Fitbit Luxe Resmi Diluncurkan, Sangat Modis dengan Layar AMOLED

Fitbit meluncurkan hardware pertamanya di tahun 2021 yang tidak ditujukan untuk konsumen anak-anak. Dinamai Fitbit Luxe, fokus utamanya adalah tampil menawan, dan jika kita lihat sepintas, wujudnya tampak seperti versi lebih modis dari Inspire 2.

Fitbit pada dasarnya ingin memperlakukan Luxe layaknya sebuah perhiasan yang kebetulan menawarkan fitur tracking yang komprehensif. Rangka stainless steel-nya dibentuk menggunakan proses metal injection molding, teknik yang umum dipakai dalam pembuatan perhiasan, yang pada akhirnya dapat menghasilkan rangka dengan satu permukaan yang seamless.

Rangka tersebut ditawarkan dalam tiga pilihan warna yang berbeda: Graphite, Platinum, dan Soft Gold. Varian Platinum dan Soft Gold hadir dengan finish yang mengkilat, sedangkan varian Graphite memiliki tekstur matte yang tampak elegan. Tanpa perlu terkejut, Luxe hadir bersama strap yang mudah dilepas-pasang.

Pilihan strap-nya pun sangat beragam, mulai dari yang berbahan silikon yang dapat dibeli secara terpisah seharga $30, berbahan kain tenun seharga $35, berbahan kulit seharga $50, sampai yang berbahan stainless steel mesh seharga $80. Fitbit bahkan mengambil langkah ekstra dengan bekerja sama dengan brand perhiasan Gorjana dan menyediakan link bracelet berbahan stainless steel seharga $100.

Dengan tebal rangka 10,1 mm, Luxe adalah fitness tracker paling tipis milik Fitbit yang dilengkapi touchscreen, cukup tipis untuk bisa tetap terasa nyaman selagi dipakai tidur. Ia juga merupakan tracker pertama Fitbit yang mengemas panel layar AMOLED. Fitbit tidak merincikan ukuran maupun resolusinya, tapi yang pasti layar sentuh ini adalah satu-satunya metode input yang Luxe tawarkan mengingat ia sama sekali tidak dilengkapi tombol lain.

Kalau berdasarkan informasi yang didapat Wareable, layarnya memiliki ukuran 0,76 inci dengan resolusi 124 x 206 pixel, cukup kecil jika dibandingkan dengan kebanyakan tracker yang umumnya mengemas layar berukuran di atas 1 inci. Tingkat kecerahan layarnya bisa sampai dua kali lipat lebih terang daripada layar milik Inspire 2 atau Charge 4 kalau menurut Fitbit.

Melihat ukuran layarnya, bisa kita simpulkan bahwa Luxe merupakan tracker yang sangat ringkas, dan kita tahu aksesori pergelangan tangan dengan dimensi ringkas biasanya lebih cocok untuk kaum hawa. Itulah mengapa siklus menstruasi menjadi salah satu dari banyak paremeter yang bisa dimonitor oleh Luxe, yang mencakup pola pernafasan, pola tidur, variabilitas laju jantung, suhu kulit, dan nantinya kadar oksigen dalam darah alias SpO2.

Tracking kegiatan berenang pun juga dapat dilakukan mengingat fisik Luxe tahan air hingga kedalaman 50 meter. Total ada 20 profil latihan fisik yang tersedia, yang akan aktif secara otomatis ketika aktivitas dimulai.

Menariknya, Luxe juga dapat memonitor tingkat stres pengguna walaupun ia tidak dilengkapi sensor EDA (electrodermal activity) seperti yang diunggulkan smartwatch Fitbit Sense. Pada kenyataannya, Fitbit memanfaatkan peluncuran Luxe ini untuk mengumumkan bahwa Stress Management Score bakal menjadi metrik baru yang dapat dipantau oleh produk-produk mereka lainnya.

Sangat disayangkan ada satu komponen esensial yang absen dari Luxe, yaitu GPS, yang berarti pengguna Luxe masih harus membawa ponselnya untuk memonitor kegiatan seperti berlari atau bersepeda. Jadi kalau memang yang dicari adalah tracker dengan GPS di ekosistem Fitbit, sejauh ini tidak ada pilihan lain selain Charge 4, meski memang desainnya jauh lebih membosankan ketimbang Luxe.

Berhubung tidak ada GPS, otomatis baterainya pasti akan selalu awet. Dalam sekali pengisian, Luxe diyakini mampu beroperasi sampai sekitar lima hari pemakaian. Charging-nya sendiri membutuhkan waktu sekitar dua jam dari 0-100%.

Rencananya, Fitbit Luxe akan dipasarkan mulai musim semi tahun ini, yang berarti tidak akan terlalu lama dari sekarang. Di Amerika Serikat, Luxe dijual dengan harga $150. Alternatifnya, Fitbit juga akan menghadirkan Luxe Special Edition dengan link bracelet Gorjana tadi seharga $200 di bulan Juni mendatang. Setiap unit Luxe datang bersama akses gratis Fitbit Premium selama enam bulan, yang normalnya dihargai $10 per bulan.

Sumber: Fitbit dan The Verge.

OnePlus Watch Diresmikan, Premium dan Berfitur Lengkap Meski Tanpa Wear OS

Setelah dinanti-nanti, OnePlus akhirnya menyingkap smartwatch perdananya, OnePlus Watch. Perangkat ini diperkenalkan bersamaan dengan OnePlus 9 dan OnePlus 9 Pro, dan OnePlus memastikan bahwa desainnya tidak kalah premium dibanding duo smartphone flagship-nya tersebut.

Benar saja, OnePlus Watch datang membawa case yang terbuat dari bahan stainless steel 316L. Diameternya cukup besar di angka 46 mm, membuatnya kelihatan lebih ideal di tangan kaum adam ketimbang kaum hawa. Case ini memiliki tebal 10,9 mm dan berat 45 gram (76 gram kalau ditimbang bersama strap berbahan karetnya).

