Bustiket Permudah Pembelian Tiket Bus Melalui Teknologi “End-to-End”

Penjualan tiket bus sendiri saat ini terbilang masih yang tertinggi di Indonesia jumlahnya, terutama saat musim tertentu dibandingkan dengan tiket kereta api dan pesawat. Hal ini membuktikan besarnya potensi untuk menciptakan platform digital untuk penjualan tiket bus. Masih rumitnya sistem yang ada dan banyaknya jumlah operator bus dan rute bus tersebut di tanah air, menjadi alasan utama mengapa belum banyak layanan yang mencoba untuk menghadirkan sistem digital terpadu.

Melihat peluang tersebut, Bustiket kemudian mencoba menjawab permasalahan ini dengan menghadirkan solusi yang menghubungkan operator bus, agen travel  dan penumpang. Kepada DailySocial, Founder dan CEO Bustiket Theo Rusli mengungkapkan Bustiket ingin menjembatani kebutuhan pembeli sekaligus membantu operator bus mulai mengadopsi teknologi dengan sistem end-to-end. Tak hanya untuk konsumen, mereka menyediakan sistem manajemen tiket untuk operator bus.

“Setelah selesai studi dan bekerja di AS, ketika kembali ke Indonesia saya mencoba untuk membangun perusahaan yang berbasis teknologi sesuai dengan pengalaman terdahulu. Saya melihat industri bus di Indonesia masih belum dijajaki secara menyeluruh, karena itu saya dan tim membuat sistem end-to-end sebagai solusi terbaik untuk pembeli dan pemilik usaha.”

Mempermudah pembelian tiket bus secara online

Saat ini pembeli tiket bus di Indonesia masih harus melakukan pembelian langsung ke terminal yang menjual rute bus yang dituju. Masalah lain yang kerap dihadapi oleh pembeli adalah tidak menentunya harga jual hingga tidak ada informasi yang jelas apakah tiket yang akan dibeli masih tersedia atau telah habis terjual. Belum lagi dengan terbatasnya peluang masing-masing terminal bis untuk menjual semua rute bus yang tersedia.

“Saat ini tiket pesawat dan kereta api sudah bisa dibeli secara online dengan sistem yang terintegrasi dan real time, sementara pembeli tiket bus masih harus melakukan kegiatan tersebut secara offline. Bustiket melalui aplikasi mobile, desktop, dan mobile browser menjawab semua kesulitan tersebut,” kata Theo.

Dengan Bustiket pembeli bisa secara langsung menentukan rute bus yang dituju, tanggal yang diinginkan serta harga tiket yang tetap (fix) dalam bentuk E-Ticket tanpa harus datang ke terminal bus. Nantinya usai melakukan pembelian, E-Ticket tersebut bisa ditukarkan dengan tiket asli saat keberangkatan.

Untuk mempermudah pembelian, Bustiket menyediakan pilihan pembayaran yang beragam, mulai dari kartu kredit, transfer bank, pembayaran melalui Indomaret dan Alfamart hingga melalui Doku. Aplikasi Bustiket saat ini sudah bisa diunduh di platform Android dan menyusul untuk versi iOS.

Platform gratis untuk operator bus dan agen travel

Sementara ini Bustiket masih menyediakan rute bus di pulau Jawa, Madura, Bali beberapa kota di Sumatra, dan dalam waktu dekat Kalimantan. Dengan jumlah 70 operator bus yang telah bergabung dengan Bustiket, diharapkan hingga akhir tahun 2017 nanti jumlah tersebut bisa bertambah. Untuk transaksi per hari, saat ini Bustiket telah mendapatkan 100 transaksi per harinya.

“Tidak dapat dipungkiri saat ini dengan cara konvensional para operator bus di Indonesia sudah merasa cukup nyaman dengan bisnis yang ada, sehingga upaya kami untuk melakukan sosialisasi masih harus dilakukan. Namun demikian dengan kehadiran Go-Jek, Grab dan Uber, paling tidak sudah membuka mata para operator bus untuk mulai melirik teknologi untuk meningkatkan bisnisnya,” kata Theo

Dengan Ticket Management System yang dimiliki Bustiket, operator bus bisa menikmati software yang dibuat Theo dan tim Bustiket secara gratis. Nantinya melalui dashboard dan akses secara mobile, operator bus dan agen travel bisa memonitor transaksi, jumlah pembelian, dan informasi terkait lainnya secara real time. Hal tersebut bisa mengurangi perhitungan yang saat ini masih digunakan yaitu memanfaatkan kertas tiket yang ada.

“Untuk komisi yang nantinya didapatkan Bustiket kami ambil dari penjualan tiket di masing-masing operator bus dan agen. Jumlahnya pun bervariasi sesuai dengan ketentuan dan perjanjian antara Bustiket dengan operator bus,” kata Theo.

Target dan rencana Bustiket tahun 2017

Startup yang mulai merilis produknya sejak tahun 2016 lalu saat ini masih menjalankan bisnis secara bootstrap. Mereka hingga kini belum ada rencana untuk melakukan penggalangan dana. Fokus utama dari Bustiket tahun 2017 ini adalah menambah jumlah operator bus dan semua rute bus yang ada di Indonesia, menambah jumlah tim internal, dan mempromosikan penggunaan Bustiket yang lebih luas. Saat ini Bustiket juga terlibat program akselerator Plug and Play Indonesia.

“Bustiket ingin menjadi platform yang bisa membantu operator bus dan agen travel yang belum memiliki sumber daya dan cukup uang untuk membangun jaringan IT dalam bisnisnya. Dengan sistem terkini dan berbasis komputasi awan, diharapkan akan lebih banyak lagi operator bus dan pembeli yang memanfaatkan platform dari Bustiket,” tutup Theo.

Application Information Will Show Up Here

Perjalanan Pegipegi Menginjak Usia Lima Tahun

Pegipegi tahun ini menginjak usia lima tahun. Selama ini banyak kendala yang dihadapi sekaligus solusi yang dihadirkan untuk terus bertahan, bersaing dan memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Di usianya yang ke lima, Pegipegi masih terus berusaha memenuhi ambisi mereka menjadi Online Travel Agent (OTA) terbaik di Indonesia.

