Traveloka Mungkin Telah Akuisisi Rivalnya Pegipegi Awal Tahun Ini

Pada Januari 2018, Recruit Holdings Jepang, perusahaan induk dari Pegipegi (Indonesia), Mytour (Vietnam), dan TravelBook (Filipina) telah melepaskan ketiga perusahaan ke perusahaan cangkang yang berbasis di Singapura Jet Tech Innovation Ventures Pte Ltd (Jet Tech). Setelah ditelusuri, Jet Tech ternyata berkaitan dengan Traveloka, salah satu startup OTA terkemuka di Asia Tenggara.

Recruit Holdings memutuskan untuk menjual bisnis perjalanan online-nya karena pasar yang kompetitif dari bisnis OTA di wilayah tersebut. Mereka kembali fokus ke bisnis intinya, yaitu mengembangkan produk SaaS tenaga kerja. Perusahaan belum lama ini telah mengakuisisi Glassdoor, portal pencarian kerja terkemuka asal Amerika.

Menurut ‘Pemberitahuan Perubahan’ dari Recruit Holdings, ketiga perusahaan tersebut dijual seharga $66,8 juta (lebih dari 900 miliar rupiah). Di informasi tersebut, Hendrik Susanto terdaftar sebagai Direktur Jet Tech. Hal ini menjadi petunjuk pertama hubungan antara Jet Tech dan Traveloka.

Susanto saat ini menjabat sebagai Chief Strategy and Investment Officer Traveloka. Sebelum bergabung dengan Traveloka pada bulan September 2017, ia bekerja di bisnis manajemen investasi selama lebih dari 20 tahun. Posisi terakhir yang ia tempati adalah CEO Ancora Capital Management.

Jet Tech didirikan pada pertengahan tahun 2017. Bukan hal yang mengagetkan ketika kami mengetahui bahwa Jet Tech dan Traveloka Pte Ltd berlokasi di alamat yang sama di Singapura.

Penelusuran singkat di LinkedIn mengungkapkan bahwa “karyawan” Jet Tech termasuk Kevin Sandjaja dan Serlina Wijaya. Keduanya sekarang menjabat sebagai pemimpin Pegipegi, yaitu masing-masing sebagai CEO dan Head of Marketing. Sebelumnya, mereka bekerja untuk Traveloka, Kevin sebagai Product Manager sedangkan Serlina menjadi bagian tim Marketing dan Analytics.

Dalam jajaran petinggi Mytour Vietnam, kami menemukan setidaknya dua karyawan Traveloka dalam tim. Satu orang memimpin tim Marketing, sementara yang lain berfungsi sebagai Konsultan Teknologi.

Sebagai platfom OTA terkemuka di kawasan ini, Traveloka kini telah tersedia di 6 negara Asia Tenggara. Perusahaan dikabarkan tengah dalam penjajakan pendanaan senilai $400 juta (sekitar 6 triliun Rupiah) dari GIC Singapura dengan valuasi $4 miliar (60 triliun Rupiah).

Belum lama ini, mantan CTO dan Co-founder perusahaan Derianto Kusuma, memutuskan hengkang demi membangun bisnis yang berbeda.

Menurut survei OTA dari DailySocial (2018), Traveloka adalah layanan OTA paling populer di Indonesia, sementara Pegipegi menjadi yang populer ke-3. Pada tahun 2016, penjualan bersih Pegipegi mencapa lebih dari 424 miliar rupiah.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Traveloka May Have Acquired Rival Pegipegi Early This Year

On January 2018, Japan’s Recruit Holdings, the parent company of Pegipegi (Indonesia), Mytour (Vietnam), and TravelBook (Philippines) have divested the companies to Jet Tech Innovation Ventures Pte Ltd (Jet Tech), a Singapore-based shell company. Later we understand that Jet Tech may relate to Traveloka, Southeast Asia’s leading OTA startup.