Strap-nya ini dapat dilepas-pasang dengan mudah, dan OnePlus bilang bahwa smartwatch-nya kompatibel dengan banyak strap berukuran standar yang ada di pasaran. Selain mengantongi sertifikasi IP68, OnePlus Watch juga siap diajak menyelam hingga kedalaman maksimum 50 meter.

Karena bongsor, otomatis ukuran layar sentuhnya pun cukup besar: AMOLED 1,39 inci dengan resolusi 454 x 454 pixel (326 ppi). Yang cukup mengejutkan adalah fakta bahwa perangkat ini menjalankan sistem operasi buatan OnePlus sendiri, bukan WearOS. OnePlus pun juga telah menyediakan lebih dari 50 watch face agar tampilannya mudah dikustomisasi.

Absennya WearOS bukan berarti smartwatch ini minim fitur. Pada kenyataannya, OnePlus Watch dapat mendeteksi secara otomatis sekitar 110 jenis latihan fisik yang berbeda, termasuk halnya kegiatan seperti berlari atau bersepeda mengingat ia sudah dilengkapi dengan GPS terintegrasi.

Heart-rate monitoring maupun SpO2 tracking juga didukung, dan semua data bisa diakses melalui aplikasi OnePlus Health. Perangkat dibekali storage berkapasitas 4 GB, dan 2 GB di antaranya dapat dipakai untuk menyimpan koleksi lagu agar bisa diputar secara offline. Karena turut mengemas mikrofon sekaligus speaker, OnePlus Watch juga bisa dipakai untuk menerima panggilan telepon yang masuk ke ponsel.

Satu fitur yang unik sekaligus menarik adalah kemampuannya menjadi remote control pintar untuk OnePlus TV. Pintar karena ia dapat mengecilkan sendiri volume TV saat ada panggilan telepon masuk, dan bahkan mematikan TV apabila penggunanya tidak sengaja tertidur.

Hal lain yang sangat dibanggakan oleh OnePlus adalah terkait daya tahan baterai. Dalam sekali pengisian, OnePlus Watch diklaim tahan sampai sekitar 14 hari pemakaian normal. Tentunya ini dengan catatan GPS-nya tidak aktif setiap saat, sebab kalau demikian, maka daya tahan baterainya turun menjadi sekitar 25 jam.

Di Amerika Serikat, OnePlus Watch rencananya akan dijual mulai 14 April mendatang dengan harga $159. Nantinya juga akan ada edisi khusus OnePlus Watch Cobalt Limited Edition yang mengemas case berwarna emas yang terbuat dari bahan kobalt, kaca safir, sekaligus strap kulit yang warna hijaunya senada dengan hijau milik OnePlus 9 Pro. Belum diketahui harga edisi khusus tersebut berapa, tapi sudah pasti jauh lebih mahal mengingat kobalt bukanlah material yang umum dipakai pada sebuah jam tangan.

Sumber: OnePlus dan Wareable.

OnePlus Band Tandai Debut OnePlus di Segmen Wearable

Perlahan tapi pasti, OnePlus terus menerapkan diversifikasi terhadap portofolio produknya. Mendekati pergantian tahun kemarin, CEO OnePlus, Pete Lau, sempat mengungkapkan bahwa OnePlus berniat merilis smartwatch di awal tahun 2021. Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, OnePlus rupanya sudah lebih dulu mencicipi ranah wearable lewat sebuah fitness tracker bernama OnePlus Band.

Dari segi desain, OnePlus Band kelihatan cukup familier. Ia terdiri dari dua bagian: strap karet dengan lubang di bagian tengahnya dan modul tracker yang dilengkapi layar AMOLED seluas 1,1 inci. Layar sentuh beresolusi 294 x 126 pixel itu adalah satu-satunya metode input yang tersedia, sebab Anda tidak akan menemukan satu pun tombol pada bodi OnePlus Band.

Secara total, bobot OnePlus Band cuma berkisar 22,6 gram. Tentu saja OnePlus juga menawarkan sejumlah strap opsional dengan kombinasi warna yang berbeda, dan semuanya telah mengantongi sertifikasi ketahanan air IP68. Lebih lanjut, OnePlus juga mengklaim fitness tracker-nya bisa diajak menyelam sampai kedalaman 50 meter selama 10 menit.

Untuk urusan fitur, OnePlus Band dilengkapi 13 mode olahraga yang berbeda, plus mode Free Training untuk aktivitas-aktivitas fisik yang tidak termasuk. Heart-rate monitoring dan sleep tracking tentu juga hadir sebagai standar, demikian pula fitur untuk memonitor kadar oksigen dalam darah (SpO2) dengan memanfaatkan sensor inframerah. Semua datanya otomatis direkam dan disinkronisasikan dengan aplikasi OnePlus Health.

Fitur-fitur ekstra seperti menampilkan notifikasi yang masuk ke smartphone yang terhubung, mengontrol jalannya musik, maupun mengaktifkan kamera smartphone dari jauh tentu juga tersedia. Dalam sekali pengisian menggunakan charger khususnya, OnePlus Band diyakini mampu beroperasi hingga 14 hari. Tentunya ini bisa bervariasi tergantung skenario penggunaan masing-masing, tapi yang pasti baterainya tercatat memiliki kapasitas 100 mAh.

Dalam waktu dekat, OnePlus Band akan dijual di India dengan harga 2.799 rupee (± Rp540 ribu). Sejauh ini belum ada informasi terkait pemasarannya di pasar global. Bisa jadi yang ditujukan ke pasar internasional adalah smartwatch-nya, yang semestinya bakal menyusul tidak lama lagi kalau mengacu pada pernyataan Pete Lau tadi.

Sumber: GSM Arena dan OnePlus.

Zepp Z Adalah Smartwatch Premium Sepupu Amazfit

Di tengah pasar smartwatch yang terbilang stagnan (kecuali di kubu Apple), nama Amazfit justru mencuat berkat konsistensinya meluncurkan produk-produk baru. Namun Amazfit rupanya bukan satu-satunya brand smartwatch yang dimiliki oleh Huami. Pada tahun 2018, Huami juga sempat mengakuisisi produsen sensor wearable bernama Zepp, yang di tahun 2020 ini memutuskan untuk ikut terjun ke ranah smartwatch.

