Traveloka Perluas Opsi Penginapan, Sediakan Vila dan Apartemen

Traveloka resmi memperkenalkan “Vila dan Apartemen” sebagai opsi penginapan baru. Traveloka mengklaim sudah menyediakan 240.000 lebih inventori vila dan apartemen dalam platform mereka.

Head of Marketing Accomodation Indonesia Shirley Lesmana mengatakan, fitur baru ini sebenarnya sudah bergulir sejak dua bulan lalu. Shirley mengklaim ada kenaikan pengguna yang cukup signifikan yang disebabkan kemunculan fitur vila dan apartemen.

“Lebih dari 20 persen konsumen vila dan apartemen merupakan pelanggan baru,” ucap Shirley.

Jumlah inventori 240.000 itu tersebar di Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Singapura, Eropa, dan Amerika Serikat. Jumlah vila dan apartemen itu diperkirakan akan terus bertambah seiring bertambahnya permintaan.

Sejatinya opsi penginapan vila dan apartemen sudah ada di Traveloka sejak lama meskipun berada dalam direktori hotel. Shirley menuturkan kebutuhan konsumen yang lebih spesifik terhadap pemesanan vila dan apartemen.

“Kita mendedikasikan khusus karena kita melihat ada kebutuhan konsumen yang menginginkan space yang lebih luas, privacy, lokasi strategis, tapi di saat bersamaan harganya tetap ekonomis. Berangkat dari kebutuhan konsumen yang cukup unik itu kita membuat produk yang kami khususkan yakni Vila & Apartemen,” tutur Shirley.

Vice President Market Management Traveloka John Safenson mengatakan saat ini memang ada pergeseran gaya berlibur dari pelanggan. Kebutuhan itu menurutnya terpantau dari gaya mereka dalam mencari akomodasi.

“Sekarang trennya berubah. Orang mau berlibur ramai-ramai, kongkow, reunian, sambil ngopi di dalam kamar,” imbuh John.

Melengkapi fitur Vila & Apartemen ini, Traveloka menyediakan fasilitas tambahan seperti penjadwalan ulang dan gratis pembatalan.

Penambahan fitur Vila & Apartemen ini menjadikan Traveloka bertarung head-to-head dengan platform lain seperti AirBnB dan Travelio. John meyakini kamar yang mereka jual lebih terjamin kualitasnya.

“Jadi kita memang melakukan standar kualifikasi sebagai standar minimal yang kita yang harus dimiliki oleh villa apartemen itu sebelum dijual di Traveloka,” pungkas John.

Traveloka tercatat sebagai online travel agency (OTA) terbesar di Indonesia serta di Asia Tenggara. Aplikasinya sendiri sudah diunduh hingga 40 juta kali. Tak hanya layanan pemesanan akomodasi, Traveloka juga sudah merambah layanan kuliner lewat TravelokaEats dan layanan hiburan melalui fitur Xperience.

Application Information Will Show Up Here

BRI Jajaki Potensi Investasi ke Traveloka

Sumber kami mengonfirmasi BRI memang sedang menjajaki investasi atau berbagai peluang lain ke Traveloka, namun belum ada keputusan final. Penjajakan ini dimulai dari tersedianya top up Brizzi, peluncuran kartu kredit PayLater, yang berlanjut pada potensi investasi.

Wacana ini diungkapkan Direktur Utama BRI Sunarso, kemarin (24/10). Dia menyebut perseroan mempertimbangkan untuk menyuntik modal ke Traveloka. Ada beberapa opsi yang bakal dilakukan, kerja sama operasi, titip jual produk BRI di aplikasinya, atau ikut ambil kepemilikan saham.

“Nanti kami pilih opsi yang paling optimal, kalau ketiganya optimal, ya kami lakukan semua,” terang Sunarso seperti dikutip dari Kontan.

Tidak dijelaskan berapa nominal yang disiapkan BRI untuk investasi ke Traveloka. Bisa jadi berasal dari alokasi dana tahunan sebesar Rp5 triliun untuk menggelar aksi korporasi.

“Setiap tahun kami mencadangkan dana hingga Rp5 triliun untuk aksi korporasi. Namun apakah dana tersebut akan disalurkan ke satu target (perusahaan) atau ke beberapa (perusahaan) nanti kita lihat.”