Recruit Holdings decided to sell its online travel business because of the competitive market of OTA business in the region. It refocuses into its core business, maintaining SaaS HR product. The company recently acquired US-based leading job-related portal Glassdoor.

According to Recruit Holdings’ Notification of Change, the three companies are sold for $66.8 million (more than 900 billion Rupiah). Hendrik Susanto is listed as Jet Tech’s Director. This is the first clue that lead to relation between Jet Tech and Traveloka.

Susanto is currently served as Traveloka’s Chief Strategy and Investment Officer. Before joining Traveloka in September 2017, he was in the investment management industry for more than 20 years. His last position was the CEO of Ancora Capital Management.

Jet Tech was founded in the mid 2017. It’s not a surprise we figure out that Jet Tech and Traveloka Pte Ltd’s registered address in Singapore are located at the same address.

A little investigation in LinkedIn reveals that “employees” of Jet Tech include Kevin Sandjaja and Serlina Wijaya. Both are now leading Pegipegi as CEO and Head of Marketing respectively. Previously they’re working for Traveloka, Sandjaja as Product Manager, while Wijaya was in Marketing and Analytics.

In Mytour Vietnam, we found out at least two Traveloka employees currently helping the team. One is leading the Marketing department, while the other serves as Tech Advisor.

As the leading OTA platform in the region, Traveloka has been available in 6 Southeast Asian countries. The company is said to be looking to raise $400 million funding from Singapore’s GIC with $4 billion valuation.

Recently, company’s former CTO and co-founder, Derianto Kusuma, has decided to left the company to build new non-competing business.

According to DailySocial’s OTA survey (2018), Traveloka is the most popular OTA service in Indonesia, while Pegipegi is the 3rd most popular. Pegipegi’s net sales in 2016 reached more than 424 billion Rupiah.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Rencana RedBus Pasca Meresmikan Kehadiran di Indonesia

Aplikasi pemesanan tiket bus asal India, RedBus, bakal mengembangkan lebih banyak solusi atas permasalahan yang terjadi di industri transportasi khususnya bus. Hal itu dilakukan pasca perusahaan meresmikan kehadirannya di Indonesia. Disebutkan isu pembayaran online dan edukasi operator bus jadi kendala utama yang akan dihadapi.

Country Head RedBus Indonesia Danan Christados menuturkan, sistem pembayaran online di Indonesia lebih kompleks dibandingkan negara lainnya yang sudah dihadiri perusahaannya. Oleh karena itu, mengintegrasikan banyak opsi pembayaran menjadi hal utama yang perlu dilakukan agar pengguna semakin nyaman.

“Tantangan besar lainnya adalah meyakinkan operator bus konvensional dan shuttle untuk mendigitalkan investaris mereka dan membuat mereka sadar bagaimana transformasi bisnis ke online benar-benar dapat mengubah bisnis,” ucapnya kepada DailySocial.

Tantangan inilah yang membuat RedBus baru meresmikan kehadirannya, meski secara operasional sudah dimulai sejak tahun lalu. Perusahaan akan terus berinovasi dan memberikan solusi yang relevan dari bisnis RedBus di luar negeri untuk pasar Indonesia. Pada saat yang bersama fitur spesifik akan dibuat untuk melayani Indonesia.

Ia mencontohkan fitur yang masih digodok oleh tim adalah navigasi ke terminal boarding dan melacak lokasi bus secara real time lewat GPS. RedBus juga menyiapkan platform analisis pasar dan permintaan, serta solusi manajemen bagi hasil buat para operator bus.

“Dilihat dari conversion rate, sekarang kami yakin untuk memberikan pengalaman terbaik kepada pelanggan. Oleh karena itu kami sudah selesai melewati tahap beta dan mengumumkan peluncuran penuh kami di Indonesia.”

