Travelio Kantongi Pendanaan Seri C

Platform proptech Travelio telah mengantongi pendanaan seri C yang dipimpin oleh sebuah grup keuangan asal Korea. Turut terlibat dalam putaran pendanaan tersebut DAOL Ventures (sebelumnya KTB), Orzon Ventures (didukung oleh PTTOR Konglomerat Thailand dan 500 Global), dan Appworks dari Taiwan.

Pavilion Capital yang merupakan investor Travelio sebelumnya, turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan ini. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang mereka peroleh. Dana segar ini kemudian akan digunakan oleh perusahaan untuk meluncurkan vertikal bisnis baru di sektor rent-to-own.

“Kami sangat bersemangat untuk meluncurkan inisiatif baru ini karena ini akan menyelesaikan masalah rendahnya kepemilikan rumah untuk milenial kalangan menengah, yang merupakan mayoritas penyewa kami. Dengan cara ini, kami tidak hanya menjadi solusi sementara untuk mereka selama beberapa tahun, tetapi sebaliknya untuk seumur hidup mereka,” ujar Co-founder & CSO Travelio Christina Suriadjaja.

Tahun 2019 lalu Travelio mendapatkan pendanaan seri B senilai $18 juta. Putaran investasi ini dipimpin oleh Pavilion Capital dan Gobi Partners. Investor sebelumnya dikatakan turut terlibat, termasuk Vynn Capital, Insignia Ventures Partners, IndoGen Capital, dan PT Surya Semesta Internusa Tbk.

Hingga saat ini Travelio memiliki lebih dari 15 ribu properti yang dikelola secara eksklusif. Perusahaan juga sudah beroperasi di 12 kota yaitu Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, Depok, Bandung, Surabaya, Semarang, Karawang,
Makasar, Yogyakarta dan Medan.

Selanjutnya mereka memiliki rencana untuk memperluas ke kota-kota lain tahun ini. Perusahaan saat ini telah memiliki lebih dari 600 staf dan tidak melakukan kegiatan perampingan atau PHK sejak pandemi.

Telah capai EBITDA positif

Berdiri sejak tahun 2015 lalu, layanan yang disuguhkan adalah platform manajemen properti untuk mengelola beragam apartemen fully furnished terstandardisasi yang disewakan secara online. Travelio didirikan Hendry Rusli, Christina Suriadjaja, dan Christie Tjong. Layanannya penyewaan rumah tinggal dan apartemen yang diusung sudah menjangkau berbagai kota di Indonesia. Penyewa dapat memilih opsi tinggal harian, bulanan, atau tahunan.

Travelio mengklaim sebagai satu-satunya platform online dan transaksional di Indonesia yang memungkinkan penyewa membayar bulanan sewa dalam jangka waktu tahunan. Dengan cara tersebut ternyata memudahkan penyewa beradaptasi dengan skema pembayaran yang fleksibel dari yang sebelumnya mengandalkan pembayaran secara tunai untuk membayar uang muka 20% dan membayar uang jaminan lanjutan lebih dari satu tahun.

Selain menyediakan apartemen fully-furnished, Travelio juga memperluas produknya menjadi unfurnished apartemen dan rumah. melalui manajemen propertinya yang mengoperasikan apartemen berperabotan lengkap telah
mencapai EBITDA yang disesuaikan positif sejak tahun lalu. Travelio sebagai grup diharapkan bisa menyesuaikan EBITDA positif pada akhir tahun 2023 ini.

Application Information Will Show Up Here

15 Startup Proptech Indonesia untuk Bantu Temukan Hunian Terbaik

Rumah atau hunian adalah kebutuhan manusia yang harus terpenuhi. Saat ini, banyak startup di bidang properti (proptech) Indonesia yang bisa diakses dengan mudah beserta banyak fitur yang ditawarkan.

Berikut ini daftar startup proptech yang bisa dimanfaatkan untuk menemukan hunian terbaik di Indonesia:

99.co

Startup properti Indonesia yang pertama adalah 99.co, berdiri sejak tahu 2014. Perusahaan yang satu ini berfokus pada mempermudah penggunanya untuk mencari berbagai jenis hunian. Lewat situs ataupun aplikasinya, pengguna bisa menjual ataupun membeli properti secara langsung.

Selain itu, fitur lain yang tersedia di 99.co seperti Kalkulator KPR untuk menghitung simulasi cicilan atau Pencarian Peta yang dapat mengetahui persebaran properti di seluruh Indonesia.

Beliruma

Startup yang satu ini memfasilitasi pengguna untuk pembiayaan properti yang diinginkan. Effendy Tanuwidjaya selaku CEO dari Beliruma ini mendirikan proptech ini pada tahun 2020. Beliruma juga berkolaborasi beberapa fintech agar lebih terintegrasi pada saat pembayaran dan mampu untuk membiayai property dengan menggunakan KPR.

Flokq

Flokq didirikan oleh Anand Janardhanan dan Harmeet Singh pada Agustus 2019. Startup tersebut telah mengelola ratusan unit kamar tersebar di berbagai lokasi di pusat bisnis Jakarta, seperti Mega Kuningan, Senayan, Rasuna Said, Sudirman, Semanggi, dan lainnya.

Flokq sendiri pada tahun 2021 mengakuisisi YukStay, Hal tersebut pastinya berdampak pada perushaan co-living di Indonesia. Akuisisi tersebut dilakukan flokq karena ingin membangun distribusi co-living agar lebih luas.

