Persis Kacamata Biasa, Focals Unggulkan Teknologi Retinal Projection dan Integrasi Alexa

Februari lalu, Intel memamerkan prototipe kacamata pintar buatannya yang bernama Vaunt. Namun sebelum perangkat itu sempat terealisasi, entah kenapa Intel memutuskan untuk menyetop pengembangannya.

Sangat disayangkan memang, mengingat Vaunt menyimpan teknologi retinal projection yang amat istimewa. Teknologi ini sangat berbeda dibanding yang diterapkan pada Google Glass, dan karena konten diproyeksikan langsung ke retina, semuanya akan selalu kelihatan fokus.

Kabar baiknya, Intel ternyata bukan satu-satunya perusahaan yang mampu mengimplementasikan teknologi retinal projection pada kacamata. Baru-baru ini, sebuah startup asal Kanada bernama North menyingkap kacamata augmented reality bernama Focals yang mengusung teknologi serupa.

North Focals

Seperti Vaunt, Focals juga memanfaatkan retinal projection sehingga konten hanya dapat dilihat oleh penggunanya saja, dan dari luar fisiknya kelihatan persis seperti kacamata biasa. Proyektor laser ini mengambil ruang kecil di pelipis sebelah kanan, bersamaan dengan komponen elektronik lainnya.

Kalau Anda bingung North ini datang dari mana kok tiba-tiba membuat terobosan secanggih ini? Well, mereka adalah Thalmic Labs yang sudah berganti nama.

Thalmic Labs adalah pengembang Myo Armband, yang baru-baru ini dihentikan pemasarannya, sebab Thalmic ingin berfokus sepenuhnya pada produk barunya. Produk baru yang dimaksud adalah Focals ini, yang ternyata juga sesuai dengan rumor yang beredar sebelumnya.

North Focals

Yang tidak banyak orang ketahui adalah, Intel merupakan salah satu investor North. Dua tahun lalu, North yang kala itu masih bernama Thalmic Labs meraih pendanaan senilai $120 juta dari Intel Capital, Amazon Alexa Fund, dan Fidelity Investments Canada. Mungkin ini yang menjadi salah satu alasan mengapa Intel menyetop pengembangan Vaunt.

Melihat ada nama Amazon sebagai salah satu investornya, Anda tak perlu terkejut mengetahui Focals dibekali integrasi Alexa. Ya, kacamata ini dapat Anda operasikan dengan perintah suara layaknya Vuzix Blade, dan Alexa bakal merespon secara lisan (via speaker terintegrasi) atau menampilkan informasinya secara visual. Namun perintah suara bukan satu-satunya metode input yang ditawarkan Focals.

North Focals

Setiap paket penjualannya turut disertai semacam cincin kecil bernama Loop. Cincin ini mengemas joystick imut-imut yang bisa digerakkan ke empat arah sekaligus diklik. Jadi ketika Loop Anda pasang di telunjuk, Anda bisa mengoperasikan Focals dengan menggerakkan joystick-nya menggunakan ibu jari, tanpa sekalipun mengangkat tangan Anda.

Lalu apa saja yang bisa pengguna lakukan dengan Focals setelah perangkat tersambung ke ponsel Android atau iPhone via Bluetooth? Dari yang sederhana seperti membaca pesan teks sekaligus meresponnya, mengakses kalender dan reminder, memantau ramalan cuaca, sampai menerima panduan navigasi turn-by-turn maupun memesan Uber. North bilang bahwa Focals mampu menyajikan informasi-informasi ini secara proaktif sesuai konteks.

North Focals

Di samping Loop, paket penjualan Focals juga mencakup sebuah carrying case yang merangkap peran sebagai charger untuk Focals dan Loop sekaligus. Untuk pemakaian standar, baterai Focals diperkirakan bisa bertahan sampai sekitar 18 jam, sedangkan Loop sudah pasti lebih awet dari itu.

North berencana memasarkan Focals sebelum akhir tahun ini seharga $999. Focals bakal hadir dalam dua varian desain: Classic dan Round, dengan tiga pilihan warna (hitam, abu-abu dan tortoise).

Satu kekurangan Focals adalah ketersediaannya. Ia tak bisa dibeli secara online begitu saja. Konsumen diwajibkan datang ke showroom North di kota Toronto atau New York untuk melakukan pengukuran terlebih dulu, sebab North ingin produknya benar-benar nyaman dipakai oleh masing-masing konsumennya.