Danan memastikan salah satu layanan RedBus yang sudah hadir di luar negeri, yakni Red:Hotel, bakal diboyong ke Indonesia dalam waktu dekat. Red:Hotel adalah layanan OTA untuk pemesanan hotel secara online. Selain Red:Hotel, unit bisnis RedBus lainnya yang sudah ada di luar negeri adalah Red Hire untuk rental bus dan Pilgrimages untuk paket tur.

“Kami sepenuhnya berkomitmen untuk mengubah ekosistem bus di Indonesia. Kami ingin mengembangkan pasar Indonesia dengan pola pikir seperti itu.”

Layanan RedBus di Indonesia

RedBus
RedBus

Danan menyebut RedBus telah bermitra dengan lebih dari 110 operator bus dan shuttle seperti Sinar Jaya, Nusantara, PO San, Agra Mas, Putera Mulya, Alloy, dan NPM. Dengan kemitraan ini, RedBus dapat melayani permintaan pengguna yang sebagian besar dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Tidak hanya rute jarak panjang, ada minat yang besar dari rute pendek seperti Jabodetabek ke Bandung serta Joglo Semar (Yogyakarta, Solo, Semarang). Secara total ada 1400 rute unik yang menghubungkan lebih dari 150 kota di Indonesia.

Ditargetkan sampai akhir tahun depan, RedBus dapat melipatgandakan jumlah mitra menjadi sekitar 200 operator bus. Dari angka itu, diperkirakan perusahaan dapat menjual 200 ribu kursi setiap harinya dari saat ini hanya 70 ribu kursi.

“Lebih dari 50% penjualan kami datang dari aplikasi RedBus versi Android. Semangat kami sampai sekarang adalah fokus perbanyak inventaris sebanyak mungkin dan menyempurnakan produk demi memenuhi kebutuhan pengguna.”

Pembayaran tiket di RedBus dapat dilakukan lewat transfer bank, GoPay, dan Alfamart. Disediakan pula opsi kartu kredit dan debit, namun peminatnya masih minim. Setelah melunasi pembayaran, pengguna dapat memperoleh tiket bus melalui SMS tanpa perlu mencetaknya ketika naik bus.

RedBus beroperasi di enam negara termasuk India, Kolombia, Malaysia, Peru, dan Singapura. Aplikasi telah diunduh lebih dari 32 juta kali dan melayani lebih dari 18 juta pelanggan di seluruh dunia. Diklaim Redbus telah menjual lebih dari 170 juta tiket bus.

“Dari berbagai dukungan dari mitra operator dan pemerintah terhadap industri moda bus, juga pemain seperti RedBus, kami meyakini Indonesia akan jadi pasar terbesar dalam dua tahun ke depan,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Sajikan Layanan Pesan Tiket dan Fasilitas Wisata, Klook Hadir di Indonesia

Klook, yang dikenal sebagai platform pemesanan paket perjalanan secara online berusaha menyuguhkan pengalaman terbaik bagi penggunanya di Indonesia. Pengalaman-pengalaman yang dimaksud termasuk memudahkan pemesanan, transaksi, dan perjalanan dengan rekomendasi paket perjalanan hingga akses bebas hambatan pada saat masuk ke tempat wisata.

Startup asal Hongkong tersebut sudah mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 2016. Dengan pangsa pasar yang cukup besar, Klook mencoba menarik hati generasi millennials dengan menyuguhkan tips yang bisa membuat perjalanan mereka lebih nyaman dan juga tips untuk menghemat biaya selama perjalanan.

Klook memiliki beberapa fitur unggulan untuk memanjakan penggunanya, di antaranya bisa memudahkan mendapatkan transportasi lokal dan menyewa modem yang bisa digunakan bersama.

“Klook berkomitmen untuk memberikan wisatawan akses yang mudah, cepat, dan nyaman untuk menikmati berbagai aktivitas populer di negara-negara tujuan wisata di seluruh dunia. Misalnya Jepang, salah satu dari negara tujuan favorit wisatawan Indonesia, Klook menawarkan berbagai pilihan yang menarik bagi millenials Indonesia seperti tiket transportasi lokal yang akan dikirimkan ke rumah sebelum melakukan perjalanan,” Head of Marketing Southeast Asia Klook, Marcus Yong.

