Telkom Siapkan Aplikasi “City Guide” untuk Beberapa Kota

Bagi orang yang gemar berwisata dan bepergian ke tempat-tempat baru informasi mengenai tempat tujuan lazimnya dicari di mesin pencari. Informasi melimpah di sana. Entah dari situs resmi pemerintah atau pengelola wisata hingga cerita pengalaman pribadi orang-orang yang didokumentasikan ke dalam blog maupun vlog. Selain situs ada juga yang mengemas informasi wisata dalam bentuk aplikasi mobile.

Ini juga yang coba ditempuh Telkom dengan mengeluarkan produk Hi City. Sebuah aplikasi yang terdiri dari beberapa varian yang mewakili kota-kota tertentu. Yang tentu di dalamnya terdapat informasi mengenai pariwisata kota tersebut.

Tak hanya mengenai informasi wisata, aplikasi Hi City juga memberikan beberapa informasi mengenai penginapan seperti hotel lengkap dengan informasi jarak dan harga. Semua informasi tersebut juga disediakan versi rekomendasi. Sehingga sedikit membantu para pengguna yang benar-benar tidak mengenali daerah tersebut.

Aplikasi Hi City juga dilengkapi dengan informasi pelengkap lainnya seperti informasi kegiatan wisata, pusat perbelanjaan, restoran, layanan kesehatan, informasi perbankan, tempat ibadah, layan transportasi, agen travel, pusat layanan masyarakat, dan radio online.

Tak lupa aplikasi ini juga dilengkapi dengan paket-paket untuk perencanaan perjalanan sampai dengan informasi berbagai POI (Point of Interest), lengkap dengan review berupa narasi, foto, hingga video.

Dikutip dari pemberitaan Indotelko aplikasi Hi City dimiliki platform Smart City Nusantara dari Telkom. Hi City dikonsep menyerupai guide bagi siapa saja yang ingin mengenal dan menjelajahi kota-kota tertentu. Sejauh ini kurang lebih sudah ada beberapa kota yang sudah tersedia yakni Hi Bandung, Hi Jogja, Hi Bali, Hi Lombok, Hi Solo, Hi Medan, dan Hi Padang.

“Hi City ini sebuah platform aplikasi city guide yang bermanfaat bagi para wisatawan yang ingin mengeksplorasi destinasi wisata di Indonesia. Kami bikin platform sesuai dengan daerah yang menggunakan. Sejauh ini sudah tujuh aplikasi dikembangkan dengan platform ini,” ungkap Koordinator Living Lab. Smart City Telkom Indonesia Imanuddin.

Selain itu Imanuddin juga menjelaskan bahwa untuk Hi Bandung, Hi Jogja, dan Hi Bali saat ini telah memasuki tahapan inovasi validasi model bisnis yang nantinya Hi City bisa menjadi marketplace promosi bagi para merchant di tiga kota tersebut.

Hi City juga disebutkan Imanuddin berpeluang menjadi solusi monitor jumlah traveler yang datang ke daerahnya, menjadi sarana promosi, dan juga mengetahui umpan balik dari pengunjung.

Revenue stream salah satunya bisa dari advertising untuk pengembangan platform ini,” jelasnya lagi.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Andalkan Kepercayaan, Layanan Marketplace Sewa Mobil Nemob Sasar Traveler

Bisnis digital kebanyakan merealisasikan apa yang selama ini masih diangan-angankan. Tapi dengan sentuhan teknologi, ide dan eksekusi cemerlang berhasil membawa sesuatu yang dulu hanya bisa dibayangkan kini menjadi kenyataan. Di Indonesia sendiri bisnis digital yang menjamur kebanyakan di dominasi oleh e-commerce. Segmennya pun beragam. Salah satu yang sedikit unik adalah Nemob. Sebuah marketplace yang ditujukan untuk rental mobil.

Nemob hadir hampir di semua platform digital yang ada mulai dari web-based hingga aplikasi untuk Android dan iOS. Kisah berdirinya Nemob berasal dari salah satu founder mereka Guntur Prabowo yang merasakan susahnya mencari rental mobil di Indonesia. Permasalahan yang banyak ditemui di antarnaya adalah harganya yang mahal, keruwetan pemesanan, hingga mobil yang berbeda dengan yang ditampilkan. Dari situlah akhirnya lahir Nemob yang diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah tersebut.

Dari penjelasan Marketing & Business Development Manager Nemob Rangga Danusa Nemob memiliki beberapa perbedaan dengan  layanan penyewaan mobil lainnya. Di antaranya adalah ketersediaannya di banyak platform, memungkinkan setiap orang mendaftarkan mobilnya untuk disewakan, dan pembayaran yang fleksibel.

Khusus untuk memudahkan pembayaran transaksi, Nemob bekerja sama dengan Midtrans sebagai payment gateway. Dengan kerja sama ini harapkan pelanggan Nemob bisa dengan mudah melakukan pembayaran melalui kartu kredit maupun bank transfer.

Sejauh ini Nemob sudah bisa dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Jakarta, Bandung,dan Bali. Harapannya pertengahan tahun depan marketplace yang modalnya ditopang oleh PT Enviromate Technology International ini bisa beroperasi di semua kota di Indonesia.

“Fokus Nemob pada akhir tahun 2016 sama semester pertama 2017 adalah mengumpulkan inventory penyedia rental di setiap kota besar di Indonesia, membangun teknologi yang berorientasi pada kemudahan pelanggan. Sehingga layanan Nemob dapat dinikmati saat masyarakat bepergian ke kota manapun di Indonesia,” terang Rangga.