Usai memperkenalkan smartwatch pertamanya pada bulan Agustus lalu, Zepp kini kembali dengan smartwatch baru lagi yang tak kalah menarik. Dijuluki Zepp Z, desainnya premiumnya langsung mencuri perhatian, dengan rangka yang terbuat dari bahan titanium yang kokoh tapi tetap ringan (40 gram), plus tahan air hingga kedalaman 50 meter.

Aspek desain ini pada dasarnya merupakan faktor pembeda yang paling utama antara smartwatch besutan Zepp dan Amazfit meski sama-sama berada di bawah satu induk perusahaan. Kalau kita bandingkan antara Zepp Z dan Amazfit GTR 2 yang diluncurkan belum lama ini, cukup jelas terlihat bahwa Zepp Z punya penampilan keseluruhan yang lebih mewah.

Zepp Z

Hal ini wajar mengingat sebelum bermain di pasar smartwatch, Zepp merupakan produsen sensor-sensor wearable untuk para pegolf. Untuk layarnya, Zepp Z mengemas panel AMOLED 1,39 inci yang always-on dengan resolusi 454 x 454 pixel, sama persis seperti layar milik Amazfit GTR 2. Masih soal layar, satu perbedaan kecil pada Zepp Z adalah tingkat kecerahan maksimumnya yang lebih tinggi di angka 550 nit.

Selebihnya, Zepp Z mewarisi banyak fitur unggulan milik Amazfit GTR 2, utamanya sensor BioTracker 2 PPG yang tak hanya bisa memonitor laju jantung saja, tapi juga memantau tingkat stres pengguna sekaligus kadar oksigen dalam darahnya (SpO2). Seperti halnya GTR 2, Zepp Z juga mampu mengalkulasikan skor PAI (Personal Activity Intelligence) agar pengguna bisa dengan mudah mengetahui seberapa banyak aktivitas fisik yang perlu mereka lakukan setiap harinya.

Zepp Z

Komponen esensial lain seperti GPS dan GLONASS juga hadir sebagai standar pada Zepp Z, dan ia pun turut dilengkapi 12 mode tracking olahraga yang sama seperti GTR 2. Lalu mungkin yang paling istimewa adalah klaim bahwa Zepp Z dapat bertahan sampai 15 hari pemakaian normal sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Kalau boleh menyimpulkan, anggap saja Zepp Z ini sebagai versi mewah dari Amazfit GTR 2; fitur-fiturnya hampir identik, akan tetapi penampilannya jauh lebih berkelas. Tentu saja harganya juga lebih mahal: $349, alias hampir dua kali lipat harga Amazfit GTR 2 ($179).

Sumber: Wareable.

OPPO Watch dan Enco W51 Adalah Tandem Terbaik untuk Berolahraga Selama Pandemi

Di masa-masa sulit seperti ini, menjaga kebugaran tubuh masing-masing tidak kalah pentingnya dari menjaga jarak dengan orang lain. Itulah mengapa belakangan ini kita melihat semakin banyak orang yang memanfaatkan waktu luangnya untuk berolahraga.

Buat sebagian orang, mereka mungkin butuh motivasi ekstra selain sebatas fakta bahwa mereka punya lebih banyak waktu luang di saat seperti sekarang. Trik paling jitu biasanya adalah dengan membeli fitness tracker atau smartwatch, dengan harapan rutinitas olahraganya bisa dipantau dan pada akhirnya menjadi motivasi tersendiri.

Namun tidak semua orang punya banyak waktu luang selama pandemi. Sebagian dari kita mungkin juga ada yang jadi lebih sibuk karena harus selalu mendampingi buah hati, akan tetapi ini semestinya tetap tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berolahraga. Waktu luang sesingkat lima menit pun sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk berolahraga.

Inilah yang pada akhirnya menjadikan OPPO Watch terdengar lebih menarik ketimbang smartwatch lain di pasaran. Salah satu fitur unggulannya adalah aplikasi bernama Latihan 5 Menit (5-Minute Workout), yang akan memandu pengguna untuk melancarkan satu sesi kegiatan fisik dalam waktu yang sangat singkat. Kegiatannya pun bervariasi, bisa cardio, atau bisa juga sesederhana meregangkan tubuh sebelum tidur.

Panduan yang diberikan oleh aplikasi memastikan pengguna tidak salah melakukan dan malah mengalami cidera otot karena terburu-buru. Alternatifnya, tentu saja OPPO Watch juga menawarkan opsi yang lebih komprehensif untuk memantau sesi olahraga yang lebih intens. Data-data yang direkam pun juga bisa disinkronisasikan ke Google Fit yang mendukung lebih dari 90 jenis olahraga.

Tanpa harus terkejut, detak jantung pengguna juga akan selalu dipantau sepanjang waktu dengan empat sensor yang akurasinya sangat terjamin. Untuk perkara sepele pun OPPO Watch juga bisa membantu, seperti misalnya ketika pengguna sudah terlalu lama duduk, di mana perangkat bakal membantu mengingatkan pengguna untuk berdiri dan bergerak.

e29bea52ff37189b3f6f336eae95e171_oppo-watch-02

Semua itu ditampilkan di atas layar AMOLED beresolusi tinggi. Untuk varian 41 mm, OPPO Watch mengemas layar 1,6 inci beresolusi 320 x 360 pixel, sedangkan varian 46 mm-nya mengusung layar 1,91 inci beresolusi 402 x 476 pixel. Pengguna juga tidak perlu khawatir baterai perangkat cepat habis karena layarnya yang kelewat tajam, sebab OPPO Watch datang membawa co-processor yang sangat efisien yang mendampingi Snapdragon Wear 3100 selaku chipset utamanya.

Pada kenyataannya, OPPO Watch diklaim bisa tahan sampai 36 jam pemakaian dalam satu kali charge. Proses charging-nya pun juga luar biasa cepat: 75 menit dari kosong sampai penuh. Lalu seandainya sedang terburu-buru, charging selama 15 menit saja sudah cukup untuk menenagai perangkat selama sekitar 18 jam penggunaan.