Di Indonesia Klook berhadapan dengan pesaing-pesaing di industri OTA, termasuk dengan unicorn Traveloka, yang kini memiliki bisnis luas karena juga menawarkan pembelian tiket pesawat, kereta, hotel dan layanan-layanan perjalanan lainnya.

Dari laporan yang dikeluarkan Google dan Temasek baru-baru ini sektor online travel Indonesia merupakan sektor yang cukup menjanjikan. Di tahun ini nilai bisnis sektor online travel diperkirakan mencapai $30 miliar dan menjadi yang terbesar di lanskap digital.

Potensi ini yang tampaknya sedang coba dimanfaatkan oleh Klook dengan segenap jaringan travel, kemampuan fitur, dan pengalamannya selama ini . Saat ini dengan dukungan lebih dari 800 karyawan di 16 kantor di seluruh dunia, Klook menawarkan 60.000 paket perjalanan untuk lebih dari 250 tujuan.

“Berbagai keunggulan fitur dan penawaran yang Klook sediakan dapat memberikan pengalaman berlibur terbaik bagi penggunanya. Melalui program #KlookinLiburanmu kami berharap dapat menginspirasi wisatawan lainnya untuk menjadikan Klook sebagai partner andalan dalam mempersiapkan proses pemesanan yang aman serta aplikasi yang menemani perjalanan liburan agar para wisatawan mendapatkan pengalaman berlibur yang berkesan,” terang Marcus.

Salah satu upaya Klook untuk menjaring lebih banyak pengguna adalah dengan memberikan diskon di momen liburan.

Application Information Will Show Up Here

LapakTrip Ingin Bantu Agen Perjalanan Konvensional Adopsi Teknologi

Semakin maraknya dinamika layanan OTA di Indonesia membuat perusahaan travel agent mulai kesulitan untuk bersaing, khususnya karena keterbatasan penerapan teknologi. Melihat permasalahan tersebut, LapakTrip hadir menawarkan solusi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan travel agent saat ini.

“Ide situs LapakTrip sendiri berawal dari melihat semakin tergerusnya bisnis agen travel konvensional yang tidak dapat bersaing di era digital ini dengan menjamurnya Online Travel Agents (OTA), serta ketidakpahaman mengenai teknologi ataupun tidak mempunyai dana marketing yang mumpuni untuk dapat bersaing dengan para raksasa,” kata Senior Business Development Manager LapakTrip Hendry Prianto kepada DailySocial.

Cara kerja LapakTrip

Dengan menjadi mitra, para agen travel konvensional berkesempatan menjual produk-produk perjalanan yang mereka miliki secara online di situs LapakTrip. Produk ini kemudian didistribusikan kembali ke pihak ketiga. Saat ini ada tiga partner besar yang akan menjadi saluran distribusi produk-produk LapakTrip. Dua perusahaan berbasis di Indonesia dan satu perusahaan di Taipei.

“Saat ini belum dapat kami berikan detailnya karena masih dalam tahap review perjanjian komersial kedua belah pihak,” kata Hendry.

Untuk memudahkan mitra atau supplier LapakTrip mengakses platform, mereka dapat menggunakan beberapa fitur unggulan. Contoh fitur yang tersedia adalah Widget yang dapat dipasang di berbagai situs.

Kemudian tersedia WebApps Builder. Masih dalam tahap pengembangan, nantinya para mitra LapakTrip dapat memiliki situs sendiri atau aplikasi mobile dengan domain mereka sendiri. Transaksi akan di-handle payment gateway milik LapakTrip.

“Komisi yang kami ambil dari mitra LapakTrip adalah di rentang 12%-18% dari setiap transaksi. Begitu WebApps Builder kami selesai, kami akan berlakukan model SaaS (software-as-a-service). Untuk angkanya masih belum final saat ini,” kata Hendry.

