Hykso Ibarat Fitbit-nya Para Petinju Profesional

Dunia tidak kekurangan stok activity tracker, bahkan yang spesifik untuk aktivitas tertentu. Ada tracker untuk penggemar golf, ada yang untuk binaragawan, dan ada juga yang ditujukan secara khusus untuk para petinju seperti yang satu ini.

Bernama Hykso, ia sebenarnya merupakan sepasang sensor dengan tebal sekitar 6 mm yang mudah sekali diselipkan ke dalam hand wrap maupun sarung tinju. Kalau Fitbit bertugas memonitor langkah kaki Anda, Hykso akan memperhatikan semua pukulan yang Anda keluarkan saat berlatih.

Hykso memadukan accelerometer, gyroscope dan algoritma khusus untuk mengenali berbagai jenis pukulan dalam olahraga tinju. Tak hanya menghitung berapa jab, hook atau uppercut yang Anda lakukan, Hykso juga akan mengukur intensitas keseluruhan berkat kemampuannya mengukur kecepatan ayunan pukulan Anda.

Hykso

Semua data tersebut akan diteruskan secara real-time ke smartphone atau tablet lewat Bluetooth 4.2. Selanjutnya pengguna tinggal mempelajari data-data yang sebelumnya tak bisa didapat tersebut. Kalau ada instruktur pribadi, tentunya data-data ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung masukan-masukan yang diberikan.

Dikembangkan oleh alumnus University of Canada, Hykso sekarang sudah banyak dipakai oleh petinju profesional. Salah satunya adalah juara kelas bulu tak terkalahkan Javier Fortuna, serta sejumlah atlet berprospek lainnya. Di sejumlah pertandingan, Hykso bahkan berjasa atas statistik yang ditampilkan di hadapan penonton pada layar besar di arena tinju.

Hykso

Sepasang sensor Hykso ini nantinya akan dipasarkan seharga $250, sudah termasuk charger yang berfungsi sebagai carrying case sekaligus. Hykso turut menawarkan versi Pro yang ditargetkan pada atlet tinju profesional.

Sumber: Wareable.

Victorinox INOX Cybertool Ubah Arloji Biasa Menjadi Smartwatch

Bertambah lagi pabrikan arloji asal Swiss yang meramaikan pasar smartwatch, yakni Victorinox Swiss Army yang berkolaborasi dengan Acer. Namun ketimbang meluncurkan sebuah smartwatch, mereka lebih memilih merilis sebuah aksesori yang dapat memberikan fungsi-fungsi pintar pada arloji analog besutannya.

Didapuk INOX Cybertool, perangkat ini ibarat sebuah casing yang dipasangkan di atas jam tangan dari lini Victorinox INOX. Cincin yang mengitari wajah arloji ini merupakan sebuah layar LED, dapat digunakan sebagai chronograph, stopwatch atau sekadar menampilkan waktu di zona yang berbeda dari lokasi pengguna.

Selain dibekali kemampuan untuk meneruskan notifikasi dari smartphone, INOX Cybertool juga mengemas accelerometer sehingga jam tangan yang menjadi ‘rumahnya’ dapat difungsikan sebagai fitness tracker, memonitor jumlah langkah kaki, kalori yang terbakar dan jarak tempuh secara keseluruhan.

Victorinox INOX Cybertool

Pengoperasiannya mengandalkan sepasang tombol, bukan panel sentuh. Menariknya, saat kedua tombol ini ditekan secara bersamaan, INOX Cybertool akan mengirim koordinat GPS ke kontak yang sudah ditetapkan terlebih dulu sebelumnya. Lebih lanjut, fitur ini juga bisa dimanfaatkan untuk mencari smartphone yang hilang dengan membunyikan ringtone meski perangkat sedang dalam posisi silent.

INOX Cybertool mengemas baterai dengan daya tahan sekitar satu minggu. Namun berhubung ia hanyalah sebuah aksesori, jam tangannya sendiri masih tetap bisa Anda pakai seperti biasa meski baterai Cybertool habis. Konsep lepas-pasang ini juga memungkinkan pengguna untuk memakainya di saat yang dibutuhkan saja.