Nemob sendiri terlihat menyasar para wisatawan atau traveler yang singgah di kota-kota di Indonesia. Dengan Nemob diharapkan para wisatawan dapat dengan mudah menemukan kendaraan untuk melengkapi liburan mereka dengan mudah.

“Model bisnis rental mobil dan taksi sangat berbeda. Taksi sangat efektif untuk membawa seseorang dari poin A ke Poin B (misal dari bandara ke hotel) tetapi akan sangat tidak efektif apabila pelanggan yang bepergian ke banyak tempat sekaligus (multiple point) (misalkan dari bandara ke hotel lalu ke tempat bisnis lalu ke tempat makan lalu ke objek wisata lalu pulang ke bandara). Artinya ada kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh layanan taksi Grab atau Go-Car,” terang Rangga.

Application Information Will Show Up Here

Lakukan Kegiatan Pemasaran, agoda Pacu Kontribusi Pelanggan Millennial

Besarnya potensi dari kalangan millennial menjadi peluang bisnis yang bisa terus digali di berbagai segmen. Kali ini, agoda, platform reservasi akomodasi online di Asia Tenggara, menargetkan pelancong millennial di Indonesia untuk menggunakan agoda saat hendak bepergian.

agoda meluncurkan fitur “Check In, Check Out” yang bisa diakses di situs desktop dan mobile web. Fitur ini dirancang khusus sebagai direktori bagi pelancong millennial untuk mengetahui jarak lokasi hotel mereka dengan tempat-tempat sekitar yang ingin dikunjungi. Adapun kategori yang bisa diketahui adalah kuliner, hiburan, jalan-jalan, dan belanja.

“Kami harapkan fitur ini bisa memacu pelanggan baru dari kalangan millenial Indonesia untuk melancong ke berbagai tempat yang ingin mereka kunjungi. Semua fiturnya sudah dikostumisasi sesimpel mungkin, sehingga mereka tidak perlu unduh aplikasi direktori lainnya,” terang Gede Gunawan, Country Director agoda International Indonesia, Selasa (8/11).

Menurutnya, komitmen agoda untuk membidik pelanggan di kalangan tersebut cukup besar. Biaya pemasaran yang diklaim siap untuk dikucurkan bahkan mencapai 6 juta dolar. Tak hanya meluncurkan fitur baru saja, agoda juga melakukan kampanye dengan tema #agodabasecamp. Kampanye tersebut menjadi dorongan agoda kepada millennial yang menganggap akomodasi sebagai awal dari keseruan pengalaman perjalanan mereka.

Tak sampai disitu, agoda juga menyiapkan iklan televisi yang menceritakan petualangan pelancong yang berbeda dan sebuah mobile game interaktif yang memberikan diskon spesial kepada pengunjung situs untuk reservasi akhir tahun.

Terakhir, agoda mengumumkan kerja sama dengan Travel Sparks, organisasi sosial dengan fokus akan pendidikan di Indonesia bagian timur dengan menggunakan traveling untuk meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan anak-anak di daerah pelosok Indonesia.

Donasi yang diumumkan untuk tahun pertamanya sebesar 500 juta Rupiah. Kegiatan ini ke depannya bakal menjadi program berkelanjutan yang akan dilakukan agoda setiap tahunnya.

Dari seluruh kegiatan pemasarannya ini, diharapkan dapat memacu kontribusi bisnis dari pelancong millennial terhadap total pendapatan agoda. Adapun secara persentase diharapkan bisa menembus angka 60%. Saat ini, meski tidak disebutkan angkanya, Gede mengklaim kontribusi bisnis agoda Indonesia dari pelancong millennial hampir menyentuh angka tersebut.

Sebelum meluncurkan seluruh kegiatan pemasaran ini, sambung Gede, agoda sebelumnya melakukan survei ke millennial responden dari seluruh Indonesia. Hasilnya ada tiga poin, yakni millennial sangat mementingkan destinasi lokal yang otentik, mereka sangat tinggi rasa nasionalisme, dan tertantang untuk eksplor daerah yang belum pernah mereka temui.

Dari data agoda, 70% tempat wisata yang paling diminati pelancong pada tahun ini adalah destinasi lokal. “Hasil survei ini jadi acuan kami bahwa pelancong millennial di Indonesia kian mencari pengalaman yang berbea dan menginspirasi untuk menjawab keingintahuan mereka.”

Bidik 6 ribu non hotel accomodation (NHA) untuk diakusisi

agoda saat ini sudah mengakuisisi (sebagai mitra) 1 juta hotel di seluruh dunia dengan jumlah pelanggan terdaftar mencapai 18 juta orang dari 37 ribu kota. Di Indonesia sendiri, agoda telah mengakuisisi 14.600 hotel dari seluruh Indonesia, sekitar 61,64% atau 9 ribu di antaranya tergolong sebagai non hotel accomodation (NHA). Adapun contohnya, apartemen, kos-kosan, dan residential.

Gede memandang, potensi NHA ke depannya akan semakin cerah seiring masifnya pelancong millennial untuk melakukan perjalanan. Secara potensi, masih ada 6.000 NHA yang bisa diakusisi oleh agoda. Untuk edukasi pelayanan dan sistem akuisisi, Gede mengaku pihaknya sendiri yang akan turun langsung ke lapangan dan memantau kondisi tempat penginapan.