Jendala360

Jendela360 adalah startup property Indonesia yang menawarkan fitur Virtual Tour, yang memudahkan user untuk mengetahui aspek property tersebut dengan pengalaman yang menyenangkan. Startup proptech ini didirikan pada tahun 2016. 

Mamikos

Mamikos merupakan salah satu aplikasi pencari kos di Indonesia. Didirikan oleh Maria Regina Anggit Tut Pinilih pada 11 November 2015, Mamikos terus berkembang dan berusaha menjadi penghubung bagi pemilik kos dan pencari kos. Banyak beberapa fitur baru yang dimiliki oleh mamikos diantaranya adalah mamirooms dan singgahsini. Saat ini pendanaan mamikos berasal dari Softbank Venture Asia. 

NataProperty

NataProperty adalah startup yang didirikan oleh Benny Saputro (CEO), Sandra Vandhi (COO), dan Happy Murdianto (CMO) sejak tahun 2016 ini menawarkan solusi bagi para developer untuk mempermudah dalam mengelola penjualan proyek properti mereka. 

NataProperty menyiapkan ERP System, CRM, hingga aplikasi agen properti untuk developer. Melalui Sistem ERP yang dibangun terintegrasi dengan aplikasi, pengembang dapat menginput stok proyek properti, pembayaran konsumen, metode pembayaran, konstruksi, dan laporan keuangan.

Lamudi

Lamudi adalah situs yang membantu masyarakat yang sedang mencari informasi properti, baik yang sedang mencari rumah idaman, tanah, dan properti komersil atau lainnya.

Lamudi didirikan pada tahun 2014, Saat ini CEO Lamudi adalah Mart Polman. Fitur dari Lamudi sendiri sangat beragam ada Fitur Archive, Fitur Maps, Fitur Listing, dan Sebagainya.  

Pinhome

Pinhome adalah salah satu startup properti Indonesia yang mengeluarkan produk Pinhome-Properti, KPR, dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencari hunian idaman melalui gadget mereka.

Startup property yang satu ini didirikan oleh Dayu Dara Permata & Ahmed Aljunied pada tahun 2019. Pada April 2022, Pinhome medapatakan pendanaan seri B dengan total 719 Miliar Rupiah yang dipimpin oleh Goodwater Capital, Intudo Venture, Ribbit Capital, Eurazeo Smart City, Insignia Ventures Partners, Watiga Trust, Global Founders Capital dan sebagainya.

Pintuitive

Platform pencarian properti online berbasis map yang juga dapat melayani transaksi jual beli properti sewa, menjadi salah satu solusi banyak orang untuk mencari rumah Indonesia.

Transparansi lokasi properti yang belum didapatkan saat mencari rumah secara online di Indonesia telah dijawab dengan menggunakan layanan Pintuitive.

Pintuitive didiriakan oleh Irvan Ariesdhana pada tahun 2021, Fitur Pintuitive ini sangat terampil dan akurat untuk mencari lokasi perumahan atau properti.

Rentfix 

Rentfix adalah marketplace properti yang memungkinkan pemilik properti untuk menyewakan ruang dan mencari penyewa dengan kebutuhan sewa yang fleksibel dalam satu platform online terintegrasi.

Startup proptech yang satu ini didirikan pada tahun 2017 oleh Effendy Tanuwidjaya. Rentfix juga menggandeng Cicilsewa untuk memberikan pembayaran yang lebih terjangkau dan menarik.

Rukita

Rukita adalah startup property yang dibentuk untuk mendapatkan informasi co-living, baik yang berlokasi dekat kampus atau di tengah kota metropolitan. Mereka juga memiliki layanan RuOptions untuk membantu pemilik properti melakukan pengelolaan terpadu. Startup proptech ini didirikan pada tahun 2019 oleh Sabrina Soewatdy (Co-founder & CEO) dan Sarah Soewatdy (Co-founder & COO). 

Beberapa waktu lalu, Rukita juga baru saja mengakuisisi Infokost yang merupakan startup yang bergerak di bidang online listing untuk sewa hunian seperti indekos dan sejenisnya. Dalam keterangannya, melalui pengakuisisian ini Rukita menargetkan bakal memperluas cakupan bisnisnya untuk semakin memantapkan kiprahnya di industri proptech tanah air.

Ringkas

Startup proptech selanjutnya adalah ringkas, startup yang satu ini  menyederhanakan proses kepemilikan rumah adalah misi dari proptech yang satu ini. Prosesnya lebih cepat dan dapat diakses oleh semua orang. Tunggu kami untuk membantu Anda mewujudkan rumah impian.

Ringkas sendiri didirkan oleh Leroy Pinto bersama teman – temannya pada tahun 2019. Platform kredit hunian yang satu ini mendapatkan seed funding senilai 33 miliar Rupiah untuk mengekspansi bisnisnya yaitu proses kredit rumah berbasis digital. 

Rumah.com

Rumah.com adalah media online yang merupakan bagian dari PropertyGuru Group yang berkantor pusat di Singapura. Rumah.com memiliki komitmen yang kuat untuk membantu masyarakat Indonesia mewujudkan impian mereka memiliki rumah serta perumahan dan investasi.

Startup proptech ini didirikan oleh Lê Xuân Trường pada Agustus 2006 dan situs webnya mulai berjalan secara resmi di internet mulai tahun 2008. 