Fisik INOX Cybertool terbuat dari bahan polyurethane berkualitas, sedangkan layar LED-nya dilapisi oleh kaca Gorilla Glass 3. Bobotnya cuma 24 gram, tapi ukurannya cukup besar, dengan diameter 52 mm dan tebal 22 mm. Ia tahan air dengan sertifikasi IPX7.

INOX Cybertool tentunya akan menjadi menarik kalau Anda punya arloji Victorinox INOX. Selain itu, Anda kurang beruntung. Harganya diperkirakan berkisar $150 – $225, namun belum ada kepastian soal jadwal perilisannya.

Sumber: A Blog to Watch.

Epson Umumkan Kacamata Pintar Terbarunya, Moverio BT-300

Masih ingat dengan kacamata pintar Epson Moverio BT-200? Di saat kehadiran Google Glass versi baru masih berupa misteri, Epson rupanya sudah mencuri start terlebih dulu. Pada ajang MWC 2016, pesaing Canon di pasar printer tersebut meluncurkan Moverio BT-300, yang tak lain merupakan kacamata pintar generasi terbarunya.

Dibanding pendahulunya, BT-300 punya desain yang lebih menarik sekaligus lebih ringkas. Dimensinya lebih tipis dan bobotnya secara keseluruhan lebih ringan 20 persen. Perbaikan desain ini juga dimaksudkan supaya BT-300 bisa dikenakan di atas kacamata biasa dan tidak membuat hidung terasa cepat lelah.

Selain desain, Epson juga banyak membenahi jeroannya menjadi lebih canggih lagi. Layarnya kini punya resolusi HD (1280 x 720 pixel) dan memakai panel Si-OLED (Silicon OLED). Menurut Epson, panel layar ini sanggup menghasilkan tone warna hitam yang lebih pekat, yang pada akhirnya berujung pada proyeksi spektrum warna yang lebih luas dan konten pun bisa tampak lebih realistis.

Epson Moverio BT-300

Sama seperti kedua pendahulunya, Epson Moverio BT-300 masih ditemani oleh sebuah unit kontrol yang tersambung oleh kabel. Unit ini bertanggung jawab atas segala pengolahan konten, termasuk menjalankan sistem operasi Android 5.1. Di dalamnya tertanam prosesor quad-core Intel Atom X5 berkecepatan 1,44 GHz, bukan lagi buatan Texas Intruments.

Perubahan mencolok lain adalah kamera 5 megapixel yang menggantikan kamera VGA milik pendahulunya. Untuk mengambil gambar, pengguna hanya perlu menerapkan gesture di depan pandangannya karena perangkat ini sudah dilengkapi dengan sensor pengenal gerakan, sanggup mengubah pandangan menjadi ibarat kanvas digital.

Apa saja skenario penggunaan Moverio BT-300? Cukup banyak. Dari sisi konsumen, perangkat ini bisa menjadi teman saat sedang membakar lemak di gym berkat teknologi augmented reality. Untuk pemilik drone, perangkat ini akan menampilkan apapun yang sedang direkam oleh si robot terbang langsung ke pandangan Anda, tapi di saat yang sama Anda masih sadar akan posisi dan apa saja yang ada di sekitar Anda.

Kendati demikian, Epson masih menargetkan produk ini ke kalangan enterprise untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Gampangnya, perangkat ini tidak dimaksudkan untuk dipakai secara terus-menerus layaknya sebuah kacamata biasa. Hal itu juga yang menjelaskan mengapa BT-300 masih ditemani oleh sebuah unit kontrol yang tersambung dengan kabel.

Soal harga, Epson masih belum mau memastikannya, namun diperkirakan berkisar di angka $700 – $800 – tidak jauh berbeda dibanding kedua pendahulunya. Pemasarannya dijadwalkan pada kuartal keempat tahun ini, tapi bisa saja berubah.

Sumber: Epson dan TechCrunch.

