Bos Xbox: Pasar Ritel Game Tradisional Masih Lebih Besar Daripada Subscription

Di antara nama-nama besar industri gaming, Microsoft adalah salah satu yang paling optimistis soal cloud gaming dan mekanisme subscription. Meski demikian, Microsoft masih belum punya rencana untuk meninggalkan pasar ritel game tradisional, setidaknya dalam waktu dekat ini.

Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Phil Spencer selaku bos besar Xbox sempat menyinggung soal ini. Menurutnya, bisnis subscription yang Xbox jalankan berbeda dari Netflix karena Xbox masih menjual game dengan cara konvensional, dan ini penting karena pasar ritel game masih sangat kuat dan juga terus bertumbuh. Itulah mengapa Xbox memberi pilihan antara subscription dan transaksi kepada konsumennya.

Ditanya mana yang lebih besar antara subscription dan transaksi dari sudut pandang bisnis, Phil dengan sigap menjawab transaksi. “Transaksi lebih besar daripada subscription. Subscription bertumbuh dengan lebih cepat, tapi hanya karena itu relatif baru. Dan dengan Game Pass, kami adalah salah satu penggerak pertama di ranah tersebut. Namun bisnis transaksi sangatlah besar. Kami masih menjual disk fisik,” jelas Phil.

Setidaknya untuk sekarang, masih ada beberapa alasan mengapa Microsoft belum bisa sepenuhnya bergantung pada bisnis subscription. Salah satunya menyangkut isu ketersediaan: layanan Xbox Game Pass maupun PC Game Pass hingga detik ini masih belum tersedia secara resmi di negara-negara besar macam Tiongkok maupun Indonesia. Padahal, hampir semua game keluaran Xbox Game Studios sudah bisa kita beli lewat Steam, termasuk judul-judul terbaru seperti Forza Horizon 5 atau Halo Infinite.

Layanan subscription Xbox Game Pass dan PC Game Pass sejauh ini baru tersedia di beberapa negara saja / Microsoft

Phil juga sempat menyinggung lebih jauh soal cloud gaming, dan bagaimana belakangan ini semakin banyak raksasa teknologi yang tertarik untuk ikut menggeluti bidang ini, mulai dari Google, Amazon, bahkan sampai Netflix sekalipun. Kendati demikian, Phil cukup yakin Microsoft setidaknya satu langkah lebih unggul, sebab di samping memiliki infrastruktur cloud yang bagus, mereka juga sudah paham betul mengenai dunia game development.

“Menurut saya cloud itu penting. Dan Netflix jelas punya cloud. Amazon punya cloud. Google punya kapabilitas cloud yang nyata. Namun tanpa konten, komunitas dan cloud, saya pikir masuk ke gaming saat ini — dan Anda bisa melihatnya pada apa yang sedang Netflix lakukan. Menurut saya apa yang mereka lakukan itu cerdas. Mereka membeli sejumlah studio. Mereka mempelajari proses kreatif dari hiburan interaktif. Dan saya pikir ini merupakan cara cerdas bagi mereka untuk masuk ke ranah ini. Bagi kami, kami sudah memulai ini sejak bertahun-tahun yang lalu,” terang Phil.

Benar saja. Di saat Amazon baru punya satu game yang bisa dibilang lumayan sukses (New World), dan Google malah menutup studio pengembangan game-nya, Microsoft justru merilis banyak game populer hanya di tahun lalu saja (Forza Horizon 5, Halo Infinite, Age of Empires 4, Psychonauts 2). Kita pun juga tidak boleh lupa bahwa Zenimax beserta seluruh anak perusahaannya kini juga merupakan bagian dari keluarga Xbox Game Studios.

Sumber: The New York Times dan PC Gamer.

Rumor: Sony Bakal Satukan PlayStation Plus dan PlayStation Now Menjadi Layanan Subscription Baru

Berdasarkan rumor terbaru yang dilaporkan oleh Bloomberg, Sony tengah sibuk menyiapkan layanan subscription baru untuk PlayStation sebagai respons atas popularitas layanan Xbox Game Pass yang terus mencuat belakangan ini.

Sejauh ini, Sony memang sudah punya dua layanan berlangganan yang ditujukan untuk konsumen PlayStation, yakni PlayStation Plus dan PlayStation Now, akan tetapi layanan baru yang secara internal dikenal dengan codename Spartacus ini kabarnya bakal menyatukan kedua layanan tersebut.

Sekadar mengingatkan, PlayStation Plus merupakan layanan yang diperlukan untuk memainkan sebagian besar game multiplayer sekaligus yang memberi bonus sejumlah game secara gratis, sedangkan PlayStation Now memungkinkan pelanggan untuk mengunduh atau streaming koleksi game yang sudah beredar selama beberapa waktu.

Spartacus di sisi lain bakal hadir dalam tiga tingkatan (tier) yang berbeda. Tier yang pertama menawarkan fasilitas serupa seperti PlayStation Plus. Tier yang kedua menambahkan akses ke sederet game PlayStation 4, dan ke depannya, PlayStation 5. Untuk tier yang ketiga sekaligus yang paling mahal, pelanggan juga bakal mendapat sejumlah demo dan fitur streaming, serta akses ke koleksi judul-judul game klasik yang pernah dirilis di PS1, PS2, PS3, dan bahkan PSP.