Sumber: VentureBeat dan North.

Pakai OS Bikinan Sendiri, Huawei Watch GT Diklaim Punya Baterai yang Tahan Sampai Dua Minggu

Huawei resmi memperkenalkan smartphone flagship barunya, Mate 20 dan Mate 20 Pro. Bersamaan dengan itu, produsen smartphone nomor dua urusan market share itu juga menyingkap smartwatch baru bernama Huawei Watch GT.

Watch GT adalah smartwatch pertama Huawei yang tidak menggunakan sistem operasi Wear OS. Sebagai gantinya, Huawei menyematkan sistem bikinannya sendiri yang dijuluki LiteOS – yang awalnya ditujukan untuk ekosistem Internet of Things (IoT) – demi memaksimalkan daya tahan baterai perangkat.

Huawei Watch GT

Huawei tampaknya tidak main-main soal itu. Watch GT diklaim dapat beroperasi hingga 2 minggu, dengan fitur heart-rate monitoring aktif dan fitness tracking yang berfungsi selama 90 menit per minggunya. Tanpa heart-rate monitoring dan fitness tracking – hanya untuk menerima pesan dan panggilan telepon saja – Watch GT diyakini bisa terus menyala sampai 30 hari.

Untuk penggunaan secara aktif (fitness tracking secara kontinu, heart-rate monitoring dan GPS menyala), Watch GT sanggup mendampingi penggunanya hingga 22 jam nonstop. Angka-angka itu akan terdengar semakin mengesankan setelah mengetahui spesifikasinya, utamanya layar sentuh AMOLED 1,39 inci dengan resolusi 454 x 454 pixel (326 ppi).

Huawei Watch GT

Sayang Huawei enggan merincikan spesifikasi lengkapnya. Mereka sama sekali tidak mencantumkan tipe chipset yang digunakan. Dugaan saya, Huawei menggunakan chipset bikinannya sendiri yang dibantu AI untuk memaksimalkan manajemen daya.

Terkait desain, wujud Watch GT cukup mirip seperti Huawei Watch 2, terlebih berkat sepasang tombol di sisi kanannya. Bodinya yang tahan air sampai kedalaman 50 meter tergolong bongsor, dengan diameter 46,5 mm, tebal 10,6 mm dan bobot 46 gram. Material yang digunakan mencakup logam, plastik dan keramik, sedangkan strap-nya tersedia dalam varian silikon dan kulit.

Jadwal perilisan Huawei Watch GT masih belum ditentukan, akan tetapi harganya dipatok 199 euro untuk varian Sport, dan 249 euro untuk varian Classic.

Sumber: 1, 2, 3.

Perangkat Wearable Inovatif Myo Armband Berhenti Dipasarkan

Bagi yang mengikuti perkembangan perangkat wearable sejak lama, Anda semestinya pernah mendengar tentang Myo Armband. Dikembangkan oleh startup bernama Thalmic Labs, perangkat inovatif itu memanfaatkan sederet sensor electromyographic (EMG) untuk mendeteksi aktivitas elektrik pada otot-otot di pergelangan tangan.

Digabungkan dengan gyroscope, accelerometer dan magnetometer, Myo pun sanggup menerjemahkan informasi tersebut menjadi gesture tangan yang beragam untuk mengontrol berbagai perangkat; mulai dari komputer, VR headset sampai drone. Setelah sejumlah revisi, versi ritel Myo pada akhirnya dirilis di tahun 2015.

Sayang sekali umur Myo rupanya cukup pendek. Baru-baru ini, Thalmic memutuskan untuk berhenti memasarkan Myo dengan alasan perlu berfokus penuh pada produk barunya. Belum ada informasi mengenai apa produk baru tersebut, tapi yang pasti betul-betul berbeda dari Myo – ada rumor yang mengatakan smart glasses – dan Thalmic berencana untuk menyingkapnya dalam waktu dekat.

Sepanjang perjalanannya sejak tahun 2012, Thalmic berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $135 juta dari sejumlah investor. Myo yang dijual seharga $200 sendiri juga sempat menjadi sorotan dalam sejumlah pencapaian teknologi.

Salah satu yang paling keren adalah pencapaian dari para peneliti di John Hopkins University, yang memanfaatkan dua unit Myo agar seorang pasien amputasi dapat mengontrol tangan prostetiknya.