Mundur ke belakang, salah satu kendala awal yang dihadapi Pegipegi adalah mengedukasi masyarakat. Deputy CEO Pegipegi Ryan Kartawidjaja mengisahkan hal ini kepada DailySocial. Kendati demikian seiring berjalannya waktu masyarakat sudah terbiasa dengan pemesanan dan transaksi online. Hal ini juga salah satu dampak dari mulai banyaknya industri dan layanan digital yang mengharuskan bertransaksi online.

“Masyarakat yang dulunya harus mendatangi suatu tempat untuk membeli tiket, dengan banyaknya sarana pemesanan online memudahkan mereka untuk merencanakan perjalanan kapan pun dan di mana pun. Dengan adanya layanan pemesanan online ini, masyarakat bisa merencanakan perjalanan mereka sendiri, mulai dari jenis maskapai, hotel, harga, maupun tujuan wisata yang ingin didatangi,” ujar Ryan.

Industri OTA tumbuh juga dikarenakan meningkatnya masyarakat yang aktif melakukan traveling. Seolah traveling sekarang menjadi gaya hidup masyarakat. Dari data yang dihimpun pihak Pegipegi rata-rata pelanggannya melakukan pemesanan dua sampai tiga kali dalam satu tahun. Hal ini disinyalir juga karena adanya transportasi yang terjangkau seperti maskapai Low-cost carrier (LCC) yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

Transformasi Pegipegi dalam lima tahun

Pegipegi mengawali kiprahnya di industri OTA pada tahun 2012, tepatnya pada tanggal 7 Mei 2012. Di awal kemunculannya Pegipegi hanya menyediakan layanan pemesanan hotel. Kemudian pada tahun 2013 Pegipegi mulai melayani pemesanan tiket pesawat. Hingga pada akhirnya pada tahun 2016 silam Pegipegi meluncurkan pemesanan tiket kereta api untuk melengkapi kebutuhan para pelanggan mereka.

Laman situs website Pegipegi
Laman situs website Pegipegi

Dari segi teknologi, perjalanan Pegipegi juga bertahap. Di awal kemunculannya Pegipegi hanya bisa diakses melalui website. Dua tiga tahun berselang, pada tahun 2015 akhirnya mereka merilis aplikasi mobile, baik untuk Android maupun iOS. Selain itu cara pembayaran juga terus mengalami penambahan dan penyempurnaan. Yang mulanya hanya ada ATM transfer, Internet Banking, dan Kartu kredit, saat ini pelanggan Pegipegi juga bisa melakukan pembayaran secara tunai di Alfamart dan Indomaret.

“Saat ini kami sedang mempersiapkan untuk penambahan destinasi tujuan yang bukan hanya domestik, namun juga internasional untuk semakin melengkapi pilihan destinasi traveling masyarakat Indonesia,” ujar Ryan menjelaskan rencana Pegipegi ke depannya.

Bertahan di tengah persaingan

Tidak sedikit layanan OTA yang bermunculan dalam lima tahun terakhir. Hal ini tidak membuat Pegipegi gentar menghadapi persaingan. Dijelaskan Ryan salah satu yang membuat Pegipegi bertahan hingga saat ini adalah pihaknya berupaya memberikan layanan pemesanan online terbaik bagi para pelanggannya. Fokus pada kepuasan pelanggan.

“Selain itu kami juga memberikan tips traveling dan review yang dapat sangat membantu customer sebagai referensi untuk traveling. Didukung dengan banyaknya promo dan layanan Customer Service yang sangat membantu, kami yakin Pegipegi dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia,” papar Ryan

Lebih lanjut, hadirnya pemain baru membuat Pegipegi semakin tertantang. Tinggi dan ketatnya persaingan dikonversi menjadi semangat untuk meningkatkan kualitas layanan, tampilan situs dan menambah inventori produk untuk memberikan kemudahan dan pilihan bagi pelanggan Pegipegi, baik pelanggan maupun pengguna baru.

Ryan sendiri merasa persaingan di sektor OTA masih tetap terbuka. Hal ini karena masyarakat tidak cenderung hanya menggunakan satu OTA. Kemudahan membandingkan harga dan kualitas layanan juga menjadi alasan tersendiri masyarakat belum begitu fanatik terhadap sebuah OTA. Pekerjaan rumah bagi bisnis OTA adalah bersaing dari segi kualitas untuk memuaskan pelanggan mereka.

Target selanjutnya

Kepada DailySocial Ryan menjelaskan bahwa berdasarkan data pemesanan di Pegipegi terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 2015 hingga 2016 misalnya, pemesanan naik hingga mencapai 250%. Kondisi ini yang membuat Pegipegi cukup yakin dengan mematok target untuk tahun ini, dua kali lipat pertumbuhan transaksi di banding tahun sebelumnya.

“Melihat pertumbuhan yang cukup pesat ini, Pegipegi optimis untuk menargetkan, setidaknya transaksi akan meningkat 2 kali lipat pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, Pegipegi telah menyiapkan berbagai hal untuk mencapai target tersebut, di antaranya adalah mengembangkan layanan pemesanan yang lebih mudah; meningkatkan jumlah inventori, memperbanyak pilihan metode pembayaran; serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk menghadirkan beragam promo menarik demi menjamin kepuasan pelanggan. Dengan hal ini, kami optimis pada tahun 2017 ini transaction growth akan naik sebanyak 200% dibandingkan dari tahun sebelumnya,” pungkas Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Tingkatkan Loyalitas Pengguna, Traveloka Luncurkan Traveloka Poin

Traveloka hari ini secara resmi mengumumkan fitur Traveloka Poin. Fitur ini merupakan program reward bagi anggota Traveloka yang melakukan transaksi. Poin-poin tersebut nantinya dikumpulkan untuk akumulasi dan dapat ditukarkan dengan potongan harga untuk pemesanan tiket atau hotel selanjutnya. Fitur reward ini merupakan salah satu strategi Traveloka yang nampak ingin terus meningkatkan loyalitas pengguna mereka.