Bloomberg juga bilang bahwa ada kemungkinan Sony tetap mempertahankan branding “PlayStation Plus” untuk layanan baru ini. Peluncurannya dikabarkan bakal berlangsung di musim semi 2022, dan akan tersedia untuk pengguna PS4 sekaligus PS5.

Sepintas layanan baru ini kedengarannya menjanjikan, namun sayangnya Sony dikabarkan tidak akan menyertakan judul-judul game baru di hari pertama peluncurannya masing-masing seperti yang Microsoft lakukan dengan Xbox Game Pass. Jadi saat Gran Turismo 7 dirilis pada tanggal 4 Maret 2022, kemungkinan besar game-nya tidak akan langsung tersedia di layanan baru tersebut.

Hal ini kontras dengan yang ditawarkan Xbox Game Pass; Forza Horizon 5 yang dirilis pada tanggal 9 November lalu langsung tersedia buat pelanggan Xbox Game Pass sejak hari pertama, yang pada akhirnya membuat game tersebut dimainkan oleh lebih dari 10 juta orang dalam sepekan pertamanya. Sony tampaknya masih belum seberani itu.

Terlepas dari itu, layanan baru ini semestinya bakal memiliki daya tarik yang lebih besar ketimbang dua layanan subscription PlayStation yang eksis sekarang.

Sumber: Bloomberg. Gambar header: Charles Sims via Unsplash.

Xbox Cloud Gaming Janjikan Kualitas Visual yang Lebih Baik di Browser Microsoft Edge

Layanan seperti Xbox Cloud Gaming (xCloud) memungkinkan kita untuk memainkan beragam game AAA hanya dengan bermodalkan koneksi internet yang cepat dan stabil. Laptop yang Anda gunakan tidak punya kartu grafis diskret? Tidak masalah, sebab semua pemrosesannya berlangsung di server, dan yang dikerjakan laptop Anda pada dasarnya cuma sebatas streaming. Mirip Netflix, tapi yang di-stream video game, bukan film.

Namun seperti halnya Netflix, Xbox Cloud Gaming juga tidak luput dari salah satu kelemahan metode streaming: terkadang gambar bisa kelihatan kurang tajam, terutama jika dibandingkan dengan yang tersaji ketika game diinstal dan dimainkan langsung di perangkat.

Kabar baiknya, Microsoft sudah menyiapkan solusi dalam wujud fitur bernama Clarity Boost. Dengan mengandalkan penyempurnaan teknik scaling dari sisi client, Clarity Boost bisa membantu meningkatkan kualitas visual selama streaming berlangsung.

Perbandingan kualitas visual di game Gears Tactics; detail wajah kelihatan lebih tajam jika Clarity Boost aktif (gambar kanan) / Xbox

Berdasarkan pengujian yang dilakukan The Verge, fitur ini terbukti mampu membuat detail-detail kecil dalam game jadi terlihat lebih tajam, seperti misalnya semak-semak dan tekstur jalanan di game Forza Horizon 5. Kendati demikian, perbedaannya tidak bisa dibilang dramatis.

Hal lain yang perlu dicatat adalah, Clarity Boost sejauh ini cuma tersedia di browser Microsoft Edge, persisnya Edge Canary yang merupakan versi eksperimental. Microsoft juga bilang bahwa ada kemungkinan fitur ini berakibat pada konsumsi baterai perangkat yang lebih boros. Namanya fitur eksperimental, pasti masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan lagi. Rencananya, fitur ini bakal tersedia buat versi standar Edge mulai tahun depan.

Terlepas dari itu, Clarity Boost tentu bisa Microsoft jadikan salah satu cara untuk menggaet lebih banyak pengguna browser Edge, meski tentu saja ini bakal lebih efektif lagi seandainya layanan Xbox Cloud Gaming sendiri sudah tersedia secara resmi di lebih banyak negara. Namun paling tidak cara ini jauh lebih elegan ketimbang strategi licik yang Microsoft terapkan untuk mempersulit pengguna Windows 11 memakai browser selain Edge.

Sumber: The Verge dan Xbox.

Microsoft Tengah Kembangkan Perangkat TV Stick untuk Cloud Gaming

Tren cloud gaming yang semakin populer belakangan ini menunjukkan bahwa agar bisa bermain video game, kita sebenarnya hanya membutuhkan sebuah layar, sebuah controller, dan koneksi internet yang cepat sekaligus stabil. Sejauh ini, layarnya bisa berupa smartphone atau laptop, tapi ke depannya, TV pun juga bakal termasuk.

Inilah yang tengah diupayakan oleh Microsoft. Lewat sebuah blog post, Microsoft menjabarkan rencana-rencana ke depan mereka untuk menyempurnakan ekosistem Xbox. Salah satu agendanya adalah bermitra dengan sejumlah produsen TV untuk mengintegrasikan “Xbox experience” langsung ke perangkat smart TV, sehingga sesi gaming bisa langsung dinikmati di TV tanpa bantuan hardware tambahan terkecuali sebuah controller.

