Layanan Pemesanan Hotel Budget “Tinggal” Dikabarkan Segera Tutup Layanan

Kami mendapatkan informasi dari sumber terpercaya bahwa layanan pemesanan hotel budget dan hotel independen Tinggal segera menutup layanannya. Dari sumber yang sama disebutkan semua karyawan segera di-layoff dan Pendiri berencana pivot ke layanan property management system.

Saat tulisan ini dibuat situs Tinggal sudah sulit diakses, sementara Co-Founder dan CEO Arjun Chopra yang kami kontak belum memberikan balasannya.

Tinggal didirikan di awal tahun 2016 dengan dukungan pendanaan $1 juta dari sejumlah investor, termasuk CEO Wudstay Prafulla Mathur. Wudstay adalah layanan serupa yang beroperasi di India.

Arjun dalam wawancara terdahulu memberikan premis:

“Banyak dari hotel budget ini merupakan usaha keluarga yang sering kali mengalami kesulitan dengan penjualan, pemasaran, dukungan dan operasional. Oleh karena itu, kami bekerja sama sangat dekat dengan mitra hotel kami untuk membantu mereka meningkatkan standar hotelnya. Caranya adalah dengan memastikan adanya kontrol kualitas, memaksimalkan pengunaan wadah kami, membuat konten berkualitas tinggi dan menjangkau konsumen yang tepat, sehingga mitra hotel dapat menawarkan dan memberikan pengalaman menginap terbaik.”

Berbeda dengan kompetitornya, Tinggal didirikan dari awal untuk fokus ke pasar Indonesia. Setelah 1,5 tahun beroperasi, Tinggal tampaknya tak mampu jaminan bisnis berkelanjutan bagi para investornya. Pesaing Tinggal saat ini adalah RedDoorz, Nida Rooms, dan Airy Rooms.

Mengenal Lanskap Industri Travel dan Pergerakan Digitalnya

Salah satu industri yang cukup berkembang pesat di era digital ini adalah perjalanan atau travel. Cakupannya cukup luas dengan segmentasi yang dimiliki. Mungkin beberapa dari pembaca mengenal beberapa istilah seperti Online Travel Agency (OTA), Hospitality dan lain sebagainya. Bahkan penguraiannya pun sekarang makin spesifik. Contoh saja soal kehadiran budget hotel, sebagai evolusi layanan penginapan yang mengakomodasi travellers.

Untuk mengulas tentang bisnis travel, kami berdiskusi dengan Larry Chua, Co-Founder Caption Hospitality. Pengalamannya di industri travel tidak diragukan lagi. Bersama Caption Hospitality saat ini ia mengembangkan sebuah solusi terpadu yang diperuntukkan pemilik hotel atau penginapan untuk memiliki sistem teknologi, untuk mengakselerasi bisnisnya di era digital.

Larry Chua - Co-Founder dan CEO Caption Hospitality / Caption
Larry Chua – Co-Founder Caption Hospitality / Caption Hospitality

Awal mula industri travel dan perkembangannya

Di awal perbincangan, kami membahas tentang industri travel online yang ada saat ini. Istilah seperti OTA cukup membingungkan bagi orang awam. Larry pun sepakat akan hal tersebut, ia mengungkapkan lanskap ini memiliki cakupan sangat luas. Industri travel pada mulanya ada untuk melengkapi kebutuhan bisnis, sehingga di awal kemunculannya banyak bermunculan istilah bisnis yang disebut dengan “corporate travel”.

Apa yang dicakup dalam bisnis tersebut ada dua hal, pertama ialah moda transportasi (pesawat, kereta api, bus, hingga ojek) dan akomodasi (hotel, hostel, guest house, hingga kos). Ini adalah hal paling fundamental. Hingga pada akhirnya kini moda perjalanan makin terjangkau, pergeseran pun dimulai, banyak orang melakukan travelling untuk tujuan di luar perjalanan bisnis, yakni bersantai.

Di masa lalu pemasok akomodasi dan agen transportasi menggunakan sistem keagenan untuk menjual inventory mereka, merujuk pada proses distribusi. Proses itu berjalan bukan tanpa alasan, didominasi konsumen bisnis alur transaksinya didesain untuk mampu menyesuaikan kebutuhan perkantoran, misalnya ada cerdit term dengan jangka pembayaran tertentu dan lain sebagainya. Sistem ini juga untuk mencegah pemindahbukuan dan penanganan yang terlalu banyak oleh agen.

Jadi apa yang disebut OTA sebenarnya sebuah kanal distribusi baru untuk para pemasok. Nilai plus yang mereka berikan adalah saluran 24 jam untuk pemesanan moda transportasi dan akomodasi. Dengan keunggulan yang diberikan, mereka bertarung memasarkan dan mengarahkan lalu lintas pengguna ke situs web mereka. Dengan upaya ini, sebagian besar OTA mengenakan biaya dari 17% – 30% dari harga jual pemasok akomodasi. Contoh OTA populer saat ini seperti Traveloka, Pegipegi, Tiket, Rajakamar dan sebagainya.

Bagaimana OTA dan penyedia jasa bersinergi?