Pemilik tempat penginapan akan diedukasi oleh tim agoda, bagaimana memberikan pelayanan dengan standar hotel dengan harga yang kompetitif.

“Untuk penginapan yang hendak kami akuisisi, mereka harus memberikan pelayanan yang baik dengan standar hotel, harganya pun harus kompetitif dan sudah nett, mengingat pemain OTA di Indonesia sudah banyak. Mereka juga tidak kami terapkan kontrak eksklusif harus dengan agoda saja,” pungkas Gede.

Application Information Will Show Up Here

Sewa Properti Pribadi Jadi Fokus Baru Travelio

Pada April 2016, Travelio mengumumkan akan melakukan diversifikasi layanan dengan menambah jenis akomodasi yang dikelola, yakni dengan menambah apartemen, villa, guest host, homestay, hingga kost. Secara bertahap, langkah tersebut pun mulai direalisasikan sejak tiga bulan silam. CEO Travelio Hendry Rusli pun menegaskan bahwa langkah pivot ini akan menjadi fokus bisnis Travelio ke depannya dan tidak lagi fokus pada hotel.

“Tahun lalu itu kami lebih fokus ke hotel, [dengan fitur unggulan] tawar-menawar. Kami punya traksi yang cukup bagus waktu itu, tetapi kalau dibilang besar banget ya belum,” kata Hendry ketika ditemui di kantor baru Travelio yang terletak di Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

Hendry melanjutkan, “[Kemudian] Kami melihat lagi apakah bisnis ini sustainable dengan kompetitor yang begitu banyak, menjual produk yang sama, dan hanya dibebankan pada promosi-promosi saja? Jadi [yang] kami lihat tidak ada suatu inovasi, hanya jual produk yang sama dengan harga yang berbeda.”

Dari latar belakang tersebut lah Hendry dan juga rekan lainnya mulai berpikir untuk merambah ke bisnis sewa properti pribadi layaknya AirBnb. Namun, tidak langsung dilakukan. Hendry bercerita bahwa mereka terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada beberapa ahli properti dan investor.

Hendry mengatakan, “Mereka [investor dan ahli] bilang, kenapa kalian tidak pindah ke model bisnis ini [menyewakan properti pribadi]? Itu lebih bagus dan lebih menarik.”

Setelah bertemu dengan investor yang memiliki kesamaan visi dan misi, langkah untuk pivot ke sewa bisnis properti pribadi layaknya AirBnB ini pun mulai dijalankan secara bertahap. Setidaknya, menurut Hendry, sudah berjalan sejak tiga bulan lalu. Meski hotel masih ada dalam perpustakaan properti Travelio, Hendry juga menegaskan bahwa itu tidak lagi menjadi emphasize bisnis.

Tantangan yang harus dihadapi

[Tengah] CEO Travelio Hendry Rusli dan tim saat acara open house jantor baru Travelio / DailySocial
[Tengah] CEO Travelio Hendry Rusli dan tim saat acara open house kantor baru Travelio / DailySocial
Dari permukaan, proses pivot bisnis Travelio memang terlihat mulus. Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Selain harus rela kehilangan trafik terlebih dahulu, rupanya mengubah kebiasaan orang di bidang properti untuk beralih ke online pun masih harus dilewati.

“Tantangannya itu, yang pasti semua nomernya itu turun karena kami pindah. Tadinya pengguna-pengguna layanan kami kan hotel. Kedua, masih banyak terjadi offline transaction. Jadi, bagaimana caranya kami membawa itu ke online,” ujar Hendry.

Pun begitu, Hendry optimis kendala-kendala yang dialami pihaknya saat ini akan mampu dilewati. Ia menganalogikan kendala ini tak ubahnya seperti metode cash on delivery yang dialami oleh pelaku e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, dan yang lainnya yang kini angka transaksinya mulai berkurang dan berganti ke arah digital.

“Google berhasil mengubah cara mencari, Facebook mengubah cara untuk terhubung dengan sesama, Tokopedia mengubah cara orang menjual sesuatu, dan Go-jek mengubah cara orang memesan ojek. Hal yang kami alami sekarang sebenarnya tidak jauh berbeda, dan jika kami bisa mengubah cara orang untuk menyewa properti secara online, artinya kami telah berhasil [melakukan hal yang sama dengan Google, Facebook, dan lainnya],” ujar Hendry.

Ketika disinggung mengenai rencana dan target di tahun depan, jawaban Hendry tidak jauh berbeda dengan saat Travelio terjun ke pasar, yaitu tetap fokus di industri travel dan mengembangkan layanan Travelio untuk menjadi yang nomor satu di Indonesia. Toh, pasarnya juga masih terbuka lebar dan belum ada pemenang pasti di area ini.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Pemesanan Hotel Budget Zuzuhotels Resmi Hadir di Indonesia

Satu lagi layanan online hospitality hadir di Indonesia. Didirikan pada bulan Januari 2016 lalu di India, Zuzuhotels telah melakukan ekspansi ke Taiwan. Dan akhir tahun 2016 ini Zuzuhotels menyasar Indonesia yang memiliki ribuan budget hotel dan berpotensi untuk dikembangkan. Adalah Co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia yaitu Dan Lynn yang juga menjabat sebagai Co-founder Zuzuhotels, memiliki visi dan misi yang terbilang baru, unik dan berbeda dengan pemain lainnya seperti Nida Rooms dan Zen Rooms.