Yang mereka maksud “Xbox experience” sudah pasti adalah fasilitas cloud gaming yang ditawarkan pada layanan berlangganan Xbox Game Pass Ultimate. Alternatifnya, tim Xbox juga sedang sibuk mengembangkan sebuah perangkat streaming yang bisa disambungkan ke TV atau monitor apapun untuk cloud gaming.

Microsoft memang belum menyingkap detail apapun mengenai perangkat tersebut, tapi kita semestinya sudah bisa membayangkan bahwa perangkat yang dimaksud bakal berfungsi layaknya sebuah Android TV stick. Entah TV-nya bisa terhubung ke internet atau tidak, cukup tancapkan perangkat streaming Xbox tersebut beserta sebuah controller, maka deretan game yang terdapat pada katalog Xbox Game Pass pun dapat langsung dimainkan di TV.

Dibandingkan layanan pesaing seperti Google Stadia atau Nvidia GeForce Now, kekuatan utama Xbox Game Pass Ultimate memang terletak pada katalog game-nya, yang dapat dinikmati secara menyeluruh tanpa memerlukan biaya tambahan. Xbox Game Pass Ultimate pada dasarnya adalah yang paling mendekati sebutan “Netflix-nya industri game“, dan itu mungkin bakal sulit terwujud seandainya Microsoft tidak agresif mengakuisisi studio game demi studio game.

Fokus Microsoft ke cloud gaming dan Xbox Game Pass ini sebenarnya tidak terlalu mengherankan mengingat mereka selama ini memang tidak pernah berniat mengambil untung dari penjualan console Xbox. Sebaliknya, laba yang didapat justru berasal dari penjualan video game dan tarif subscription yang dibayarkan oleh jutaan pelanggannya.

Via: Engadget.

GeForce Now Hadir di iOS via Browser, Stadia dan xCloud Bakal Menyusul

Premis di balik layanan cloud gaming sebenarnya cukup simpel: dengan hanya bermodalkan koneksi internet yang cepat dan stabil, pelanggan dapat memainkan berbagai game AAA yang dibuat untuk PC maupun console melalui bermacam perangkat, termasuk halnya smartphone dan tablet.

Namun kalau kita mampir ke situs milik tiga layanan cloud gaming terbesar yang ada sekarang – GeForce Now, Stadia, dan xCloud (Xbox Game Pass) – ternyata yang dimaksud smartphone dan tablet tidak mencakup platform iOS sama sekali. Bukan, ini bukan berarti ketiganya pro-Android, tapi justru karena kebijakan yang Apple tetapkan untuk App Store, yang pada dasarnya tidak mengizinkan eksistensi aplikasi cloud gaming.

Agar bisa merambah pengguna iOS, penyedia layanan cloud gaming sejatinya cuma punya dua opsi: 1) mencantumkan satu per satu game yang ditawarkan ke App Store, yang berarti masing-masing game harus melalui prosedur review standar App Store, atau 2) menawarkan layanannya dalam bentuk web app yang dapat diakses lewat browser (Safari).

xCloud / Microsoft
xCloud / Microsoft

Ketiga layanan tadi rupanya memutuskan untuk mengambil opsi yang kedua, terlepas dari perbedaan model bisnis yang diterapkan oleh masing-masing layanan. Nvidia jadi pertama yang memulai; per 19 November 2020 kemarin, pengguna iPhone dan iPad (di negara-negara yang didukung) dapat mengakses GeForce Now dengan mengunjungi situs play.geforcenow.com di Safari.

Ini sebenarnya bukan pertama kali GeForce Now tersedia sebagai web app, sebab sebelumnya layanan ini sudah tersedia buat Chromebook dengan memanfaatkan teknologi serupa.

Kalau memang bisa diakses dari browser, lalu kenapa harus ada aplikasi terpisah? Well, web app ini bukanlah tanpa kekurangan. Kelemahan terbesarnya sejauh ini adalah tidak adanya dukungan untuk menyambungkan mouse dan keyboard dikarenakan keterbatasan framework WebRTC yang digunakan. Alhasil, sejumlah game yang dirancang secara spesifik untuk dimainkan dengan mouse dan keyboard harus dihapus dari katalog GeForce Now untuk iOS.

Menariknya, kehadiran GeForce Now di Safari ini juga berarti Fornite akan kembali hadir di iOS melalui layanan tersebut setelah resmi didepak sejak Agustus lalu. Nvidia bahkan sedang menyiapkan versi khusus agar pengguna GeForce Now dapat memainkan Fortnite di perangkat iOS tanpa bantuan controller maupun gamepad.

Controller Stadia / Unsplash
Controller Stadia / Unsplash

Dari kubu Google, mereka mengonfirmasi bahwa mereka sedang sibuk menggodok Stadia versi web app untuk dinikmati oleh para pengguna perangkat iOS. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Google berniat merilisnya beberapa minggu dari sekarang.