Larry memulai dengan sebuah pertanyaan, apakah hotel bisa bertahan tanpa OTA? Jawabannya iya. Sebaliknya, bisakah OTA bertahan tanpa hotel? Jawabannya tentu tidak. OTA hanya seperti sebuah marketplace, tanpa pemasok produk akomodasi atau travel maka bisnis mereka tidak akan jalan. Masalahnya mereka (hotel) sangat baik dalam menjalankan bisnisnya (akomodasi), namun banyak yang tidak mengerti tentang teknologi dan dunia digital.

Teknologi di sisi penyedia jasa hotel (hoteliers) tidak berkembang cukup pesat. Baru akhir-akhir ini saja penggunaan perangkat lunak berbasis komputasi awan atau sejenisnya mulai terlihat sebagai improvisasi layanan. Hal itu menurut Larry wajar, karena jika hoteliers memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ruang digital, mereka tidak memerlukan OTA untuk melakukan pemasaran.

Faktanya masih ada beberapa kelompok hotel yang tidak mencantumkan propertinya di OTA dan masih berjalan baik. Ini adalah contoh sisi lain dalam konteks ini. Namun gelombang ketiga evolusi online travel tampaknya juga akan segera hadir. Raksasa internet Google pun telah bereksperimen banyak dalam lini industri travel, perubahannya tentu akan banyak memberikan keuntungan untuk bisnis.

Persaingan industri travel yang ada saat ini

Menurut Larry, travel adalah salah satu vertikal bisnis yang paling menguntungkan untuk situs e-commmerce, deals atau semacamnya. Sebelum di Caption, Larry pernah memimpin sebuah travel department bisnis e-commerce, yakni Ensogo dan Deal.com. Ia lanjut menceritakan, pada satu titik pendapatan netto travel department menutupi seluruh biaya bulanan perusahaan.

Jadi apa yang terjadi saat ini dalam bisnis travel di Indonesia bukan “hal aneh” bagi Larry, misalnya akuisisi Tiket.com oleh Blibli. Perusahaan e-commerce seperti Bukalapak dan Tokopedia akan mulai bergerak penuh ke dalam ruang ini dan juga tidak akan mengejutkan jika nanti unicorn lain seperti Go-Jek akan mulai bermain di dalam ruang ini.

Turut ditekankan Larry bahwa ini adalah sebuah langkah bertahap ketika perusahaan mulai mengendalikan basis data pengguna dalam jumlah pesat. Mereka semua beroperasi sebagai pasar. Pertanyaan selanjutnya adalah model seperti apa yang bisa dijual kepada konsumen untuk menghasilkan keuntungan dan harga tiket tertinggi.

Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality
Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality

Hospitality untuk menggerakkan digitalisasi industri

Masih banyak masalah dan tantangan yang dihadapi pemilik properti. Pebisnis di Indonesia (secara umum) perlu belajar dari industri di daerah seperti Bali dan meniru tingkat layanan. Teknologi pasti sangat berperan dalam hal ini, membantu hoteliers menjadi lebih laku, serta membantu membuat biaya operasional menjadi lebih efisien. Namun demikian tetap ada masalah yang belum terselesaikan, misalnya untuk pengelolaan insentif ruang rapat, akomodasi perjalanan bisnis, hingga pengelolaan pemanfaatan fasilitas spesifik seperti kolam renang.

Untuk menguraikan kebutuhan digitalisasi, kebanyakan orang berpikir bahwa situs web adalah jawabannya. Namun dari pengamatan Larry, situs web hotel banyak yang perlu dipikirkan dan dirancang ulang sehingga dapat menginspirasi dan mengubah lalu lintas kunjungan menjadi pemesanan, bahkan traksi. Fakta penting lainnya adalah kebanyakan orang di Indonesia melihat informasi perjalanan dan bertransaksi di ponsel.

Kenyataannya lainnya adalah sebagian besar hotel masih melibatkan beberapa perusahaan pengembangan situs web atau perancang freelance untuk mengembangkan situs web mereka. Parahnya pengembang tersebut tak sedikit yang memiliki pengetahuan minim tentang perilaku travelers. Sayangnya kita tidak lagi tinggal di tahun 1998, situs web tidak lagi hanya ditujukan untuk kebutuhan informatif.

Edukasi berkelanjutan sangat dibutuhkan di Indonesia tentang ruang digital dan teknologi. Menurut Larry, banyak pengelola hotel masih memiliki pola pikir tahun 1990-an. Kita masih bisa melihat properti menggunakan pena dan kertas manual untuk check-in, kita masih bisa menemukan hotel yang tidak memiliki website yang tepat. Di sini Hospitality berperan. Larry mendefinisikan Hospitality sebagai pemasok dan salah satu aspek inti dari perjalanan. Tanpa Hospitality dan hoteliers, tidak ada “bisnis travel“.

Aplikasi “Budget Hotel” dan Penerimaan Konsumen di Indonesia

Budget hotel tergolong tren baru dalam industri travel, menawarkan layanan penginapan sesuai kebutuhan konsumen. Karakteristiknya pengguna dapat memilih jenis layanan yang dibutuhkan saat menginap –jika layanan hotel umum secara otomatis menyajikan full-services—sehingga cenderung memberikan lebih banyak penghematan di sisi konsumen.

Mengikuti tren digital, budget hotel juga ditawarkan oleh OTA (Online Travel Agency), bahkan sudah ada beberapa pemain spesifik yang hadir di Indonesia, sebut saja Airy Rooms, NIDA Rooms, RedDoorz, hingga ZEN Rooms.

