dan portabilitas membawakan daya tarik tersendiri, terlebih sistem pembayaran layanan cloud kebanyakan cukup fleksibel, yakni dibayarkan sesuai dengan penggunaan atau umum disebut dengan istilah “pay as you use”. Teknologi telah menjadi komponen kritis dalam operasional bisnis, berbagai kegiatan, terutama yang menghubungkan langsung dengan konsumen banyak ditompang olehnya, dan salah satu platform yang banyak digunakan tak lain adalah cloud computing.

Pembiayaan untuk kebutuhan teknologi dalam lebih diefisienkan dengan pemanfaatan teknologi cloud computing, seperti meminimalisir biaya pembelanjaan hardware dan pemeliharaan, namun untuk menciptakan nilai yang optimal bisnis juga harus mengenal betul kemampuan dan kebutuhannya. Cloud computing menawarkan sistem pembayaran yang cukup fleksibel, gunakan sumber daya tinggi saat penggunaan tinggi, dan minimalkan penggunaan sumber daya saat kebutuhan rendah. Hal ini bisa dicontohkan di beberapa skema bisnis, misalnya sistem yang ramai di masa tertentu, sebut saja toko online baju muslim.

Sudah cukup banyak pilihan layanan cloud yang saat ini tersaji. Karena bisnis membutuhkan teknologi yang handal untuk operasional bisnis yang berkelanjutan, pastikan bisnis memilih layanan cloud yang sudah teruji dan terpercaya. Setidaknya sudah ada case study atau pihak bisnis yang sebelumnya pernah menggunakan layanan tersebut dan memberikan testimoni baik. Terlepas dari itu layanan global ataupun layanan lokal.

Tren teknologi tersebut akan terus subur jika pengembangan produk terus dilakukan. Inisiatif inovasi dari korporasi menjadi penting dalam hal ini, terutama perusahaan dengan market access yang besar. Telkomsel sebagai perusahaan telekomunikasi dengan lebih dari 163 juta pengguna, lebih dari 189.000 BTS yang beroperasi di 11 wilayah Indonesia, dan lebih dari 5.500 talenta di dalamnya, saat ini tengah melakukan upaya transformasi digital dengan kegiatan yang dapat membuka potensi inovator Tanah Air.

Telkomsel memperkuat keseriusannya dalam mendorong inovasi digital di Indonesia tersebut melalui program Telkomsel Innovation Center (TINC). Bentuk dukungannya antara lain berupa penyediaan laboratorium IoT (bagi startup yang menggunakan teknologi ini), development funding, development kit, platform, 5G Lab, working space, serta networking access bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan para pemain industri terkait.

Tertarik dengan program inovasi dan segala keuntungan yang bisa kamu dapatkan dengan kolaborasi bersama TINC? Telkomsel telah membuka batch 4 dari program inovasi mereka. Informasi lebih lengkap, masuk ke www.instagram.com/tinc.id dan tinc.id.

Disclosure: Artikel ini adalah artikel bersponsor yang didukung oleh Telkomsel.

Kominfo Akan Gandeng Inkubator dalam Memberikan Sertifikasi Produk IoT

Untuk mendukung inovator di bidang IoT, Kementerian Kominfo tengah menyiapkan terobosan terkait dengan sertifikasi perangkat. Proses sertifikasi nantinya akan melibatkan inkubator startup IoT yang telah beroperasi di Indonesia, sehingga diharapkan pengajuan dan pengujian dapat terlaksana secara lebih efektif.

“Untuk melakukan sertifikasi dan memenuhi persyaratan lainnya, makers bisa dibantu oleh inkubator, contohnya seperti inkubator Telkomsel (TINC), XL dan lainnya. Pemerintah selain menjadi policy maker dan regulator, saat ini berusaha menjadi fasilitator,” ujar Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Mochamad Hadiyana.

Menurutnya, kolaborasi seperti ini diperlukan agar ekosistem IoT di Indonesia dapat berkembang pesat. Sejauh ini regulasi IoT mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

“Persyaratan teknis ini mengatur perangkat LPWA baik non-seluler dan juga seluler yaitu Narrow Band IOT (NB-IoT) dan LTE Machine (LTE-M),” jelas Hadiyana.

Para pengembang IoT –dalam konteks penelitian—saat ini bisa merilis perangkat IoT selama enam bulan tanpa sertifikat. Namun jika setelah satu tahun produk berjalan dan diluncurkan ke publik, maka wajib mengajukan sertifikasi. Standar dan persyaratan teknis untuk perangkat IoT merupakan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.

Menurut Hadiyana, tujuan sertifikasi untuk menjamin keterhubungan dalam jaringan dan mencegah saling mengganggu antar perangkat telekomunikasi. Selain itu juga sebagai tindakan preventif untuk melindungi masyarakat dari risiko kerugian dari penggunaan alat tersebut.

Menuju Revolusi Indonesia 4.0 Lewat Pusat Inovasi IoT

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto membuka sambutannya pada ajang Telkomsel Innovation Center (TINC) Conference & Exhibition di Balai Kartini Rabu (25/7), lewat paparan bertajuk “Making Indonesia 4.0”. Sebuah visi masa depan pemerintah untuk mewujudkan revolusi digital industri 4.0.

Dalam paparan tersebut, ia menyebutkan industri 4.0 dapat menjadi enabler untuk mendorong kemajuan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. “Bangsa kita adalah negara terbesar di Asia dan demografi kita luas. Teknologi dapat jadi enabler agar negara kita lebih maju,” ungkapnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah mengajak setiap stakeholder terkait untuk berpartisipasi dalam mendorong pengembangan dan ekosistem Internet of Things (IoT) di Indonesia sebagai pilar industri 4.0.