Garmin Rilis Dua Perangkat Wearable Anyar, Vivofit 3 dan Vivoactive HR

Kemeriahan event Mobile World Congress 2016 di Barcelona dimanfaatkan Garmin untuk memperkenalkan dua perangkat wearable terbarunya: Garmin Vivofit 3 dan Garmin Vivoactive HR. Keduanya merupakan suksesor yang membawa sejumlah peningkatan, baik dari segi fitur maupun estetika.

Garmin Vivofit 3

Garmin Vivofit 3

Sejak generasi pertamanya, Vivofit secara spesifik ditujukan buat konsumen yang sekadar memerlukan fitness tracker sederhana yang bisa diandalkan setiap harinya. Vivofit 3 masih mempertahankan esensi tersebut, namun desainnya kini telah diperbarui sehingga tampak lebih fashionable.

Layarnya kini mengecil, tapi tidak masalah karena pengguna sekarang bisa mengganti strap-nya dengan gaya yang bermacam-macam. Semua fitur tracking-nya masih tersedia, mulai dari memonitor jumlah langkah kaki, kalori yang terbakar dan fitur sleep tracking secara otomatis.

Namun perubahan yang paling menonjol adalah kehadiran fitur bernama Move IQ. Fitur ini pada dasarnya memungkinkan Vivofit 3 untuk mengenali berbagai macam aktivitas fisik, termasuk berlari, bersepeda atau berenang, lalu memulai proses tracking dengan sendirinya. Kedengarannya tidak asing? Ya, cara kerjanya memang mirip seperti fitur SmartTrack milik Fitbit.

Atribut penting pendahulunya turut dipertahankan oleh Vivofit 3, yakni daya tahan baterai selama satu tahun penuh. Ia mengemas baterai kancing standar seperti yang biasa dipakai oleh jam tangan, jadi Anda tak perlu dipusingkan dengan charging sama sekali.

Vivofit 3 akan dipasarkan mulai kuartal kedua tahun ini seharga $100. Garmin juga akan menawarkan bundle berisi dua strap ekstra karya desainer ternama seharga $40. Contohnya bisa Anda lihat sendiri pada gambar di atas.

Garmin Vivoactive HR

Garmin Vivoactive HR

Selain Vivofit 3, Garmin turut memperkenalkan suksesor dari smartwatch Vivoactive. Didapuk Vivoactive HR, desainnya kini jauh lebih modis daripada pendahulunya. Layarnya masih menggunakan panel sentuh berwarna yang selalu menyala, serta dapat dibaca dengan mudah meski berada di bawah terik matahari.

Penambahan label “HR” menandakan bahwa smartwatch ini sekarang punya kemampuan memonitor laju jantung pengguna secara konstan. Garmin memakai teknologi rancangannya sendiri, sama seperti yang tersematkan dalam Garmin Forerunner 235. Tidak ketinggalan pula kehadiran barometric altimeter yang memungkinkannya untuk memonitor tingkat elevasi.

Smartwatch ini masih ditenagai oleh software Garmin Connect IQ yang memberikan kebebasan bagi pengguna untuk mengunduh aplikasi maupun watch face ekstra dengan mudah. Bersamaan dengan itu, hadir pula fitur Move IQ seperti yang dimiliki Vivofit 3 tadi.

Soal daya tahan baterai, Garmin mengklaim Vivoactive HR bisa bertahan selama 8 hari meski digunakan untuk memonitor aktivitas maupun laju jantung secara terus-menerus. Hanya saja kalau pengguna turut mengaktifkan fungsi GPS, daya tahan baterainnya akan menurun drastis menjadi 13 jam saja.

Sama seperti Vivofit 3, Vivoactive HR bakal meluncur ke pasaran mulai kuartal kedua tahun ini seharga $250. Konsumen juga bisa membeli strap ekstra dalam berbagai pilihan warna, masing-masing dihargai $30.

Sumber: Garmin 1, 2 via Wareable 1, 2.

Setelah Sabuk Pintar, Samsung Kini Punya Sepatu Pintar Bernama IOFIT

Samsung, lewat divisi Creative Lab-nya, kembali memamerkan salah satu inovasi terbarunya di bidang teknologi wearable. Sebelumnya, kita sudah melihat sebuah sabuk pintar dan dua perangkat inovatif lainnya di ajang CES 2016. Menjelang event Mobile World Congress (MWC) 2016 nanti, giliran sebuah sepatu pintar yang unjuk gigi.