Di luar wacana ini, ambisi yang ingin dicapai BRI adalah menjadi perbankan yang kuat di kredit mikro yang dapat melayani rakyat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin.

Sebelumnya, ada wacana untuk membuat perusahaan fintech di bidang kredit, tabungan, hingga pembayaran. Namun bentuk konkretnya masih dipikirkan, entah ditempatkan di anak perusahaan, memiliki sendiri, atau kolaborasi.

BRI sendiri telah mengumumkan pendirian BRI Ventures yang mengelola dana senilai $250 juta (setara Rp3,5 triliun) untuk startup fintech late stage atau Seri A ke atas. BRI Ventures dipimpin oleh Nicko Widjaja.

Yanolja Kembali Terlibat di Putaran Pendanaan Terbaru ZEN Rooms

ZEN Rooms telah mengamankan pendanaan terbaru dari Yanolja, jaringan aplikasi hotel asal Korea Selatan. Yanolja sebelumnya juga telah memiliki sebagian saham ZEN Rooms saat pendanaan pertengahan 2018 silam. Turut terlibat dalam pendanaan kali ini Access Ventures, perusahaan modal ventura yang juga beroperasi di Hongkong dan Korea.

Dengan putaran pendanaan terbaru ini, investor awal ZEN Rooms Asia Internet Holdings (perusahaan joint venture Rocket Internet dan Ooredoo Telecom) tak lagi terlibat dalam kepemilikan saham atau exit. Sementara investor awal lainnya, seperti RedBadge Pasific dan SBI Korea, masih termasuk dalam jajaran investor.

Sebagai salah satu layanan budget hotel, ZenRooms sudah hadir di Indonesia sejak tahun 2015. Dalam perjalanannya di Indonesia, beberapa strategi kolaborasi dan inovasi terus dilakukan setiap tahunnya untuk lebih mendekatkan diri kepengguna dan memberikan kemudahan.

Beberapa inovasi yang dihadirkan antara lain pembayaran melalui Alfamart dan Indomaret dan pembayaran melalui hotel. ZEN Rooms juga tercatat pernah meluncurkan ZEN Home untuk menghadirkan konsep penginapan non hotel.

ZEN Rooms sendiri didirikan oleh Kiren Tanna dan Nathan Boublil. Perusahaan sejauh ini tercatat mengoperasikan 13.000 kamar yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Sejak Yonolja terlibat dalam putaraan pendanaan ZEN Rooms pada pertengahan 2018, perusahaan mengklaim berhasil meningkatkan 400 persen pendapatan.

“Dengan strategi aliansi ini kami bergabung dengan salah satu group perjalanan yang paling inovatif secara teknologi dan pendukungnya yang unik, Booking Holding, untuk menciptakan full-service budget dan mid-range hospitality group di Asia Tenggara. Kami akan dapat menggunakan infrastruktur teknologi kelas dunia di IoT R&D, automasi, hardware dan software untuk semua hotel di Asia Tenggara,” terang CEO ZEN Rooms Nathan Boublil.

Dengan pendanaan ini ZEN Rooms akan lebih agresif melakukan serangkaian strategi dalam upayanya memenangi pasar Asia Tenggara. Di sana ada nama-nama seperti Oyo, Airy, dan RedDoorz yang berlomba-lomba menawarkan layanan terbaiknya.

Pada Juni 2019, Yanolja mengumumkan perolehan dana sebesar $180 juta dari Booking Holdings dan GIC yang membuat valuasi mereka melewati $1 miliar atau menyandang status unicorn.

Application Information Will Show Up Here

Airy Business Menjadi Layanan Unggulan Airy Indonesia

Setelah diperkenalkan akhir tahun 2018 lalu, kini Airy Business telah dipercaya oleh lebih dari 200 perusahaan dengan diperkuat akses reservasi ke 9 ribu rute penerbangan serta lebih dari 20 ribu hotel dan akomodasi di seluruh Indonesia.

Menyasar segmen B2B, platform Airy Business didesain untuk memudahkan perusahaan mengelola rencana perjalanan pegawai hanya dalam satu platform. Layanan yang diklaim menjadi unggulan Airy ini diharapkan bisa memudahkan pengelolaan perjalanan dinas perusahaan dengan sistem pengajuan dan persetujuan berbasis daring serta pelaporan komprehensif secara real time.