“Zuzuhotels memiliki perbedaan yang sangat signifikan, yaitu kami lebih mengedepankan kualitas dari kuantitas. Artinya kita tidak akan melakukan ekspansi secara masif dan menambah jumlah hotel budget di seluruh Indonesia dalam jumlah banyak,” kata Vikram.

Zuzuhotels saat ini telah memiliki 300 hotel budget di Asia dan 200 di antaranya berasal dari Indonesia. Dengan 15 kota yang tersebar di seluruh Indonesia, di antaranya adalah Jakarta, Bali, Surabaya, Medan dan Bandung.

“Kami melakukan penyeleksian yang ketat dengan 25 kriteria hotel budget yang kami pilih, cara seperti itu sengaja kami lakukan untuk mendapatkan hotel budget yang terbaik di berbagai kawasan di Indonesia,” kata Dan.

Mengedepankan teknologi dan kemitraan

Bukan hanya bisa meningkatkan penjualan sales, kemitraan yang dijalin Zuzuhotels dan hotel mitra mencakup konsultasi, pengembangan teknologi, interior dan style. Mitra yang telah bergabungdiharapkan akan dibantu dari sisi manajemen sekaligus membantu mendongkrak jumlah kamar yang bisa terjual.

“Untuk semua mitra hotel yang bergabung nantinya bukan hanya kesempatan untuk bisa dipesan melalui desktop dan mobile site Zuzuhotels, namun juga berkesempatan untuk dipromosikan ke berbagai channel booking online lokal hingga asing,” kata Vikram.

Untuk pembagian komisi, Zuzuhotels tidak mengenakan biaya setiap pemesanan hingga pembayaran kamar hotel yang telah dilakukan oleh pelanggan. Mereka membidik pembagian hasil atau keutungan secara keseluruhan yang telah didapatkan oleh pihak hotel selama menjadi mitra Zuzuhotels.

“Dengan demikian fungsi kami sebagai partner bisa dilakukan secara bertahap dan tentunya memiliki kontrak dalam waktu jangka panjang, hal ini berbeda yang telah diterapkan oleh manajemen hotel tradisional lainnya,” kata Dan.

Semua mitra hotel Zuzuhotels tidak harus memiliki modal di awal. Zuzuhotels juga tidak menerapkan sistem bagi hasil dan pendapatan. Semua sistem manajemen sepenuhnya bisa diatur sendiri oleh hotel.

Pengalaman menginap terbaik untuk pengguna

Salah satu alasan diterapkannya proses penyeleksian yang ketat oleh Zuzuhotels ditujukan untuk memberikan pengalaman terbaik untuk pengguna. Hotel budget yang pada umumnya adalah hotel bintang dua, harus memenuhi kriteria di antaranya harus dilengkapi dengan Wi-Fi, memiliki ruangan yang bersih, lokasi yang strategis hingga kelengkapan fasilitas parkir dan lainnya.

“Kami memiliki tiga pilihan kepada pengguna dengan perbedaan harga dan layanan, yaitu ekonomi, standar dan premium, Meskipun semuanya dipastikan sudah sempurna namun masing-masing kategori memiliki kelebihan baik dari harga maupun layanan yang bisa dipilih,” kata Vikram.

Zuzuhotels bisa diakses di desktop dan mobile site. Zuzuhotels sejauh ini tidak memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi di platform Android atau iOS.

Didukung lebih dari satu investor dan investasi secara berkala di Indonesia

Untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia, Zuzuhotels mengklaim bakal mengelontorkan jumlah uang yang cukup banyak secara berkala. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk akuisisi hotel budget dan melakukan proses kurasi, pemasaran dengan mengandalkan digital ads, promosi, operasional dan lainnya.

Saat ini Zuzuhotels memiliki lebih dari satu investor asing dan uang pribadi co-founder untuk menjalankan bisnisnya. Meskipun saat ini masih berada dalam tahap seed funding, Zuzuhotels belum berencana untuk melakukan penggalangan dana.

“Karena komitmen kami yang sederhana yaitu mengumpulkan hotel budget terbaik di seluruh Indonesia dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, hal tersebut memungkinkan kami untuk melakukan skalabilitas. Apakah itu untuk melebarkan ekspansi ke negara di Asia lainnya atau lainnya,” kata Vikram.

Dengan model bisnis yang unik dan terbilang berbeda, Zuzuhotels optimis bisa menjalankan bisnis di Indonesia, dengan menargetkan wisatawan domestik yang selama ini masih kesulitan untuk mendapatkan pengalaman menginap terbaik hotel bintang dua di tempat wisata favorit di Indonesia.

“Bagi kami saat ini merupakan waktu yang tepat untuk memperkenalkan Zuzuhotels kepada masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa melakukan booking secara online, namun masih terus mencari hotel budget terbaik, disitulah peranan Zuzuhotels yang diharapkan bisa memenuhi keinginan wisatawan lokal di seluruh Indonesia,” tutup Dan.

Garuda Indonesia Dikabarkan Memang “Boikot” Traveloka (UPDATED)

Sudah beberapa hari ini konsumen mengalami kesulitan untuk mengakses informasi dan membeli tiket Garuda Indonesia dan Citilink melalui Traveloka. Menariknya layanan sejenis justru berpromosi soal ketersediaan dua maskapai nasional ini di sistemnya. Menurut sumber yang terpercaya, memang ada masalah bisnis dan kepercayaan antara Garuda Indonesia dan Traveloka yang menyebabkan “tertutupnya” kanal penjualan antara kedua belah pihak.