Namanya IOFIT, dan ia dikembangkan oleh startup bimbingan Samsung bernama Salted Venture. Lalu apa hubungannya dengan divisi Creative Lab? Well, para pendirinya merupakan mantan karyawan Samsung yang dipersilakan membentuk startup-nya sendiri demi merealisasikan buah pemikirannya secara mandiri.

Namun latar belakang pendirinya tidak terlalu penting jika kita mempertimbangkan apa yang bisa ditawarkan oleh sepatu pintar ini. IOFIT pada dasarnya dirancang untuk meningkatkan keseimbangan tubuh pengguna sekaligus memperbaiki posturnya saat tengah berolahraga atau ketika bermain golf.

IOFIT by Salted Venture

Rahasianya ada di balik deretan sensor seperti accelerometer dan sensor tekanan yang tertanam di sisi luar sepatu. Perpaduan ini memungkinkan IOFIT untuk mengukur tingkat keseimbangan tubuh, selisih berat di setiap sisi, dan bahkan lokasi dari pusat gravitasi. Parameter yang terakhir ini sangat berpengaruh terhadap resiko terjadinya cedera saat berolahraga.

Semua data ini akan di-update secara real-time, lalu ditampilkan pada aplikasi pendamping IOFIT di smartphone. Aplikasinya juga menawarkan fitur video playback sehingga pengguna dapat mengevaluasi postur beserta datanya secara real-time, lalu memperbaikinya di sesi berikutnya.

Menurut sang pengembang, data-data ini sebelumnya hanya bisa didapat dengan menggunakan perangkat berharga mahal. Jadi dengan kata lain, tujuan IOFIT adalah membuatnya jadi portable dan jauh lebih terjangkau.

IOFIT by Salted Venture

Kemampuan analisis IOFIT dan aplikasinya ini juga bisa dimanfaatkan pengguna untuk berkonsultasi dengan instruktur pribadinya masing-masing. Dua video dari sesi latihan yang berbeda bisa ditampilkan bersebelahan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari data-data yang dikumpulkan.

Namun semua itu akan terasa percuma apabila tidak pengguna yang tertarik mengenakan IOFIT. Sebagai sebuah sepatu, tentunya ia harus tampil atraktif – fungsi itu penting, tapi desain juga tidak kalah penting. Untuk itu, Salted Venture bakal berkolaborasi dengan sejumlah pabrikan sepatu kenamaan demi mewujudkan sepatu IOFIT yang mampu mengundang ketertarikan konsumen.

IOFIT by Salted Venture

Salted Venture sudah siap untuk tampil dan mendemonstrasikan IOFIT di ajang MWC 2016 pada 22 – 25 Februari mendatang. Mereka berharap bisa mengumpulkan masukan dari para pengunjung serta menggaet lebih banyak lagi pabrikan sepatu yang tertarik bekerja sama dengan mereka.

Ke depannya, Salted Venture berencana untuk membuka pre-order IOFIT dalam bentuk kampanye crowdfunding, berdasarkan laporan VentureBeat. Banderol harganya diperkirakan berkisar $149 untuk versi standar, dan $199 untuk versi golf.

Sumber: Samsung.

Qualcomm Luncurkan Snapdragon Wear, Chipset Khusus untuk Perangkat Wearable

Qualcomm boleh berbangga atas pencapaiannya sejauh ini: hampir semua smartwatch Android Wear mengandalkan chipset Snapdragon 400 buatannya. Namun bukannya merasa puas, hal ini justru malah menginspirasi Qualcomm untuk berinovasi lebih giat lagi demi memajukan industri perangkat wearable.

Maka dari itu lahirlah Snapdragon Wear, sebuah chipset lengkap yang dirancang dan ditujukan secara spesifik untuk perangkat wearable. Varian yang pertama, yakni Snapdragon Wear 2100, punya sejumlah kelebihan yang tak dimiliki chipset Snapdragon 400.