Tidak kalah menarik adalah ketika Myo berada di tangan seorang DJ kelas dunia, yaitu Armin van Buuren. DJ asal Belanda itu sempat mengenakan Myo di kedua tangannya untuk mengontrol efek pencahayaan yang bombastis pada salah satu konsernya.

Seumpama Thalmic benar pivot ke smart glasses, kita mungkin bakal menilainya sebagai sebuah downgrade. Namun semestinya mereka mampu menawarkan inovasi yang sangat menarik di ranah tersebut, apalagi mengingat mereka harus benar-benar berpaling dari Myo, dan itu yang membuat saya cukup penasaran.

Sumber: VentureBeat dan Thalmic.

Montblanc Summit 2 Resmi Dirilis, Smartwatch Pertama dengan Chipset Snapdragon Wear 3100

Saat hendak membeli smartphone flagship baru tahun ini, Anda tentu mengincar yang dibekali chipset Snapdragon 845, bukan 835 keluaran tahun lalu. Prinsip serupa semestinya juga perlu diterapkan saat tengah mengincar smartwatch Wear OS baru; cari yang menggunakan chipset Snapdragon Wear 3100 yang masih sangat baru, bukan Wear 2100 yang sudah uzur.

Sayang pilihannya sejauh ini belum banyak, bahkan LG Watch W7 yang diluncurkan bulan ini saja masih menggunakan chipset berusia dua tahun. Pada kenyataannya, untuk sekarang baru ada satu smartwatch Wear OS yang memakai chipset terbaru Qualcomm, yaitu Montblanc Summit 2.

Tidak seperti pendahulunya, Summit 2 dirancang sebagai jam tangan unisex, meski diameter 42 mm mungkin masih terasa terlalu besar untuk sebagian konsumen wanita. Terlepas dari itu, penampilannya secara keseluruhan memang kelihatan lebih ringkas, terutama di bagian bezel yang mengitari layar.

Montblanc Summit 2

Sebagai sebuah Montblanc, kesan mewah tentu tidak luput darinya. Selain varian stainless steel, Summit 2 juga ditawarkan dalam varian titanium. Crown-nya yang berbentuk seperti matahari juga terbuat dari bahan stainless steel, dan ketika diapit oleh dua tombol tambahan, tampak mirip seperti desain jam tangan klasik Montblanc 1858 Chronograph.

Layar sentuhnya yang berlapis kristal safir menggunakan panel AMOLED 1,2 inci beresolusi 390 x 390 pixel (327 ppi). Tebal perangkat secara menyeluruh tidak lebih dari 14,3 mm, dan strap 22 mm yang terpasang tentu dapat dilepas dan diganti dengan yang lain yang berbahan kulit, nilon, silikon maupun yang bergaya Milanese.

Montblanc Summit 2

Kembali ke angle utama, yang menjadi sorotan utama di sini tentu saja adalah chipset Snapdragon Wear 3100, yang ditemani oleh RAM 1 GB dan penyimpanan internal 8 GB. Chipset baru ini berdampak langsung pada daya tahan baterainya, yang diklaim tahan sampai satu hari penuh, atau sampai satu minggu dalam posisi “Time Only Mode”.

Ambient Mode yang dimiliki Summit 2 juga berbeda, dengan tingkat kecerahan layar yang lebih tinggi, serta mampu menampilkan live complication beserta pergerakan jarum detik yang mulus. Terkait software, Summit 2 telah menggunakan versi terbaru Wear OS yang tampilannya sudah dirombak.

Secara keseluruhan, Montblanc Summit 2 mengemas fitur yang cukup lengkap, termasuk halnya NFC, GPS dan heart-rate monitor. Montblanc saat ini telah memasarkannya dengan harga mulai $995.

Sumber: 9to5Google.

LG Watch W7 Adalah Smartwatch Wear OS dengan Elemen Mekanis Jam Tangan Tradisional

Salah satu alasan klise yang dilontarkan konsumen yang enggan membeli smartwatch adalah, mereka menginginkan smartwatch yang tampak seperti jam tangan normal. Mereka memang punya banyak pilihan smartwatch analog, tapi tanpa adanya layar, tentu saja fitur dan informasi yang dapat disajikan sangatlah terbatas.

Solusinya, menurut LG, adalah mengadopsi sistem hybrid. Hybrid di sini maksudnya adalah perpaduan elemen mekanis jam tangan tradisional dengan layar sentuh. Dari situ lahirlah LG Watch W7, smartwatch pertama LG sejak LG Watch Sport dan Watch Style yang dirilis di awal tahun 2017, yang diungkap berbarengan dengan LG V40 ThinQ.