Berhubung OPPO Watch menjalankan sistem operasi Wear OS, ini berarti pengguna bisa mengunduh beragam aplikasi yang tersedia di Google Play, termasuk halnya Spotify untuk menikmati alunan musik selama berolahraga. Alternatifnya, pengguna juga bisa menyimpan file musik langsung di storage internal OPPO Watch yang berkapasitas 8 GB.

Kalau memilih jalur offline seperti ini, pengguna OPPO Watch pada dasarnya dapat berolahraga tanpa harus membawa smartphone-nya, apalagi mengingat OPPO Watch dilengkapi modul GPS-nya sendiri, yang berarti kegiatan seperti berlari atau bersepeda pun tetap bisa dimonitor dengan baik. Cukup sambungkan TWS ke OPPO Watch, maka pengguna bisa langsung beraktivitas sembari mendengarkan musik.

OPPO Enco W51

Bicara soal TWS, kebetulan OPPO juga punya TWS baru bernama Enco W51. Keistimewaan TWS ini terletak pada teknologi active noise cancellation (ANC) yang disematkan, yang sanggup mengurangi tingkat kebisingan di sekitar sampai sebesar 35 desibel. Jadi walaupun di rumah atau di sekitar sedang banyak orang, suara riuhnya tidak akan mengganggu alunan musik upbeat yang tengah menemani sesi olahraga pengguna.

Bodi OPPO Enco W51 juga tahan air dengan sertifikasi IP54, yang berarti berolahraga di musim hujan pun – yang bakal datang tidak lama lagi – tidak akan jadi masalah besar. OPPO Watch sendiri malah sebenarnya bisa Anda ajak berenang jika perlu.

Dalam sekali pengisian, Enco W51 sanggup beroperasi sampai 3,5 jam nonstop, atau 20 jam kalau dipadukan bersama charging case-nya. Jika fitur ANC-nya dimatikan, maka daya tahan baterainya akan naik sedikit menjadi 4 jam, atau 24 jam bersama charging case. Supaya praktis, charging case milik Enco W51 dapat diisi ulang secara nirkabel menggunakan Qi wireless charger.

Kalau memang masih memerlukan insentif ekstra, kebetulan OPPO juga tengah bersiap mengadakan acara bertajuk Reno4 Virtual Run. Lomba lari ‘bernuansa’ pandemi tersebut akan berlangsung mulai 12 – 31 Oktober dengan total hadiah senilai 80 juta rupiah. Pendaftaran acaranya masih dibuka sampai tanggal 12 Oktober dengan mengunjungi situs resmi Reno4 Virtual Run.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh OPPO.

Apple Luncurkan Dua Smartwatch Baru Sekaligus, Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE

Bersamaan dengan peluncuran iPad Air generasi keempat, Apple turut menyingkap smartwatch terbaru mereka. Bukan cuma satu kali ini, melainkan dua sekaligus, yakni Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE.

Kita mulai dari yang lebih mahal dulu, yaitu Series 6, yang merupakan penerus langsung dari Apple Watch Series 5 tahun lalu. Apa saja yang baru? Cukup banyak, terlepas dari desainnya yang tetap begitu-begitu saja. Meski begitu, Series 6 setidaknya tersedia dalam lebih banyak pilihan warna case, termasuk halnya warna biru maupun merah.

Seperti sebelumnya, Series 6 kembali mengusung layar OLED yang always-on, namun yang diklaim punya tingkat kecerahan maksimum 2,5 kali lebih tinggi daripada layar milik Series 5. Layar yang bisa menyala lebih terang otomatis lebih mudah dilihat di bawah sorotan matahari langsung.

Selanjutnya, Series 6 juga menghadirkan peningkatan performa hingga 20 persen lebih baik dibanding Series 5. Ini penting mengingat kinerja chipset milik Series 5 pada dasarnya sama seperti Series 4. Meski lebih kencang, daya tahan baterai Series 6 masih sama, alias sampai 18 jam pemakaian. Proses charging-nya sedikit lebih cepat, cuma memerlukan waktu 1,5 jam dari kosong sampai penuh.

Terkait kemampuan tracking-nya, Series 6 datang dengan dua sensor baru. Yang pertama adalah altimeter baru yang akan aktif sepanjang waktu sehingga pengguna dapat memonitor elevasinya setiap saat. Yang kedua adalah sensor untuk mengukur kadar oksigen dalam darah (SpO2), yang kebetulan terbukti cukup berguna untuk membantu mendeteksi gejala awal COVID-19.

Tentu saja ini tidak serta merta berarti Apple Watch bisa dipakai sebagai alat pendeteksi satu-satunya, apalagi mengingat kemampuan mengukur SpO2 sebenarnya bukanlah hal yang baru di dunia perangkat wearable – Fitbit sudah melakukannya sejak cukup lama.

Pembaruan lainnya datang bersama watchOS 7. Selain tentu saja sederet watch face baru, salah satu yang fitur yang cukup menarik adalah Family Setup, yang memungkinkan pengguna untuk memakai Apple Watch tanpa harus memiliki iPhone sendiri. Dengan kata lain, satu iPhone kini dapat dihubungkan ke beberapa Apple Watch sekaligus, asalkan semuanya berada di naungan satu akun keluarga.

Apple juga akhirnya mengikuti jejak Fitbit dengan memperkenalkan layanan berlangganan khusus buat konsumen Apple Watch. Dinamai Apple Fitness+, layanan dengan tarif $10 per bulan ini menjanjikan kelas fitness virtual yang bisa diikuti lewat iPhone, iPad, maupun Apple TV.

Saat kelas dimulai, Apple Watch akan memulai tracking secara otomatis untuk jenis aktivitas yang tepat, dan data-data penting yang dimonitor akan diteruskan ke layar iPhone, iPad maupun Apple TV secara real-time. Fitness+ membutuhkan minimal Apple Watch Series 3, dan sejauh ini baru akan tersedia di beberapa negara saja (Indonesia belum termasuk).

Apple Watch Series 6 saat ini sudah dipasarkan dengan harga mulai $399. Kalau itu dirasa terlalu mahal, maka saatnya ganti membahas mengenai Apple Watch SE.