Untuk mengetahui popularitas dan pandangan konsumen di Indonesia terhadap budget hotel, DailySocial bekerja sama dengan JakPat melakukan survei kepada pengguna smartphone di Indonesia untuk mengetahui ketertarikannya terhadap layanan tersebut. Sekurangnya ada 1005 responden yang mengikuti survei tersebut.

Tesis kami diawali dengan mengetahui kecenderungan pengguna ketika hendak menyewa sebuah tempat penginapan, sebanyak 65.77% telah memanfaatkan aplikasi atau layanan web agregasi, 41% mendatangi langsung hotel untuk menyewa, 18,81% melalui telepon, dan 17,31% melalui agen travel (offline).

Kecenderungan orang menggunakan layanan budget hotel

Porsinya sudah jelas, ada separuh lebih dari responden yang telah memanfaatkan layanan digital untuk memesan tempat penginapan. Lalu tentang penggunaan aplikasi budget hotel responden mengaku telah mengenal beberapa nama pemain, di antaranya ZEN Rooms, RedDoorz, NIDA Rooms, dan Tinggal.

Budget Hotel Survey 1

Habit pemesanan langsung tetap dilakukan konsumen tatkala memesan budget hotel. Cukup masuk akal, karena pada umumnya orang memilih jenis penginapan tersebut lantaran membutuhkan efisiensi biaya atau hanya butuh sekedar menginap –umumnya dilakukan oleh pelancong, atau istilah kekiniannya backpackers. Selain penghematan dari sisi biaya, ternyata alasan lain orang-orang menggunakan budget hotel adalah efisiensi waktu.

Budget Hotel Survey 2

Dasar pemilihan budget hotel untuk menginap

Bagi pengguna budget hotel sendiri, ada beberapa kriteria yang ditentukan dalam memilih sebuah tempat. Faktor harga menjadi dominan, disusul jarak dengan destinasi terdekat. Berkaitan dengan faktor lain seperti tingkatan bintang suatu hotel dan fasilitas justru tidak terlalu menjadi perhatian. Konsiderasi ini bisa ditarik menjadi sebuah pola tentang konsumen budget hotel, yaitu hemat dan mudah dijangkau.

Budget Hotel Survey 3

Terkait dengan temuan lain seputar karakteristik konsumen budget hotel di Indonesia, bisa diunduh selengkapnya dalam laporan bertajuk “Budget Hotels Apps in Indonesia Survey 2017”. Temukan juga kabar terbaru tentang ekspansi, pendanaan, dan pergerakan baru pemain OTA di sektor budget hotel di Indonesia.

Rengkuh Pendanaan 4,6 Triliun Rupiah dari Expedia, Traveloka Pastikan Status Unicorn

Di dunia industri travel online, ada dua raksasa yang menguasai pasar ini. Pertama adalah Priceline, kedua Expedia. Priceline sudah memiliki Agoda di Asia dan hari ini Expedia mengumumkan investasinya di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dengan mengambil saham minoritas di Traveloka senilai $350 juta (lebih dari 4,6 triliun Rupiah) untuk menyainginya. Selain dari Expedia, dalam setahun terakhir Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Menurut The Information, yang pertama kali memberitakan informasi ini, Traveloka kini bervaluasi lebih dari $2 miliar dan menjadikannya startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia. Nilai valuasinya di Indonesia hanya kalah dari Go-Jek yang disebutkan mencapai $3 miliar pasca perolehan pendanaan dari Tencent.

Dua tahun yang lalu kami memprediksi keduanya bakal menjadi unicorn bersama Tokopedia. Tokopedia sendiri kabarnya memang sudah menjadi unicorn, tapi belum mengumumkan valuasi terbaru pasca pendanaan terakhir dari Softbank dan Sequoia di tahun 2014.

Pasca perolehan pendanaan ini, SVP Expedia Greg Schulze akan masuk ke jajaran board of director Traveloka.

Agresif mengejar pertumbuhan

Sebagai startup yang agresif mencari pertumbuhan, Traveloka aktif mengeluarkan dana untuk periklanan, termasuk baru-baru ini menjadi sponsor utama liga sepakbola utama Indonesia (bersama Go-Jek) dan acara televisi Asia’s Got Talent 2017. Di tahun 2015, menurut data Adstensity, budget periklanan Traveloka mencapai lebih dari 550 miliar Rupiah.

Traveloka bisa dibilang termasuk startup yang cukup tertutup soal pendanaan. Perolehan pendanaan terakhir yang diumumkannya adalah pendanaan Seri A di bulan September 2013 dari perusahaan investasi Rocket Internet, Global Founders Capital. Setelah itu Traveloka tidak mau berkomentar soal rumor pendanaan.

Pendanaan kali ini adalah milestone bagi Traveloka karena menjadi bagian keluarga jaringan pemain travel besar global dan mendukung rencana Traveloka menguasai pasar regional. Traveloka, yang didirikan oleh 3 orang yang pernah berkarier di Silicon Valley, kini telah hadir di 6 negara Asia Tenggara.

Co-Founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi dalam pernyataan resminya mengatakan, “Bermitra dengan perusahaan travel global terdepan akan membantu kami fokus ke pertumbuhan berkelanjutan di dunia travel online untuk memenuhi tujuan kami menyediakan opsi travel terbaik dan pengalaman reservasi yang berkualitas.”