Traveloka poin akan diberikan kepada setiap pengguna Traveloka yang bertransaksi. Pengguna akan memperoleh 1 poin untuk setiap nilai transaksi sebesar Rp10.000 dan kelipatannya untuk tiket pesawat atau Rp2.500 dan kelipatannya untuk pemesanan hotel. Selanjutnya poin-poin bisa ditukarkan dengan potongan harga dengan minimal jumlah poin 2500 untuk tiket pesawat dan 1000 untuk hotel.

Head of Marketing Traveloka Dannis Muhammad menjelaskan program Traveloka Poin merupakan bagian dari komitmen Traveloka untuk terus memberikan pengalaman terbaik dari produk atau layanan mereka. Melalui program Traveloka Poin pihaknya ingin mengapresiasi dan memberikan nilai lebih bagi pengguna loyal yang rajin menggunakan Traveloka untuk pemesanan tiket pesawat dan hotel.

“Mulai hari ini Traveloka Poin sudah bisa dinikmati oleh seluruh member Traveloka di Indonesia, baik pengguna Traveloka App maupun situs web versi desktop. Dalam waktu dekat kami akan membuka program ini untuk pengguna di negara Asia Tenggara lainnya,” tambah Dannis.

Menjaga loyalitas pengguna

Tak bisa dipungkiri Traveloka dan Tiket.com merupakan dua startup terpandang di segmen pemesanan tiket. Kini, dengan Traveloka Poin, keduanya sama-sama memiliki program loyalitas pengguna.

Jika startup umumnya bersaing dengan fitur atau layanan yang terus ditambahkan, diskon yang digenjot habis-habisan, dan usaha pemasaran yang tiada habisnya, keduanya kini masuk dalam tahap yang lebih krusial. Mempertahankan loyalitas pengguna.

Jika di Traveloka ada Traveloka Poin, Tiket.com memiliki Tix Poin. Sama-sama memberikan poin dari setiap transaksi yang dilakukan pengguna. Yang sedikit membedakan adalah untuk apa poin bisa digunakan. Tiket.com dalam laman resminya menjelaskan selain potongan harga dan tiket gratis (jika poin memadai) pengguna juga bisa menukarkannya dengan barang-barang yang sudah ditentukan.

Di segmen lain, sistem poin ini juga diterapkan Grab dan Go-Jek. Pada intinya sama, yakni memberikan sebuah penghargaan lebih bagi mereka yang rajin dan loyal menggunakan layanan masing-masing. Sekarang startup tidak lagi bersaing mengakuisisi pengguna baru tetapi juga mempertahankan mereka yang sudah ada.

Application Information Will Show Up Here

Susul NIDA Rooms dan RedDoorz, Kini Giliran ZEN Rooms Bukukan Seri A Senilai 54,4 Miliar Rupiah

Setelah NIDA Rooms dan RedDoorz kini giliran ZEN Rooms mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Pendanaan tersebut diperoleh dari investor Redbadge Pacific dan SBI Investment Korea, turut berpartisipasi juga Asia Pacific Internet Group (APACIG). Nilai yang digelontorkan mencapai $4,1 juta atau setara dengan Rp54,4 miliar. Pendanaan tersebut melambungkan nilai ekuitas perusahaan menjadi $8 juta.

Pendanaan kali ini akan difokuskan untuk perluasan jaringan ZEN Rooms di kawasan Asia serta memantapkan inovasi fitur-fitur baru yang akan diluncurkan beberapa waktu pendatang. Selain di beberapa wilayah di Indonesia, ZEN Rooms saat ini telah beroperasi menyediakan platform pemesanan budget hotel di wilayah Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.

Genderang persaingan yang terus menguat

Persaingan makin terlihat ketika waktu pendanaan beberapa pemain di sektor ini sangat berdekatan. NIDA Rooms baru membukukan pendanaan seri A senilai $5,6 juta. Baru genap seminggu ini, pesaing lainnya RedDoorz juga baru mengumumkan pendanaan dengan putaran yang sama senilai $1 juta. Dan secara garis besar alokasi yang dilakukan masing-masing pemain sama, yakni untuk perluasan cakupan layanan di Asia dan pembenahan fitur.

Beberapa strategi turut dipatenkan oleh masing-masing pemain. Oleh ZEN Rooms contohnya. Guna mengakuisisi pelanggan, terutama kalangan millennials di Indonesia, pihaknya menjalin kerja sama khusus dengan online marketplace terbesar Tokopedia. Hal ini dilakukan mengingat potensi untuk pasar tersebut sangat besar, kalangan konsumtif yang terus bertumbuh. Karena sebelumnya ZEN Rooms sempat memaparkan bahwa ia ingin memfokuskan pada akomodasi konsumen korporasi.

Semua pemain bergerak agresif memperebutkan peningkatan minat akan budget hotel. Tak hanya persaingan vertikal, namun OTA (Online Travel Agency) umum –di Indonesia seperti Tiket.com atau Traveloka, juga mulai ambil bagian menawarkan kepada konsumen opsi untuk penginapan harga hemat tersebut.

Menurut Co-Founder and Global Managing Director Kiren Tanna salah satu strategi yang dapat membuat ZEN Rooms bertahan adalah dengan inovasi berbasis customer-centric. Untuk itu beberapa fitur coba ia tonjolkan dalam ZEN Rooms, seperti pay-at-hotel, self check-in kiosks dan beberapa pipeline layanan lain yang segera dihadirkan.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Perbandingan Harga Maskapai Khusus LCC HelloWings Siap Berkompetisi di Indonesia

Menantang pemain yang sudah sebelumnya ada dalam segementasi bisnis price comparison search engine, yakni Wego atau Skyscanner, pemain baru HelloWings bersiap hadir ke Indonesia. Fokus yang ingin ditawarkan ialah menyediakan perbandingan harga tiket maskapai di level pasar LCC (Low Cost Carrier).