Apple Watch SE

Seperti halnya iPhone SE yang dijual jauh lebih murah daripada iPhone lainnya, Apple Watch SE pun juga demikian. Harganya dipatok mulai $279, dan di sini saya akan coba menjabarkan apa saja perbedaannya jika dibandingkan dengan Series 6.

Yang paling utama adalah, Watch SE tidak dilengkapi fitur pengukur kadar oksigen dalam darah tadi. Fitur tersebut sejauh ini eksklusif untuk Series 6 saja, namun setidaknya Watch SE telah mewarisi komponen altimeter-nya yang bersifat always-on.

Dari segi performa, Watch SE juga tidak sekencang Series 6, sebab chipset yang digunakan masih sama persis seperti milik Series 5. Lalu apakah ini berarti Watch SE selevel dengan Series 5? Well, bisa dibilang begitu, tapi beberapa fitur rupanya tetap harus dipangkas demi menekan harga jualnya tersebut.

Salah satu yang menurut saya paling krusial adalah terkait layarnya. Besar layarnya memang sama persis, akan tetapi layar milik Watch SE tidak always-on seperti milik Series 6 maupun Series 5. Bahkan sensor laju jantungnya pun adalah versi lama yang belum dilengkapi fungsionalitas electrocardiogram alias ECG. Beruntung fitur Fall Detection masih tersedia di Watch SE.

Singkat cerita, saat ini ada tiga model Apple Watch yang Apple pasarkan secara resmi:

  • Apple Watch Series 6 dengan harga mulai $399
  • Apple Watch SE dengan harga mulai $279
  • Apple Watch Series 3 dengan harga mulai $199

Sumber: Apple 1, 2.

Fitbit Luncurkan Dua Smartwatch Baru, Fitbit Sense dan Fitbit Versa 3

Fitbit punya dua smartwatch baru, yakni Fitbit Sense dan Fitbit Versa 3. Versa 3 kita tahu adalah penerus langsung dari Versa 2 yang diluncurkan tahun lalu, sedangkan Sense adalah model yang benar-benar baru dengan sederet fitur eksklusif, plus semua yang dimiliki oleh Versa 3.

Langsung saja, fitur unggulan Sense adalah sebuah sensor electrodermal activity (EDA) yang dirancang untuk memonitor tingkat stres penggunanya. Cara menggunakannya terkesan mudah: usai membuka aplikasi EDA Scan di Sense, pengguna cukup meletakkan telapak tangannya di atas layar perangkat selama beberapa saat.

Fitbit bilang sensor ini bekerja dengan memantau perubahan aliran listrik pada keringat di atas kulit, memahami bagaimana tubuh pengguna bereaksi terhadap berbagai faktor penyebab stres. Bagi para pelanggan Fitbit Premium, mereka bisa mengikuti sejumlah sesi meditasi yang dirancang secara spesifik berdasarkan hasil pantauan sensor EDA ini.

Kedua, Fitbit Sense juga dilengkapi fitur electrocardiogram (ECG), dan cara menggunakannya pun tidak kalah simpel: tinggal buka aplikasinya, lalu jepit ujung kiri bawah dan kanan atas perangkat menggunakan jempol dan telunjuk selama 30 detik. Ya, rangka stainless steel yang mengitari tubuh Sense rupanya bukan cuma untuk bergaya saja, tapi juga berperan sebagai elektroda yang efektif.

Fitur andalan yang ketiga adalah sensor suhu tubuh, tapi Fitbit bilang fitur ini belum tentu tersedia di semua negara. Fungsinya menurut Fitbit adalah untuk mengindikasikan beragam faktor terkait kesehatan, semisal gejala demam atau bahkan tanda-tanda awal siklus menstruasi bagi pengguna wanita.

Perpaduan fitur-fitur ini pada akhirnya mewujudkan sebuah perangkat yang siap membantu pengguna menjaga kesehatan fisik sekaligus mentalnya. Semuanya tanpa melupakan komponen-komponen esensial macam layar AMOLED, GPS, serta baterai yang awet. Dalam sekali pengisian, Fitbit Sense diklaim bisa tahan sampai setidaknya 6 hari pemakaian, dan ia pun turut mendukung teknologi pengisian daya cepat – 12 menit charging = daya untuk penggunaan selama satu hari penuh.

Di Amerika Serikat, Fitbit Sense bakal segera dipasarkan seharga $330, sudah termasuk gratis langganan Fitbit Premium selama 6 bulan. Kalau itu terkesan terlalu mahal, dan Anda tidak tertarik memonitor tingkat stres, ada Fitbit Versa 3 sebagai alternatif yang lebih terjangkau.

Fitbit Versa 3

Dari kacamata yang paling sederhana, Versa 3 adalah Sense tanpa sensor EDA, sensor suhu tubuh, maupun fitur ECG itu tadi. Jadi kalau menurut Anda ketiga fitur ini tidak begitu penting, Anda bisa menghemat sekitar $100 dengan meminang Versa 3, yang dibanderol resmi seharga $230 di Amerika Serikat.

Namun pertanyaan yang tidak kalah relevan adalah, apa saja hal baru yang ditawarkan Versa 3 jika dibandingkan dengan pendahulunya? Yang paling utama dan yang mungkin paling dinanti-nanti para penggemar seri Versa adalah GPS terintegrasi. Ya, Versa 3 sekarang bisa memonitor aktivitas seperti berlari atau bersepeda tanpa perlu bergantung pada smartphone.

Selanjutnya, Fitbit juga telah memperbarui sensor laju jantung milik Versa 3 supaya bisa memantau secara lebih baik lagi selama 24 jam penuh. Juga baru adalah fitur untuk memonitor kadar oksigen dalam darah (SpO2), bahkan saat pengguna sedang tidur sekalipun.

Versa 3 juga dilengkapi speaker, yang artinya pengguna bisa memakainya untuk menerima panggilan telepon seandainya diperlukan. Kalau sebelumnya Versa 2 hanya mengemas integrasi Alexa, Versa 3 sekarang juga dilengkapi integrasi Google Assistant. Bukan hal yang mengejutkan mengingat Fitbit sekarang sudah resmi jadi anak perusahaan Google.