Utamanya adalah ukuran fisik chipset yang 30 persen lebih kecil. Hal ini berarti pabrikan smartwatch atau perangkat wearable lainnya bisa mendesain perangkat yang lebih tipis, lebih ringkas sekaligus lebih keren daripada sebelumnya. Anda suka dengan desain Moto 360 tapi ukurannya terlalu besar? Berkat Snapdragon Wear, generasi ketiganya nanti mungkin bisa sedikit menyusut ukurannya.

Selain lebih kecil, Snapdragon Wear 2100 juga 25 persen lebih hemat daya ketimbang Snapdragon 400. Semua cara meningkatkan daya tahan baterai pastinya akan disambut dengan tangan terbuka oleh pengguna, dan 25 persen adalah angka yang lumayan; kalau saja suatu smartwatch punya daya baterai 4 hari, secara teori Snapdragon Wear bisa menambahkan 1 hari ekstra.

Keunggulan selanjutnya adalah deretan sensor irit daya yang terintegrasi ke chipset. Qualcomm mengklaim Snapdragon Wear bisa mengimplementasikan algoritma yang lebih kompleks, serta lebih akurat dalam memonitor berbagai parameter daripada Snapdragon 400.

Terakhir, Snapdragon Wear telah mendukung jaringan LTE secara default di samping konektivitas Wi-Fi dan Bluetooth. Dengan demikian, smartwatch yang ditenagai chipset baru ini nantinya dapat mengaktifkan segudang fungsi tanpa harus tersambung ke smartphone terlebih dulu.

Chipset khusus perangkat wearable ini sudah tersedia buat pabrikan hardware mulai hari ini juga, lengkap beserta platform yang dibutuhkan untuk tahap pengembangan. LG pun langsung bergerak cepat, mengungkapkan rencananya untuk merilis sejumlah smartwatch dan perangkat wearable baru yang ditenagai Snapdragon Wear 2100 tahun ini juga.

Sumber: Qualcomm.

Update Terbaru untuk Moto 360 Generasi Kedua Hadirkan Fitur-Fitur Android Marshmallow

Beberapa hari yang lalu, Google meluncurkan update versi 1.4 untuk smartwatch Android Wear. Penambahan fiturnya memang tidak begitu dramatis, tapi masih cukup bermanfaat. Kini giliran Moto 360 generasi kedua yang menerima update cukup signifikan.

Dua di antara fitur baru yang tersedia dalam update ini pada dasarnya merupakan fitur milik Android Marshmallow, yakni Doze dan App Permissions. Fitur Doze sederhananya akan membantu menghemat baterai smartwatch dengan cara mematikan sejumlah fungsi yang berjalan di background ketika smartwatch terdeteksi sedang tidak digunakan.

Di smartphone, fitur ini terbukti mampu memberikan peningkatan daya tahan baterai yang cukup signifikan. Mengingat baterai milik smartwatch biasanya berukuran kecil, fitur ini tentu saja bisa menjadi pembaruan yang sangat bermanfaat.

Fitur App Permissions di sisi lain memungkinkan pengguna untuk mengatur fungsi apa saja yang bisa diakses oleh masing-masing aplikasi milik smartwatch, misalnya lokasi atau input suara. Fitur ini bisa diakses lewat menu pengaturan, dan pengguna tinggal menyentuh masing-masing permission untuk mengaktifkan atau menonaktifkannya.

Fitur lain yang dihadirkan di antaranya adalah dukungan bahasa baru yang meliputi Bahasa Indonesia, pengaturan tanggal dan waktu secara manual (tidak bergantung pada smartphone yang terhubung), serta peningkatan performa secara luas. Di saat yang sama, hadir pula aplikasi Moto Body Running untuk memonitor aktivitas berlari Anda di dalam ruangan (waktu, kecepatan, jarak tempuh dan laju jantung).

Menarik juga untuk diperhatikan bahwa update ini bisa menjadi pertanda bahwa dua fitur Marshmallow di atas juga bakal mampir ke smartwatch Android Wear yang lain ke depannya. Pengguna Moto 360 generasi kedua sendiri masih harus menunggu beberapa hari sebelum update ini selesai didistribusikan secara menyeluruh.