Fitur unik yang coba untuk diusung adalah traveler yang memiliki waktu perjalanan fleksibel memungkinkan untuk melihat tanggal saat sebuah maskapai menawarkan harga terbaiknya. Dari pemaparan tim HelloWings, beberapa penawaran yang ditampilkan bahkan merupakan promo yang belum dipublikasi maskapai itu sendiri.

Sebagai perusahaan berbasis di Singapura, menurut pemaparan tim HelloWings, saat ini pangsa pasar terbesar mereka adalah lalu lintas dari/ke Singapura dan Malaysia. Indonesia akan menjadi target pangsa pasar mengingat potensi konsumennya yang terus bertumbuh, namun saat ini belum ada upaya khusus yang dilakukan di sini.

HelloWings memilih untuk membiarkan pertumbuhan organik di luar wilayah basisnya. Rencananya baru paruh kedua tahun ini HelloWings akan menyiapkan operasional binsis di Indonesia secara serius, termasuk membuka kantor perwakilan.

“Jujur, kami masih belajar tentang Indonesia. Kami menduga terdapat rumus yang sama (untuk strategi bisnisnya) dengan negara lain, tapi saat ini kami perlu melokalkan bahasa dan preferensi terlebih dahulu. Meskipun HelloWings terlihat mirip dengan situs perbandingan tarif lain, kami sebenarnya berbeda. Kami dapat memberikan informasi harga untuk sebagian besar penerbangan LCC dunia,” ujar CEO HelloWings Mark Hsu.

Saat ini sub-domain khusus id.hellowings.com telah dipersiapkan untuk menyesuaikan konten di pangsa pasar Indonesia, namun kerja sama dengan OTA (Online Travel Agency) lokal sejauh ini belum dijalin dengan dalih masih berfokus pada pertumbuhan pengguna. Untuk agregasi, HelloWings menautkan sistemnya dengan layanan situs di masing-masing maskapai.

Sebenarnya HelloWings juga menyediakan penawaran untuk reservasi hotel, namun untuk debut awalnya mereka ingin fokus pada pangsa pasar pesawat terbang dengan harga ekonomis.

HelloWings berada di bawah naungan Outland, sebuah perusahaan berbasis di Singapura. Saat ini perusahaan telah membukukan pendanaan senilai $275 ribu saat penggalangan seed funding dari Pinehurst Advisors, KK Fund dan Coent tahun 2016 lalu.

Setahun Berjalan, “Tinggal” Masih dengan Visi Jadi Sistem Operasional Utama untuk Hotel Budget

Indonesia masih menjadi pasar yang menarik untuk bisnis startup. Salah satunya ada di sektor travel dan hotel. Tinggal, salah satu startup yang menjajakan hotel-hotel independen dengan harga bersaing saat ini telah menawarkan lebih dari 400 hotel dengan 3000 pilihan kamar sejak pertama kali beroperasi awal tahun lalu. Dengan visinya untuk menjadi sistem operasional utama bagi hotel budget di Indonesia Tinggal ingin terus berbenah untuk bisa menjembatani kesenjangan antara banyaknya hotel budget dengan konsumen melalui teknologi yang inovatif.

Pemerintah Indonesia sekarang ini tengah giat menggali potensi teknologi digital untuk mengoptimalkan bisnis di beberapa sektor. Selain UMKM yang didorong untuk masuk ke ranah digital pariwisata adalah fokus lainnya dari pemerintah. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan 20 juta wisatawan pada tahun 2019. Ini yang coba dimanfaatkan oleh Tinggal.

Tinggal melihat ini sebagai kesempatan untuk menawarkan hotel di berbagai destinasi wisata di Indonesia, seperti Bali, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lombok, Bogor, Manado, Yogyakarta, dan Malang.

Co-founder Tinggal Arjun Chopra dalam keterangannya menjelaskan bahwa pihaknya selalu percaya pada potensi besar wisata yang dimiliki Indonesia. Saat ini Tinggal masih berupaya untuk meningkatkan pendapatan hotel budget dengan menjalin kerja sama, mulai dari pemasaran hingga dukungan peningkatan standar kualitas hotel budget di Indonesia.

“Banyak dari hotel bujet ini merupakan usaha keluarga yang sering kali mengalami kesulitan dengan penjualan, pemasaran, dukungan dan operasional. Oleh karena itu, kami bekerja sama sangat dekat dengan mitra hotel kami untuk membantu mereka meningkatkan standar hotelnya. Caranya adalah dengan memastikan adanya kontrol kualitas, memaksimalkan pengunaan wadah kami, membuat konten berkualitas tinggi dan menjangkau konsumen yang tepat, sehingga mitra hotel dapat menawarkan dan memberikan pengalaman menginap terbaik,” papar Arjun.

Selain itu, Arjun menambahkan bahwa Tinggal juga memanfaatkan teknologi VR (Virtual Reality), gambar berkualitas tinggi, dan konten yang disesuaikan dengan tren penginapan terbaru sehingga Tinggal dapat memberikan penawaran terbaru kepada pelanggan dan membantu mitra hotelnya untuk mendapatkan keuntungan yang sesuai.

Cerita Di Balik Gerak Agresif RedDoorz Kuasai Pasar Hotel Budget di Indonesia

Potensi wilayah Indonesia yang cocok untuk melancong dan kawasan wisata menjadikan platform hotel budget asal Singapura Reddoorz kian agresif mengembangkan bisnisnya. Pihak Reddoorz menginfokan baru mendapatkan dana segar seri A untuk menjadi leading player hotel budget di Indonesia, hanya saja nominal pendanaan dan identitas investor tidak disebutkan.

Reddoorz meyakini investasi yang didapat ini akan membantu pihaknya dalam memperlancar ekspansinya ke dua kota baru yakni Yogyakarta dan Medan. Saat ini Reddoorz sudah beroperasi di tiga kota besar Jakarta, Bali dan Bandung. Totalnya lebih dari 500 hotel bintang tiga ke bawah, dengan total kamar mencapai 3 ribu.

Sekadar informasi, Reddoorz terakhir kali mendapatkan pendanaan pra-seri A dari 500 Startup sebesar US$ 1,4 juta pada Januari 2016. Sebelumnya, Reddoorz juga mendapatkan dana dari Jungle Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan di September 2015.

