Grab Singapura Gandeng Triple-A Hadirkan Top-up Saldo dengan Token Digital

Grab berkolaborasi dengan platform aset digital asa Singapura, Triple-A, untuk menghadirkan fitur top-up saldo e-wallet dalam bentuk token digital. Opsi token dan platform yang mendukung fitur ini masih dirahasiakan oleh Grab.

Melansir Coingape, pengguna dompet digital GrabPay di Singapura dapat mengubah stablecoin dan aset digital lainnya menjadi saldo e-wallet yang dapat digunakan untuk bertransaksi sehari-sehari.

Saat ini, opsi top-up dalam bentuk kripto baru tersedia di Singapura. Namun, melalui kolaborasi layanan, Grab menegaskan strateginya sebagai superapp untuk memperluas layanan dan adopsi pengguna ke pasar lainnya.

Grab menyatakan tetap berhati-hati dan berkomitmen untuk mengawasi ketat para pengguna dan merespons secara proaktif terhadap permintaan yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan upaya perusahaan untuk ekspansi layanan tersebut ke luar Singapura.

Sekadar informasi, Triple-A adalah anak usaha Xfers, fintech asal Singapura yang melebur dengan Payfazz menjadi FAZZ Financial Group pada 2021. Adapun, Triple-A memiliki lisensi sebagai lembaga pembayaran besar dari Monetary Authority of Singapore (MAS).

Sebelum ini, Grab sudah menjalin kerja sama dengan Triple-A pada 2021 untuk pembelian mata uang digital bagi pengguna TransCrypt (token milik Triple-A) dengan GrabPay. Kerja sama ini baru berlaku di Singapura.

Di Indonesia, pengisian saldo dompet digital dengan uang digital belum bisa dikarenakan faktor regulasi. Menurut UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, kripto dilarang atau ilegal sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Belum ada platform e-wallet di Indonesia yang memiliki infrastruktur untuk mendukung top-up saldo dalam bentuk kripto.

Sebagai aset yang diperdagangkan, kripto telah banyak diminati oleh investor di Indonesia. Bappebti mencatat nilai transaksi kripto pada Februari 2024 mencapai Rp30 triliun, naik dari Rp21,57 triliun pada Januari 2024. Jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 19 juta orang pada Februari 2024. Pemerintah menargetkan transaksi kripto tahun ini dapat kembali mencapai rekor di 2021 yang sebesar Rp 859,4 triliun.

Finblox Hadirkan Platform Manajemen Aset Kripto, Bukukan Pendanaan 56 Miliar Rupiah

Platform pengelolaan aset kripto asal Hong Kong, Finblox, berhasil membukukan pendanaan awal senilai $3,9 juta atau setara 56  miliar Rupiah. Perusahaan memiliki fokus utama untuk menyederhanakan pengelolaan aset kripto di lebih dari 100 pasar berkembang.

Putaran ini ditutup dalam dua periode, melibatkan investor strategis dan dana kelolaan yang berfokus pada crypto dan fintech seperti Dragonfly Capital, Sequoia Capital India, Three Arrows Capital, Saison Capital, MSA Capital, Coinfund, Venturra Discovery, Kyros Ventures, First Check Ventures, Rasio Ventures, pendiri Coins.ph Ron Hose, pendiri Xfers Tianwei Liu, dan pendiri Lifepal Giacomo Ficari.

Dana segar yang didapat dari putaran ini akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan platform, termasuk mengembangkan talenta di tim teknis dan produk. Selain itu, sebagian dana juga akan digunakan untuk mempercepat proses pemenuhan regulasi, inisiatif pemasaran, dan edukasi pasar.

Layanan Finblox

Finblox berfokus pada penyediaan layanan pengelolaan aset yang mudah dan aman ke stablecoin dan aset kripto populer di pasar negara berkembang seperti Axie Infinity dan Polygon. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara pasif mendapatkan hasil atas aset mereka dan tidak memiliki batasan pada saldo minimum atau periode penarikan.