Elemen mekanis itu diwakilkan oleh sistem pergerakan buatan pemasok komponen horologi asal Swiss, Soprod SA, serta jarum jam dan menit fisik yang semuanya bergerak secara mandiri tanpa bergantung sistem elektronik milik W7. Persis di bawah jarum jam dan menit itu ada panel OLED 1,2 inci beresolusi 360 x 360 pixel.

LG Watch W7

Sebelum LG, sebenarnya sudah ada startup asal Swiss yang mengimplementasikan sistem hybrid serupa, yakni MyKronoz. Bedanya, LG Watch W7 merupakan smartwatch Wear OS, dan itu berarti fitur-fitur yang ditawarkan sama persis seperti smartwatch Wear OS lain, termasuk desain baru yang Google ungkap belum lama ini.

Adanya jarum penunjuk waktu fisik berarti W7 bakal kelihatan sangat mirip seperti jam tangan tradisional. Namun di saat yang sama, jarum tersebut bisa mengganggu visibilitas, terutama ketika perangkat sedang menampilkan notifikasi.

LG sudah menyiapkan solusinya, meski kesannya kurang elegan: saat tombol atasnya ditekan, jarum jam dan menitnya akan bergeser ke posisi angka 3 dan 9, diikuti oleh tampilan display yang bergerak naik sedikit. Harapannya, teks yang tengah ditampilkan bisa terbaca lebih jelas.

LG Watch W7

Namun hal yang paling menyebalkan dari W7 adalah spesifikasinya. LG masih menggunakan chipset Snapdragon Wear 2100, bukan Snapdragon Wear 3100 yang baru saja dirilis dan menjanjikan peningkatan efisiensi baterai yang cukup signifikan.

Alhasil, W7 hanya bisa digunakan selama 2 hari sebelum perlu diisi ulang baterainya. Kehadiran elemen mekanis itu tidak banyak membantu kecuali pengguna menonaktifkan mode smartwatch (layarnya mati total), di mana baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 100 hari dalam mode jam tangan biasa ini.

LG Watch W7

Yang lebih mengejutkan lagi, fitur fitness tracking yang ditawarkan W7 jauh dari kata komplet. Tidak ada heart-rate sensor di sini, demikian pula GPS. LG juga tidak menyematkan NFC maupun konektivitas LTE pada W7.

Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa nilai jual utama LG Watch W7 adalah aspek estetikanya. Itu juga yang menjadi alasan mengapa harganya tergolong mahal: $450, ketika dipasarkan mulai 14 Oktober nanti.

Sumber: CNET dan SlashGear.

Withings Luncurkan Smartwatch Analog Baru, Steel HR Sport

April 2016, Withings resmi dibeli oleh Nokia. Di bawah Nokia, produk perdana mereka adalah Withings Steel HR, yang dirilis pada bulan September 2016. Lompat ke Juni 2018, Nokia resmi menjual Withings ke pemilik aslinya. Produk pertamanya semenjak kembali berdiri sendiri lagi adalah Withings Steel HR Sport.

Apakah ini sekadar kebetulan? Mungkin saja, tapi yang pasti seri Steel HR selalu menjadi bagian penting dalam kiprah Withings. Lalu apa yang membuat Steel HR Sport ini berbeda dibanding sebelumnya, selain statusnya sebagai produk perdana Withings pasca kembali ke pemilik aslinya? Sebenarnya tidak banyak, tapi akan saya coba jelaskan.

Withings Steel HR Sport

Masih berupa smartwatch analog, desain Steel HR Sport hanya berbeda sedikit dibanding Steel HR. Yang paling kelihatan adalah case yang kini berwarna gunmetal (abu-abu gelap). Bahannya masih stainless steel, dan ketahanan airnya masih sampai 50 meter, akan tetapi varian yang tersedia sekarang cuma yang berdiameter 40 mm saja (Steel HR biasa punya varian 36 mm).

Wajah Steel HR Sport diisi sejumlah angka dibanding Steel HR yang mulus. Kalau benar-benar diamati, tampak bahwa logo Withings juga sudah berubah, dan saya pribadi suka dengan jarum dua warnanya (baik pada latar putih maupun hitam), plus jarum kecil di bawah yang berwarna merah yang menjadi indikator progress beraktivitas.