Rumah123.com

Rumah123.com adalah situs teknologi jual beli properti terdepan di Indonesia yang telah melayani jutaan orang sejak 2007, dan kini hadir dengan tagline baru, “Jual Beli Properti Lebih Mudah”. Startup proptech ini memiliki beberapa ragam fitur yang menarik di antaranya simulasi KPR dan cek kemampuan KPR.

Travelio

Travelio adalah perusahaan teknologi di Indonesia yang memungkinkan pengguna untuk menyewa dan melakukan transaksi jual beli properti. Travelio menawarkan beragam properti mulai dari apartemen, rumah, dan vila. Inventaris properti kami tersedia di berbagai kota di Indonesia.

Startup proptech yang satu ini didirikan pada tahun2014 oleh Hendry Rusli. Untuk pendanaan terakhir. Travelio sendiri mendapatkan total dana senilai 253 Miliar Rupiah dalam putaran samsung venture pada tahun 2018.

Targetkan Pertumbuhan Tiga Kali Lipat, Travelio Perluas Kemitraan

Salah satu platform proptech yang cukup berhasil melakukan diversifikasi saat pandemi adalah Travelio. Berdiri sejak tahun 2015 lalu, layanan yang disuguhkan adalah platform manajemen properti untuk mengelola beragam apartemen fully furnished terstandardisasi yang disewakan secara online.

Awal Q4 2020, Travelio resmi memperluas bisnis ke penyewaan apartemen unfurnished dan rumah dengan tempo penyewaan menengah hingga jangka panjang. Ekspansi ini merupakan hasil kerja samannya dengan sederet pengembang properti ternama di Indonesia seperti Intiland, Ciputra Group, Trans Property, PP Property, Meikarta, dan Adhi Commuter Properti.

“Travelio dipercaya karena track record yang bagus. Kita punya 5 tahun pengalaman mengelola properti khususnya apartemen. Bisnis ini juga tadinya belum ada. Saat ini kita berinovasi untuk mengolah dan menyediakan apartemen unfurnished dan rumah,” kata Co-Founder CEO Travelio Hendry Rusli.

Pandemi dan bisnis Travelio

Sebelumnya sejak awal pandemi tahun lalu, Travelio juga telah memperkenalkan Travelio Mart. Situs yang berisikan produk sayuran, buah, daging, dan lainnya yang dibutuhkan oleh pengguna; memanfaatkan makin besarnya permintaan pembelian grocery secara online. Langkah strategis ini dilakukan Travelio untuk mengakali turunnya bisnis mereka di awal pandemi.

Travelio mencatat di kisaran Q2 2020 bisnis merosot tajam, terutama di segmen sewa apartemen harian. Banyak dari pengelola apartemen juga menutup sewa harian untuk meminimalisir mobilisasi penghuni. Namun, Travelio berinisiatif untuk mendorong booking jangka panjang (bulanan dan tahunan). Travelio juga memberlakukan pembersihan unit menggunakan disinfektan untuk menjamin keamanan tamu.

Hingga saat ini Travelio memiliki tiga produk utama, di antaranya adalah Ready to Rent (RTR), Travelio Property Management (TPM) dan Realty. Secara keseluruhan dari ketiganya Travelio telah memiliki lebih dari 8000 properti yang telah disewakan. Untuk TPM sendiri hampir 4300 properti. Mereka juga mengklaim terdapat dua juta lebih pengguna yang telah mengunduh aplikasi, sementara lebih dari 100 ribu orang sudah menjadi pelanggan.

Tahun ini Travelio memiliki target pertumbuhan bisnis hingga tiga kali lipat. Upaya yang telah mereka lakukan di antaranya adalah, memaksimalkan produk yang sudah ada dan berencana untuk meluncurkan layanan jual beli apartemen di kuartal ketiga tahun ini.

“Kita berharap bisa jadi market leader. Hal ini bisa mendukung visi besar Travelio untuk menjadi perusahaan berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara yang menyediakan pengelolaan dan penyewaan properti terintegrasi,” kata Hendry.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Sukses Mendorong Industri “Online Grocery”

Di balik kisah tragis yang menerpa berbagai sektor industri, ada sisi positif yang juga dirasakan oleh para penyedia jasa online. Salah satunya adalah pelaku bisnis online grocery. Di tengah kekhawatiran di luar sana akibat pandemi, ada kebutuhan pokok yang tetap harus dipenuhi. Hal ini mendorong masyarakat untuk lebih memilih belanja kebutuhan sehari-hari secara online, daripada mengambil risiko keluar rumah.

Dengan jumlah permintaan yang semakin tinggi, sektor lain pun melihat hal ini sebagai sebuah kesempatan. Salah satu pemain e-commerce ikut menaruh perhatian lebih terhadap layanan kebutuhan pokok adalah Lazada. Bekerja sama dengan Rumah Sayur, mereka berhasil membantu lebih dari 2500 petani lokal mendistribusikan hasil panennya.

Bobby Gandakusuma, EVP Commercial Lazada Indonesia, mengungkapkan, “Kita melihat perubahan pola berbelanja konsumen mulai berubah dari sebelum Covid-19. Dengan adanya pandemi dan situasi physical distancing ini semakin mengakselerasi kebutuhan konsumen akan inisiatif belanja kebutuhan secara online.”