Daya tahan baterainya lagi-lagi kembali ditingkatkan, dari yang sebelumnya sampai 5 hari menjadi sampai 6 hari, sama seperti Sense. Versa 3 juga turut mendukung teknologi fast charging yang sama cepatnya seperti Sense.

Dari segi fisik, Fitbit juga telah menyempurnakan sejumlah elemen desain Versa 3. Yang paling utama, Fitbit sudah mengubah mekanisme pemasangan strap pada Versa 3 agar lebih mudah dilepas dan dipasang ketimbang di Versa 2. Perangkat tentu saja juga masih tahan air sampai kedalaman 50 meter.

Fitbit Inspire 2

Dalam kesempatan yang sama, Fitbit rupanya juga memperkenalkan Inspire 2, kelanjutan dari fitness tracker bernama sama yang Fitbit bawa ke Indonesia tahun lalu. Inspire 2 dihargai cuma $100, cocok buat yang baru ingin memulai gaya hidup yang lebih sehat. Lebih menarik lagi, Inspire 2 datang bersama akses gratis ke layanan Fitbit Premium selama 1 tahun.

Pertanyaannya, apa saja pembaruan yang Inspire 2 bawa yang absen di Inspire maupun Inspire HR? Yang paling signifikan mungkin adalah layar OLED-nya, yang sekarang sudah merupakan touchscreen. Meskipun penampilannya sepintas sama, kehadiran layar sentuh pada Inspire 2 tentu merupakan upgrade yang sangat berarti dibanding navigasi berbasis tombol.

Pembaruan lainnya adalah fitur Active Zone Minutes, yang sebelumnya cuma tersedia di perangkat-perangkat yang berharga lebih mahal, termasuk Versa 3 dan Sense itu tadi. Active Zone Minutes sederhananya merupakan metrik baru yang bisa menggambarkan pencapaian fisik pengguna secara lebih gamblang setiap harinya.

Sleep tracking maupun heart-rate monitoring selama 24 jam nonstop merupakan dua dari sederet fitur andalan lain Inspire 2. Perangkat juga dibekali baterai yang sangat awet, yang diyakini mampu menemani pengguna sampai 10 hari dalam sekali charge.

Sumber: Fitbit.

Samsung Umumkan Galaxy Tab S7, Tab S7+, Galaxy Watch3, dan Galaxy Buds Live

Event Galaxy Unpacked semalam adalah yang pertama yang sepenuhnya diselenggarakan secara virtual, tapi itu tidak Samsung jadikan alasan untuk menahan diri. Selain meluncurkan Galaxy Note20, Note20 Ultra, dan Z Fold2, sang raksasa teknologi Korea Selatan turut memperkenalkan sederet perangkat lainnya, yakni Galaxy Tab S7, Tab S7+, Galaxy Watch3, dan Galaxy Buds Live.

Kita mulai dari yang paling besar dulu, yakni Tab S7 dan S7+. Sesuai namanya, tablet ini hadir dalam dua ukuran layar: Tab S7 dengan layar LCD 11 inci beresolusi 2560 x 1600 pixel, Tab S7+ dengan layar AMOLED 12,4 inci beresolusi 2800 x 1752 pixel. Keduanya sama-sama menawarkan refresh rate 120 Hz, tapi seperti yang bisa kita lihat, Tab S7 rupanya tidak mengemas panel AMOLED, dan ini berarti cuma Tab S7+ yang dilengkapi sensor sidik jari di balik layar.

Sasis kedua tablet ini sangat ringan dan tipis terlepas dari ukuran layarnya yang besar. Tab S7 memiliki ketebalan 6,3 mm dan bobot 502 gram, sedangkan Tab S7+ dengan tebal 5,7 mm dan berat 575 gram. Tentu saja keduanya juga datang bersama S Pen, dan garis di bawah kamera belakangnya itu adalah lapisan magnet untuk menempelkan sekaligus mengisi ulang sang stylus. Pada Tab S7+, latency S Pen-nya mampu menyamai milik Note20 Ultra, yakni serendah 9 milidetik saja.

Meski layar keduanya berbeda, performanya dipastikan identik. Itu dikarenakan duo tablet ini sama-sama mengusung chipset Snapdragon 865+, dan kalau melihat Tab S6 yang dijual di Indonesia memakai Snapdragon 855, kemungkinan besar Tab S7 dan S7+ juga akan hadir di tanah air membawa chipset buatan Qualcomm tersebut.

Mendampingi prosesornya adalah RAM 6 GB atau 8 GB, dan storage 128 GB atau 256 GB. Ekspansi storage bisa dilakukan via microSD, dan kedua perangkat mendukung kapasitas penyimpanan eksternal hingga 1 TB. Selisih baterai di antara keduanya cukup signifikan: Tab S7 dengan baterai 8.000 mAh, Tab S7+ dengan 10.090 mAh. Keduanya sama-sama mendukung fast charging 45 W.

Kamera di kedua perangkat ini ada tiga macam: kamera utama 13 megapixel, kamera ultra-wide 5 megapixel, dan kamera depan 8 megapixel. Sekali lagi kelengkapan milik Tab S6 kembali hadir di sini, mulai dari empat buah speaker racikan AKG, sampai konektor USB-C 3.2 Gen 1. Seperti sebelumnya, konsumen Tab S7 dan S7+ juga dapat membeli aksesori Book Cover Keyboard secara terpisah jika ingin mendapatkan pengalaman menggunakan seperti laptop.

Oh ya, baik Tab S7 maupun S7+ sama-sama mendukung integrasi mendalam dengan ekosistem Windows 10 seperti halnya duo Note20. Kalau perlu, kedua tablet ini malah juga bisa diperlakukan sebagai layar kedua selagi masih membaca input dari S Pen. Kompatibilitas dengan layanan Project xCloud tentu juga menjadi salah satu keunggulan dari kedua tablet ini.

Kedua perangkat ini akan segera Samsung pasarkan dengan harga mulai $650 untuk Tab S7, dan mulai $850 untuk Tab S7+. Aksesori opsional Book Cover Keyboard itu tadi harus ditebus seharga $200 untuk Tab S7, atau $230 untuk Tab S7+.