Withings Steel HR Sport

Guna menambah kesan sporty, Steel HR Sport datang bersama strap berbahan silikon dengan motif lubang-lubang. Buat saya, desain Steel HR lebih cantik digandengkan dengan strap kulit (untungnya masih bisa dibeli secara terpisah), tapi toh itu semua hanya masalah selera, dan lebih banyak pilihan adalah kabar baik buat konsumen.

Dari segi fungsionalitas, Steel HR Sport juga mirip seperti Steel HR, dengan sejumlah pengecualian, utamanya kemampuan nebeng GPS milik smartphone – sayang belum dedicated sehingga perangkat bisa digunakan secara mandiri. Fitur ini absen pada Steel HR, dan secara langsung menambah ragam aktivitas yang dapat dimonitor oleh Steel HR Sport, mulai dari berlari sampai bersepeda.

Withings Steel HR Sport

Memonitor laju jantung maupun VO2 Max masih bisa dilakukan, dan seperti sebelumnya, informasinya akan ditampilkan pada layar OLED kecil yang ada di antara penunjuk angka 11 dan 1. Yang baru adalah fitur notifikasi yang lebih kapabel; bukan lagi terbatas pada panggilan telepon, pesan teks dan kalender saja, tapi Steel HR Sport juga bisa meneruskan notifikasi dari >100 aplikasi.

Satu yang tidak berubah namun sama sekali bukanlah hal buruk adalah ketahanan baterainya. Steel HR Sport masih bisa beroperasi selama 25 hari (dan bisa ditambah lagi hingga 20 hari sebagai jam tangan biasa). Withings sekarang sudah memasarkannya seharga $200, namun konsumen harus menambah $50 untuk strap kulitnya.

Sumber: PR Newswire.

Apple Watch Series 4 Hadir Membawa Perubahan yang Paling Banyak Dibanding Sebelumnya

Tidak terasa sudah empat tahun sejak Apple Watch pertama diperkenalkan. Tahun 2016, Apple Watch Series 2 hadir membawa peningkatan performa dalam bodi yang sama tapi tahan air sepenuhnya. Tahun 2017, Apple Watch Series 3 kembali menghadirkan lonjakan performa dan konektivitas seluler, tapi lagi-lagi tanpa ubahan desain yang berarti.

Tahun ini, Apple Watch Series 4 bisa dibilang membawa perubahan yang paling banyak. Saat mengungkapnya bersama trio iPhone X baru, Apple bilang bahwa mereka telah merancangnya ulang. Namun klaim ini tidak akan terbukti kalau kita hanya melihat Series 4 sepintas.

Apple Watch Series 4

Penampilannya secara keseluruhan masih sama, akan tetapi ukuran layarnya membesar sekitar 30 persen – bezel-nya menyusut cukup signifikan, dan bagian ujung layarnya dibuat melengkung seperti iPhone (case-nya pun juga lebih membulat ketimbang Series 3). Bukan cuma layarnya, dimensi fisiknya pun ikut membesar: Series 4 tersedia dalam dua varian ukuran, 40 mm atau 44 mm (sebelumnya 38 mm dan 42 mm).

Karena layarnya membesar, resolusi panel OLED-nya pun ikut meningkat. Varian 40 mm mengemas resolusi 324 x 394 pixel, sedangkan varian 44 mm mengemas 368 x 448 pixel. Tingkat kecerahan maksimumnya masih sama seperti Series 3 di angka 1.000 nit. Layar yang lebih besar juga berarti informasi yang ditampilkan bisa lebih banyak, dan komplikasinya pun lebih variatif.

Apple Watch Series 4

Material yang digunakan masih sama, aluminium atau stainless steel, tergantung variannya (tidak ada lagi varian mewah yang terbuat dari emas murni maupun keramik seperti sebelum-sebelumnya). Sisi belakang Series 4 diklaim sepenuhnya terbuat dari keramik dan dilapis kristal safir. Ketahanan airnya sama (hingga 50 meter), tapi bodinya sedikit lebih tipis (10,7 mm dibandingkan 11,4 mm pada Series 3).

Masih seputar fisik, Digital Crown milik Series 4 kini dilengkapi haptic feedback alias efek getaran saat diputar. Aksen merah untuk varian selulernya tak lagi norak seperti di Series 3, melainkan berbentuk cincin kecil layaknya lini lensa kamera premium Canon. Terakhir, volume speaker-nya diklaim 50% lebih keras.