“Sebagai startup teknologi, Airy terus berinovasi mengembangkan diri dan menghadirkan solusi perjalanan bagi para traveller, termasuk pengguna perusahaan, serta menguatkan komitmen khusus Airy dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” kata VP Commercial Airy Viko Gara.

Viko menambahkan, Airy Business memberikan efisiensi kepada pengguna karena meringkaskan alur administrasi. Selain itu, Airy Business juga memungkinkan karyawan memiliki kebebasan mengatur perjalanan dinas dan tetap berkesempatan mendapatkan waktu rekreasi, tanpa menyalahi ketentuan perusahaan.

“Dengan keleluasaan tersebut, karyawan bisa selalu terinspirasi dan termotivasi dalam bekerja sehingga produktivitas pun meningkat dan bisnis perusahaan terus tumbuh,” tambah Viko.

Memanfaatkan ekosistem Airy

Selain menyediakan prosedur terintegrasi secara digital bagi karyawan dan manajemen perusahaan untuk pengelolaan biaya perjalanan, Airy Business juga memungkinkan pemesanan moda pesawat serta akomodasi hotel melalui satu kanal yang sama.

Untuk meningkatkan ketersediaan akomodasi, Airy Business juga diperkuat oleh lebih dari 2 ribu properti mitra yang tersebar di lebih dari 100 kota di seluruh Indonesia. Dari segi pembayaran, mereka menawarkan metode yang beragam, mulai transfer bank, kartu kredit, sampai penagihan per bulan ke bagian keuangan perusahaan.

Untuk memudahkan penggunaan, Airy Business dilengkapi dengan dedicated account manager yang dikhususkan menangani tiap pengguna, termasuk dasbor yang menyajikan informasi lengkap jadwal berbagai penerbangan dan hotel. Tidak disebutkan apakah nantinya Airy Business akan menghadirkan aplikasi.

“Lebih dari itu, dengan Airy Business, tim manajemen mudah memonitor pengeluaran perjalanan per departemen menggunakan data real time serta pelaporan secara komprehensif sehingga menciptakan transparansi antara karyawan dan perusahaan,” kata Viko.

Perkuat Bisnis di Indonesia, OYO Siapkan Dana Investasi 4,2 Triliun Rupiah

OYO mengumumkan komitmen baru dalam investasi mereka di Indonesia menjadi US$300 juta atau setara 4,2 triliun Rupiah. Komitmen anyar ini diumumkan setelah keberhasilan perusahaan menembus 5 juta pelanggan sepanjang 2019 ini.

Pendiri dan CEO OYO Ritesh Agarwal menyampaikan langsung sejumlah pencapaian yang sudah mereka peroleh selama beroperasi di Indonesia. Ritesh mengatakan, saat ini OYO sudah menggandeng 1.000 hotel dan 27.000 kamar di 100 kota di Indonesia. Ia menyebut angka itu tercapai lebih cepat dari target mereka yakni satu tahun.

“Kami pernah menyampaikan bahwa kita akan berinvestasi US$100 juta pada tahun lalu. Sekarang kami akan memperbarui investasi itu menjadi US$300 juta berkaca dari kesuksesan kita di sini,” ucap Ritesh.

Country Head OYO Indonesia Rishabh Gupta menjelaskan, tambahan investasi US$200 juta itu dianggarkan untuk satu tahun ke depan. Menurutnya, dana itu akan digunakan utamanya untuk revitalisasi bangunan hotel dan pelatihan staf yang tersebar

Country Head of Business Development OYO Indonesia Agus Hartono Wijaya turut menambahkan, pengucuran investasi itu diputuskan karena mereka menyadari ada cukup banyak hotel di sejumlah kota yang kualitasnya di bawah standar. Renovasi jadi langkah prioritas mereka untuk menarik pelanggan.

Let’s say okupansi mereka di bawah 50 persen misalnya. Justru itu value OYO untuk meningkatkan okupansi mereka jadi di atas 50 persen. Bagaimana caranya ya dengan direnovasi dulu,” imbuh Agus.

Perbedaan akses dan infrastruktur suatu daerah turut berpengaruh pada kualitas hotel yang beragam. Disparitas kualitas hotel inilah yang hendak diselesaikan oleh OYO lewat tambahan investasi mereka.

Fokus di timur

Salah satu fokus ekspansi OYO di Indonesia berada di wilayah timur. Potensi wisata yang besar dan industri perhotelan yang masih berkembang di sana jadi alasan OYO membidik ke sana.