Target LapakTrip

Saat ini LapakTrip telah memiliki 60 mitra aktif. Perusahaan sendiri baru live bulan Juni 2018 lalu. Per bulan jumlah pengguna aktif baru mencapai sekitar 3 ribu pengguna di bulan September 2018.

“Sekarang ini sedang kami perkuat partnership dengan pihak ketiga, seperti BliBli, GO-JEK, AirAsia Big Points, dan lainnya supaya dapat memperkuat posisi branding dari LapakTrip sendiri,” kata Hendry.

Meskipun masih belia, LapakTrip sudah memiliki sejumlah target yang ingin dicapai, termasuk akuisisi lebih banyak mitra yang akan berpengaruh pada jumlah produk dan destinasi. Destinasi utama yang menjadi fokus adalah seluruh destinasi wisata di Indonesia dan di negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan.

“Hal ini dilakukan karena tidak bisa kita pungkiri bahwa behavior dari pasar domestik sendiri kalau liburan mungkin masih memilih ke luar negeri,” kata Hendry.

Target lain yang ingin dicapai adalah memperluas kemitraan dengan layanan e-commerce dan bank.

“Selain WebApps Builder, kami juga sedang mempersiapkan satu fitur untuk sisi pelanggan yang bernama TripSaving. Nantinya fitur ini dapat membantu terutama kalangan millenial untuk membantu dan mempersiapkan finansial mereka supaya bisa merencanakan liburan impian mereka,” kata Hendry.

BukaKamar Diperkenalkan ke Publik, Unggulkan Fitur “Last Minute Booking”

Aplikasi booking hotel BukaKamar memperkenalkan diri ke publik untuk pertama kalinya, meski secara produk belum siap menerima booking. Layanan ini hadir untuk mengakomodasi kebutuhan pelancong dan pelaku bisnis yang membutuhkan booking hotel secara langsung dan spontan.

CEO BukaKamar Boby Haryadi menuturkan, aplikasi baru resmi live di Google Play per hari ini (18/10). Namun pihaknya sengaja belum memasukkan inventaris kamar hotel ke dalam aplikasi demi menjamin kesiapan aplikasi dengan tampilan antarmuka yang lebih sempurna.

Secara kesepakatan bisnis, BukaKamar telah bermitra dengan 15 hotel yang tersebar di Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Palembang, Pekanbaru, dan Solo.

Untuk monetisasinya, perusahaan mengambil komisi dari setiap booking yang terjadi. Operasional BukaKamar masih dilakukan secara bootstrap. Tim terdiri dari enam orang, termasuk Boby sendiri.

“Hari ini untuk perkenalan dulu ke publik. Rencananya mulai Senin besok (22/10) kami mulai perlahan-lahan masukkan inventaris kamar hotel ke aplikasi,” tuturnya.

Fitur unggulan BukaKamar

Untuk fitur unggulannya last minute booking, pengguna dapat memesan kamar dalam rentang waktu maksimal 14 hari sebelumnya. Diskon yang didapat pengguna dari fitur ini diklaim lebih rendah dari harga normal, sekitar 15%-25%.

Fitur lainnya yakni local rate. Dalam radius 5 km jangkauan pengguna, apabila melakukan booking kamar mereka akan dapat diskon tambahan 10%.

Seluruh fitur ini diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi para pelancong dan pelaku bisnis untuk menggunakan BukaKamar. Apalagi di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, lebih dari 60% rata-rata booking 1-5 hari sebelumnya.

“Jadi prinsipnya itu, lebih baik kasih diskon daripada okupansi hotel berkurang. Sebab di industri hospitality itu kamar kosong sama dengan rugi karena biaya lainnya kan tetap berjalan, seperti listrik, gaji karyawan, dan sebagainya.”