“Traveloka adalah pemimpin di pasar travel Indonesia dan berekspansi secara agresif di Asia Tenggara. Kemitraan kami akan memberikan keuntungan dengan keunggulan dan pengetahuan lokal masing-masing untuk mengakselerasi perkembangan bersama,” ujar President dan CEO Expedia Inc Dara Khosrowshahi.

Persaingan industri travel yang makin memanas

Kemitraan Traveloka dan Expedia adalah jawaban dari akuisisi Blibli terhadap Tiket.com. Untuk menjadi pemimpin di industri ini mereka harus bergerak agresif. Data Google dan Temasek menyebutkan di tahun 2025 nilai pasar di industri travel Asia Tenggara akan mencapai $76 miliar, dengan konsumsi di sektor travel akan mencapai 38% dari total konsumsi masyarakat Asia Tenggara di tahun tersebut.

Selain Traveloka dan Tiket.com, dua pemain travel online di Indonesia yang cukup relevan adalah Pegipegi dan Nusatrip. Meskipun demikian, Traveloka tidak lagi sekedar ingin menguasai Indonesia dan Asia Tenggara. Tersirat bahwa Traveloka bakal menggunakan jaringan Expedia untuk ekspansi Traveloka yang lebih luas.

“Kami menantikan kolaborasi dengan Expedia untuk memperluas layanan kami ke Asia dan negara-negara selanjutnya,” ujar Ferry.

Application Information Will Show Up Here

Triprockets Hadirkan Marketplace Kegiatan Wisata di Indonesia dan Mancanegara

Tren dan popularitas marketplace di Indonesia hingga saat ini masih belum menunjukkan penurunan, dari sisi penyedia hingga pelanggan. Mulai dari produk elektronik, busana, jasa hingga pembayaran, saat ini semua pilihan tersebut bisa dinikmati oleh pengguna. Salah satu layanan marketplace yang mencoba untuk menghadirkan marketplace aktivitas, kegiatan, dan tempat wisata yang unik adalah Triprockets.

Startup yang didirikan Raymond Iskandar selaku CMO ini menerapkan cara yang sama dilakukan oleh Airbnb, yaitu sharing economy atau ekonomi berbagi antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

“Konsep usaha kami sangatlah sederhana yaitu sebuah jenis platform perjalanan baru berbasis online yang menjembatani jarak antara travelers dengan penduduk lokal, yang juga merupakan bagian dari ekonomi bersama yang sedang berkembang pesat.”

Konsep peer-to-peer community marketplace yang mempertemukan travelers dari seluruh dunia dengan penduduk lokal daerah yang dikunjungi, memungkinkan pengguna berkeliling kota dengan orang-orang yang benar-benar tinggal dan hidup di kota yang dikunjungi.

“Intinya Triprockets memberikan kesempatan unik untuk mengalami dan menikmati kota langsung melalui mata penduduk lokal setempat, belajar tentang budaya lokal, berbagi ide dan menemukan teman baru setiap hari,” kata Raymond.

Menjaring host (tuan rumah) dan pengguna

Saat ini Triprockets baru bisa diakses via situs namun rencananya akan dirilis aplikasi Android dan iOS untuk memudahkan pengguna. Untuk menambah pilihan aktivitas dan kegiatan wisata, Triprockets masih terus melakukan perekrutan host sekaligus pengguna.

“Konsep usaha yang kami tawarkan adalah sebuah konsep usaha yang baru terutama di Indonesia, di mana konsep usaha jenis ini kurang populer dibandingkan membuat marketplace seperti Bukalapak atau Tokopedia. Jadi seperti halnya Go-Jek waktu pertama beroperasi, kami akan terus berusaha untuk mendapatkan banyak host terutama di Indonesia,” kata Raymond

Kebanyakan host atau pemandu lokal yang telah bergabung berasal dari Australia, Belanda dan Jepang. Untuk memperbanyak jumlah host Indonesia, Tripcrockets sedang menjalankan program “We’re on the Hunt for 10,000 travel-entrepreneur” di Indonesia dan di Singapura melalui media sosial.

“Target kami pada saat peluncuran bulan Agustus nanti, kami memiliki lebih dari 100 aktivitas dari seluruh Indonesia, diluar dari aktivitas yang ditawarkan host dari negara lain.”

Strategi monetisasi dan pilihan pembayaran

Proses pendaftaran yang diterapkan oleh Triprockets terbilang mudah, sementara itu untuk pilihan pembayaran yang dikenakan kepada pengguna saat ini hanya melalui PayPal dan kartu kredit. Selanjutnya Triprockets juga akan menambah integrasi pembayaran melalui bank transfer dan dengan pihak ketiga.

Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan, Triprockets mengambil 10% komisi atas setiap pemesanan yang dilakukan oleh pengguna dan akan dipotong langsung dari host.

“Sebagai contoh, jika sebuah aktivitas harganya Rp 100 ribu, kami akan mengambil Rp 10 ribu komisi dan akan kami potong langsung dari host, sehingga pada hari pembayaran host hanya menerima Rp 90 ribu. Selanjutnya kami akan membuat program kerja sama whitelabel atau API integration ke agen travel, untuk menjadi distribusi channel alternatif kami lainnya,” kata Raymond.