Sejak diluncurkan pada bulan Desember 2021, platform ini sudah tersedia untuk pengguna di lebih dari 100 negara. Perusahaan juga disebut telah mengalami pertumbuhan empat kali lipat dalam aset yang dikelola sejak awal 2022, dan 90% pengguna terdaftarnya berasal dari negara berkembang, sebagian besar Asia Tenggara. Selain itu, suku bunga yang ditawarkan diklaim sebagai yang tertinggi yang tersedia di ruang aset digital.

Sebagai tambahan informasi, pengguna Finblox dijanjikan bisa mendapatkan 15% persentase hasil tahunan pada USD Coin, stablecoin yang dipatok ke dolar Amerika Serikat. Aplikasi ini juga menawarkan hasil hingga 90% pada cryptocurrency utama lainnya seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, Avalanche, dan Axie Infinity. Pengembalian dimungkinkan melalui kemitraan Finblox dengan peminjam institusi kripto yang mapan dan protokol keuangan terdesentralisasi yang tepercaya.

Perusahaan ini didirikan oleh veteran Peter Hoang dan Dmitriy Paunin. Peter sendiri dikenal sebagai pendiri aplikasi perdagangan saham Gotrade, yang didukung oleh Y Combinator. Sementara Dmitriy Paunin adalah Chief Technology Officer di Coins.ph, perusahaan trading di Asia Tenggara berbasis di Filipina yang telah mengumpulkan lebih dari 16 juta pengguna.

CEO Finblox Peter Hoang  mengungkapkan, “Visi inti kami adalah mendemokratisasi pembangunan kekayaan untuk semua, dan menyediakan akses mudah ke keuangan terdesentralisasi adalah langkah pertama. Selain tarif terdepan di pasar dan pembayaran harian, yang membedakan kami adalah fokus pada penyederhanaan pengalaman crypto on-ramp dengan cara yang aman dan terjamin, dan menyediakan konten pendidikan yang memberdayakan pengguna Finblox untuk memegang aset jangka panjang alih-alih berdagang mereka.”

Terkait keamanan, aset pengguna dijamin dan diasuransikan oleh Fireblocks Inc. (“Fireblocks”), penjaga aset digital bersertifikat. Selain itu, sistem ini juga dilindungi oleh platform asuransi kripto Coincover. Perusahaan ini dikenal dengan Keamanan Informasi yang mendalam di sektor tekfin dan telah membangun platform yang tahan terhadap sebagian besar masalah yang dapat dihadapi pelanggan saat bekerja dengan aset digital.

“Menjalankan platform yang cepat namun aman adalah tujuan utama kami, dan kami akan selalu mengutamakan kebutuhan dan keamanan pelanggan kami di atas prioritas kami. Saya sangat bangga dengan seberapa cepat kami membawa tim insinyur dan profesional kelas atas untuk mengembangkan sistem yang memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain dan mitra institusional yang paling tepercaya,” tambah Dmitriy Paunin, CTO Finblox.

Fokus di pasar Indonesia

Inflasi yang tinggi dan suku bunga deposito bank yang rendah telah memicu lonjakan besar dalam adopsi kripto di seluruh dunia, yang mencapai lebih dari 880% pada tahun 2021 saja. Vietnam, India, Filipina, Brasil, dan pasar negara berkembang lainnya menempati peringkat tertinggi dalam indeks adopsi kripto global tahun lalu. Namun, hanya sebagian kecil dari populasi global yang terpapar kripto. Mengingat keberhasilan adopsi meskipun kesadaran terbatas, ini merupakan peluang pertumbuhan besar untuk aplikasi seperti Finblox di negara berkembang.

Partner Dragonfly Capital Mia Deng mengungkapkan, “Asia Tenggara telah berkembang menjadi salah satu pasar paling aktif selama setahun terakhir, namun infrastruktur produk masih kurang untuk mendukung permintaan yang berkembang pesat. Kami percaya apa yang Peter dan Dmitriy bangun di Finblox akan memberikan kontribusi yang berarti bagi ekosistem kripto di Asia Tenggara.”

Terkait fokusnya di Indonesia, Peter menuturkan bahwa sebagai perusahaan crypto, Finblox bersaing dalam skala global, bukan hanya pasar negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu yang menjadi target utama di wilayah Asia Tenggara karena potensinya yang sangat besar.