Seluruh booking, sambungnya, hanya bisa dilakukan lewat aplikasi. Untuk situs desktop hanya bisa diakses mitra hotel untuk mengontrol manajemen kamar. Saat ini aplikasi BukaKamar baru tersedia di platform Android.

Ke depannya, BukaKamar ditargetkan dapat menjaring 1000 kamar dari mitra hotel. Diharapkan target tersebut dapat terealisasi paling lambat pada Januari 2019.

Boby mengungkapkan, target tersebut akan dicapai dengan menggaet jaringan hotel yang sudah memiliki banyak cabang dan kamar di seluruh Indonesia. Dengan cara itu, dapat dengan singkat BukaKamar dapat mengakuisisi kamar dalam waktu singkat.

“Semakin banyak kamar hotel yang bisa kami akuisisi tentunya akan semakin baik buat pengguna karena mereka bisa memiliki banyak pilihan,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Bisnis Mencari Teman “Traveling” Ala CabsYuk

Traveling atau bepergian ke tempat-tempat wisata saat ini menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Perubahan cara mendapatkan tiket dan pemesanan telah memberikan pengalaman berbeda untuk bepergian. CabsYuk, startup yang berpusat di Bogor, Jawa Barat, mencoba menawarkan solusi untuk pencarian teman traveling, pemandu lokal, dan fotografer.

Solusi CabsYuk memanfaatkan tren traveling dan bepergian di Indonesia. Dengan konsep daftar teman, pemandu lokal dan fotografer pengguna bisa dengan mudah menemukan teman, pemadu atau fotografer yang cocok dan sesuai selera.

CabsYuk sebenarnya sudah mengawali bisnis startup sejak 2016. CabsYuk sempat mengganti model bisnisnya, yang semula pencarian tempat nongkrong menjadi pencarian tempat, pemandu dan fotografer pada awal tahun 2018. Perubahan model bisnis didasari minimnya pesaing di segmen yang sementara kebutuhannya cukup tinggi.

“Solusi yang kami tawarkan melalui CabsYuk adalah konektivitas antar traveler yang sebenarnya bisa jadi kekuatan satu sama lain, serta [hal] kebaru-baruan yang selalu ingin diisi dalam diri seseorang dengan pengalaman seru travelling dan relasi asing yang selalu menyebutkan,” terang Founder CabsYuk Arief Rachman.

CabsYuk saat ini tersedia di versi web atau desktop, namun tengah menyiapkan aplikasi mobile untuk platform Android dan iOS.

Di samping membantu para pengguna menemukan orang-orang yang menemani dan membuat perjalanan menjadi lebih menyenangkan CabsYuk juga berharap bisa membantu para pemandu wisata dan fotografer lokal menemukan lebih banyak peluang.

Lini bisnis lain yang juga dikembangkan CabsYuk adalah platform e-commerce yang khusus menjual perlengkapan dan pernak-pernik traveling, seperti tas, tumblr, pelindung lutut, payung, senter, sarung tangan hingga monocular.

“[Saat ini fokus kami ] berusaha menambah nilai dan makna di industri pariwisata dan juga mencari funding,” terang Arief tentang fokus CabsYuk saat ini.

Traveloka Reportedly Looking for Rp6 Trillion New Funding

Traveloka reportedly raising funds to $400 million (equal to Rp6 trillion) from investors to accelerate expansion. Investment also needed to support the secondary service improvement (besides flight ticket and hotel booking), such as concerts or entertainment shows.

Currently, Traveloka has accommodated consumers in many countries. Providing more than 40 payment options, besides Indonesia, Traveloka is now available in Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapore, and the Philippines. Traveloka ecosystem is developing rapidly, they recently get into new business for car rental and PayLater credit option.