Beralih ke Microsoft, mereka sejauh ini belum punya pernyataan resmi terkait ketersediaan xCloud di iOS, akan tetapi di bulan Oktober lalu, Business Insider melaporkan bahwa Microsoft sudah punya niatan untuk menawarkan xCloud juga dalam wujud web app. Bahkan pendatang baru Amazon Luna pun dari jauh-jauh hari sudah memastikan bahwa layanannya bakal tersedia di iOS via browser.

Luna / Amazon
Luna / Amazon

Apakah ini berarti pengguna perangkat iOS bakal mendapat pengalaman cloud gaming yang berbeda dari pengguna Android? Sepertinya begitu, sebab secara kinerja aplikasi native sering kali lebih unggul daripada web app, belum lagi soal keterbatasan-keterbatasan seperti misalnya absennya kompatibilitas mouse dan keyboard itu tadi.

Kesannya memang seperti memaksakan, akan tetapi kenyataannya memang pangsa pasar perangkat iOS cukup besar, terutama di negara-negara tempat layanan-layanan ini tersedia. Apakah seterusnya bakal seperti ini? Akankah ke depannya Apple berubah pikiran dan mengizinkan aplikasi cloud gaming di App Store? Kita lihat saja perkembangannya nanti.

Sumber: Engadget dan Nvidia.

Bos Xbox: Semua Karya Xbox Game Studios Akan Tersedia di PC

November ini, perang console next-gen akan resmi dimulai dengan diluncurkannya PlayStation 5 dan Xbox Series X. Terakhir peristiwa serupa terjadi adalah di bulan November 2013, tepatnya ketika PlayStation 4 dan Xbox One juga dirilis hampir bersamaan.

Definisi “perang console” sendiri menurut saya sudah bergeser menjadi “perang game eksklusif”. Pasalnya, kalau kita lihat dari sisi teknis, PlayStation 5 dan Xbox Series X punya spesifikasi yang tidak begitu jauh berbeda, dan keduanya pun sama-sama menjanjikan kualitas grafik next-gen yang kurang lebih sama, dengan dukungan resolusi maksimum 8K atau 4K 120 fps.

Buat saya, memilih console next-gen apa yang harus saya beli sama saja dengan memilih game apa yang ingin saya mainkan. Kalau saya suka game balapan, berarti saya tinggal memilih apakah saya lebih tertarik memainkan Gran Turismo 7 (PS5) atau Forza Motorsport (Xbox Series X). Kira-kira begitu pola pertimbangan paling sederhananya.

Di kubu Sony, definisi eksklusif sendiri sangat jelas: sebagian besar game yang dibuat oleh studio internal mereka (yang berada di bawah naungan PlayStation Studios) hanya bisa dimainkan di PlayStation 5. Namun di kubu Microsoft, definisinya terbilang abu-abu, sebab seperti yang kita tahu, mayoritas game bikinan anak-anak perusahaan Xbox Game Studios dalam beberapa tahun terakhir ini juga tersedia di PC.

Microsoft xCloud (Xbox Game Pass)

Ke depannya, Phil Spencer selaku petinggi Xbox malah memastikan bahwa semua karya studio internal mereka juga akan hadir di PC. Pernyataan ini disampaikan dalam wawancaranya bersama Gamereactor, dan beliau turut mengonfirmasi bahwa ketersediaan di PC ini bukan cuma melalui Microsoft Store, melainkan juga Steam.

Bagi Microsoft, eksklusif bukan berarti mereka harus memaksa konsumen untuk membeli sebuah console Xbox. Di titik ini, Xbox sendiri bisa kita anggap sebagai sebuah ekosistem, dan kebetulan ekosistem tersebut dapat diakses dari berbagai macam perangkat; dari PC atau dari perangkat Android dengan bantuan layanan xCloud (Xbox Game Pass).

Merujuk kembali pada logika “membeli console berdasarkan katalog game eksklusifnya” saya tadi, mudah sekali muncul pertanyaan: “Mengapa saya harus membeli Xbox Series X kalau memang koleksi game-nya bakal bisa dimainkan lewat PC atau perangkat Android?”

Jawabannya adalah timing. Phil memang tidak menjelaskan secara merinci, akan tetapi beliau ada menyinggung soal timing dalam wawancaranya, dan yang saya tangkap, bisa jadi beberapa game eksklusifnya akan hadir lebih dulu di Xbox Series X sebelum akhirnya menyusul ke PC dan xCloud. Kalau ditambah dengan faktor lain seperti kepraktisan atau harga, seharusnya bakal semakin jelas mengapa masih ada orang yang mau membeli console Xbox ketimbang PC.

Via: PC Gamer.

Xbox Series X Resmi Meluncur November 2020

Resmi sudah, walaupun belum ada tanggal pastinya, Microsoft telah mengonfirmasi bahwa Xbox Series X bakal tersedia mulai bulan November. Timing-nya sesuai dengan janji awal mereka untuk menghadirkan sang console next-gen pada musim liburan 2020.