Terhadap pertanyaan konsumen, yang tidak cuma 1-2 kali, pihak layanan pelanggan Traveloka menyebutkan ada gangguan antara sistemnya dengan Garuda Indonesia. Sesungguhnya, di balik layar, isunya lebih besar.

Menurut sumber kami, pelaksanaan Traveloka Online Travel Fair yang berbarengan dengan Garuda Indonesia Travel Fair fase 2 awal Oktober ini ternyata tidak berdampak baik bagi hubungan keduanya. Traveloka Online Travel Fair, selain berbarengan waktunya dan mengusung slogan “tak perlu antre”, justru menggandeng sejumlah maskapai asing yang artinya mengambil kue pendapatan Garuda Indonesia secara langsung.

Dampak hilangnya pendapatan karena travel fair yang berbarengan dan isu kepercayaan, karena Traveloka sendiri adalah mitra penjualan Garuda, membuat pihak manajemen Garuda Indonesia memutuskan, setidaknya untuk saat ini, menutup kanal penjualan dengan layanan yang didirikan tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert ini. Belum ada informasi berapa lama “boikot” ini akan berlangsung.

Hilangnya akses ke Garuda Indonesia dan Citilink jelas berdampak besar bagi kedua belah pihak. Traveloka sendiri disebutkan saat ini adalah layanan OTA berbasis online terbesar di Indonesia dan termasuk yang digadang-gadang menjadi startup unicorn berikutnya mengikuti jejak Go-Jek.

Kami belum mendapatkan pernyataan resmi terkait hal ini dan bakal menginformasikan lebih lanjut jika mendapatkan pembaruan dari kedua belah pihak.

Update: Berdasarkan informasi lanjutan, penutupan ini hanya berlangsung selama sampai minggu ini dan minggu depan sudah kembali normal

Application Information Will Show Up Here

Rayakan Ulang Tahun Pertama, Mister Aladin Resmikan Peluncurkan Aplikasi Mobile

Layanan pemesanan hotel online Mister Aladin hari ini (13/10) merayakan ulang tahun pertamanya setelah ikut meramaikan pasar online travel di Indonesia sejak 2015 silam. Bersamaan dengan itu, Mister Aladin juga turut mengumumkan secara resmi kehadiran aplikasi mobile yang sudah bisa diunduh untuk perangkat berbasis Android dan iOS. Dalam aplikasi tersebut, fitur Personal Travel Assistant menjadi salah satu fitur yang diunggulkan dan nilai tambah aplikasi Mister Aladin.

CEO Mister Aladin Teddy Pun mengatakan, “Banyak online travel agent lainnya belum memiliki costumer service yang dapat diandalkan. Kami percaya kehadiran fitur Personal Travel Assistant ini akan memberikan nilai lebih bagi aplikasi Mister Aladin. […] Dengan fitur ini, kami harap Mister Aladin bisa menjawab kebutuhan traveler yang semakin beragam, mengutamakan kepraktisan, dan kenyamanan dalam perjalanan.”

Pada dasarnya fitur Personal Travel Assistant adalah fitur built-in chat. Melalui fitur ini, pengguna bisa dibantu dalam melakukan pemesanan tiket pesawat, memberikan rekomendasi tempat wisata, mendapatkan sewa kendaraan di daerah tujuan, hingga mengatasi masalah darurat seperti kehilangan bagasi di bandara atau pembatalan penerbangan.

Campur tangan manusia porsinya memang masih lebih banyak dalam fitur Personal Travel Assistant untuk saat ini. Namun, Teddy mengungkapkan bahwa ke depannya fitur ini akan mengombinasikan antara manusia dan kemampuan mesin dengan pendekatan NLP (Natural Language Processing).

Di samping Personal Travel Assistant, tersemat pula fitur Hotel Toninght pada aplikasi mobile Mister Aladin yang membantu para pengguna aplikasi untuk mencari hotel dan menginap di hari yang sama. Fitur ini dikembangkan setelah membaca kecenderungan perilaku konsumen yang disebut senang memesan hotel secara mendadak.

Direktur Online Services Mister Aladin Nitha Sudewo mengatakan, “Dalam waktu setahun, Mister Aladin sudah bisa membaca kecenderungan perilaku konsumen yang lebih suka memesan hotel secara mendadak. Ini dijawab oleh kami melalui fitur Hotel Tonight.”

Selain itu, dalam rentang satu tahun beroperasi, Nitha juga mengklaim bahwa Mister Aladin sudah menambah lebih banyak kemitraan hotel. Jumlahnya, menurut Nitha, sudah mencapai lebih dari ratusan ribu bila ditotalkan.

Sebagai informasi, Mister Aladin dan Nida Rooms juga telah menjalin kerja sama pada bulan Juli 2016 kemarin. Kerja sama ini mungkinkan pemesanan hotel di kanal Nida Rooms memanfaatkan fitur “Choose Your Mood” milik Mister Aladin.

Bersamaan dengan peluncuran aplikasi mobile, Mister Aladin juga menggelar acara Travel Fair yang memberikan promo-promo menarik untuk pemesan hotel dan perjalanan. Acara ini berlangsung dari tanggal 13-18 Oktober 2016 di Grand Atrium, Kota Kasablanka.