Kendati demikian, upaya ekspansi itu tak akan mudah karena gairah bisnis perhotelan di sana sedang lesu.

Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani mengutarakan, tingkat okupansi hotel di kawasan timur merosot 30 persen. Serupa dengan data PHRI, Badan Pusat Statistik pun mencatat penurunan tingkat hunian hotel berbintang pada Maret 2019 sebesar 4,21 poin menjadi 52,89 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Haryadi menyebut kenaikan harga tiket pesawat jadi penyebab utama hal itu terjadi.

Kendati demikian, Rishabh meyakini kenaikan harga tiket pesawat tak begitu berpengaruh pada industri perhotelan. Di samping upaya pemerintah Indonesia yang terus membenahi infrastruktur pariwasata, pihaknya juga terus berinvestasi untuk memperbaiki kualitas pelayanan hotel yang bekerja sama dengan OYO.

“Lagipula orang Indonesia tidak hanya berwisata melalui pesawat, banyak juga yang pakai infrastruktur darat seperti kalau ke Bandung atau Yogyakarta. Bagi OYO, okupansi hotel tidak terdampak oleh kenaikan tiket pesawat,” cetus Rishabh.

Program OPEN untuk pemilik aset

Pada saat yang sama, OYO juga meluncurkan OPEN yang ditujukan untuk mitra pemilik aset. Sederhananya, program ini merupakan wadah bagi para pemilik aset untuk bertukar ide, informasi, dan lainnya yang dapat menunjang bisnis.

Dalam program itu OYO berkomitmen untuk membagi hasil pendapatan tepat waktu, memberikan akses pembiayaan yang terjangkau, membantu pemasaran hotel, dan menyediakan teknologi sebagai solusi untuk pemilik hotel.

RedDoorz Kantongi Pendanaan Seri C Senilai Hampir Satu Triliun Rupiah

Bertujuan memperkuat posisinya sebagai platform pemesanan dan manajemen hotel terbesar di Asia Tenggara, RedDoorz mengantongi pendanaan Seri C senilai US$ 70 juta (mendekati satu triliun Rupiah). Putaran pendanaan kali ini dipimpin Asia Partners dengan partisipasi dua investor baru, Rakuten Capital dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund. Investor sebelumnya, Qiming Venture Partners dan International Finance Corporation (IFC) juga kembali memberikan dukungannya dengan ikut berpartisipasi.

RedDoorz akan menggunakan pendanaan ini untuk masuk ke pasar baru dan memperkuat posisi kepemimpinannya di kawasan Asia Tenggara dengan mengembangkan berbagai hal seperti teknologi, pengalaman pelanggan, sumber daya manusia serta investasi pemasaran. Sebagian besar hasil pendanaan putaran ini akan digunakan untuk membangun pusat teknologi di Vietnam yang akan melengkapi pusat teknologi regional di India.

Selain mengembangkan teknologi, RedDoorz juga berencana meningkatkan kualitas staf hotel dan program pelatihan bekerja sama dengan mitra hotelnya di Singapura, Indonesia, Vietnam dan Filipina. Secara total jumlah tenaga kerjanya mencapai sekitar 10.000 orang di seluruh kawasan tersebut. RedDoorz mengklaim telah berhasil tumbuh lima kali lipat hingga bulan ini dengan jangkauan 52 kota di 4 negara Asia Tenggara. Mereka menargetkan satu juta pemesanan hingga akhir tahun.

Sebelumnya RedDoorz telah mengantongi $45 juta (630 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri B. Raksasa media Indonesia MNC Group merupakan salah satu investor baru yang memberikan investasinya untuk platform pemesanan online hotel bujet ini. Dengan adanya pendanaan Seri C ini, RedDoorz telah mengumpulkan pendanaan $140 juta (hampir 2 triliun Rupiah) sejak peluncuran pertamanya di tahun 2015.

“Kami menyambut dengan baik bergabungnya para investor baru yang berpengalaman dengan misi membangun RedDoorz sebagai brand perjalanan terjangkau dengan dukungan teknologi terdepan di Asia Tenggara. Babak baru pendanaan ini merupakan bukti pertumbuhan bisnis kami yang kuat dan posisi kepemimpinan pasar yang mampu kami bangun selama beberapa tahun terakhir. RedDoorz beroperasi di beberapa pasar paling dinamis di dunia dan kami melihat peluang yang luar biasa untuk terus mengembangkan platform kami dan berekspansi ke pasar baru,” kata CEO RedDoorz Amit Saberwal.