Salah satunya melalui Telkomsel Innovation Center (TINC) yang menjadi upaya Telkomsel untuk fokus di industri IoT. TINC merupakan serangkaian program yang akan mempertemukan para startup, developer, hingga investor di industri IoT.

Program ini merangkum berbagai kegiatan untuk membentuk ekosistem IoT di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah fasilitas laboratorium IoT, kegiatan mentoring dan bootcamp, hingga akses networking bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan pelaku bisnis terkait.

Tak hanya itu, anak usaha Telkom ini juga memperkenalkan Narrowband Internet of Things (NB-IoT) Lab pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan para inovator TINC untuk melakukan uji coba produk IoT yang dikembangkannya. Lab ini berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebutkan dorongan untuk memperkuat komitmennya di ranah IoT muncul karena banyak sekali masalah unik yang terjadi di Indonesia dan tak dapat diselesaikan dengan mengandalkan bantuan pihak luar. Ia menilai Indonesia harus mengembangkan ekosistem IoT sendiri.

“Implementasi aplikasi IoT itu sangat luas. Untuk membatasi imajinasi, makanya kita harus (mewujudkannya) lewat kolaborasi. Kita bisa dorong pengembangan IoT lebih luas lagi, tak hanya untuk pelaku usaha tetapi juga untuk negara,” ungkap Ririek dalam sambutannya.

Ririek berharap dalam beberapa tahun mendatang bisa mengantongi 1 miliar pelanggan produk IoT. Untuk saat ini, Telkomsel lebih fokus terhadap penyediaan solusi untuk kegiatan sehari-hari.

Diharapkan pula, TINC dapat kembali melahirkan lebih banyak solusi IoT dan kolaborasi lainnya dengan para inovator. Beberapa layanan IoT yang sudah melewati masa inkubasi antara lain kolaborasi dengan Banopolis (bike sharing di Universitas Indonesia) dan kolaborasi dengan eFishery (pemberi makan otomatis ternak ikan).

5G optimalkan adopsi IoT

Selain merangkul multi stakeholder untuk membentuk ekosistem, Telkomsel juga akan membangun jaringan 5G di masa depan untuk memperkuat adopsi IoT lebih masif lagi. Saat ini teknologi seluler generasi ke-5 ini belum komersial di dunia, namun akan diuji coba di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam presentasinya, Director Planning & Transformation Telkomsel, Edward Ying mengatakan pemanfaatan IoT akan lebih optimal dengan mengandalkan koneksi 5G karena jaringannya mampu menghadirkan kecepatan 100 kali lebih tinggi dari 4G dengan latensi rendah.

“5G bagus untuk major improvement karena punya kecepatan tinggi dan lebih efisien. Kami yakin ini dapat menciptakan tools paling powerful untuk industri telekomunikasi di masa depan. Ekosistem bisa support banyak hal, seperti smart city,” ujar Ying.

Pihaknya juga akan meningkatkan jangkauan jaringan LTE dengan NB-IoT di sejumlah area pada 2019. Saat ini, jaringan Telkomsel telah didukung sebanyak 167 ribu unit BTS dengan 80 persen merupakan BTS di jaringan 4G.

IoT Forum sebagai katalisator

Tahun 2020, menurut riset Cisco, diprediksi ada 7,6 miliar orang yang menggunakan sebanyak 50 miliar perangkat yang saling terhubung dengan jaringan internet.

Sementara, riset McKinsey mengestimasi potensi pasar IoT di Indonesia mencapai $3 miliar pada 2020. Dari nilai tersebut, ada empat kategori yang bakal mendominasi pasar IoT di Indonesia, yakni kendaraan, industri, smart city, dan ritel.

Di balik potensi pasar yang sedemikian besar, masih ada sejumlah hal yang menghambat pertumbuhan industri IoT di Indonesia. Padahal ekosistem IoT di Indonesia dinilai mulai berkembang dan cukup siap untuk menghadapi tren IoT di global.

“Ekonomi akan jalan kalau ada demand dan supply. Kita menjadi katalisator supaya kita bisa menggerakkan pihak supply. Tetapi, belum tentu pihak demand tahu produk ini ada. Makanya, kedua pihak harus dipertemukan dalam satu komunitas,” ungkap Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya pada kesempatan sama.

Teguh menilai IoT Forum berperan penting dalam mempertemukan dan mengenali kebutuhan dengan end user. Dengan begitu, pengguna jaringan dan produsen perangkat dapat saling terhubung untuk menentukan siapa yang menciptakan layanannya.

Sementara itu, CEO eFishery, Gibran Huzaifah justru menilai salah satu penghambat industri IoT di Indonesia adalah kurangnya relevansi use case yang diterapkan dengan masalah yang dihadapi di Indonesia. Contohnya adalah produk smart home. Padahal, kebutuhan smart home di Indonesia belum terlalu besar.

“Relevansi pada use case itu penting karena tidak semua yang dikembangkan di barat berkaitan dengan masalah yang ada di Indonesia. Intinya, di barat belum tentu paham masalah yang ada di sini,” tutur Gibran yang juga menjadi pembicara di TINC Conference & Exhibition.

Di eFishery, Gibran menerapkan use case berdasarkan hal-hal yang terjadi pada budidaya peternak ikan, yakni pemberian makanan ikan. Ia kemudian menciptakan mesin pemberi makan ikan secara otomatis.

Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk kegiatan Telkomsel Innovation Center IoT Forum 2018 Convention & Exhibition.