“Apa kami lakukan di hadapan investor saat pitching adalah menambah jumlah kota. Ini cara yang paling logis bagi kami untuk meningkatkan investasi. Kami mengatakan akan fokus ke tiga kota pertama terlebih dahulu. Jika menemukan mode bisnis yang cocok di sana, maka kami bisa ekspansi ke kota lainnya, kemudian baru melangkah ke Asia Tenggara,” ucap Co-Founder Reddoorz Amit Saberwal seperti dikutip dari Web In Travel.

Menurutnya, perusahaan bakal lebih yakin dengan pedoman bisnis seperti ini dan peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih bertumbuh. Reddoorz akan banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia sebelum akhirnya melancong ke negara lain.

“Orang Indonesia sangat sosialis, dinamis, so last minute, so mobile-driven, dan penuh spontanitas. Ini sangat cocok untuk profil bisnis kami.”

Terinspirasi dari OYO Rooms

Model bisnis Reddoorz sebenarnya terinspirasi dari pemain hotel budget terbesar di India, OYO Rooms. Perusahaan tersebut sudah berdiri sejak 2012 dan diklaim sebagai pemain terbesar dengan menguasai 200 kota di India dan Malaysia mengoperasikan 700 ribu kamar hotel. Malaysia adalah negara pertama yang disinggahi OYO Rooms pada awal tahun lalu.

Tingkat persaingan operator hotel budget dengan pemain Online Travel Agent (OTA) di India sudah cukup ketat. Pasalnya, pemain OTA memberikan subsidi diskon gila-gilaan kepada para mitranya sekitar 30%-40% dari harga tiket.

Kendati demikian, Saberwal percaya pasar hotel budget di Asia sangat terfragmentasi dan cukup besar, sehingga konsep “the winner takes all” tidak berlaku untuk bisnis ini.

“Ini bukan kompetisi antara Uber dengan Lyft. Lihat jaringan hotel yang ada sekarang, seperti Accor, Marriott, dan Hilton, perbedaannya adalah kami itu tech-enabled.”

Terlebih domisili Saberwal di Singapura, dia melihat adanya potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis hotel budget di Indonesia dan Asia Tenggara.

Reddoorz menganut model bisnis bekerja sama dengan properti yang bersifat kecil dan independen, misalnya Ibis dan Holiday Inn Express, yang memiliki standar penginapan. Jumlah kamar yang diakuisisi tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Hotel pun harus menawarkan layanan 24 jam dan Reddoorz memiliki program loyalitas berbentuk koin, disebut Red Cash.

Akan segera ekspansi bila sudah menguasai Indonesia

Saberwal percaya, ketika Reddoorz sudah terbukti jadi pemain leading di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan menggunakan pedoman yang sama ketika akan ekspansi ke Vietnam, Thailand, dan Filipina. Sebab, bagi dia bisnis hotel budget itu mengenai bisnis per kota bukan per negara.

Dia melihat ada banyak kemiripan antara India dan Indonesia. Akan tetapi, Saberwal menilai Indonesia lebih maju dalam hal keterlibatan mobile daripada konsumen di India.

Secara profil konsumen Reddoorz di Indonesia, kebanyakan berusia 24-29 tahun, 50% di antaranya adalah laki-laki, dan last minute decision maker. Adapun secara transaksi rata-ratanya sekitar US$35 sampai US$38.

Saat ini, jumlah tim lokal Reddoorz di Indonesia mencapai 110 orang berlokasi di Jakarta. Mayoritas di antara mereka sebelumnya sudah pernah bekerja di hotel.

“Tim kami terdiri dari orang-orang muda yang penuh aspirasi ingin mengedepankan hospitality sekaligus mencari pertumbuhan bisnis yang cepat.” pungkas dia.

Marketplace “Budget Hotel” Zen Rooms Fokus Rebut Pasar Millennial di Indonesia

Sebagai marketplace budget hotel, Zen Rooms yang mengklaim sebagai ‘pengganggu’ di industri hotel. Tahun 2017 ini bakal menjadi tahun kedua kehadiran Zen Rooms di Indonesia. Indonesia sendiri yang merupakan hub Zen Rooms dan kehadirannya di sini telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, dengan 500 lokasi dan lebih dari 2 ribu kamar di Indonesia

“Visi kami sejak awal selalu sama yaitu menghadirkan budget hotel dengan harga paling murah namun dengan kualitas terbaik layaknya hotel berbintang,” kata Co-Founder dan Managing Director Zen Rooms Nathan Boublil kepada DailySocial.

Hingga kini Bali masih merupakan kota terbanyak yang menyediakan budget hotel dengan harga miring sesuai dengan kriteria Zen Rooms. Bali menjadi destinasi favorit wisatawan lokal hingga asing yang mencari kamar hotel dengan harga murah, fasilitas lengkap (Wi-Fi, AC, shower dan kebersihan) di setiap kamarnya.

“Selain harga yang harus 50% lebih murah dari harga kamar hotel yang dimiliki oleh jaringan besar, hotel yang bergabung di Zen Rooms harus lolos lima kriteria dari Zen Rooms. Dengan demikian bisa dipastikan semua hotel yang terdaftar sudah lolos seleksi dan layak untuk dinikmati,” kata Nathan.

Pelokalan dan strategi menghadapi tantangan

Selama ini Zen Rooms telah melakukan ekspansi ke Filipina, Singapura, Thailand dan Malaysia. Masing-masing negara memiliki masalah dan tantangan yang berbeda. Dalam hal ini Nathan melihat pentingnya untuk melakukan pelokalan menyesuaikan minat dan kebiasaan dari pemilik hotel dan pengguna.

“Pada umumnya masalah nampak serupa, seperti lemahnya manajemen di hotel hingga rendahnya kesadaran budget hotel untuk meningkatkan kualitas kamar, di situlah Zen Rooms berperan sebagai mitra yang bukan hanya memberikan konsultasi tapi solusi terbaik untuk menambah pendapatan dari pemilik hotel,” kata Nathan.