Ada juga Ubiklan, yang dikenal dengan solusi iklan berjalan, mencoba menjajal peruntungan di industri online grocery dengan UbiFresh. Di sektor properti, Travelio kini juga muncul dengan TravelioMart sebagai complementary service dari core business mereka.

Diversifikasi bisnis

Setiap orang punya cara masing-masing dalam merespon perubahan yang terjadi. Begitu pula di dalam berbisnis di masa krisis. Kemampuan berinovasi sangat dibutuhkan agar bisa melahirkan ide bisnis yang sesuai dengan kondisi terkini. Selain itu juga sebagai usaha menciptakan pasar baru yang kelak bisa diintegrasikan dengan bisnis inti perusahaan.

Saat ini, perubahan terjadi pada pola berbelanja sebagian besar masyarakat Indonesia yang lebih memilih jalur belanja online. Momentum ini yang coba dimanfaatkan Travelio dengan meluncurkan layanan e-groceries sebagai bentuk difersifikasi bisnis juga nilai tambah bagi pengguna demi meningkatkan app stickiness, yang kemudian akan berdampak pada penambahan sumber pendapatan.

Meski diposisikan sebagai layanan pelengkap bisnis inti mereka (Travelio Property Management), pihaknya mengungkapkan respon positif pasar terhadap layanan baru ini. Mengingat layanan short term stays yang menyokong revenue perusahaan sedang mengalami penurunan, diversifikasi bisnis ini menjadi sebuah harapan.

Di sisi lain, penurunan omset pada pasar tradisional mendorong Ubiklan untuk mencari alternatif demi membantu kesejahteraan ekosistem pasar tradisional. Menjembatani pembeli dan pedagang pasar menggunakan layanan terbaru mereka, Ubifresh.

Founder & CEO Ubiklan Glorio Yulianto mengatakan, “Dari Ubiklan sendiri, kami selalu berupaya untuk membantu menyejahterakan masyarakat dalam inovasi kami. UbiFresh itu menjembatani antara pembeli dengan pedagang pasar, dimana kami juga bisa membantu pedagang pasar ini. Jadi, UbiFresh sendiri sebenarnya sangat sesuai dengan value yang kami tanam sejak awal. Selain itu, sebenarnya kami sendiri sudah punya rencana di mana UbiFresh nanti bisa mendukung bisnis Ubiklan di periklanan.”

Tantangan dan Persaingan

Perubahan akan selalu diikuti dengan tantangan baru. Sebagai bagian dari ekosistem online grocery, menjaga kualitas produk akan selalu jadi perhatian utama. Namun, seperti halnya sebuah ekosistem yang memiliki hubungan timbal balik yang tak terpisahkan, kolaborasi bisnis yang baik juga akan menentukan keberhasilan suatu inovasi.

Industri online grocery di Indonesia bukanlah hal baru. Sudah ada beberapa pemain terdahulu, seperti HappyFresh, Sayurbox, dan banyak lagi. Hal ini menimbulkan tantangan baru untuk berinovasi dan memberi nilai tambah terhadap produk yang ditawarkan oleh pemain baru ini. UbiFresh melengkapi produknya dengan beberapa fitur yang bisa memberikan experience belanja langsung di pasar untuk para penggunanya.

“UbiFresh masih akan terus dikembangkan dari segi pilihan pasar, layanan, harga, kualitas produk, kecepatan dan akurasi pengantaran. Selain itu, kami juga sudah mulai melakukan persiapan untuk ekspansi ke area Bodetabek. Walaupun UbiFresh dilahirkan di tengah pandemi corona, tapi [bisnis ini] dibuat untuk menjadi suatu lini bisnis yang berkepanjangan [sustainable].” lanjut Glorio.

Terkait persaingan, semua bisnis online grocery menitikberatkan monetisasi pada margin dari setiap transaksi yang didapat. Kehadiran pemain baru yang semakin meramaikan persaingan otomatis akan menghadirkan perang harga yang juga semakin ketat. Sebuah tantangan bagi TravelioMart untuk menjaga keseimbangan antara affordability & quality.

“Dengan margin yang sangat kecil, karena keinginan untuk menjaga affordability & quality—sehingga kami hanya memiliki allowance yang sangat kecil untuk melakukan refund (jika terjadi kerusakan di tahap pengantaran). Maka toleransi kesalahan / margin of error kami sangatlah rendah.” ujar salah satu perwakilan Travelio.

Pada akhirnya, hal ini bukanlah masalah bisnis lama atau baru yang jadi juara, melainkan keberhasilan inovasi untuk menjangkau masyarakat luas.

Muncul Sebagai Industri Agnostik, Indogen Capital Berkomitmen Bantu Investor Masuk Pasar Indonesia

Industri VC terus tumbuh secara signifikan, terkait pasar Indonesia sebagai salah satu yang paling aktif di kawasan Asia Tenggara. Salah satu yang menjadi kontributor adalah Indogen Capital, investor pada sektor agnostik di Asia Tenggara dengan pengalaman operasi yang fokus pada peta persaingan pasar Indonesia.

Dari sisi sumber daya, Indonesia sangat menggugah dengan semua dinamika gaya hidup dan bisnis di dalamnya. Indogen Capital, sebagai VC dengan pengalaman terkait  bisnis keluarga dan jaringan yang kuat, bertujuan untuk menjadi mitra bagi VC asing yang ingin melakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini yang membuat mereka berbeda dari VC lainnya.