Ke depannya, tak menutup kemungkinan acara-acara dengan konsep serupa juga akan digelar. Teddy sendiri menyampaikan bahwa di tahun depan pihaknya akan tetap bergerak secara agresif dalam memberikan layanan yang lebih baik lagi pada konsumen karena ambisi utama dari Mister Aladin adalah bisa mengklaim tahta raja di sektor e-commerce travel Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Beberapa Hal yang Bisa Didapat dengan Analisis Prediktif di Industri Travel

Seperti cenayang, hasil analisis prediktif banyak dijadikan acuan bagaimana bisnis melakukan sebuah kebijakan. Untuk sektor travel analisis prediktif juga banyak membantu para pengelola untuk mengenali lebih jauh kebutuhan dan keinginan pelanggan mereka. Berikut beberapa hal yang didapatkan dari penggunaan analisis prediktif untuk industri travel.

Penawaran produk travel yang dinamis

Para pelanggan industri travel atau bisa disebut dengan traveller mulai melirik bagaimana mendapatkan pengalaman personalisasi, dalam hal ini pemilihan paket perjalanan dan sejenisnya. Untuk mewujudkan hal tersebut mustahil tanpa bantuan analisis prediktif. Dengan data-data yang didapat dan mungkin feedback yang diberikan sistem akan mampu merumuskan seperti apa paket yang dimaui para traveler. Tinggal selanjutnya para pemilik bisnis melakukan negosiasi, kerja sama, atau semacamnya dengan industri dan pihak terkait.

Segmentasi penumpang

Dalam segmentasi dasar para traveler kita mengenal istilah bisnis, eksekutif, dan ekonomi.Kita bisa membaca kebiasaan para traveler dalam memesan kendaraan, baik itu kereta, kapal, dan pesawat terbang. Data-data tersebut nantinya bisa dimanfaatkan untuk membagi pelanggan dalam segmentasi berbeda untuk memberikan peningkatan pengalaman yang terfokus. Juga menyarankan segmentasi kepada para pelanggan dengan potongan harga misalnya.

Deteksi penipuan

Analisis prediktif tidak hanya bisa memprediksi apa yang dibutuhkan dan diinginkan pengguna, tetapi juga mampu mendeteksi adanya penipuan. Di era digital yang serba online dan real time, peluang untuk terjadi penipuan atau fraud bisa meningkat dengan pesat tanpa terkendali. Analisis prediktif akan mampu membuat pola tindakan mencurigakan untuk mencegahnya sebelum terjadi penipuan. Tantangannya adalah bagaimana sistem deteksi bisa memprediksi penipuan tanpa salah melakukan deteksi.

Pengayaan data wisata dan traveler

Analisis prediktif tentu merupakan satu paket dengan pengumpulan data. Dengan data-data yang semakin banyak dikumpulkan akan mampu menambal lubang-lubang data yang ditimbulkan data hilang atau data salah dari pengguna-pengguna sebelumnya. Penambahan data ini secara berkala dan dikelola dengan akan mampu memberikan sesuatu yang berharga bagi sistem travel secara signifikan.


Disclosure: DailySocial bekerja sama dengan Bigdata-madesimple.com untuk seri penulisan artikel tentang big data.

Kiat CTO Memilih dan Merencanakan Server untuk Layanannya

Teknologi bagi startup digital bisa dianalogikan sebagai fondasi pada sebuah bangunan. Fondasi berperan besar dalam membuat bangunan terebut berdiri kokoh. Demikian pula teknologi (tentu bentuknya beragam) dalam menumbuhkan bisnis startup. Sebut saja bagi startup yang memberikan pelayanan melalui sebuah website atau aplikasi, maka sistem server di baliknya – selain aplikasinya itu sendiri – harus memiliki kekuatan yang mumpuni dalam memberikan dukungan.

Hal ini juga berlaku untuk layanan yang memiliki intensitas penggunaan yang tinggi, seperti Tiket.com sebagai salah satu pemimpin bisnis Online Travel Agency (OTA) di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder dan CTO Tiket.com Natali Ardianto memberikan beberapa tips terkait dengan perencanaan sistem server dan tindakan yang perlu dilakukan dalam disaster recovery. Layanan online Tiket.com sangat bergantung dengan keandalan server dalam menyuguhkan performa kepada pelanggan.

Pertimbangan startup dalam memilih server untuk layanannya

Menurut Natali, berdasarkan pengalamannya dalam mengelola teknologi sejenis, prioritas utama dalam memilih layanan hosting atau server adalah besaran pipa bandwidth. Kemudian pertimbangan yang kedua adalah kemudahan dalam scaling server. Dan yang ketiga baru tentang spesifikasi server. Pipa bandwidth menjadi unsur terpenting, karena bandwidth akan berujung pada kecepatan akses oleh pengguna.

Mengapa bukan kemampuan scaling server dulu? Natali mengatakan jika pun sistem dapat melakukan scaling dengan sangat cepat, namun jika pipa bandwidth yang disediakan kecil pengguna tidak dapat melakukan scaling trafik secara cepat. Dan Natali mengatakan bahwa tidak mudah dan murah untuk melakukan scaling network.

Scaling server sangat tergantung pada kemampuan hosting dalam mengelola skalabilitas sistemnya, entah itu virtualisasi atau SOP (Standard Operating Procedure) yang sangat bagus ketika ada demand server yang tiba-tiba banyak. Sedangkan spesifikasi server sangat mudah diputuskan, karena spesifikasi saat ini cukup homogen, tidak terlalu banyak variannya. Prosesor Intel, memory DDR4, harddisk drive SSD. Simple.”