Application Information Will Show Up Here

Melihat Masa Depan Marketplace Umrah di Indonesia

Menurut data Kementerian Agama, jumlah jamaah yang telah berangkat dan menunaikan ibadah umrah sekitar 1,1 juta orang di tahun 2018 dan diprediksikan terus naik untuk tahun ini. Ibadah umrah, sesuai ketentuannya, harus difasilitasi agen perjalanan yang terdaftar di Kementerian Agama dan Kedutaan Arab Saudi serta tergabung dalam organisasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),

Sesuai dengan perkembangan zaman, mulai bermunculan marketplace OTA (online travel agent) yang memfasilitasi pembelian paket umrah secara online. Sebagai marketplace, mereka tidak membuat paket dan keagenan tersendiri.

Secara persentase, jumlah yang difasilitasi melalui marketplace terbilang masih kecil, tetapi melihat tren anak muda yang makin tertarik dengan wisata umrah, sesungguhnya potensinya cukup menarik di masa depan.

Kemkominfo baru-baru ini mengajak dua startup unicorn populer, Traveloka dan Tokopedia, untuk memudahkan pembelian paket umrah dari para agen secara online. Meski sempat terjadi polemik, sesungguhnya keduanya tidak terjun langsung mengurusi kegiatan ini.

PR Director Traveloka Sufintri Rahayu menyebutkan, “Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk membantu memudahkan lebih banyak orang Indonesia agar dapat melaksanakan ibadah umrah. Kami berharap ke depannya, dengan adanya kemudahan pada digitalisasi perjalanan umrah, akan semakin banyak orang Indonesia yang dapat melaksanakan ibadah umrah.”

Baik Tokopedia msaupun Traveloka akan melakukan koordinasi dengan Kemenag dan Kemkominfo.

“Tentunya dalam pelaksanaan diskusi ini, tim terkait juga akan bekerja sama dan bermitra dengan PPIU sebagai stakeholder utama dari bisnis perjalanan umrah sebaik mungkin agar dapat menciptakan pengalaman umrah yang mudah dan nyaman bagi masyarakat Indonesia,” lanjut Sufintri.

Sinergi dan kompetisi

Layanan marketplace umrah yang sudah hadir di Indonesia, seperti Pergiumroh, Kitaumroh dan Umroh.com menyambut baik masuknya Tokopedia dan Traveloka ke ranah bisnis yang sudah mereka jalankan ini. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang diharapkan menjadi perhatian untuk persaingan dan kolaborasi ke depannya.

Menurut Commercial Manager Umroh.com Lia Firdausy, teknologi dan pasar milenial saat ini, menjadi peluang yang makin banyak dilirik oleh pemain serupa. Tidak heran jika Traveloka dan Tokopedia mencoba menawarkan layanan serupa. Suatu saat, kalangan milenial ini bakal menjadi peserta umrah paling banyak.

“Era milenial memang tidak bisa lepas dari perkembangan digitalisasi, begitupun industri umrah nantinya, Mau tidak mau semua harus bisa saling bersinergi. Tapi perlu diingat, tidak mudah mengadaptasi industri yang sudah besar pasarnya dan pelakunya ke dalam industri digital seperti umrah. Butuh kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak.”

Sementara itu, COO Pergiumroh Abul Almaujudy menyebutkan, marketplace bisa memosisikan diri sebagai mitra para travel agent yang telah tergabung dalam PPIU. Jika layanan tersebut menyajikan produk milik sendiri, kecil kemungkinannya untuk bisa meluncurkan layanan secara independen. Marketplace dapat memberikan pengalaman yang lebih nyaman bagi mereka yang terbiasa melakukan transaksi online. Pasar offline yang selama ini telah jamak dilakukan travel agent tetap berjalan seperti biasa.

“Kalaupun secara undang-undang, marketplace umrah belum ada tempatnya, ya sebaiknya para pemangku kepentingan industri ini duduk bersama untuk merumuskan aturan mainnya. Digital adalah keniscayaan, tak bisa dibendung.”