Managing Partner Indogen Capital, Chandra Firmanto mengatakan, “Indonesia menjadi yang utama untuk pasar digital, dan kami melihat bahwa Indonesia semakin agresif. Sebagian besar pemain besar bukan lokal, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang budaya dan kebiasaan kita. Saya melihat ini sebagai peluang modal ventura membantu VC asing untuk expand portofolionya.”

Fokus dan target investasi

Sebagai modal ventura, tak ayal profit menjadi tujuan akhir. Meskipun melabeli diri sebagai industri agnostik, Indogen Capital berkomitmen untuk berinvestasi hanya di sektor yang menjanjikan, seperti fintech, gaya hidup (termasuk esports), logistik & e-commerce, AI & Blockchain, dan Edutech.

“Metriknya jelas, harus ada nilai dalam teknologi. Karena itu, lembaga keuangan membutuhkan layanan Anda

Dari segi tahapan, Firmanto mengungkapkan saat ini perusahaan memiliki spesialisasi pada pra-Seri dan Seri A. Mereka hanya menargetkan post-seed, bukan seed karena berisiko tinggi. Namun, ia mengakui bahwa perusahaan juga memiliki pengecualian, terutama pada perusahaan yang melibatkan profesional atau serial entrepreneur.

Targetnya jelas, harus exit, tetapi caranya bisa berbeda-beda. Ada tiga cara exit yang disebutkan oleh Managing Partner Indogen Capital. Pertama, dari IPO. Dalam hal ini, akan ada periode lockdown [6 hingga 1 tahun] untuk sepenuhnya exit. Kedua, exit melalui akuisisi. Hal ini paling mungkin terjadi dengan valuasi yang cukup fleksibel berdasarkan permintaan. Ketiga, adalah jsecondary exit, di mana investor bisa menjual saham yang sudah mapan kepada VC atau investor lain.

Secondary exit ini sangat menarik, ini menjadi alasan mengapa kita harus membangun hubungan yang baik di antara VC,” tambah Chandra.

Portfolio saat ini

Indogen Capital mulai beroperasi pada akhir 2016, ketika Managing Partner, Chandra Firmanto lulus dari bisnis keluarganya lalu memulai sebuah inovasi baru dengan beberapa teman. Mereka mulai berinvestasi sejak 2017 dan berhasil mencatat 18 portofolio hingga saat ini, termasuk platform perdagangan mobil terkemuka di Asia Tenggara, Carsome, dan pasar online produk perancang busana Islam lokal di Indonesia, Hijup. Salah satu yang terbaru adalah platform penyewaan jangka pendek dan manajemen properti, Travelio.

Dari 18 portofolio yang ada, tiga diantaranya sudah exit. Yang pertama adalah Spacemob yang diakuisisi oleh WeWork pada 2017. Kedua, mereka exit dari Clearbridge Health dengan IPO di Singapore Stock Exchange. Terakhir, ada AINO, solusi pembayaran untuk sektor transportasi dan pemerintah di Indonesia yang telah diakuisisi sebagian oleh TIS Corp.

“VC memang sarat kompetisi. Namun, ketika kami menawarkan nilai tambah, kita bisa ubah jadi kolaborasi. Dalam hal ini, kami memiliki jejaring yang kuat dan kemauan untuk hands-on,” ujar Chandra.

exit

Di balik semua kisah sukses, pasti ada pelajaran bermakna. Dalam hal ini, Indogen Capital juga pernah mengalami investasi yang tidak terlalu baik pada salah satu layanan on-demand dalam bidang pekerjaan domestik dan binatu di Indonesia. Masalah ini menjadi rumit ketika membahas rencana masa depan perusahaan. Pada saat itu, kami menyederhanakan skema exit dan terlalu fokus pada hal-hal kecil yang tidak berdampak besar.

“Satu hal penting yang saya pelajari, adalah wajib hukumnya untuk mengkonfirmasi dengan para pemain apakah mereka memiliki keinginan untuk produk atau layanan tertentu dalam ekosistem mereka,” kata Firmanto.

Terkait fundraising

Indogen Capital telah mencetak Fund pertama sebesar US$ 10 juta dengan LP yang terlibat semuanya lokal dan 80% sudah tersalurkan. Saat ini, mereka sedang mengincar dana kedua sebesar US$ 50 juta, akan segera menutup US$ 10 miliar pertama dari jaringan global, seperti Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Mengenai sisa 40 miliar, Firmanto mengatakan tim telah menyediakan ruang untuk perusahaan-perusahaan besar.

Setiap startup memiliki jenis kebutuhan yang berbeda, Indogen Capital mencoba mengakomodasi semua ini melalui investor yang tepat. Itulah alasan di balik dana pertama mereka yang hanya melibatkan LP lokal. Hal ini yang menjadi kekuatan mereka. Para investor datang tidak hanya dari Pulau Jawa tetapi dari seluruh Indonesia.

“Jangan bilang ingin jadi mitra investasi untuk Indonesia jika hanya bisa mendukung yang di pulau Jawa,” kata Firmanto.

Mengenai ticket size, mereka menetapkan sekitar 200-500 ribu pada dana pertama. “Kami bahkan bukan ancaman bagi VC lain. Hal ini lebih kepada untung daripada rugi,” lanjut Chandra.