Apple Watch Series 4

Series 4 ditenagai oleh chipset Apple S4 dengan prosesor dual-core beraksitektur 64-bit. Performanya diyakini dua kali lebih gegas dibanding Series 3. Bukan cuma prosesornya yang baru, bahkan accelerometer dan gyroscope-nya pun baru; lebih efektif sampai-sampai Series 4 dapat mendeteksi apabila penggunanya terjatuh (fitur yang Apple sebut dengan istilah Fall Detection).

Fall Detection ini bekerja secara otomatis. Ketika perangkat mendeteksi pengguna terjatuh, layarnya akan langsung menampilkan notifikasi, menanyakan apakah penggunanya baik-baik saja. Seumpama pengguna tidak merespon sampai satu menit, perangkat bakal langsung menghubungi layanan darurat (SOS).

Apple Watch Series 4

Sensor optik untuk memonitor laju jantung masih ada di belakang, tapi kini didampingi sensor elektrik berupa elektroda yang mengitari sensor optik tersebut. Perpaduan dua sensor ini memungkinkan Series 4 untuk bekerja layaknya alat electrocardiogram, atau yang lebih dikenal dengan sebutan ECG.

Proses pemeriksaan ECG pada Apple Watch hanya memerlukan waktu 30 detik saja. Setelahnya, layar akan langsung menampilkan klasifikasi dari ritme jantung pengguna. Semua datanya akan disimpan dalam aplikasi Health di perangkat iOS, dan bisa dibagikan ke dokter spesialis dalam bentuk PDF. ECG on-demand ini sejatinya bisa menjadi nilai jual utama Series 4 kalau menurut saya.

Apple Watch Series 4

Terkait konektivitas, Apple mengklaim bahwa desain baru Series 4 juga berujung pada penerimaan sinyal LTE yang lebih baik daripada sebelumnya. Sepele namun tidak kalah penting adalah Bluetooth 5.0 yang menggantikan Bluetooth 4.2 milik generasi sebelumnya.

Mungkin satu-satunya hal yang mengecewakan dari Series 4 adalah daya tahan baterainya yang cuma 18 jam pemakaian. Meski begitu, setidaknya angka ini sama persis dan tidak lebih buruk daripada Series 3, padahal kita tahu Series 4 memiliki bodi yang lebih tipis.

Apple Watch Hermes Series 4 / Apple
Apple Watch Hermes Series 4 / Apple

Apple Watch Series 4 akan dipasarkan di berbagai negara mulai 21 September. Harganya dimulai di angka $399, atau $499 untuk varian LTE-nya. Beragam variasi desain tentu masih menjadi salah satu nilai jual Series 4, dan varian stainless steel-nya kini juga tersedia dalam warna emas seperti iPhone XS dan XS Max.

Kabar baiknya, Series 4 kompatibel dengan semua strap Apple Watch generasi sebelumnya. Varian eksklusif Apple Watch Nike+ maupun Apple Watch Hermes juga masih menjadi bagian dari lineup Series 4. Apple juga masih akan menjual Series 3, tapi harga awalnya turun menjadi $279.

Sumber: Apple.

Qualcomm Akhirnya Luncurkan Chipset Smartwatch Baru, Snapdragon Wear 3100

Salah satu smartwatch Wear OS terbaru yang dirilis belum lama ini adalah Skagen Falster 2. Desainnya menawan, fiturnya lengkap, tapi masih ada satu hal yang mengganjal: chipset yang digunakan, Qualcomm Snapdragon Wear 2100, sudah berusia dua tahun lebih.

Ini bukan salah Skagen, akan tetapi memang selama dua tahun ini Qualcomm sama sekali belum meluncurkan chipset smartwatch baru, sampai akhirnya mereka buka omongan dan berjanji menghadirkan Snapdragon Wear versi baru di musim gugur tahun ini. Janji tersebut akhirnya mereka tepati lewat Snapdragon Wear 3100 (SDW3100).

Secara teknis, SDW3100 sebenarnya masih menggunakan prosesor quad-core yang sama seperti milik SDW2100, yang berarti performanya tidak berubah. Yang berbeda adalah kehadiran co-processor bernama QCC1110 yang mendampinginya. Fisik co-processor ini begitu mungil, cuma 21 mm², dan tugas utamanya adalah mengatasi keperluan-keperluan komputasi yang tidak butuh daya besar.