Last year, Traveloka officially joined Indonesia’s unicorn startup boards after acquiring investment from Expedia worth of $350 million – it takes the company to more than $2 billion valuations. In addition, Traveloka investors are also East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Traveloka Dikabarkan Tengah Cari Dana Baru 6 Triliun Rupiah

Traveloka dikabarkan tengah mengumpulkan dana hingga $400 juta (atau setara dengan 6 triliun Rupiah) dari investor untuk mempercepat rencana ekspansi. Selain itu investasi juga diperlukan untuk mendorong peningkatan layanan sekunder (di luar pemesanan tiket perjalanan dan hotel), seperti tiket konser atau acara hiburan.

Saat ini layanan Traveloka sudah mengakomodasi konsumen di berbagai negara. Berbekal lebih dari 40 opsi pembayaran, selain Indonesia, kini Traveloka juga sudah melayani pasar Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Ekosistem layanan Traveloka juga terus berkembang pesat, terakhir mereka rambah bisnis penyewaan mobil dan opsi pinjaman PayLater.

Tahun lalu Traveloka resmi bergabung di jajaran startup unicorn Indonesia pasca menerima investasi dari Expedia senilai $350 juta — membawa perusahaan pada valuasi lebih dari $2 miliar. Selain Expedia, jajaran investor Traveloka termasuk East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here

Singgah Hadirkan Marketplace Paket Wisata “Anti Mainstream”

Salah satu layanan yang dianggap memiliki demand yang cukup besar adalah marketplace paket wisata. Besarnya jumlah wisatawan lokal dan asing telah dimanfaatkan startup seperti Triprockets dan Traventure. Satu lagi startup lokal yang menyasar layanan marketplace paket wisata lokal adalah Singgah.

Kepada DailySocial, CEO Singgah Lilis Huri mengungkapkan, Singgah didirikan berdasarkan pengalaman pribadi beberapa pendiri yang ingin merasakan berlibur ke suatu tempat yang anti mainstream dan masih berpegang teguh kepada kebudayaan. Dengan memanfaatkan pemandu lokal, liburan pun diklaim menjadi lebih menyenangkan dan bersifat personal. Untuk tahap awal, Singgah masih fokus pada tempat wisata di Sumatera Barat.

“Karena beberapa dari kami sempat merasakan budaya indonesia yang unik ketika kami kecil dan sekarang ini sudah mulai hilang. Ditambah lagi ketika kami pergi ke suatu daerah kami tidak tahu mau pergi kemana karena tidak mengenal warga lokal. Kami berpikir mungkin liburan kami bisa lebih seru jika ada warga lokal yang bersedia menjadi tour guide dan mengajak kami berkeliling kota,” kata Lilis.

Melalui situs yang saat ini sudah bisa diakses, pengguna yang berencana untuk liburan dan membutuhkan pemandu lokal hingga paket wisata yang beragam, bisa memanfaatkan pilihan yang ada di situs Singgah. Untuk pilihan pembayaran, Singgah menawarkan pembayaran bank transfer. Untuk memastikan mitra mendapatkan keuntungan dari paket yang tersedia di Singgah, pembagian komisi diterapkan Singgah.

“Dalam tahap awal, kami masih menggunakan metode pembayaran fees dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya kepada mitra [pengemudi, pemandu dan juga homestay provider]. Untuk ke depannya kami akan menggunakan metode profit sharing kepada mitra kami,” kata Lilis.

Rencana penggalangan dana

Guna memastikan paket wisata tersebut unik dan menarik, Singgah menawarkan pilihan beragam, seperti customized package dan travel based on budget.

“Yang membedakan Singgah dengan platform lainnya adalah,Singgah fokus menyediakan paket yang berbau budaya dan anti mainstream, tidak hanya itu, paket yang kami sediakan unik,” kata Lilis.

Masih menjalankan bisnis secara bootstrapping, dalam waktu dekat Singgah berniat untuk melakukan fundraising. Target lain yang ingin dicapai adalah menambah paket wisata dalam platform.

“Target kami adalah dan fokus untuk mencari investor paralel dengan generating sales pada awal tahun 2019. Selanjutnya kami akan fokus mengembangkan Singgah ke kota-kota lainnya,” kata Lilis.