Pihaknya menyatakan telah melampaui target pengembalian investasi tahunan sebesar tiga puluh persen secara konsisten tahun-ke-tahun. Timnya mengaku sangat agresif ketika menetapkan target 3-5 pengembalian atau return dalam 7 tahun.

 

Indogen Capital is an Industry-Agnostic, Bridging Investors to Indonesian Market

The VC industry continues to grow in its significant way, as the Indonesian market still one of the most crowded in the Southeast Asia region. One of the contributors is Indogen Capital, a sector agnostic investor in Southeast Asia with deep operating experience in the Indonesian market.

In terms of resources, Indonesia is very attractive with all the dynamics in lifestyle and businesses. Indogen Capital, as a VC with family-business background experiences and powerful network, aims to be a value-adding partner for overseas VCs looking to grow in expand into the Southeast Asia market, particularly Indonesia. That is supposedly what makes them different from other VCs.

Indogen Capital’s Managing Partner, Chandra Firmanto said, “Indonesia becomes prime for the digital market, and we see that it’s getting aggressive. Most big players are not local, they didn’t have knowledge of our culture and habit. I see an opportunity for venture capital to help overseas VC to expand its portfolio.”

Investment focus and target

As a venture capital, profit becomes the ultimate goal. Although they claimed to be an industry-agnostic, Indogen Capital commits to investing only in hot sectors, such as fintech, lifestyle (including esports), logistics & e-commerce, AI & Blockchain, and Edutech.

“The metric is clear, there must be value in technology. Therefore, the financial institution needs your service

In terms of stage, Firmanto said the VC is specialized in pre-Series and Series A. They only target post-seed, not the seed level due to high-risk. However, he admits that the company has exceptions, particularly on the organizations that involved professionals or serial entrepreneurs.

The target has always been clear, it’s to exit, but the approach can be different. There are three ways of exit, shared by Indogen Capital’s Managing Partner. First, it’s from the IPO. In this case, there will be lockdown period [6 to 1 year] to fully exit. Second, exit through a major acquisition. This one is likely to happen and valuation is quite flexible based on demand. Third, is a secondary exit, where you can trade established shares to other VCs or investors.

“The secondary exit is very attractive, it is the reason why we have to build a good relationship among VCs,” Firmanto added

The portfolio story

Indogen Capital began operation in late 2016, it’s when the Managing Partner, Chandra Firmanto, has graduated from his family business and initiated something new with some friends. They started to invest in organizations since 2017 and managed to invest in 18 portfolios today, including the leading car trading platform in Southeast Asia, Carsome, and the online marketplace of local Islamic fashion designers’ products in Indonesia, Hijup. The latest one is a short-term rental and property management platform, Travelio.

Among the 18 portfolios, three have exited. The first one is Spacemob which acquired by WeWork in 2017. Second, they exited from Clearbridge Health by IPO on the Singapore Stock Exchange. Last but not least, AINO, a payment solution for transportation and government sectors in Indonesia which partially acquired by TIS Corp.

“VC is indeed a competition. However, when we have added value, it may turn into collaboration. In this case, we have powerful networking and willingness to hands-on,” Firmanto said.

door-1590024_1920

Behind the success stories, there must be lessons learned. In this case, Indogen Capital happened to experience not-so-good investment to one of the on-demand housekeeping and laundry services in Indonesia. It’s a complicated issue concerning future plans. At that time, we simplify our exit scheme and too focused on small matters.

“One thing I learn, the most important is to confirm with the players whether they demand to have certain services in their ecosystem,” Firmanto said.

Fundraising terms

Indogen Capital has closed its first fund at US$10 million with only local LPs involved and already 80% deployed. Currently, they are aiming for US$50 million second fund, soon to close the first US$10 billion from global networks, such as Hongkong, Taiwan, South Korea, and Japan. Regarding the rest billion, Firmanto said the team has reserved space for big corporations from other countries.

Every startup has a different kind of special needs, Indogen Capital tries to accommodate all these through the right investors. That is the reason behind their first fund involved only the local LPs. This is what becomes their strong point. The investors come from not only Java Island but all over Indonesia.

“You cannot be the investment partner for Indonesia if you can only support Java,” Firmanto said.

Regarding ticket size, they set around 200-500 thousand at the first fund. “We’re not even a threat to other VCs. It’s rather an advantage than a disadvantage,” Firmanto continued.

It is said that they have consistently exceeded their annual investment return target of thirty percent year-on-year. The team is very aggressive, they even set a target for 3-5 return in 7 years.

Travelio Announces Samsung Venture as Part of Its Series B Funding

Travelio prop-tech startup today (12/12) has announced new participant for its series B round. The one joining the board of investors is Samsung Venture Investment Corporation. It marks the second investor in this investment – the previous one is Pavilion Capital.

On the first announcement of series B round on mid-November 2019, Travelio has secured capital funds of 253.6 billion Rupiah. This round was led by Pavilion Capital and Gobi Partners. In addition, investors from the previous round also participated, namely Vynn Capital, Insignia Ventures Partners, IndoGen Capital, and PT Surya Semesta Internusa Tbk.

In Indonesia, Travelio is Samsung Venture’s second portfolio. They’re previously involved in Gojek’s series E round in 2018.

Through this announcement, Samsung Venture also mentioned the plan to make more aggressive maneuvers investing in Southeast Asia for more years to come.