Lalu ketika berbicara tentang startup umumnya dimulai dari kapabilitas sistem yang kecil, namun di tengah proses kadang lonjakan terjadi begitu saja dengan sangat tinggi. Kadang sistem tidak siap untuk menghadapi, akibatnya sistem mengalami down. Kemungkinan paling buruk justru membuat pengguna kecewa, sehingga traksi justru tidak meningkat tajam.

Sebagai langkah antisipasi, menurut Natali, sebuah startup teknologi memang perlu melakukan perencanaan sejak awal, tidak bisa hanya menganggap penggunaan teknologi cloud akan otomatis scaling dengan sendirinya. Ia menceritakan ketika Tiket.com masih di usia yang sangat dini beroperasi.

“Ketika usia Tiket.com baru live selama 6 bulan, kami sempat mengalami spike yang tinggi ketika ada penjualan konser Big Bang, di mana 6.000 tiket konser terjual dalam 10 menit. Ketika itu webserver yang aktif hanya tiga, namun dikarenakan sudah direncanakan sejak awal, dalam waktu kurang dari 5 menit, saya bisa menambah 10 webserver secara instan hanya dengan menggunakan iPad.”

Nyatanya perencanaan ini juga akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pemilihan stack teknologi yang akan digunakan dari layanan tertentu. Contohnya pengalaman tersebut kini membawa Tiket.com mampu melakukan skalabilitas sistem dengan baik. Bahkan dikatakan Natali ketika ada 40.000 concurrent user yang mengunjungi situs, seperti ketika penjualan tiket kereta lebaran, tidak terjadi isu dalam sistem karena sudah memanfaatkan teknologi auto-scaling dari provider yang saat ini digunakan Tiket.com.

Perdebatan “klise” yang masih sering terjadi, antara memilih layanan lokal atau internasional

“Jujur untuk saat ini saya memilih provider internasional. Di awal pengembangan Tiket.com, saya pernah meletakkan server di Jakarta. Ketika terjadi DDoS Attack yang massive sebesar 1,1 Gbps selama satu bulan, hosting provider lokal kesulitan untuk mengantisipasi load bandwidth yang besar ini, bahkan akses internasional mereka menjadi mampet karena serangan tersebut. Alhasil ujung-ujungnya situs Tiket.com yang diblokir, agar attacker berhenti.”

Setelah dipindahkan ke provider internasional, permasalahan bandwidth tersebut terselesaikan. Bahkan sempat terjadi serangan DDoS sebesar 3,3 Gbps di tahun 2015, namun dapat ditangani tanpa service disruption di layanan Tiket.com.

“Sebagai gambaran, saat ini saya memiliki server di Jakarta, dengan bandwidth dedicated rasio 1:1 2 Mbps, biayanya Rp 4 juta tiap bulannya. Di Singapura, server saya diberi bandwidth 100 Mbps gratis. Jika di-upgrade menjadi 1 Gbps, cukup menambah biaya kurang lebih Rp 260 ribu tiap bulannya. Bedanya jauh sekali bukan.”

Dan yang lebih ironis bagi Natali, hop count dari Jakarta-Singapura bisa lebih sedikit ketimbang Jakarta-Jakarta. Terjadi mismanage yang cukup kritis di routing network Indonesia saat ini.

Konsep high availability dan scalability sebagai strategi meningkatkan keandalan sistem

Hal ini terkait dengan strategi sebuah sistem online yang sudah mapan dan memiliki traksi pengguna yang tinggi untuk meminimalkan terjadinya down-time atau kegagalan sistem lainya. Perencanaan yang dilakukan oleh CTO Tiket.com ialah menggunakan konsep high availability dan scalability. High availability berarti selalu tersedia setiap saat. Caranya dengan memiliki jumlah lebih dari sepasang untuk masing-masing sistem. Load balancer sepasang, web server sepasang, database sepasang, cache system sepasang dan seterusnya.

Ketika salah satu server mati, masih ada server lainnya yang mengambil alih load server. Bahkan jika perlu, lokasi data center pun dipisah, sehingga jika terjadi disaster, entah itu power outtage, hardware malfunction atau bahkan bom nuklir, masih ada sistem lain di lokasi berbeda.

“Saya bahkan pernah diceritakan oleh teman provider hosting internasional, bahwa jarak antar dua data center dia sekian kilometer. Alasannya? Agar jika ada pesawat menghantam data center yang pertama, maka ledakannya tidak akan mengganggu data center yang kedua.”

Scalability sendiri harus dilakukan oleh kita sendiri sebagai pengguna. Ketika mendesain sebuah sistem, harus bisa distributed, dikarenakan dari server bisa berbeda-beda. Namun walau pun berbeda-beda lokasi, namun datanya sama persis satu dengan yang lainnya. Scalability ini yang paling rumit dan kompleks, umumnya kita belajar berdasarkan pengalaman.

Untuk melakukan duplikasi sistem tersebut kadang terkendala dengan perhitungan investasi dalam bisnis. Seringkali mendengar cerita, bahwa tim teknologi kadang kesulitan meyakinkan kepada CEO (terutama yang memiliki latar belakang non-teknis) untuk mau membayar lebih pada kebutuhan tersebut. Nyatanya ketika tidak terjadi kegagalan sistem, penambahan jumlah server atau pengutusan staf khusus untuk mengelola backup terlihat seperti buang-buang energi dan sumber daya. Tidak terjadi di semua bisnis, namun tak sedikit yang menghadapi.