Sumber: Android Police.

Android Wear Kini Dilengkapi Gesture Baru dan Input Suara untuk App Pihak Ketiga

Google baru saja meluncurkan update untuk smartwatch Android Wear. Dalam versi terbarunya tersebut (versi 1.4), terdapat tiga fitur anyar yang cukup menarik.

Yang pertama adalah penambahan gesture baru. Sebelumnya, pengguna sudah bisa melakukan scrolling antar satu card dan yang lain dengan memutar-mutar pergelangan tangannya. Kini pengguna juga bisa memilih opsi pada suatu card dengan mengepalkan tangan lalu menggerakkannya ke bawah dengan cepat, atau sebaliknya untuk kembali ke halaman semula.

Lebih lanjut, pengguna juga bisa kembali ke tampilan watch face secara instan dengan menggerakkan kepalan tangannya maju-mundur dengan cepat. Gesture ini bisa diterapkan kapan saja, plus berfungsi untuk membatalkan aksi-aksi tertentu.

Update versi 1.4 ini juga membawa fitur input suara di aplikasi pihak ketiga. Pengguna kini bisa mengirim pesan di aplikasi macam Hangouts, Telegram, Viber, WeChat atau WhatsApp dengan menggunakan suaranya. Contoh perintah suaranya adalah, “OK Google, send a WhatsApp message to Nathan: I’ll be right there.”

Selain input suara, dukungan speaker kini juga tersedia di Android Wear. Yang pengguna perlukan tentu saja adalah smartwatch yang dilengkapi speaker, seperti Huawei Watch dan Asus ZenWatch 2. Dengan kedua smartwatch ini, pengguna bisa melakukan panggilan telepon via sambungan Bluetooth, atau mendengarkan pesan audio/video dari app macam Glide.

Google menjelaskan bahwa update ini akan dirilis dalam beberapa minggu ke depan untuk semua smartwatch Android Wear, termasuk yang masih baru seperti Casio Smart Outdoor Watch. Fitur-fitur barunya memang tidak membawa perubahan yang sangat dramatis, tapi paling tidak bisa cukup bermanfaat, terutama fitur input suara pada app pihak ketiga tadi.

Sumber: Android Blog.

Fitbit Lebur Fungsi dan Estetika Lewat Tracker Baru, Fitbit Alta

Selama berkiprah, Fitbit bisa dikatakan lebih mementingkan fungsi ketimbang estetika. Lini activity tracker-nya ditujukan buat konsumen dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Ada Flex yang merupakan tracker standar untuk keperluan sehari-hari, ada Charge HR yang mengemas sensor laju jantung untuk pengguna yang lebih aktif, dan ada pula Surge yang dilengkapi fitur tracking paling komplet.

Namun dari semua itu belum ada yang punya desain begitu wah, termasuk halnya smartwatch perdana Fitbit, yaitu Blaze. Kalau selama ini estetika merupakan faktor yang menghalangi Anda membeli salah satu produk Fitbit, masalah itu akan segera diatasi oleh tracker paling gres bernama Fitbit Alta.

Fitbit dengan tegas menjelaskan bahwa Alta dirancang dengan titik berat pada aspek fashion. Ia secara khusus diciptakan untuk menjadi pelengkap busana Anda, sekaligus di saat yang sama memonitor kebugaran tubuh Anda setiap harinya.

Melihat fisiknya, kita tidak perlu terkejut. Bagian inti tracker dikemas dalam case stainless steel – Fitbit bahkan juga bakal menawarkannya dalam warna emas. Case bermaterial premium ini turut didampingi oleh deretan strap yang terbuat dari bahan premium pula, mencakup kulit asli dan stainless steel yang dipoles.

Fitbit Alta

Dari segi fitur, Alta pada dasarnya sangat mirip dengan Fitbit Charge (non-HR). Ia dapat memonitor aktivitas maupun pola tidur secara otomatis. Ia bahkan juga dilengkapi fitur SmartTrack, dimana tracker dapat mengenali jenis olahraga tertentu yang tengah dijalani penggunanya secara otomatis.