Galaxy Watch3

Buat yang sudah lama mendambakan perangkat wearable baru dari Samsung, Galaxy Watch3 hadir membawa sederet penyempurnaan dibanding pendahulunya. Yang paling utama, dimensinya lebih ringkas daripada Galaxy Watch orisinal – 14% lebih tipis, 8% lebih kecil, dan 15% lebih ringan – akan tetapi di saat yang sama layarnya justru bertambah besar.

Watch3 hadir dalam dua ukuran: 45 mm dengan layar 1,4 inci, dan 41 mm dengan layar 1,2 inci. Keduanya sama-sama menggunakan panel Super AMOLED beresolusi 360 x 360 pixel, serta mengemas rangka yang terbuat dari bahan stainless steel. Khusus varian 45 mm, konsumen juga bisa membeli yang rangkanya terbuat dari titanium.

Secara keseluruhan, desain Watch3 kelihatan klasik dan elegan. Samsung mengaku bekerja sama dengan produsen arloji asal Swiss IWC Schaffhausen selama mengembangkan Watch3. Supaya lebih elegan lagi, semua varian Watch3 secara default hadir dengan strap berbahan kulit ketimbang karet, tapi khusus untuk varian titanium, strap-nya berbahan logam supaya lebih selaras.

Namun berita terbaiknya adalah, bezel memutar yang sempat absen di Watch Active maupun Watch Active 2 kini hadir sebagai standar di seluruh varian Watch3. Sertifikasi IP68 dan ketahanan air hingga 50 meter, tidak ketinggalan juga sertifikasi lolos standar militer MIL-STD-810G, semuanya merupakan jaminan atas ketangguhan fisik perangkat ini.

Bicara soal fisik, bagaimana dengan kemampuannya memonitor kesehatan fisik pengguna? Well, fitur tracking yang Watch3 terbilang sangat lengkap. Bahkan fitur-fitur yang termasuk langka seperti memonitor tekanan darah maupun electrocardiogram (ECG) pun tersedia. Fitur sleep tracking-nya pun juga sudah disempurnakan agar dapat memonitor pola pernafasan sekaligus laju jantung penggunanya.

Untuk menunjang kinerja smartwatch dengan sistem operasi Tizen ini, Samsung telah menyematkan chipset Exynos 9110 dengan prosesor dual-core, lengkap beserta RAM 1 GB dan storage internal 8 GB. Baterainya sendiri punya kapasitas 340 mAh pada varian 45 mm, atau 247 mAh pada varian 41 mm, dan Samsung mengklaim daya tahannya bisa mencapai dua hari dalam sekali charge.

Di Amerika Serikat, Samsung akan segera memasarkan Galaxy Watch3 dengan harga mulai $400 untuk varian 41 mm, atau mulai $430 untuk varian 45 mm. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: Mystic Bronze, Mystic Black, dan Mystic Silver. Namun kalau memilih varian titanium, maka warna yang tersedia hanyalah Mystic Black.

Galaxy Buds Live

Terakhir, saatnya membahas TWS unik bernama Galaxy Buds Live. Bentuknya benar-benar tidak umum, hampir menyerupai kacang merah atau malah sepasang ginjal manusia. Juga bisa menipu ketika dilihat secara sepintas adalah bagian yang menonjol yang bertuliskan “L” dan “R”. Menipu karena bagian ini bukanlah bagian eartip yang dimasukkan ke kanal telinga, melainkan bagian wingtip yang bakal menahan posisi perangkat selama berada di telinga.

Wingtip-nya ini hadir dalam dua ukuran yang berbeda sehingga dapat disesuaikan dengan bentuk dan ukuran telinga masing-masing pengguna. Samsung percaya desain seperti ini bakal terasa sangat nyaman karena porsi perangkat yang keluar dari telinga sangatlah minimal. Tentu saja cara terbaik untuk menjajal klaim Samsung ini adalah dengan mengenakan Buds Live ini selagi tidur miring.

Secara keseluruhan, dimensi Buds Live sangatlah mungil. Beratnya tidak lebih dari 5,6 gram, dan charging case-nya pun juga cukup kecil untuk bisa tenggelam dalam kepalan tangan. Juga unik adalah bagaimana fisik perangkat bersertifikasi IPX2 ini dibuat sepenuhnya menggunakan material hasil daur ulang.

Perihal kualitas suara, Samsung lagi-lagi memercayakan keahlian teknisi-teknisi AKG dalam meramu desain akustik yang terbaik buat Buds Live. Perangkat datang membawa driver berdiameter 12 mm, lengkap beserta sepasang ventilasi udara, serta sebuah bass duct untuk semakin memantapkan reproduksi bass-nya.

Tidak seperti Galaxy Buds+, Buds Live telah dilengkapi dengan fitur active noise cancelling (ANC). Fitur ANC-nya pun agak berbeda dari biasanya karena dirancang agar bisa mengeliminasi suara-suara bising di sekitar seperti deruman mesin mobil atau mesin pesawat, tapi di saat yang sama masih membiarkan suara percakapan atau pengumuman terdengar oleh penggunanya.

Terkait input, Buds Live mengunggulkan tiga buah mikrofon dan Voice Pickup Unit. Komponen yang terakhir ini unik karena dirancang untuk mendeteksi ketika rahang pengguna bergerak, sehingga perangkat kemudian bisa mengoptimalkan teknik pengambilan suaranya. Hasil akhirnya menurut Samsung adalah, suara pengguna Buds Live yang sedang berada di tempat ramai akan tetap terdengar jernih oleh lawan bicaranya.

Dalam satu kali pengisian, baterai milik perangkat berharga jual $170 ini diestimasikan bisa bertahan sampai 6 jam pemakaian, atau sampai 21 jam kalau dipadukan dengan charging case-nya. Daya penggunaannya bisa diperpanjang lagi menjadi sampai 8 jam kalau fitur ANC-nya dimatikan, atau sampai 29 jam bersama charging case-nya.

Sumber: Samsung.