Target Triprockets tahun 2017

Bertujuan untuk membantu meningkatkan wirausaha lokal di kota-kota melalui kesempatan untuk menjadi tuan rumah dan membantu menggulirkan industri pariwisata lokal setempat, Triprockets masih memiliki beberapa rencana dan target sepanjang tahun 2017. Masih menjalankan bisnis secara bootstrap, selanjutnya Triprockets berencana untuk melakukan fundraising.

“Target kami di tahun 2017 adalah melakukan launching di pertengahan bulan Agustus dan dua bulan kemudian meluncurkan aplikasi Android dan iOS. Selain itu kami juga sedang berusaha untuk mendapatkan seed round investor untuk menambah promosi dan infrastruktur teknologi kami,” tutup Raymond.

Indonesia Flight dan Industri OTA yang Kian Menantang

Persaingan di lanskap OTA (Online Travel Agency) Indonesia masih terbuka lebar, seiring dengan pesatnya inovasi dan berkembangnya pangsa pasar. Memang, babak baru seakan hadir, pasca salah satu pemain terbesarnya Tiket.com diakuisisi Blibli, yang mana sebelumnya para pemain di sektor e-commerce dan online marketplace sendiri sudah memulai menjajakan layanan OTA kepada pelanggannya.

Persaingan tidak hanya vertikal milik pemain OTA murni, artinya perlu strategi yang kuat bagi para pemain untuk mampu bertahan dan berkembang. Kondisi ini tidak menyurutkan Indonesia Flight sebagai salah satu pemain OTA yang sebelumnya merupakan bagian dari Tiket. Pun demikian selepas akuisisi Tiket.com, Indonesia Flight kini berdiri secara independen dengan kepemilikan penuh oleh Co-Founder Indonesia Flight Marcella Einstein dan Yoppy Nelwanto.

Cella sapaan akrab Marcella, kepada DailySocial menceritakan awal mula pendirian startupnya. Pada tahun 2012 Indonesia Flight merupakan sebuah aplikasi pemesanan tiket pesawat yang menggunakan inventori Tiket, bertindak sebagai B2B Offcial Partner. Hal ini dikarenakan pada periode itu hanya Tiket.com OTA di Indonesia yang membuka inventori API secara publik dan bisa dikonsumsi aplikasi pihak ketiga.

Perlahan tapi pasti Indonesian Flight mendapatkan pertumbuhan pengguna dan keuntungan secara organik. Dari data yang disampaikan Cella, hingga tahun 2014 Indonesia Flight mengalami pertumbuhan mencapai 200 persen.

Tiga tahun berjalan, tepatnya pada tahun 2015, Tiket.com menawarkan kerja sama untuk akuisisi Indonesia Flight. Dengan pertimbangan visi dan misi yang sejalan Cella akhirnya menerima pinangan Tiket.com tersebut.

“Dalam perjalanannya, kami melakukan resource sharing di beberapa divisi dengan Tiket.com, contohnya divisi HR, finance, internal control, legal, customer service sampai dengan berbagi security dan office boy. Hal tersebut betul-betul efektif, karena terjadi pengurangan beberapa fixed cost di bagian OPEX untuk Indonesia Flight. Namun untuk tim intinya sendiri, kami melakukan perekrutan secara terpisah, khususnya di bagian IT, sales dan marketing,” ungkap Cella menjelaskan.

Indonesia Flight dalam persaingan OTA di Indonesia

Kini mau tidak mau Indonesia Flight harus bersaingan dengan lebih banyak pemain sektor tikecting di Indonesia, termasuk dengan Tiket.com itu sendiri. Menyikapi hal ini Cella dan tim tengah meyiapkan roadmap yang akan dilakukan Indonesia Flight dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Dinilai efektif dan menjadi upaya mereka untuk tetap bersaing di industri OTA di Indonesia.

To be honest, alasan kenapa saya dan partner mengiyakan untuk diakuisisi oleh Tiket.com adalah selain kesamaan visi misi, tetapi juga karena komitmen Tiket.com yang berjanji tidak akan mengkerdilkan Indonesia Flight, kami akan didukung untuk terus bertumbuh parallel dengan mereka, dan pada kenyataannya Tiket.com memegang janjinya, kami tidak dilebur ke Tiket.com, kami tetap dapat menjalankan apa yang menjadi mimpi kami dengan menyatukan visi misi dengan Tiket.com”

“Untuk konsumennya sendiri, sudah pasti ada irisan antara Tiket.com & Indonesia Flight. Namun yang menarik, irisan tersebut tidaklah besar. Tiket.com membesar ke kiri dan kami ke kanan. Hal tersebut yang membuat kami semakin yakin bahwa pangsa pasar untuk online travel masih sangat luas sekali,” jelas Cella.

Lalu menanggapi persaingan dengan para pemain baru termasuk dari sektor marketplace yang juga kini berjualan tiket Cella masih percaya pemain OTA baru akan membutuhkan waktu (dan investasi) yang signifikan guna menggeser posisi pemain OTA murni yang sudah ada.

Menurut Cella para pemain OTA baru yang memberikan promosi besar-besaran dan initial cost yang tidak murah untuk memulai bisnisnya belum tentu dapat mengalahkan pemain OTA yang sudah dulu ada. Menurutnya kualitaslah yang menjadi tolak ukurnya.