Co-processor QCC1110 yang terdapat pada Snapdragon Wear 3100 / Qualcomm
Co-processor QCC1110 yang terdapat pada Snapdragon Wear 3100 / Qualcomm

Qualcomm sendiri menjelaskannya seperti ini: saat pengguna benar-benar memakai smartwatch-nya secara aktif (mengutak-atik layarnya), yang bekerja adalah prosesor utamanya, namun kalau dirata-rata ini hanya terjadi sekitar 5 – 10 persen setiap harinya. Sisa 90 persennya, smartwatch akan beroperasi di background, dan di sini giliran co-processor tadi yang bekerja.

Penggunaan co-processor ini diklaim dapat menurunkan konsumsi daya sampai 20 kali lipat, dan menurut Qualcomm, smartwatch yang ditenagai SDW3100 mampu memberikan daya tahan baterai 4 – 12 jam lebih lama daripada yang menggunakan SDW2100. Angka pastinya tentu bergantung pada banyak faktor seperti ukuran dan resolusi layar, maupun kapasitas baterai.

Supaya kinerjanya lebih maksimal, SDW3100 dilengkapi tiga mode untuk skenario penggunaan yang berbeda. Mode yang pertama ditujukan untuk menemani kegiatan berolahraga, memastikan GPS dan heart-rate monitor tetap aktif selagi menyuguhkan ketahanan baterai hingga 15 jam. Mode yang kedua akan menyulap smartwatch menjadi seperti jam tangan tradisional, membatasi fitur-fiturnya demi mewujudkan baterai yang awet sampai satu minggu.

Terakhir, ada mode yang dirancang khusus untuk smartwatch yang masuk kategori fashion. Mode ini pada dasarnya akan memastikan layar terus menyala dan menampilkan sejumlah komplikasi, hanya saja tampilannya cuma dibatasi dalam 16 warna saja, dan tingkat kecerahan layarnya bakal berubah-ubah sesuai kondisi pencahayaan di sekitar.

Montblanc Summit 2 / Wareable
Montblanc Summit 2 / Wareable

Kabar baiknya, konsumen tidak perlu menunggu kedatangan smartwatch SDW3100 terlalu lama. Qualcomm sudah memasoknya ke sejumlah tiga brand: Fossil Group, Louis Vuitton dan Montblanc. Montblanc adalah yang pertama kebagian jatah. Mereka pun tak mau berlama-lama dan langsung mengumumkan Summit 2, penerus dari smartwatch perdananya yang dirilis tahun lalu.

Dibandingkan pendahulunya, Summit 2 jauh kelihatan lebih unisex. Dimensinya mengecil agar tetap tampak ideal di pergelangan tangan kaum adam maupun hawa, dan desainnya sendiri boleh dibilang terkesan lebih dewasa. Menurut Montblanc sendiri, Summit 2 diciptakan sebagai teman perjalanan, teman fitness sekaligus teman bertualang.

Montblanc masih belum banyak bicara soal fitur dan spesifikasi, namun yang pasti ada chipset Snapdragon Wear 3100 yang menjadi otaknya. Rencananya, Montblanc Summit 2 akan dilepas ke pasaran mulai bulan Oktober. Harganya belum diketahui, tapi semestinya tidak akan lebih murah dari pendahulunya yang berada di kisaran $900.

Sumber: 1, 2, 3.

MyKronoz ZeTime 2 Teruskan Jejak Pendahulunya Mendefinisikan Ulang Istilah Smartwatch Hybrid

Dunia mengenal istilah smartwatch hybrid sebagai jam tangan analog yang dilengkapi kapabilitas activity tracking. Namun startup asal Swiss bernama MyKronoz punya anggapan berbeda. Buat mereka, smartwatch hybrid adalah smartwatch yang berhasil mengawinkan elemen mekanis dengan kecanggihan layar sentuh, dan itu sudah mereka wujudkan tahun lalu melalui perangkat bernama ZeTime.

Untuk tahun ini, MyKronoz telah menyiapkan ZeTime 2 sebagai suksesornya. Tentu saja perpaduan jarum jam mekanis dan touchscreen masih menjadi nilai jual utama di sini, akan tetapi MyKronoz telah menyempurnakan sejumlah aspek lainnya. Dari segi opsi, konsumen kini bisa memilih antara varian berdiameter 44 mm (Regular) atau 39 mm (Petite).