“Jujur saja, saya juga dulu pernah melaluinya juga, selama dua tahun servernya hanya satu. Waktu itu jumlah server baru ditambahkan ketika saya laporkan ke investor tentang kondisi saya.”

Solusi yang bisa dilakukan berdasarkan pengalaman Natali menghadapi situasi yang sama adalah dengan meminta rekan yang lebih dipandang dan dikenal pula oleh CEO untuk membantu mengingatkan risiko yang sedang dihadapi. Mungkin juga diberikan artikel-artikel terkait mengenai sistem yang down karena tidak scaling.

Cita-cita memiliki data center sendiri untuk startup

CTO Tiket.com mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak berencana membangun data center sendiri. Ia cukup puas memanfaatkan teknologi cloud computing. Harga lebih murah, pengelolaan mudah, karena hanya mengurus software di masing-masing server, tidak perlu terlalu pusing dengan urusan networking, redundancy network dan lain sebagainya. Dengan pertumbuhan teknologi yang sangat pesat, sistem menjadi semakin kompleks. Jangan sampai kita turut disibukkan dengan hardware yang failing, memory yang corrupt, harddisk yang rusak.

Bayangkan jika kita memiliki server sendiri, dan storage disk-nya rusak, kita harus sudah punya stock untuk mengganti hardware yang lama. Belum lagi kalau kita hendak meng-upgrade server.

“Saya dulu pernah memiliki server fisik sendiri, dan ketika saya hendak meng-upgrade jumlah prosesor saya, ternyata heat sink server tersebut bentuknya khusus dan hanya tersedia di Singapura. Alhasil saya memesan heat sink tersebut ke Singapura, bermasalah di bea cukai karena dianggap barang mewah, dan baru sampai di tangan saya dua bulan kemudian. Bayangkan, hanya untuk upgrade prosesor butuh dua bulan.”

Natali pun turut menegaskan bahwa teknologi cloud itu bukan hanya virtualisasi saja.

“Saya sendiri memanfaatkan teknologi baremetal cloud. Artinya, server saya fisik, tanpa virtualisasi. Namun yang cloud adalah network-nya, dan juga pricing-nya yang diukur per jam maupun per bulan. Bahkan ketika saya matikan server tahun lalu, dan saya memesan server baru, dengan spesifikasi yang lebih tinggi, saya bisa mendapatkan harga yang sama. Kenapa bisa demikian? Karena adanya Moore’s Law. Kemampuan prosesor naik 2 kali lipat tiap 2 tahun.”

Application Information Will Show Up Here

Pasca Diakuisisi, RoomToday Fokus Ekspansi di Indonesia

Pasca diakuisisi oleh private equity firm NorthCliff Capital bersama dengan lokal partner mereka Simasindo, platform pemesanan hotel last minute yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, RoomToday, berencana untuk melakukan ekspansi layanan di 12 kota besar di Indonesia.

Selama ini RoomToday telah melancarkan layanannya di Jakarta dan Bandung dan telah memiliki sekitar 4 ribu hotel sebagai mitra di tahun pertama dan menargetkan akan melakukan ekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara pada tahun 2018.

“Dengan diakuisisinya 100% RoomToday, kami menargetkan 12 juta pasar wisatawan asing yang berencana untuk mengunjungi Indonesia,” kata CEO Northcliff Erry Sulistio kepada Dealstreetasia.

Menambah jumlah tim dan memperluas layanan

Kepada DailySocial CEO RoomToday Tony Pribadi mengungkapkan proses akuisisi merupakan kesempatan yang baik bagi RoomToday untuk melakukan ekspansi dan memperluas layanan, mengembangkan tim dan menjalankan rencana bisnis.

“Saat ini kami fokus pada market di Indonesia untuk tahun pertama, dan pada akhir tahun pertama kami akan mengembangkan bisnis ke Asia Tenggara,” kata Tony.

Berbeda dengan layanan lainnya yang masih memiliki medium situs untuk layanan kepada pengguna, RoomToday sepenuhnya mengandalkan aplikasi mobile yang saat ini baru tersedia di platform Android dan iOS.

RoomToday juga melancarkan kemitraan dengan hotel wholesaler, saat ini RoomToday tengah menyelesaikan proses integrasi. Hal tersebut dilakukan untuk bisa bersaing dengan pemain lainnya dengan memberikan pendekatan yang berbeda. Untuk pilihan pembayaran RoomToday hanya menyediakan pembayaran dengan kartu kredit.

“Kami mengerti target market dan kompetisi kami, oleh karena itu kami melakukan pendekatan yang berbeda dengan yang sudah ada saat ini,” kata Tony.

Selain menawarkan pilihan hotel cepat dengan harga terbaik untuk pengguna, RoomToday mengklaim turut membantu pihak hotel untuk mendapatkan penawaran terbaik, pembayaran yang terintegrasi dan pemasaran hotel secara global untuk memastikan kamar akan terjual melalui RoomToday.

“Saat ini RoomToday telah meluncurkan Minimum Viable Product yang dapat digunakan oleh pengguna untuk memesan kamar hotel yang sudah bermitra. Kami juga mengembangkan tim marketing dan development untuk meningkatkan dan menjalankan rencana kami,” tutup Tony.

Application Information Will Show Up Here