Untuk Indonesia sendiri Nathan melihat masih banyak pemilik hotel yang belum memanfaatkan fasilitas Wi-Fi, kurang peduli dengan kebersihan dan ragam fasilitas pendukung lainnya yang kebanyakan dicari oleh wisatawan lokal hingga asing.

Terkait dengan inovasi, saat ini Zen Rooms tengah mengembangkan Automated Check-in yang nantinya bisa digunakan oleh pengguna secara langsung saat tiba di hotel. Sehingga tidak ada lagi pertemuan di front office dan menyerahkan uang deposit hingga dokumen yang diminta.

“Saat ini kami masih melakukan uji coba dengan beberapa hotel. Masih dalam tahap pengembangan dan akan kami luncurkan jika semua prosedur dan produk telah siap,” kata Nathan.

Bermitra dengan online travel agent (OTA) lokal hingga asing

Untuk melancarkan promosi dan branding budget hotel yang dimiliki, Zen Rooms secara agresif kerap menjalin kemitraan dengan berbagai online dan offline travel agent yang ada di Indonesia hingga mancanegara. Di antaranya adalah Booking.com, expedia, Agoda, Pegipegi, dan Mr Aladin.

“Bagi kami menjadi hal yang penting menjalin kemitraan dengan semua online dan offline travel agent yang ada, dalam hal ini kami melihat mereka bukan sebagai kompetitor tapi sebagai mitra yang bisa membantu mendongkrak penjualan kamar di Zen Rooms,” kata Nathan.

Nathan melihat hingga kini kompetitor terbesar Zen Rooms adalah jaringan hotel besar, bukan hanya di Indonesia namun juga negara Asia Tenggara lainnya. Untuk saat ini Zen Rooms enggan untuk menjalin kemitraan dengan hotel chain tersebut.

“Saya menyadari selama ini jaringan hotel besar melihat Zen Rooms sebagai kompetitor yang cukup mengganggu industri yang ada. Dengan menghadirkan budget hotel dengan kualitas terbaik dan harga murah kami ingin memberikan pilihan lain kepada wisatawan lokal hingga asing,” kata Nathan.

Kalangan millennial jadi target pasar Zen Rooms

Dengan beragam pilihan budget hotel yang banyak jumlahnya serta konsistensi harga murah yang ditawarkan oleh Zen Rooms, selama ini cukup menarik banyak minat kalangan millennial untuk memesan kamar hotel melalui Zen Rooms. Dari tren tersebut dapat dilihat, layanan serta berbagai diskon dan promo yang diberikan oleh Zen Rooms menarik minat generasi muda yang merupakan target pasar dari Zen Rooms.

“Setelah menjalankan usaha, kami cukup banyak mencatat kebiasaan dari pengguna yang ternyata paling banyak berasal dari kalangan millennial. Bagi kami hal tersebut merupakan potensi yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan,” kata Nathan.

Disinggung tentang tren budget hotel tahun 2017 ini, Nathan mengungkapkan pada akhirnya akan semakin banyak marketplace budget hotel yang mencoba untuk menawarkan berbagai pilihan hotel, promosi dan diskon yang ada. Namun di sisi lain untuk orang-orang tertentu masih banyak yang mencari luxury hotel yang menyediakan fasilitas lengkap dengan kualitas premium.

“Pada akhirnya nanti yang menentukan kesuksesan masing-masing kategori tersebut adalah eksekusi dan penerapan bisnis yang tepat untuk bisa bertahan.  Yang membedakan dari dua kategori tersebut adalah target pasar, budget hotel untuk millennial dan luxury hotel untuk generasi X atau baby boomers,” tutup Nathan.

Application Information Will Show Up Here

Penerapan Big Data oleh Startup Travel Indonesia

Personalisasi data banyak digunakan di banyak bisnis sekarang ini. Salah satu bisnis yang memanfaatkan data untuk improvisasi dan meningkatkan kepuasan penggunanya adalah bisnis travel. Di Indonesia, Pegipegi dan Traveloka sudah melakukan hal tersebut. Keduanya memanfaatkan data untuk menghadirkan beberapa penawaran menarik dan juga membaca kebutuhan para penggunanya.

Untuk segmen travel data diperlukan untuk melacak kebiasaan dan kebutuhan pengguna. Dengan demikian penyedia jasa travel bisa dengan mudah menawarkan sesuatu yang berkaitan, dekat, dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Dari segi bisnis di dalamnya (hotel, tiket, dan wisata) ini juga bisa menguntungkan. Karena mereka dapat menyasar langsung pelanggan dengan kriteria yang sama.

Kami mencoba mendapatkan informasi dari beberapa penyedia layanan travel di Indonesia seperti Traveloka dan Pegipegi terkait penggunaan data ini.

“Kami percaya big data adalah kunci untuk memahami apa yang dibutuhkan pelanggan kami. Dengan menganalisis big data, kami dapat mengetahui pola, trend, preferensi dan kebiasaan pelanggan sehingga kami dapat memberikan produk dan layanan terbaik yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” terang Communications Executive Traveloka Busyra Oryza.

Hal yang senada juga diungkapkan pihak Pegipegi. Public Relations & Media Office Pegipegi Devi Agustina bahkan mengandaikan data sebagai sebuah harta karun. Data tersebut dijadikan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan untuk mengembangkan bisnis yang ada.

“Setiap data yang ada di Pegipegi bagi kami seperti sebuah harta karun. Data ini dapat menjadi referensi bagi manajemen dalam menyusun strategi pemasaran, membuat program promosi dengan partner, serta untuk memprediksi trend dan kebutuhan customer Pegipegi,” terang Devi.

Upaya mengoptimalkan big data

Meski dinilai banyak manfaatnya penerapan big data tidaklah muda, setidaknya butuh investasi dan teknologi yang mumpuni untuk membangun teknologi yang mumpuni. Di Traveloka misalnya, diceritakan Busyra, penerapan big data merupakan sebuah tantangan sehingga pihaknya perlu membangun sebuah tim yang solid baik untuk data engineering maupun software engineering. Orang-orang di dalamnya pun disebutkan orang-orang berprestasi seperti lulusan mahasiswa  unggulan yang berprestasi, alumni perusahaan Silicon Valley, dan beberapa ahli di berbagai bidang disiplin ilmu.