“Nantinya review, bintang, dan rating yang menjadi tolok ukur yang adil. Parameter-parameter ini akan memberikan gambaran seberapa maksimal para pemain melayani dan melakukan improvisasi terhadap barang/jasanya,” pungkas Cella.

Application Information Will Show Up Here

Kado Manis dari Sebuah Dedikasi pada Pekerjaan

Era digital berhasil mengubah banyak hal, termasuk kebiasaan orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali dalam aktivitas pekerjaan, aksesibilitas yang kian mudah membuat batasan antara waktu personal dan profesional seakan sangat tipis. Sebagai contoh, pada saat liburan seperti Idulfitri, dengan gadget yang dimiliki orang tetap bisa menyempatkan diri melakukan aktivitas produktif, mulai dari yang paling sederhana seperti membalas email klien sampai melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti melakukan meeting secara online.

Di lain sisi banyak jenis pekerjaan yang memaksa pegawainya untuk tetap siap siaga. Implikasinya mereka harus merelakan waktu dan kebersamaan yang harusnya dapat dinikmati bersama keluarga. Contohnya ketika kita bertolak mudik ke kampung halaman, di sana kita akan melihat bahwa para pekerja sektor publik, seperti di bandara, tetap berdedikasi pada pekerjaannya membantu para pemudik untuk bertemu dengan keluarga agar bisa bersama di hari raya.

Berangkat dari semangat untuk mengapresiasi para “pahlawan di balik layar”, Traveloka bekerja sama dengan PT Angkasa Pura I (Persero) menghadirkan Program Silaturahmi – Angkasa Pura 1. Salah satu perwujudan program ini ialah dengan menerbangkan puluhan keluarga dari pekerja sektor publik, khususnya yang bertempat di bandara, untuk dapat merayakan hari raya bersama keluarga.

Dijelaskan oleh Caesar Indra selaku Senior Vice President Business Development Traveloka bahwa dalam program ini Traveloka menyediakan sebanyak 200 tiket pesawat pulang pergi dan satu kamar hotel selama 3 hari 4 malam di destinasi cakupan wilayah operasional PT Angkasa Pura 1 berada. Sebagai informasi, terdapat lebih dari 5.000 karyawan PT Angkasa Pura 1 di 13 bandara nasional yang tetap bertugas melayani selama hari libur menyambut Idulfitri.

Dalam kesempatan yang sama, Adi Nugroho, Direktur Personalia dan Umum PT Angkasa Pura 1 menambahkan bahwa pihaknya mengapresiasi para pekerja bandara yang tetap bertugas melayani publik pada momen liburan kali ini. Dan program yang digagas bersama Traveloka dinilai akan menjadi salah satu apresiasi atas kerja keras yang mereka lakukan.

Dikatakan lebih lanjut oleh Adi bahwa dalam program ini PT Angkasa Pura 1 akan membantu dalam proses seleksi dan verifikasi sehingga memastikan dapat terdistribusi dan dinikmati dengan baik oleh para pekerja. Terdapat beberapa kriteria dalam menyeleksi pekerja bandara yang dapat menerima program ini. Mereka yang menerima kejutan spesial ini adalah yang berada di level staf, yang memiliki kinerja dan prestasi baik dalam masa tugasnya di masing-masing tempat.

Selain itu, bersamaan dengan momen libur lebaran tahun ini, tepatnya tanggal 29 Juni 2017, Traveloka meluncurkan video dokumentasi dari Program Silaturahmi Traveloka – Angkasa Pura I, berupa dua cerita terbaik dari karyawan PT Angkasa Pura 1. Kedua cerita tersebut kini bisa disaksikan di kanal Youtube resmi Traveloka melalui tautan berikut ini: http://bit.ly/trvlkmks dan http://bit.ly/trvlkbali.

Traveloka dulu, silaturahmi kemudian. Angkasa Pura I – Bandara Aman, Mudik Nyaman.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Traveloka.

Rencana-Rencana Tiket.com Pasca Diakuisisi Blibli

Sebulan yang lalu DailySocial memberitakan GDP Venture terlibat rencana akuisisi terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket.com. Hal tersebut akhirnya dikonfirmasi melalui acara pengumuman akuisisi 100% saham Tiket.com oleh Blibli, salah satu perusahaan di bawah naungan Global Digital Prima (GDP) Venture.

Kepada media, Co-Founder dan CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengungkapkan akuisisi tersebut merupakan bagian rencana besar Tiket.com yang ingin mencari partner untuk melebarkan usaha dengan layanan dan fitur terbaru.

Selama ini Tiket.com termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

“Pertemuan kami dengan Blibli bisa dibilang adalah “love at first sight”. Dari beberapa investor yang kami temui, hanya Blibli yang memiliki visi, misi dan tujuan yang sama dengan kami di Tiket.com, kami pun langsung mendapatkan “chemistry” tersebut. Karena alasan itulah kami memutuskan untuk berkolaborasi lebih mendalam dengan Blibli,” kata Gaery.

Kepada DailySocial Gaery memastikan jajaran C-level Tiket.com tetap akan memegang posisi yang sama pasca akuisisi.