Yang belum terjawab hingga kini adalah eksistensi console next-gen alternatif yang lebih murah, yang rumornya bakal dijuluki Xbox Series S. Microsoft memang belum bicara apa-apa soal perangkat ini, akan tetapi baru-baru ini bocoran gambar yang beredar di Twitter menunjukkan sebuah controller Xbox berwarna putih, dengan label “Xbox Series X|S” tercantum pada boksnya.

Dari kubu lawan, Sony sejauh ini belum mengungkap kapan PlayStation 5 bakal mulai dipasarkan. Kemungkinan besar waktunya bakal hampir bersamaan dengan Xbox Series X, tapi yang pasti kedua perusahaan punya strategi yang agak berbeda, khususnya perihal konten.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Xbox Series X tidak akan hadir bersama judul-judul eksklusif di hari peluncurannya. Sebagai gantinya, sekitar 50 game baru yang akan meluncur di Xbox Series X juga akan tersedia di Xbox One, dan sebagian besar mendukung fitur Smart Delivery sehingga konsumen hanya perlu membeli masing-masing judul sebanyak satu kali untuk bisa memainkannya di dua generasi console yang berbeda.

Sangat disayangkan, satu judul permainan andalan rupanya harus absen, yakni Halo Infinite. 343 Industries selaku pengembangnya mengumumkan bahwa mereka harus menunda perilisan Halo Infinite sampai tahun depan. Salah satu alasannya tentu berkaitan dengan pandemi COVID-19, akan tetapi alasan lain yang tidak dijelaskan secara gamblang semestinya berkaitan dengan kritik seputar kualitas grafik Halo Infinite yang dinilai “kurang next-gen.

Terlepas dari itu, Microsoft tetap percaya diri dengan strategi mereka yang menitikberatkan pada aspek backwards compatibility, dengan janji bahwa konsumen Xbox Series X bisa mengakses ribuan game dari total empat generasi Xbox. Bukan hanya itu, Microsoft juga sangat berkomitmen dengan model bisnis subscription; semua game baru keluaran Xbox Game Studios akan tersedia di katalog layanan Xbox Game Pass di hari pertama peluncurannya.

Pelanggan Xbox Game Pass Ultimate sendiri juga bakal mendapat fasilitas baru pada tanggal 15 September nanti, yakni cloud gaming dengan katalog berisikan lebih dari 100 game. Singkat cerita, Microsoft ke depannya bukan cuma berjualan console next-gen, melainkan akses ke ekosistem Xbox secara menyeluruh.

Update: Microsoft secara resmi telah mengonfirmasi bahwa Xbox Series X akan hadir secara resmi pada tanggal 10 November 2020 seharga $499, bersamaan dengan Xbox Series S yang lebih murah.

Sumber: Xbox.

Apple Jelaskan Kenapa Layanan Cloud Gaming Microsoft xCloud Tidak Tersedia di iOS

Pada tanggal 15 September nanti, konsumen di 22 negara dapat memainkan berbagai game Xbox melalui smartphone atau tablet berkat layanan cloud gaming xCloud dari Microsoft. Syaratnya cukup dengan berlangganan Xbox Game Pass Ultimate saja, tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi.

Syarat yang kedua, pastikan smartphone atau tablet yang dipakai menjalankan sistem operasi Android, sebab layanan ini tidak akan tersedia di platform iOS, setidaknya di awal peluncurannya nanti. Kabar ini tentu terdengar mengejutkan, apalagi mengingat xCloud sempat menjalani fase pengujian di iOS pada bulan Februari lalu.

Kepada Business Insider, perwakilan Apple menjelaskan bahwa alasan xCloud harus absen di iOS sebenarnya berkaitan dengan kebijakan platform App Store itu sendiri: setiap aplikasi atau game yang akan masuk ke App Store harus di-review satu per satu dahulu, serta nantinya harus muncul di hasil pencarian maupun chart.

Jadi kalau xCloud menawarkan akses ke 100 game, maka 100 game itu harus Microsoft cantumkan satu per satu untuk di-review oleh tim App Store. Berhubung Microsoft tidak melakukannya, maka xCloud yang bertindak sebagai portal untuk gamegame tersebut pun tidak diperbolehkan hadir di App Store. Kedengarannya konyol memang, apalagi jika melihat Netflix dan Spotify yang diperbolehkan hadir tanpa perlu mencantumkan satu per satu kontennya untuk di-review.

Apple berdalih bahwa game itu sifatnya interaktif, tidak seperti film atau musik. Apple mungkin terkesan sangat kaku, tapi setidaknya mereka konsisten dengan kebijakannya: semua game yang tersedia di Apple Arcade (layanan gaming subscription milik Apple), memang akan muncul satu per satu kalau kita cari di App Store.

Facebook Gaming harus memangkas fitur Instant Games supaya bisa hadir di iOS / Facebook
Facebook Gaming harus memangkas fitur Instant Games supaya bisa hadir di iOS / Facebook

xCloud pun bukan satu-satunya layanan cloud gaming yang tidak bisa hadir di iOS karena terbentur kebijakan App Store. Contoh lainnya adalah Google Stadia. Meski aplikasi Stadia ada di App Store, fungsinya cuma sebatas untuk mengatur library game yang dimiliki masing-masing pelanggan, bukan untuk memainkan game-nya.