Tak jauh beda, Pegipegi pun dikisahkan telah mengembangkan sebuah sistem terintegrasi yang mampu meng-handle data-data yang ada untuk selanjutnya diolah untuk mendapatkan wawasan yang bisa digunakan sebagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan.

Apa yang dilakukan keduanya pun juga dilakukan oleh beberapa perusahaan level internasional yang berada di segmen travel. Disebutkan dalam sebuah artikel, AirBnb juga menerapkan big data yang dikombinasikan dengan sebuah algoritma yang mampu mencocokkan preferensi host dan tamu sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan bagi kedua belah pihak.

Hasil pemanfaatan data

Dari informasi yang didapat DailySocial, Traveloka dan Pegipegi sudah beberapa kali mengeluarkan fitur atau layanan yang berdasarkan data-data yang dimiliki. Fitur tersebut beragam. Untuk Traveloka, buah analisis data dihadirkan melalui fitur Notifikasi Harga yang saat ini bisa ditemukan di aplikasi Android dan iOS mereka. Fitur ini menyuguhkan hasil olahan ribuan data harga tiket pesawat setiap harinya untuk dihadirkan ke pelanggan.

Berkat kemudahan yang ditawarkan, saat ini fitur Notifikasi Harga merupakan salah satu fitur yang paling banyak digunakan pelanggan Traveloka.

Untuk Pegipegi, hasil dari analisis data membuahkan fitur personal newsletter yang disesuaikan dengan kebiasaan dan karakteristik pelanggan. Selain itu ada juga notifikasi promo dan penawaran paket wisata yang didasari data-data kebiasaan pelanggan-pelanggan mereka dalam bertransaksi.

Memasuki era digital data-data digital seolah menjadi bahan bakar baru bagi bisnis, terlebih bisnis digital. Apa yang dilakukan Traveloka dan Pegipegi sangat mungkin juga diterapkan oleh perusahaan online travel lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Perjalanan Marcella Einsteins, dari Bekerja di Startup hingga Mendirikan Indonesia Flight

Cerita tentang liku-liku founder startup Indonesia di balik kesuksesannya selalu menarik untuk disimak. Di tengah persaingan segmen bisnis Online Travel Agency (OTA), nama Indonesia Flight menjadi salah satu pengusung layanan yang kini patut diperhitungkan.

Startup di bawah naungan PT Globalnet Aplikasi Indotravel ini lahir dari sebuah proses belajar yang unik oleh founder sekaligus CEO-nya, Marcella Einsteins. Kariernya dimulai dari keterlibatannya dalam berbagai job desc di salah satu startup pemimpin OTA saat ini, Tiket.com. Mulai dari menjadi quality assurance (QA), copywriter, tim event, media sosial, partnership, fraud analyst hingga customer service pernah ia kerjakan.

Perempuan lulusan jurusan Teknik Informatika Binus, yang mengambil spesialisasi Artificial Intelligence, dari awal mengenyam karier sudah merasa dan bertekad bahwa menjadi entrepreneur adalah tujuan kariernya. Keyakinan tersebut juga pada akhirnya yang mengantarkannya untuk memilih bekerja di startup, ketimbang di korporasi layaknya teman-teman seangkatannya kala itu. Bagi Marcella, memilih bekerja di startup bukan tanpa alasan. Banyak hal yang melandasi dan menjadi perhitungan, mulai dari produk, visi misi yang jelas, lingkungan kerja, hingga founder.

“Kepribadian pemimpin atau founder dapat memberikan impact positif dan menjadikan saya pribadi yang berkarakter, bukan hanya dalam professional kerja, namun juga dalam kehidupan saya sehari-hari.”

Dari menjadi Quality Assurance hingga Product Manager

Bercerita kepada DailySocial, alasan Marcella menjadi QA di Tiket.com karena lowongan tersebut satu-satunya yang tersedia kala itu di luar job desc yang mengharuskannya coding. Ia merasa kurang nyaman untuk coding, karena lebih suka menjadi “kutu loncat” mencoba segala sesuatu sembari mencari jati diri. Baginya QA hanya sebuah jabatan. Selama di Tiket.com ia mencoba dan mencicipi beragam jenis pekerjaan, hingga pada akhirnya dipercaya untuk menjadi manajer produk untuk sebuah divisi baru.

“Uniknya saya mengenal CEO Tiket.com ketika itu dari game online DOTA, jauh sebelum Tiket.com dibangun […] Di bulan ke delapan bekerja, saya baru mendirikan Indonesia Flight, dengan memanfaatkan peluang penggunaan API Tiket.com dengan dibekali restu dari para founder-nya.”

Intuisi yang memberinya keyakinan bahwa Indonesia Flight akan mampu berdiri survive kendati pasar Online Travel Agency sudah sangat riuh, setidaknya sudah sangat jelas pemimpin pasarnya di Indonesia. Tahun 2012, di saat platform BlackBerry sedang berada di puncak kejayaan, Marcella justru melihat peluang lain untuk mengembangkan aplikasi di platform Android yang masih sedikit sekali peminatnya, pun demikian dengan ekosistem aplikasi lokal di dalamnya, masih sangat minim.

Berbekal belajar otodidak dan bantuan partner bisnisnya, Marcella mengembangkan aplikasi Indonesia Flight, sebagai aplikasi lokal pertama yang mampu memfasilitasi pemesanan pesawat untuk beragam maskapai di Google Play. Setahun kemudian, platform iOS segera disinggahi. Dari awal traksi pengguna menunjukkan angka yang fantastis, dalam guraunya Marcella mengatakan ketika 5 bulan setelah peluncuran pertamanya, komisi yang didapat dari penjualan tiket di Indonesia Flight sudah mampu melebihi gajinya di Tiket.com kala itu.