Layar sentuh yang dikitari case stainless steel itu sekarang menggunakan panel AMOLED; diameternya 1,3 inci pada varian Regular, 1,05 inci pada varian Petite. UI-nya diklaim juga telah disempurnakan, dan yang lebih menarik, ZeTime 2 kini dibekali mikrofon sehingga dapat dioperasikan via perintah suara.

Sensor laju jantung tentu masih dipertahankan, demikian pula integrasi NFC dan konstruksi tahan air, meski sekarang cuma 3ATM (turun dari 5ATM). Yang meningkat cukup drastis adalah ketahanan baterainya, kini mampu bertahan sampai 60 hari dalam mode analog (ZeTime orisinil hanya 30 hari), atau hingga 4 hari dalam mode smartwatch sepenuhnya.

MyKronoz ZeTime 2

Dalam kesempatan yang sama, MyKronoz turut memperkenalkan ZePop, varian lebih terjangkau dari ZeTime 2. ZePop juga dibekali sistem hybrid yang dibanggakan seri ZeTime, akan tetapi case-nya cuma terbuat dari plastik polycarbonate, dan layar sentuhnya juga bukan panel AMOLED.

Jeroan yang diusungnya mirip seperti ZeTime 2, kecuali gyroscope, mikrofon dan NFC yang semuanya absen pada ZePop. Soal baterai, ZePop mirip seperti ZeTime orisinil: 30 hari dalam mode analog, 3 hari dalam mode smartwatch.

MyKronoz ZeTime 2 rencananya akan dipasarkan seharga 200 euro, sedangkan ZePop seharga 130 euro. Sayang sejauh ini belum ada informasi terkait kapan pastinya kedua smartwatch unik ini bakal dipasarkan.

Sumber: Wareable.

Spectacles 2 Kini Hadir dalam Varian Baru yang Lebih Mirip Kacamata Hitam Tradisional

April lalu, Snap (induk perusahaan Snapchat) meluncurkan Spectacles generasi kedua yang membawa sejumlah penyempurnaan hardware. Dimensinya juga lebih ringkas, tapi kelemahannya masih tetap: penampilannya masih terlalu nyentrik jika disandingkan dengan kacamata biasa.

Untuk itu, Snap telah merancang style baru Spectacles 2 yang dijuluki Veronica dan Nico. Dari gambarnya bisa dilihat kalau keduanya jauh lebih mirip kacamata hitam tradisional. Tentu saja sepasang kamera masih tertanam di ujung bingkainya, dan kapabilitas kamera ini masih sama persis seperti sebelumnya.

Spectacles 2 Veronica / Snap
Spectacles 2 Veronica / Snap

Sementara baru tersedia dalam warna serba hitam, dua varian anyar Spectacles 2 ini juga dilengkapi lensa polarized. Ketahanan airnya juga masih dipertahankan, sehingga momen basah-basahan pun dapat diabadikan dengan mudah.

Kalau melihat desainnya, Snap terkesan ingin menumbuhkan aura elegan pada Spectacles. Hal ini juga tercermin dari carrying case yang mendampinginya; bukan lagi hard case berwarna kuning mencolok, melainkan semi-soft case berwarna hitam, meski kabel charging-nya masih saja kuning.

Spectacles 2 Veronica

Data yang dikumpulkan Snap mencatatkan bahwa sejak Spectacles 2 diluncurkan, ada 40 persen lebih banyak foto dan video yang diunggah yang berasal dari kacamata tersebut. Respon konsumen bisa dibilang cukup positif, dan dua style baru ini bisa dianggap sebagai upaya Snap untuk mempertahankan hype-nya.

Lebih lanjut, Snap juga berencana merilis fitur baru Snapchat yang memungkinkan hasil foto dan video Spectacles untuk dikurasi secara otomatis dan dikelompokkan ke dalam sebuah Highlight Story. Harapannya, pengguna Spectacles tidak perlu repot-repot memilih satu per satu foto atau video terbaik yang hendak diunggah.

Spectacles 2 Nico / Snap
Spectacles 2 Nico / Snap

Baik varian Veronica maupun Nico saat ini sudah dipasarkan seharga $199 ($50 lebih mahal dari varian standar), akan tetapi baru dalam jumlah yang terbatas. Konsumen juga dapat memesan berdasarkan pengukuran matanya masing-masing via layanan Lensabl.

Sumber: The Verge dan Snap.