“We’re very lucky to have Samsung as one of the shareholders. The history and its capacity will help us manage to be globally recognized and have a good reputation,” Travelio’s Co-Founder & CEO, Hendry Rusli said.

It’s also said that the additional capital from Samsung Venture will be focused to accelerate the company’s growth in 2020. It includes expanding integration and partnership with networks of conglomerates, technology, and electronics ecosystem in Samsung.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Travelio Umumkan Partisipasi Samsung Venture dalam Putaran Pendanaan Seri B

Startup proptech Travelio hari ini (12/12) mengumumkan partisipan baru dalam putaran pendanaan seri B mereka. Kali ini yang bergabung adalah Samsung Venture Investment Corporation. Artinya sudah ada dua investor baru terlibat dalam investasi – sebelumnya ada juga Pavilion Capital.

Pada pengumuman pertama pendanaan seri B pertengahan November 2019, Travelio mendapatkan suntikan modal senilai 253,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Pavilion Capital dan Gobi Partners. Selain Gobi, investor di babak sebelumnya yang turut terlibat adalah Vynn Capital, Insignia Ventures Partners, IndoGen Capital, dan PT Surya Semesta Internusa Tbk.

Di Indonesia, Travelio adalah portofolio kedua Samsung Venture. Sebelumnya mereka terlibat dalam pendanaan seri E Gojek di tahun 2018 lalu.

Bersamaan dengan ini, pihak Samsung Venture juga mengatakan akan bermanuver lebih agresif untuk berinvestasi ke startup Asia Tenggara di tahun mendatang.

“Kami sangat beruntung mendapati Samsung sebagai salah satu pemegang saham. Rekam jejak dan keahlian mereka akan membantu mengarahkan kami menjadi perusahaan yang diakui secara global dan memiliki reputasi baik,” sambut Co-Founder & CEO Travelio Hendry Rusli.

Turut disampaikan, tambahan investasi dari Samsung Venture akan difokuskan untuk mempercepat target pertumbuhan perusahaan di tahun 2020. Termasuk dengan memperluas integrasi dan kemitraan dengan jaringan konglomerat, teknologi, dan ekosistem elektronik yang dimiliki Samsung.

Application Information Will Show Up Here

Startup Proptech di Indonesia, dari Model Bisnis hingga Peta Persaingan

Startup teknologi di bidang properti, atau biasa disebut proptech (property technology), tampaknya tengah mendulang untung di tengah pertumbuhan jumlah masyarakat urban di Indonesia. Mereka coba mengakomodasi kebutuhan akan hunian atau tempat tinggal – paling banyak rumah atau apartemen. Sejauh ini, melihat yang sudah beroperasi di Indonesia, ada beberapa bentuk layanan yang ditawarkan.

Secara umum proptech  sendiri didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi untuk membantu pengguna melakukan pencarian, pembelian, penjualan, dan pengelolaan real estat. Saat ini bentuknya beragam, mulai dari situs listing properti, platform virtual reality untuk meningkatkan pengalaman pengguna, sistem penyewaan, hingga pendanaan properti.

Model bisnis dan layanan

Ditinjau dari visinya, layanan proptech terbagi menjadi tiga kategori. Pertama ialah penggunaan teknologi untuk memberikan sentuhan digital di unit propertinya itu sendiri. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari penerapan sensor internet of things (IoT) hingga sistem pemantauan otomatis memanfaatkan kamera yang dilengkapi kecerdasan buatan.

Di tingkat global, berbagai perangka pendukung untuk smart home sudah banyak diproduksi, contohnya Switchmate yakni saklar pintar yang dapat dikendalikan melalui ponsel. Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Google pun juga mulai memberikan fokus tersendiri untuk kebutuhan ini. Sementara di tingkat pengembang lokal memang belum banyak, namun sudah mulai bermunculan. Salah satunya produk kunci pintar yang diproduksi Sugar Tech.

Kedua ada platform penyewaan, ini jadi yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Mereka mencoba menyederhanakan proses bisnis dari hulu ke hilir. Mulai menyediakan wadah bagi pemilik properti untuk mempromosikan unitnya, memudahkan pengguna untuk menemukan properti sesuai kriterianya – beberapa platform menyediakan jasa konsultasi, hingga menjadi perantara dalam proses penyewaan.

Beberapa platform terkait di antaranya Lamudi, Travelio, Rumah123, 99.co, dan Rumah.com – kendati beberapa sajikan layanan dan fitur berbeda. Misalnya Travelio, berangkat dari layanan penyewaan kamar hotel, kini mereka akomodasi penyewaan rumah, vila, dan apartemen. Tidak hanya mengiklankan unit properti saja, mereka juga membantu pemilik melakukan pengelolaan dan operasional.

Baru-baru ini situs listing indekos Mamikos juga kenalkan layanan baru mereka berjuluk Mamirooms. Konsepnya sama, selain mempromosikan unit kamar yang tersedia, kini mereka membantu pemilik properti untuk melakukan pengelolaan. Termasuk di dalamnya meningkatkan standardisasi properti, operasional, hingga pemasaran.

Model Bisnis Startup Proptech

Model bisnis ketiga mengakomodasi aspek finansial. Mekanisme kredit sejauh ini masih jadi yang paling populer untuk transaksi jual-beli unit real estat. Untuk memudahkan prosesnya, beberapa startup mulai bermain di sana. Mulai dari membantu menyajikan komparasi dan kalkulasi, menjembatani akses kredit dengan perbankan, hingga menyajikan layanan p2p lending untuk membantu pembiayaan.