Google Akuisisi Produsen Kacamata Pintar North

Terakhir diberitakan setahun lalu, Google Glass meluncur sebagai produk enterprise generasi kedua. Publik mungkin sudah lupa bahwa ia sempat eksis sebagai produk consumer (meski tidak secara luas), namun sebagian lainnya mungkin juga masih mempertanyakan kapan Glass dapat terealisasi kembali sebagai produk yang dapat digunakan oleh konsumen secara umum.

Google memang tidak punya jawabannya, akan tetapi akuisisi terbaru mereka setidaknya mengindikasikan secuil harapan terkait masa depan Glass ke depannya. Melalui blog resminya, Google mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi North, perusahaan asal Kanada yang sempat mencuri perhatian di tahun 2018 lewat produk debutannya, Focals.

Focals merupakan kacamata pintar yang cukup istimewa. Bentuknya hampir menyerupai kacamata biasa, dan kita tak akan menyadari bahwa ia merupakan sebuah gadget kalau bukan karena bagian tangkainya yang sedikit lebih gemuk dari biasanya. Teknologi display-nya pun unik, memanfaatkan retinal projection berbasis laser sehingga konten yang tampil pada lensa transparannya cuma bisa dilihat oleh si pengguna itu sendiri.

Sayangnya kekurangan terbesar Focals juga diakibatkan oleh teknologi display-nya tersebut. Karena menyangkut mata pengguna secara langsung, konsumen yang hendak membelinya diwajibkan untuk datang ke showroom North untuk menjalani proses 3D scanning kepala terlebih dulu, sehingga pada akhirnya ukuran dan bentuk kacamatanya bisa benar-benar sesuai dengan tiap-tiap pengguna, dan proyeksinya tidak ada yang meleset.

Teaser gambar sekuel Focals yang batal dirilis / North
Teaser gambar sekuel Focals yang batal dirilis / North

Menjelang akhir tahun lalu, North sempat diberitakan sedang menyiapkan penerus Focals yang diklaim lebih ringkas dan mengemas display yang lebih tajam. Sayang produk generasi kedua yang semestinya dijadwalkan hadir tahun ini tersebut tidak akan terwujud karena North memutuskan untuk membatalkan pengembangannya seiring bergabungnya mereka dengan Google.

Mungkinkah teknologi-teknologinya bakal ditransfer ke Google Glass sehingga kita pada akhirnya dapat berjumpa lagi dengan Glass versi consumer? Mungkin saja, tapi Google menolak untuk mendiskusikannya secara detail. Mereka hanya bilang bahwa kedatangan tim North dapat membantu mereka mewujudkan visinya di bidang ambient computing.

Perlu dicatat juga bahwa Focals bukanlah produk pertama North. Mereka juga merupakan pencipta Myo Armband, sebuah perangkat inovatif yang mampu menerjemahkan gerakan otot-otot di pergelangan tangan menjadi input untuk mengontrol berbagai macam perangkat. Google sudah pasti tidak akan menyia-nyiakan teknologinya dan bakal bereksperimen lebih lanjut dengannya.

Sumber: Google dan TechCrunch.

Hublot Luncurkan Smartwatch Keduanya, Kali Ini Tanpa Tema Sepak Bola

Produsen jam tangan kenamaan asal Swiss, Hublot, meluncurkan smartwatch Wear OS baru bernama Big Bang E. Kalau Anda ingat, ini bukanlah smartwatch pertama mereka. Di tahun 2018, Hublot sempat memproduksi Big Bang Referee yang dirancang untuk mendampingi para wasit di sepanjang perhelatan Piala Dunia 2018.

Big Bang E tidak mengangkat tema sepak bola sedikit pun – kemungkinan karena Euro 2020 tahun ini batal digelar – dan ini saja sebenarnya sudah bisa menarik perhatian lebih banyak kalangan ketimbang Big Bang Referee. Lebih lanjut, dimensinya jauh lebih ringkas daripada Big Bang Referee, yang tergolong bongsor dengan diameter 49 mm.

Big Bang E di sisi lain punya diameter 42 mm saja. Ia hadir dalam dua versi yang berbeda; satu dengan case berbahan titanium, satu lagi dengan bahan keramik. Perangkat tergolong cukup tipis di angka 12,8 mm, dan secara keseluruhan tahan air hingga kedalaman 30 meter. Strap-nya mudah dilepas pasang cukup dengan satu klik tombol saja.

Hublot Big Bang E

Big Bang E mengemas layar AMOLED sebesar 1,21 inci dengan resolusi 390 x 390 pixel, dan tentu saja layarnya sudah dilapisi kaca kristal safir. Di sisi kanannya, kita bisa melihat sebuah crown yang dapat diputar sekaligus ditekan.

Secara teknis, spesifikasi Big Bang E kurang lebih sama seperti Tag Heuer Connected 2020, yang sebenarnya masih di bawah satu grup induk LVMH: chipset Qualcomm Snapdragon Wear 3100, RAM 1 GB, dan storage internal 8 GB. Sayangnya, meski dilengkapi NFC, versi Bluetooth-nya masih 4.2.

Lebih mengecewakan lagi, Big Bang E sama sekali tidak dilengkapi GPS ataupun heart-rate monitor, dan dua fitur ini merupakan salah satu keunggulan utama Tag Heuer Connected 2020. Kapasitas baterainya juga terbilang kecil di angka 300 mAh.

Hublot Big Bang E

Terlepas dari itu, semua kelebihan sistem operasi Wear OS tentunya bisa didapatkan di sini. Hublot juga tidak lupa menyematkan sejumlah watch face eksklusif, termasuk salah satunya yang dapat menampilkan fase bulan secara presisi.

Berhubung ini Hublot, harganya sudah pasti mahal. Versi titaniumnya dibanderol $5.200, sedangkan versi keramiknya $5.800. Harganya bahkan lebih mahal lagi dibanding Big Bang Referee, dan jauh lebih mahal daripada Tag Heuer Connected 2020 yang berfitur lebih komplet – yang sendirinya juga sudah masuk kategori smartwatch sultan.

Sumber: Wareable dan Hublot.