“Lalu apakah saya keluar dari Tiket.com? Tidak. Karena saya tahu, saya masih belum cukup berpengalaman untuk menjalankan perusahaan saya sendiri, dan dari saya sendiri pun ingin memberikan nilai lebih di Tiket.com, agar tidak menjadi seperti kacang lupa kulitnya,” ungkap Marcella.

Baru setelah 2 tahun Indonesia Flight berdiri, Marcella memutuskan untuk keluar dar Tiket.com, di saat banyak feedback dan permintaan pelanggan yang menuntut Indonesia Flight memacu inovasi dan layanannya. Seiring dengan peningkatan angka pengguna dan kualitas layanan, beberapa investor mulai melirik dan membincangkan investasi di Indonesia Flight. Hal mengejutkan, 2 bulan pasca aplikasi dirilis, jumlah unduhan aplikasi mencapai 10.000 lebih dan semuanya organic download.

Traksi dan capaian Indonesia Flight dan target ke depannya

Dalam menggerakkan roda bisnis, Marcela menekankan pada pemahaman behaviour dari pelanggan dan target pangsa pasarnya. Hal tersebut terbukti dari survei yang pernah ia buat, kendati price sensitive masih menjadi faktor pertama penentu OTA di kalangan konsumen, faktor lain yang mendominasi adalah tentang pilihan favorit, kenyamanan pelanggan dalam melakukan pembelian.

Pemesanan melalui kanal web kini juga dilayani di Indonesia Flight
Pemesanan melalui kanal web kini juga dilayani di Indonesia Flight

“Meski sudah ada raksasa pemain OTA, toh masih banyak pelanggan yang memilih membeli tiket di Indonesia Flight, bahkan kadang mereka membeli tanpa menggunakan kode promo. Demi pelanggan setia itu, membuat saya menjadi lebih semangat melanjutkan bisnis ini,” sahut Marcella menjelaskan prinsipnya dalam berbisnis.

Di bulan ke 9 bisnisnya berjalan, penjualan mencapai angka Rp 65 miliar. Angka yang sangat tinggi, mengingat kala itu Marcella mengelola platform tersebut di waktu luangnya bekerja, 2-3 jam di sela-sela waktu istirahat. Ia membalas feedback dan email sampai batas waktu jam 12 malam untuk menjaga kestabilan fokus keesokan harinya.

Keseriusannya dalam berbisnis membuahkan hasil manis, setiap tahun penjualan naik secara organik 200%, dan tahun 2016 penjualan sudah mencapai lebih dari Rp 432 miliar.

Sejak awal berdiri, Indonesia Flight sudah fokus pada profit. Di tahun pertama berdiri, berbagai kebutuhan operasional seperti membayar gaji karyawan, biaya pemasaran, dan berbagai keperluan lainnya sudah berhasil di-cover dari hasil penjualan tiket pesawat.

“Saat ini Indonesia Flight hanya fokus pada tiket penerbangan. Ke depannya kami akan melebarkan sayap ke hotel dan produk lainnya […]. Target kami tahun 2017 adalah 3x lipat (pertumbuhan) dari tahun sebelumnya.”

Juga mengembangkan aplikasi pemesanan tiket kereta api

Siapa sangka aplikasi Tiket Kereta Api yang sebelumnya banyak dikira sebagai aplikasi resmi PT Kereta Api Indonesia juga karya tim Indonesia Flight. Sampai dengan tulisan ini dibuat, aplikasi tersebut masih menjadi aplikasi #1 untuk reservasi tiket kereta di kategori Travel & Local platform Android. Jumlah unduhannya telah mencapai 2,5 juta dengan growth per tahun mencapai 200%.

“Sering dianggap sebagai aplikasi resmi dari PT KAI, terbukti dengan banyaknya email masuk yang meminta perhatian kami mengenai fasilitas kamar mandi ataupun tiket di stasiun, bahkan ada yang menanyakan nama penjaga loket karena ingin berkenalan dengan petugas wanita yang bekerja di sana.”

April 2016 lalu, aplikasi Tiket Kereta Api menjamah platform iOS. Dari pemaparan Marcella marketing cost yang dikeluarkan untuk pengelolaan aplikasi ini tidak pernah lebih dari Rp 10 juta per bulan, baik untuk digital marketing, paid channel maupun offline marketing.

Untuk pemasaran offline pun baru dilakukan akhir-akhir ini, setelah 3 tahun mengudara. Beberapa waktu lalu aplikasi mulai diperkenalkan melalui aktivitas kampanye di stasiun Pasar Senen.

Salah satu tampilan halaman aplikasi Tiket Kereta Api
Salah satu tampilan halaman aplikasi Tiket Kereta Api

Sebagai aplikasi yang tidak memiliki dan melayani pembelian di web, Tiket Kereta Api berhasil menjadi mitra terbaik kedua sebagai kanal penjual tiket berdasarkan data laporan penjualan mitra PT KAI per 8 Juni 2016.

Perencanaan matang dan keyakinan untuk tujuan cita-cita

Memilih untuk bekerja di startup dan mendirikan startup bukan hanya semata dengan pilihan melempar dadu, itulah keyakinan yang digenggam Marcella di awal kariernya. Keyakinan tersebut harus kokoh.

Di awal memulai pekerjaannya di Tiket.com, iming-iming bekerja di tempat berfasilitas bagus, insentif terjamin, dan tunjangan stabil dari lingkungan pertemanan sering terlihat menggiurkan.

Meskipun demikian ia selalu mengembalikan kepada fitrah hidup bahwa setiap manusia berhak untuk memilih jalannya. Dengan mengenali kepribadiannya sendiri tentang keinginan dan cita-citanya, Marcella selalu merasa kokoh dan yakin dengan pilihannya.

“Tanyakan kepada diri Anda, apakah siap menerima kondisi terburuk apabila startup yang kita dirikan atau startup tempat bekerja ternyata cuma bertahan seumur jagung? Di luar ketidakstabilan perjalanan startup yang ngeri-ngeri sedap, fleksibilitas dalam berinovasi dan peluang untuk menciptakan lapangan kerja bagi orang lain membuat saya memilih untuk bekerja dan membangun startup.”

Application Information Will Show Up Here

 

Application Information Will Show Up Here