Sebelumnya Blibli telah menjual beberapa layanan travel dan telah tumbuh secara organik. Untuk mempercepat pertumbuhan dari layanan tersebut, Blibli akhirnya memutuskan untuk melakukan akuisisi Tiket.com 100%.

CEO baru Tiket.com

Untuk melancarkan kolaborasi Blibli dan Tiket.com, George Hendrata ditunjuk menjadi CEO baru Tiket.com. Sebagai CEO baru yang bertanggung jawab menjadikan Tiket.com sebagai OTA lokal terbesar, George memiliki pengalaman panjang, terakhir menjadi Direktur Pengembangan / Diversifikasi Bisnis Djarum. George memiliki gelar Bachelor of Science dari Columbia University dan MBA dari Harvard Business School dan menjabat sebagai Presiden Harvard Alumni Club Indonesia.

“Dengan pengalaman selama hampir 6 tahun dan customer base yang telah dimiliki oleh Tiket.com saat ini, diharapkan bisa tumbuh lebih baik lagi melalui akuisisi ini,” kata George.

Nantinya baik Blibli dan Tiket.com akan menjalankan kegiatan oprasional setiap harinya secara terpisah. Tidak ada perubahan dari sisi pegawai, cara kerja dan hal-hal terkait lainnya.

“Sinergi nantinya akan lebih dilakukan dari sisi teknologi, karena Blibli memiliki tim engineer yang lebih banyak dari Tiket.com dalam hal ini Blibli akan membantu dari sisi teknologi. Sementara untuk sinergi lainnya akan kami lakukan melihat kondisi yang ada,” kata CEO Blibli Kusumo Martanto.

Fokus ke pelanggan

Disinggung tentang rencana perdana Tiket.com pasca akuisisi, George menyebutkan fokus dari Tiket.com saat ini adalah lebih kepada kepuasan pelanggan. Bagaimana nantinya melalui akuisisi Blibli, Tiket.com bisa menambah pelanggan baru dari customer base Blibli. Di sisi lain, Tiket.com juga memiliki ambisi untuk menjadi layanan OTA lokal terbesar di Indonesia.

Sejak diluncurkan pada tahun 2011, Tiket.com telah menjadi partner pertama dengan PT KAI untuk pembelian tiket kereta api secara online, memiliki 3,4 juta pengguna dan aplikasi telah diunduh oleh 1,7 juta orang, dan merupakan layanan B2B yang memiliki lebih dari 5 ribu partner.

“Dengan semakin sengitnya persaingan layanan OTA di Indonesia saat ini, diharapkan melalui investasi terbaru ini bisa menjadikan Tiket.com lebih kuat lagi untuk bersaing dengan pemain lainnya di Indonesia,” kata Gaery.


Disclosure: GDP Venture, Blibli, Tiket.com, dan DailySocial berada di bawah naungan induk perusahaan yang sama

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Traveloka Kini Jual Tiket Tempat Wisata

Traveloka kembali melengkapi layanannya dengan menawarkan tiket masuk tempat rekreasi. Layanan yang dinamai Aktivitas & Rekreasi ini memberikan kesempatan pengguna Traveloka membeli tiket tempat wisata di genggaman mereka, baik melalui web maupun melalui aplikasi.

Sama seperti bagian lain yang diperjualbelikan di Traveloka, penjualan tiket tempat wisata ini juga diharapkan bisa memudahkan pengguna, menghemat waktu, dan tidak perlu mencetak tiket atau e-voucher. Cukup menunjukkan e-voucher yang telah didapat untuk menikmati atraksi atau tempat rekreasi.

Selain itu Traveloka juga menawarkan penerbitan e-voucher instan untuk berbagai macam atraksi populer yang ditandai dengan logo berwarna biru dan ikon kilat. Khusus untuk pilihan tersebut, e-voucher akan terbit hanya dalam beberapa menit setelah pembayaran selesai dilakukan.

Traveloka Aktivitas & Rekreasi
Traveloka Aktivitas & Rekreasi

Saat ini menurut pihak Traveloka untuk kawasan domestik mereka menyediakan ribuan pilihan aktivitas dan rekreasi di lebih dari 100 kota di 27 provinsi di seluruh Indonesia. Beberapa tempat populer yang ditawarkan seperti Taman Impian Jaya Ancol, Trans Studio Bandung, Kidzania Jakarta, Jungleland Bogor, Waterbom Bali, Martha Tilaar Spa, De Tones Karaoke, dan tur harian seperti Tur Orang Utan Bukit Lawang.

Selain tempat wisata domestik, Traveloka juga menawarkan untuk kawasan internasional seperti Universal Studios Singapore, Hong Kong Disneyland, Legoland Malaysia, hingga tiket F1 Singapore Grand Prix 2017 yang akan dihelat pada 15 September mendatang.

Menyambut peluncuran layanan baru ini, SVP Business Development Traveloka  Christian Suwarna mengungkapkan:

“Sebagai penyedia jasa perjalanan secara online, kami ingin selalu hadir di setiap kebutuhan perjalanan pelanggan dan memberikan pengalaman terbaik dari awal hingga akhir. Kami melihat bahwa pemesanan tiket aktivitas dan rekreasi merupakan salah satu elemen pendukung sebuah perjalanan dan liburan. Maka dari itu, kami hadirkan layanan ini sehingga pelanggan bisa memesan tiket perjalanan, akomodasi, hingga aktivitas dan rekreasi, hanya melalui satu aplikasi.”