Bahkan aplikasi Facebook Gaming pun baru-baru ini juga menjumpai kendala saat akan dirilis di iOS. Aplikasinya akhirnya tersedia, tapi Facebook harus mengorbankan fitur Instant Games agar bisa disetujui. Jadi kalau aplikasi Facebook Gaming di Android bisa dipakai untuk memainkan sejumlah mini game, di iOS tidak.

Dari sini mungkin sebagian dari kita akan berasumsi Apple takut penjualan game di App Store merosot dengan adanya layanan cloud gaming seperti xCloud atau Stadia. Namun kalau memang kenyataannya begitu, mengapa Apple tidak sekalian memblokir Netflix dan Spotify yang mempengaruhi penjualan film dan musik di iTunes, sekaligus bersaing langsung dengan layanan milik Apple sendiri (Apple TV+ dan Apple Music)?

Saya sama sekali tidak bermaksud untuk membela Apple, dan saya pribadi juga berharap xCloud maupun Stadia nantinya bisa tersedia sepenuhnya di iOS mengingat saya sendiri merupakan pengguna iPhone. Semoga saja Microsoft akan terus bernegosiasi dan memperjuangkan layanan cloud gaming-nya agar bisa eksis di semua platform.

Sumber: Business Insider.

Samsung Luncurkan Galaxy Note20, Note20 Ultra, dan Z Fold2

Seperti yang sudah diprediksi, Samsung akhirnya menyingkap secara resmi Galaxy Note versi baru, yakni Note20 dan Note20 Ultra. Juga seperti yang sudah diperkirakan, keduanya sama-sama mengusung spesifikasi kelas wahid.

Kita mulai dari Note20 Ultra terlebih dulu, sebab inilah model yang benar-benar tanpa kompromi. Di Amerika Serikat, banderol harganya dipatok mulai $1.299, dan di rentang harga itu tentu konsumen mendambakan yang terbaik dari Samsung.

Benar saja, dari segi fisik saja, Note20 Ultra sudah kelihatan lebih premium ketimbang seri Note10, terutama berkat bezel layar yang bahkan lebih tipis lagi. Bezel yang nyaris tidak ada ini mengapit layar AMOLED 6,9 inci beresolusi 3088 x 1440 pixel, dan tentu saja Samsung tidak lupa menyematkan dukungan refresh rate 120 Hz di sini. Layar ini juga luar biasa terang dengan tingkat kecerahan maksimum 1.500 nit.

Sepintas layarnya terdengar identik dengan milik S20 Ultra, namun kalau soal performa, Note20 Ultra lebih unggul berkat chipset Qualcomm Snapdragon 865+. Saya belum tahu apakah versi yang dijual di Indonesia bakal membawa spesifikasi yang berbeda; apakah akan ditenagai chipset Exynos 990 yang sama seperti milik S20 Ultra, atau ada chipset lain yang lebih baru lagi.

Melengkapi prosesornya adalah pilihan RAM 8 GB atau 12 GB, storage internal berkapasitas 128 GB, 256 GB atau 512 GB (plus slot microSD), dan baterai 4.500 mAh. Sekali lagi kalau soal spesifikasi, ada baiknya kita menunggu pengumuman resmi dari Samsung Indonesia.

Untuk kameranya, tonjolan masif di belakang itu dihuni oleh tiga modul: kamera utama 108 megapixel f/1.8, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, dan kamera periskop 12 megapixel yang menawarkan 5x optical zoom atau 50x digital zoom. Tepat di bawah LED flash-nya, kita juga bisa melihat sebuah sensor laser autofocus. Beralih ke depan, ada kamera selfie 10 megapixel dengan Dual Pixel AF.

Lalu kalau ditanya apa alasan terkuat untuk membeli Note20 Ultra ketimbang S20 Ultra, maka jawabannya tentu saja adalah S Pen. Stylus milik Note20 Ultra ini punya dimensi yang sama persis seperti milik Note10, akan tetapi latency-nya sudah dipangkas hingga menjadi 9 milidetik saja, atau hampir lima kali lebih rendah daripada sebelumnya.

Berkat latency serendah itu, tentu saja pengguna bakal mendapat pengalaman menulis atau menggambar yang lebih baik lagi, yang nyaris tidak berbeda dari mencorat-coret di atas kertas. Satu hal yang agak disayangkan adalah, Samsung memindah slot untuk menyimpan S Pen ke sebelah kiri pada duo Note20 ini.

Note20 non-Ultra tapi juga bukan Lite

Oke, saatnya beralih ke Note20 biasa. Jujur saya agak bingung dengan perangkat yang satu ini. Pasalnya, meski dihargai paling murah $999, perangkat ini terkesan terlalu banyak kompromi. Di beberapa aspek, bahkan Galaxy S20 biasa saja kedengaran jauh lebih menarik ketimbang Note20, kecuali Anda benar-benar melihat S Pen sebagai prioritas.