Ia menambahkan, apa pun bentuk layanan yang nantinya akan dihadirkan Tokopedia dan Traveloka, Pergiumroh akan tetap menyambut terhadap segala inisiasi yang memang tujuannya membuat umrah makin bisa diakses oleh semakin banyak orang dengan aman, nyaman, dan mengedepankan semangat kolaborasi.

Nama besar startup unicorn juga disebutkan CMO Kitaumroh Eka Ananda Mumpuni sebagai hal positif untuk industri layanan umrah berbasis online ke depannya. Kehadiran dua unicorn ini diprediksikan akan semakin memacu persaingan. Dengan demikian layanan marketplace menjadi lebih kompetitif.

“Kami yakin adanya persaingan ini menjadikan kita semakin berinovasi dan terus berusaha menciptakan nilai tambah untuk para calon jamaah agar bisa bersaing dan memberikan pengalaman terbaik untuk para calon jamaah yang ingin melakukan ibadah umrah.”

Tantangan

Masih sulitnya menjalankan bisnis umrah menjadi salah satu alasan mengapa marketplace online belum saatnya bersaing dengan pemain lainnya. Menurut Lia, travel agent konvensional masih bisa bertahan dari gempuran OTA, karena banyak dipaketkan melalui wholesale (grosiran) berharga rendah karena mempunyai jatah kamar yang akan dialokasikan selama setahun.

“Saya melihat tiga tahun ke depan marketplace umrah masih banyak tantangannya. […] Masih harus gain trust dari publik untuk pembayaran online, apalagi setelah kasus penipuan beberapa waktu yang lalu. Platform online juga kerap hanya dijadikan sebagai wadah pembanding dan mencari informasi. Pada akhirnya lebih banyak orang yang melakukan transaksi secara offline.”

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menumbuhkan kepercayaan di kalangan masyarakat dan menghadirkan paket ibadah yang bervariasi dengan harga terjangkau. Mengingat dana yang digunakan untuk beribadah tidak kecil, membangun kepercayaan adalah tantangan paling berat dan paling penting.

Hal senada diungkapkan Eka. Menurutnya, kepercayaan menjadi faktor yang sangat krusial di industri religi. Faktor lain adalah produk yang baik dan menjawab kebutuhan masyarakat yang akan berimbas kepada loyalitas. Loyalitas pelanggan akan termanifestasi menjadi banyaknya user base, sebuah metrik esensial untuk startup.

“Kegiatan pemasaran juga wajib untuk diperhatikan. Tren marketing dewasa ini mengalami transisi ke marketing kreatif. Dengan sumber daya yang relatif terbatas pun [tapi] dengan cara pemasaran yang tepat, maka exposure yang masif bisa didapat, sehingga touch point terhadap pelanggan akan makin meningkat.”

Makin dewasanya konsumen, dalam hal adopsi teknologi, cukup membantu pemain marketplace umrah menawarkan layanan mereka.

Agar unggul, salah satu penawaran yang bisa dilancarkan adalah memberikan opsi produk yang bervariasi, misalnya bundling dengan perjalanan wisata lain dan skema pembiayaan bermacam-macam.

“Saya melihat saat ini pemahaman dan kepercayaan masyarakat semakin tinggi jumlahnya mengenai pembelian paket umrah melalui marketplace. Kalau ditanya mengenai kemungkinan, bisa mencapai 20% transaksi melalui marketplace dalam waktu tiga tahun ke depan, maka jawabannya sangat bisa dan mungkin,” tutup Almaujudy.

MNC Group Jadi Investor Baru RedDoorz di Pendanaan Seri B

RedDoorz mengumumkan telah berhasil mengantongi US$45 juta (630 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri B. Raksasa media Indonesia MNC Group merupakan salah satu investor baru yang memberikan investasinya untuk platform pemesanan online hotel bujet ini.

Sejumlah investor turut serta dalam pendanaan kali ini, dengan VC asal Shanghai, Tiongkok, Qiming Venture Partners menjadi lead investor-nya. Turut berpartisipasi adalah Jungle Ventures, International Finance Corporation, dan Susquehanna International Group (SIG).

RedDoorz berencana memakai suntikan dana ini untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar Asia Tenggara.

“Pertumbuhan kita selama 2018-2019 eksponensial. Ini waktu yang penting bagi kami saat kami ingin memasang standar baru dalam segmen penginapan yang terjangkau di Asia Tenggara,” ujar pendiri sekaligus CEO RedDoorz, Amit Saberwal, seperti dilansir dari e27, Senin (29/7).