Sama seperti activity tracker pada umumnya, Alta juga akan mengingatkan pengguna agar tidak terlalu lama bermalas-malasan di atas kursi. Karena ditujukan buat konsumen secara luas, Alta tak dibekali sensor laju jantung maupun GPS. Hal ini pun membawa dampak positif pada daya tahan baterainya, dimana ia bisa beroperasi hingga lima hari dalam satu kali charge.

Alta hadir bersama sebuah layar sentuh OLED monokrom. Pengguna bisa memanfaatkannya untuk menjadi penunjuk waktu, dimana tampilannya bisa diatur dalam mode portrait ataupun landscape. Layar ini juga berfungsi untuk menampilkan notifikasi yang masuk ke smartphone pengguna.

Soal harga, Fitbit Alta dibanderol $130, sudah termasuk satu strap standar yang terbuat dari karet. Konsumen bisa membeli strap lain secara terpisah: yang berbahan kulit dihargai $60, sedangkan yang terbuat dari stainless steel dipatok $100. Jadwal rilis internasionalnya akan dimulai pada bulan April mendatang. Nantinya, Fitbit juga berencana menghadirkan aksesori garapan brand fashion ternama Tory Burch untuk Alta.

Sumber: Fitbit.

Aksesori Ini Beri Kemampuan Merekam Laju Jantung pada Pebble Time

Pebble sudah punya sistem activity dan sleep tracking-nya sendiri buat seluruh lini smartwatch Pebble Time. Namun rasanya masih ada yang kurang dari sistem bernama Pebble Health tersebut, yaitu kemampuan memonitor laju jantung layaknya smartwatch lain yang ada di pasaran.

Beruntung Pebble Time dirancang dengan konsep yang ‘terbuka’, dimana pada dasarnya pabrikan-pabrikan lain bisa menambahkan fitur-fitur baru melalui aksesori yang tersambung pada konektor Smartstrap milik Pebble Time. Dari situ muncul ide inovatif dari sebuah pabrikan aksesori bernama Tylt.

Mereka memperkenalkan Tylt VU Pulse. Produk ini merupakan sebuah casing untuk smartwatch Pebble Time maupun Pebble Time Steel. Tapi tentu saja bukan sembarang casing yang sekedar memberikan proteksi, melainkan yang dibekali sensor laju jantung serta teknologi Qi wireless charging.

Tylt VU Pulse

Tebalnya yang cuma 4,4 mm tidak akan mengubah penampilan Pebble Time maupun mempengaruhi tingkat kenyamanannya secara drastis. Ia datang bersama sebuah wireless charging pad, yang berarti smartwatch bisa di-charge tanpa kabel sampai penuh dalam waktu sekitar dua jam – lebih lama dari biasanya, tapi jauh lebih praktis.

Tapi fitur utama VU Pulse justru adalah sensor optiknya yang sanggup memonitor laju jantung pengguna. Sensor ini bisa dijalankan dalam dua mode, pasif atau aktif. Dalam mode pasif, ia akan merekam laju jantung pengguna setiap 30 menit sekali; sedangkan dalam mode aktif, ia akan terus memonitor laju jantung setiap 10 detik, ideal saat pengguna sedang berlari maupun berolahraga lain.

Tylt VU Pulse

VU Pulse juga datang bersama aplikasi pendampingnya sendiri untuk Pebble Time. Pun begitu, Tylt telah merancang supaya data laju jantung yang direkam bisa diintegrasikan ke dalam Pebble Health. Dengan demikian, pengguna pun bisa mendapatkan evaluasi lengkap terkait aktivitas fisik, pola tidur hingga fluktuasi laju jantungnya.

Mengingat Pebble Time lahir dari Kickstarter, maka tidak mengherankan apabila Tylt VU Pulse juga hadir melalui situs crowdfunding tersebut. Konsumen yang tertarik bisa memesannya seharga $39 per unit, belum termasuk biaya pengiriman internasional sebesar $5.

Sumber: Wareable.