Lihat saja layarnya, yang merupakan panel AMOLED 6,7 inci beresolusi 2400 x 1080 pixel, dengan refresh rate 60 Hz. Bukan salah ketik, tapi memang kenyataannya cuma 60 Hz. Aneh memang, apalagi mengingat semua seri S20 datang membawa layar 120 Hz, dan seandainya ini Note20 Lite yang dibicarakan, saya sih tidak akan terkejut. Desain layarnya pun berbeda dari Note20 Ultra; ujung-ujungnya lebih membulat, dan sisi sampingnya tidak melengkung mengikuti kontur bodi.

Terkait spesifikasi, Note20 turut ditenagai oleh chipset Snapdragon 865+ untuk versi yang dijual di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya. RAM-nya cuma tersedia dalam kapasitas 8 GB, sedangkan pilihan storage internalnya mencakup 128 GB atau 256 GB (tanpa slot microSD). Kapasitas baterainya sedikit lebih kecil ketimbang kakaknya di angka 4.300 mAh.

Lanjut mengenai kamera, tonjolan milik Note20 rupanya tidak sebengkak pada Note20 Ultra, tapi spesifikasinya memang juga berbeda: kamera utama 12 megapixel f/1.8 dengan Dual Pixel AF, kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2, dan kamera telephoto 64 megapixel f/2.0 dengan 3x hybrid zoom. Kamera depannya sama persis meski ukurannya kelihatan lebih besar di layarnya yang lebih kecil.

Kolaborasi dengan Microsoft

Samsung Galaxy Note20 Ultra Link to Windows

Hardware baru sebagian dari cerita lengkap seputar seri Note20, sebab Samsung turut mengumumkan sejumlah hasil kolaborasinya dengan Microsoft yang sangat menarik. Yang pertama berkaitan dengan fitur unggulan seri Note sendiri, yakni S Pen. Semua coretan-coretan yang pengguna buat di aplikasi Samsung Notes nantinya dapat tersinkronisasi secara otomatis ke Microsoft OneNote maupun Outlook versi web.

Ini berarti semua catatan yang pengguna buat di smartphone bisa langsung muncul di laptop dengan menggunakan layanan-layanan dari Microsoft tersebut. Fitur sinkronisasi yang sama juga berlaku untuk aplikasi Samsung Reminders, yang kontennya bisa pengguna lihat langsung di Microsoft To Do, Teams, maupun Outlook.

Juga menarik adalah pembaruan yang diterapkan pada fitur Link to Windows beserta aplikasi Your Phone di Windows 10. Pada seri Note20, kombinasi keduanya tidak cuma menghadirkan akses ke notifikasi maupun galeri foto saja di laptop yang terhubung, melainkan juga akses ke seluruh aplikasi yang terdapat di ponsel.

Multitasking pun turut didukung, yang berarti lebih dari satu aplikasi di Note20 bisa pengguna buka di laptop secara bersamaan. Kalau memang sering dibuka, aplikasinya bahkan bisa di-pin ke taskbar atau Start Menu Windows 10.

Terakhir, Samsung juga akan menyediakan bundel khusus Note20 yang meliputi akses gratis layanan Xbox Game Pass Ultimate selama tiga bulan di negara-negara tempat layanan itu tersedia, plus controller inovatif buatan PowerA. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, per 15 September nanti, layanan cloud gaming Project xCloud akan resmi meluncur sebagai bagian dari Xbox Game Pass Ultimate, dan itu berarti konsumen Note20 bisa langsung memainkan 100 lebih game Xbox mulai pertengahan September.

Galaxy Z Fold2

Di samping Note20 dan Note20 Ultra, Samsung turut mengungkap Galaxy Z Fold2 yang membawa banyak sekali penyempurnaan jika dibandingkan dengan pendahulunya. Dalam posisi terlipat pun, Z Fold2 sudah terlihat jauh lebih menarik berkat layar bagian luar yang membentang dari ujung ke ujung dengan ukuran 6,2 inci.

Saat dibuka, giliran layar 7,6 inci yang menyambut pengguna. Baik di luar maupun dalam, pengguna tak akan menjumpai poni. Sayangnya Samsung belum membeberkan spesifikasinya secara lengkap, tapi mereka sempat menyebut refresh rate 120 Hz untuk layar bagian dalamnya, serta konstruksi layar keseluruhan yang lebih kokoh.

Bukan cuma layarnya, engselnya pun juga ikut dimatangkan lebih jauh lagi. Semua pembaruannya tentu didasari oleh berbagai masukan dari pengguna Fold generasi pertama dan pengguna Z Flip. Alhasil, engsel milik Z Fold2 sekarang bisa menahan posisi di berbagai sudut seperti Z Flip, dan ini tentunya bisa mewujudkan lebih banyak skenario penggunaan.

Di titik ini mungkin konsumen Galaxy Fold dan Z Flip terdengar seperti kelinci percobaan, tapi yang namanya produk generasi pertama memang seperti itu, dan sekarang semestinya Z Fold2 sudah jauh lebih matang dan tak lagi terkesan eksperimental.