Presiden Direktur MNC Group David Fernando Audy menilai, model bisnis yang terukur dan solusi yang tepat menjadi kunci RedDoorz seiring pertumbuhan industri pemesanan online pariwisata terus meningkat.

“Kami akan terus mendukung RedDoorz untuk membesarkan namanya di Indonesia dan luar negeri,” ucap David.

Suntikan dana segar ini membuka kemungkinan baru bagi RedDoorz untuk bersaing dengan para kompetitornya, terutama pemain besar lain, seperti Oyo, yang didukung investor besar macam SoftBank. Oyo belum lama membeberkan ekspansi terbaru ke lebih 100 kota di Indonesia dengan investasi sekitar $100 juta untuk lima tahun ke depan.

RedDoorz mengklaim telah berhasil tumbuh lima kali lipat hingga bulan ini dengan jangkauan 52 kota di 4 negara Asia Tenggara. Mereka menargetkan satu juta pemesanan hingga akhir tahun.

Application Information Will Show Up Here

 

Traveloka Dikabarkan Tengah Cari Pendanaan Baru Senilai 7 Triliun Rupiah

Startup unicorn Traveloka dikabarkan tengah dalam diskusi untuk mendapatkan pendanaan baru. Nilai yang ditargetkan mencapai $500 juta (setara lebih dari 7 triliun Rupiah) dan akan membawa valuasi perusahaan di angka $4,5 miliar.

Kabar yang dilaporkan oleh WSJ tersebut turut memaparkan mengenai rencana Traveloka untuk meningkatkan ekspansi regional. Belum ada informasi mengenai calon investor yang akan berpartisipasi, dikatakan oleh sumber akan segera “ditutup” beberapa bulan mendatang.

Terakhir, berita tentang putaran pendanaan baru Traveloka tersiar di April 2019 lalu dalam private equity round, dipimpin oleh GIC (Government of Singapore Investment Corporation), konon nilainya $450 juta. Sehingga ada kemungkinan $500 juta tersebut bagian dari penutupan putaran ini.

Inisiatif fundraising Traveloka juga sudah tersiar sejak tahun lalu. Pada awalnya ditargetkan mendapatkan dana $400 juta.

Secara layanan, startup yang didirikan Ferry Unardy, Derianto Kusuma dan Albert Zhang tersebut memang sudah tersedia di beberapa negara. Selain Indonesia, ada Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Australia yang menjadi fokus pangsa pasar bagi mereka. Termasuk untuk layanan terbarunya Xperience yang akhir-akhir ini terlihat sangat digenjot penetrasinya.

Tidak hanya sekadar memfasilitasi layanan transportasi, kini perusahaan mulai ingin memaksimalkan pengalaman bepergian secara menyeluruh. Bulan lalu, Traveloka memimpin pendanaan seri B untuk PouchNATION. Aksi korporasi tersebut digadang-gadang sebagai salah satu strategi masuknya “disrupsi” di bisnis hiburan — kedua perusahaan akan mengintegrasikan platform.

Application Information Will Show Up Here

Karikatour as Middleman App for Tourists and Professional Guides

Another tour and travel startup has arrived. It is Karikatour, created in order to facilitate tourists with the best guides.

Karikatour was founded since late 2018 by five Politeknik Bandung alumni. The CEO, Ryan Nurrochman told us, the idea comes up when they got lost in Sukabumi. Back home, he and his friends create a small research and the result is that no application related to tour and travel allows the users to get professional guides.

“We’ve done research and found no application such Gojek that in this case, looking for guides and destinations. The other app just offers recommendation without interaction,” he said.

Few times he mentioned that the app works similar to Gojek system. If what Gojek does is connecting drivers with passengers, Karikatour makes it happened between tourists and professional guides, also, they can provide transportation and photography service for its users.

However, the guides are limited. Ryan said there are only 5-10 professional guides providing services around Bandung. He finds the number is too small that he decided to add up by the end of this year.

Having a similar business model with Gojek, Karikatour applied the same profit-sharing system to gain revenue. They’ll take 10% of the transactions on the platform.

“This year’s target is to have full coverage in West Java, not only Bandung, and acquire up to 100 guides for the next year we can reach out to Yogyakarta and Malang,” he added.

To date, Karikatour still running bootstrap. They’re looking for funding somehow, by making it into incubator and accelerator program.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here