CicilSewa dan Gradana adalah dua contoh startup di bidang properti yang fokus pada pembiayaan. Layanan yang dihadirkan CicilSewa memberikan talangan untuk pembiayaan properti kepada pengguna. Sementara Gradana manfaatkan skema p2p lending untuk pinjaman kredit properti – termasuk memberikan pinjaman untuk melakukan pembayaran uang muka.

Peta persaingan startup proptech

Awal tahun 2018, pengembang situs properti asal Singapura 99.co resmi mengumumkan akuisisinya terhadap platform lokal Urbanindo. Berbentuk akuisisi penuh, kini tim dan produk Urbanindo dilebur ke dalam layanan 99.co Indonesia. Sejak resmikan kehadirannya di Indonesia, layanan 99.co terus tancap gas jadi platform untuk perantara transaksi jual-beli real estat.

Tak hanya berhenti di sana, pasca dapatkan pendanaan 216 miliar Rupiah, perusahaan jalin kerja sama strategi bersama REA Group, yang sebelumnya terlebih dulu akuisisi iProperty — termasuk di dalamnya platform Rumah 123. Melalui kemitraan tersebut kedua perusahaan bentuk joint venture untuk bersama-sama memenangkan bisnis proptech di Asia Tenggara.

REA turut memberikan investasi 113 miliar Rupiah untuk pengembangan bisnis. Pasalnya operasional bisnis iProperty di Singapura dan Rumah123 di Indonesia akan dikelola bersama. Co-Founder & CEO 99.co Darius Cheung akan memimpin.

Selain dua grup perusahaan tersebut, di Indonesia juga beroperasi unit bisnis milik PropertyGuru. Mereka menjalankan dua situs, yakni Rumah.com dan Rumahdijual.com yang diakuisisi pada akhir 2015 lalu. Di Indonesia, operasionalnya turut didukung konglomerasi EMTEK Group sebagai investor di putaran pendanaan seri D.

Lamudi juga turut jadi pengembang situs listing properti yang mengudara di Indonesia. Mereka hadir sejak tahun 2014. Satu tahun beroperasi, pada tahun 2015 perusahaan melakukan akuisisi platform PropertyKita. Selain di Indonesia, saat ini mereka juga beroperasi di Filipina. Sementara operasional Lamudi di Timur Tengah telah diakuisisi Emerging Markets Property Group pertengahan tahun ini.

Startup proptech di Indonesia

Jika ditarik benang merahnya, dari semua pemain yang memimpin pasar – salah satunya dinilai dari statistik kunjungan dan valuasi perusahaan – merupakan pemain regional. Model bisnisnya serupa, mengedepankan poin “sharing” dibumbui dengan menjual layanan promosi dan pemasaran bekerja sama dengan agen properti.

Pembiayaan properti

Bank BTN menjadi BUMN yang difokuskan untuk pembiayaan properti. Untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas, mereka mengembangkan konsep proptech melalui BTNProperti.co.id yang menyajikan listing lengkap dengan akses pembiayaan. Pada dasarnya situs-situs listing atau marketplace yang dibahas sebelumnya juga memberikan rekomendasi pembiayaan kredit melalui bank-bank yang menjadi mitra. Di Indonesia, hampir semua bank memiliki produk Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

Ingin hadirkan akses menyeluruh, platform asal Singapura CloseBuy Asia Pasific beberapa bulan lalu resmikan kehadiran di Indonesia. Melalui aplikasi mobile, mereka dampingi pengguna memilih unit properti dan akses pembiayaan kredit melalui perbankan mitra. Inovasi yang cukup baru juga dihadirkan pemain lokal Gradana. Seperti disinggung sebelumnya, mereka integrasikan sistem p2p lending untuk pembiayaan, dengan sasaran pengguna dari kalangan masyarakat yang belum terlayani bank (unbankable).

Travelio Announces Series B Funding Worth of 253.8 Billion Rupiah

A technology property (proptech) startup, Travelio, today (11/14) announced series B funding worth of $18 million or around 253.8 billion Rupiah. This round was led by Pavilion Capital and Gobi Partners. Participated also the previous investors, including Vynn Capital, Insignia Ventures Partners, IndoGen Capital, and PT Surya Semesta Internusa Tbk.

Travelio was founded by Hendry Rusli, Christina Suriadjaja, and Christie Tjong, with services of apartment and house rent that is said to reach various cities in Indonesia. The tenants have options for daily, monthly, or yearly stay.

Previously, the company has secured Series A funding in mid-2018 worth of 56 billion Rupiah. This year, they become part of Gojek Xcelerate, a business accelerator program held by Gojek.

The fresh money will be focused on accelerating business growth, with the ambition to be the leading player for the online real estate platform in Indonesia. It is to be realized through marketing improvement, talent acquisition, and the new vertical development to serve tenants and landlords.

The new product is currently in development for interior design platform, tenant’s daily needs, payment transaction, and logistics. The innovative step is necessary for Travelio amidst the tight competition in the related landscape.

Indonesia’s property business dynamic is expanding, following the urban needs of temporary residence. Recently, 99.co decided to create a joint venture with REA Group, signed a synergy with the Rumah123 platform in Indonesia. Previously, 99.co has acquired UrabnIndo and merged the property listing to its service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here