Seperti yang bisa kita lihat, fisik Z Fold2 juga terlihat jauh lebih elegan berkat tebal bodi yang menyusut menjadi 6 mm (dalam posisi terbuka). Meski menipis, Z Fold2 rupanya mengusung kapasitas baterai yang sedikit lebih besar daripada pendahulunya di angka 4.500 mAh. Lebih lengkapnya soal Z Fold2 baru akan Samsung umumkan pada tanggal 1 September.

Sumber: Samsung.

Project xCloud Siap Meluncur 15 September Sebagai Bagian dari Xbox Game Pass Ultimate

Hampir dua tahun setelah diumumkan pertama kali, Project xCloud akhirnya punya jadwal rilis resmi. Layanan cloud gaming besutan Microsoft tersebut bakal tersedia untuk publik secara luas mulai 15 September mendatang sebagai bagian dari Xbox Game Pass Ultimate.

Konsumen yang sudah berlangganan Xbox Game Pass Ultimate ($15 per bulan) tidak perlu membayar biaya tambahan untuk bisa menikmati xCloud. Layanan ini akan tersedia di 22 negara pada hari peluncurannya: Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Hungaria, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Perancis, Polandia, Portugal, Republik Ceko, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss.

Ya, sangat disayangkan Indonesia belum termasuk dalam daftar, akan tetapi negara-negara Asia Tenggara lainnya pun juga demikian. Dari 22 negara tersebut, satu-satunya negara Asia yang kebagian jatah baru Korea Selatan.

Terlepas dari itu, cukup wajar apabila banyak gamer yang menaruh harapan besar terhadap xCloud. Layanan ini pada dasarnya dirancang untuk melengkapi pengalaman para konsumen Xbox, memungkinkan akses ke katalog game Xbox yang masif di mana saja dan kapan saja. Pada hari peluncurannya, Microsoft sudah menjanjikan ada lebih dari 100 game yang bisa dinikmati via xCloud.

Project xCloud on Xbox Game Pass Ultimate

Microsoft belum membeberkan isi katalog game xCloud secara lengkap, akan tetapi mereka sudah mengonfirmasi setidaknya tiga lusin judul, termasuk halnya judul-judul AAA macam Destiny 2, Forza Horizon 4, Gears 5, Hellblade: Senua’s Sacrifice, The Outer Worlds, Ori and the Will of the Wisps, Sea of Thieves, State of Decay 2, Wasteland 3, dan bahkan yang masih sangat gres seperti Grounded.

Jadi tanpa harus berada di depan TV, deretan game ini bisa dimainkan melalui smartphone atau tablet Android – belum diketahui kapan xCloud akan tersedia di iOS. Semua progres yang dicatatkan pemain akan disimpan dan disinkronisasikan, yang berarti save game di console dapat langsung dilanjutkan di perangkat mobile via xCloud, demikian pula sebaliknya.

Juga menarik adalah kompatibilitas xCloud dengan game multiplayer. Jadi ke depannya kalau Anda berjumpa dengan pemain lain di suatu game multiplayer, belum tentu orang itu bermain di console Xbox atau PC, tapi bisa juga malah menggunakan smartphone dengan bantuan controller.

Controller memang bukanlah suatu keharusan, akan tetapi konsumen xCloud dipastikan bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik dengan memanfaatkan controller. Microsoft cukup inklusif soal ini; selain controller Xbox One, konsumen bahkan dipersilakan untuk memakai controller PlayStation 4.

Alternatifnya, konsumen juga bisa membeli controller dari brandbrand seperti Razer, 8BitDo maupun PowerA yang secara khusus memang dirancang untuk mobile gaming. Controller bikinan PowerA misalnya, dilengkapi power bank terintegrasi sehingga perangkat bisa dipakai bermain sambil di-charge.

Mobile gaming controller

Microsoft kelihatannya benar-benar memanfaatkan waktunya untuk mematangkan xCloud. Mereka sepertinya belajar banyak dari Google Stadia, yang perilisannya terkesan tergesa-gesa dan pada akhirnya dinilai kurang sesuai ekspektasi.

Dari segi model bisnis, arahan yang diambil Microsoft untuk xCloud juga sangat berbeda. Ketimbang menarik biaya untuk satu per satu judul game seperti yang Google terapkan pada Stadia, Microsoft memilih untuk menetapkan tarif flat $15. Jadi cukup membayar biaya berlangganan Xbox Game Pass Ultimate saja setiap bulannya, konsumen sudah bisa menikmati semua game yang tersedia melalui console Xbox, PC, ataupun perangkat mobile – benar-benar sesuai dengan visi Microsoft untuk mewujudkan “Netflix-nya video game“.

Kata “semua” ini penting untuk disoroti, sebab Microsoft sebelum ini sudah berjanji supaya semua game keluaran Xbox Game Studios bisa tersedia di Xbox Game Pass pada hari yang sama, dan ini termasuk deretan game baru yang sedang dikembangkan untuk Xbox Series X. Jadi untuk game seperti Halo Infinite misalnya, pelanggan Xbox Game Pass tidak perlu membeli game-nya secara terpisah untuk bisa menikmatinya langsung di hari peluncurannya dan di berbagai platform sekaligus.

Sumber: Xbox.