Ia melanjutkan bahwa Traveloka membuka peluang dan kerja sama dengan para pengelola tempat wisata untuk bermitra dengan Traveloka.

“Kami juga membuka peluang dan kerja sama dengan para pengelola aktivitas dan rekreasi untuk bermitra langsung dengan Traveloka. Saat ini, aplikasi kami telah diunduh lebih dari 15 juta pengguna, yang sekaligus memberikan gambaran besarnya peluang para pengelola kegiatan aktivitas dan rekreasi untuk menyasar pasar yang lebih luas lagi,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Umumkan CEO Baru, PegiPegi Berambisi Jadi Pemain OTA terbaik di Indonesia

Di tengah gempuran lanskap bisnis perjalanan yang kini juga dilakukan oleh pemain e-commerce, lantas membuat pemain online travel agent (OTA) harus lebih mengedepankan strategi peningkatan pengalaman konsumen loyal. Langkah inilah yang kini dilakukan PegiPegi.

Pegipegi juga mengumumkan kehadiran CEO baru, Takeo Kojima, yang masih dari kalangan eksekutif Recruit Holdings. Takeo menggantikan Hideki Yamada yang baru menjabat selama satu tahun.

Kendati kerap berubah, Deputy CEO PegiPegi Ryan Kartawidjaja memastikan kepemimpinan Takeo bakal mendukung ambisi perusahaan untuk menjadi pemain OTA terbaik di Indonesia.

“Takeo memiliki pengalaman di IT, online marketing, serta kuat di data analysis. Ini dapat menjadi kombinasi yang baik untuk strength PegiPegi ke depannya, sebab 2017 adalah tahun yang penting bagi kami,” katanya, Rabu (14/6).

Tahun ini PegiPegi menargetkan pertumbuhan transaksi tumbuh dua kali lipat dibandingkan pencapaian di tahun sebelumnya yang tumbuh 250%. Diharapkan kontribusi transaksi datang salah satunya dari momen Lebaran, yang ditargetkan dapat tumbuh lebih dari 300% dibandingkan momen yang sama di tahun sebelumnya.

“Kami juga akan meningkatkan layanan selama momen Lebaran berlangsung, jam kerja consumer service (CS) bertambah agar konsumen jadi semakin terlayani. Kami dapat dihubungi lewat berbagai medium, mulai dari telepon, e-mail, BBM, Line, Whatsapp, Live Chat, dan lainnya.”

Peningkatan layanan konsumen, menurut Takeo, menjadi salah satu cara perusahaan dalam menghadapi ketatnya persaingan online travel. Pihaknya meyakini dengan expertise yang dimiliki timnya, dan hubungan yang dibangun dengan para mitra jadi kekuatan perusahaan guna mendongkrak jumlah transaksi.

“Dari transaksi harian kami sekitar 50% datang dari repeat order, sisanya dari konsumen baru. Hal tersebut jadi bukti bahwa konsumen kembali karena percaya dengan layanan yang kami berikan. Angka persentase ini akan terus kami tingkatkan,” tutur Takeo.

Pihaknya juga berkomitmen untuk terus menambah inventaris jumlah hotel dan maskapai domestik dan internasional. Diklaim saat ini PegiPegi telah terhubung langsung dengan lebih dari 7.500 hotel mayoritas terdiri dari hotel bintang dua dan tiga, namun juga terdapat hotel budget sampai hotel bintang lima.

Selain itu, terdapat pilihan 20 ribu rute penerbangan dengan tujuh maskapai, dan 1.600 rute rute kereta api.

Kontributor utama dari transaksi PegiPegi datang dari pemesanan kamar hotel, kemudian posisi kedua berasal dari tiket pesawat, dan terakhir dari tiket kereta api.

“Sejak awal PegiPegi berdiri, core bisnisnya adalah pemesanan kamar hotel. Saat ini masih jadi kontributor utama kami, yang terkecil dari tiket kereta api karena itu masih baru, tahun lalu diluncurkan.”

Tidak membuka investasi dari luar

Takeo mengungkapkan untuk mendukung bisnis PegiPegi di Indonesia, Recruit Holding selaku ‘orang tua’ dari perusahaan berkomitmen untuk terus menyuntikkan dana investasi. Hanya saja secara nilainya Takeo enggan membeberkannya lebih detil.

Karena adanya komitmen tersebut, PegiPegi tidak membuka peluang untuk investor di pihak luar, terutama perusahaan modal ventura.

“Sejak PegiPegi berdiri, kami memang selalu mendapat kucuran dana dari holding saja. Tidak buka peluang untuk investor selain itu untuk masuk.”

Saat ditanya apakah PegiPegi sudah mencetak laba atau belum, Takeo menjawab bahwa sementara ini pengeluaran perusahaan memang masih lebih besar dari pemasukan. Meskipun demikian, tiap tahun persentase perbandingan antara keduanya diklaim makin menipis. Dia optimis pada beberapa tahun mendatang, PegiPegi sudah bisa menjadi perusahaan yang memberi keuntungan.

“Pengeluaran masih lebih besar dari pemasukan, tapi menuju ke sana [laba] karena kini besar pengeluaran kian berkurang tiap tahunnya. Kami harap tahun ini dan ke depannya akan semakin baik,” pungkasnya.