Menurut laporan startup edukasi blockchain Australia Coinformant, Indonesia telah memimpin dari sisi minat kripto pada tahun 2021. Dalam laporan tersebut, Indonesia mencapai skor minat kripto tertinggi dengan 5,73 dari 10, mengalahkan negara lain dalam kombinasi empat faktor termasuk jumlah pencarian Google, jumlah artikel kripto yang diterbitkan, peningkatan tingkat keterlibatan dan kepemilikan kripto. Chile berada di peringkat kedua dengan skor 5,26, diikuti Argentina dengan skor 4,79.

Platform ini diklaim menawarkan imbalan hasil tertinggi yang tersedia pada koin-koin utama seperti USD Coin, Bitcoin, Ethereum, dan Polygon. Dalam hal fokus pada kawasan berkembang seperti Asia Tenggara, Finblox juga mengklaim sebagai satu-satunya platform yang menawarkan hasil tertinggi pada XSGD dan XIDRstablecoin yang masing-masing dipatok ke dolar Singapura dan rupiah Indonesia.

Dalam wawancara melalui singkat dengan DailySocial.id, Peter juga mengungkapkan salah satu proposisi nilai yang ditawarkan Finblox yang membedakannya dengan pemain lain adalah fokusnya pada edukasi pengguna dimana Finblox memberdayakan pengguna untuk menanam aset jangka panjang alih-alih memperdagangkannya.

Terkait regulasi, Finblox mengaku berusaha memberikan layanan terbaik dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Indonesia dan Singapura, Finblox telah bermitra dengan Xfers, yang berlisensi dari Monetary Authority of Singapore untuk penerbitan uang elektronik. Xfers juga memiliki izin Penyelenggara Transfer Dana dari Bank Indonesia.

“Di wilayah berkembang seperti Asia Tenggara, penting sekali untuk solusi manajemen kekayaan yang disesuaikan dengan perilaku konsumen – Finblox adalah solusinya. Peter dan Dmitriy adalah pendiri dengan rekam jejak di sektor fintech dan kripto tradisional dan telah membuktikan bahwa mereka tahu apa yang dapat mendorong kesuksesan pasar,” papar Chris Sirise, Partner di Saison Capital.

Di Indonesia sebelumnya juga ada Nobi yang fokus membantu pengguna meningkatkan nilai aset kripto mereka. Layanan yang diunggulkan berupa Nobi Strategy, Savings, dan Staking. Baru-baru ini Nobi bukukan pendanaan awal 57 miliar Rupiah dipimpin oleh AC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

StraitsX Hadirkan Akun Bisnis Stablecoin XIDR di Indonesia

Startup pengembang platform aset digital StraitsX mengumumkan kehadiran akun bisnis untuk stablecoin XIDR di Indonesia. Akun bisnis ini menyediakan infrastruktur dan solusi aset digital yang terjangkau, mudah, diakses, dan developer-friendly bagi UKM dan korporasi.

StraitsX sendiri merupakan bagian dari startup fintech Xfers, yang saat ini juga tergabung ke dalam Fazz Financial Group.

Head of StraitsX Aymeric Salley mengatakan, stablecoin XIDR punya potensi besar dalam ekosistem keuangan global, selain fungsi utamanya dalam transaksi kripto di blockchain publik. Stablecoin dapat membantu memfasilitas pengiriman aset digital kepada siapa saja, tanpa perantara apapun, sehingga memberikan opsi pengiriman yang lebih cepat dan murah.

“Banyak area fintech yang bisa kita bangun di atas stablecoin. Potensi tersebut sejalan dengan tujuan kami yang ingin membangun ekosistem aset digital yang kuat dan dapat dioperasikan oleh mitra lokal dan internasional secara terpercaya,” terangnya dalam konferensi pers virtual, kemarin (23/2).

Menurut datareportal.com, sebesar 51,1% dari 270 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori underbanked dan unbanked, sedangkan tingkat penetrasi internet hanya 73,3%. dengan pertumbuhan fintech, blockchain, dan aset digital yang begitu pesat, permintaan untuk stablecoin Rupiah yang kompatibel semakin tinggi. Maka dari itu, XIDR hadir untuk memberikan cara yang mudah dan aman bagi orang-orang yang tidak memiliki rekening bank untuk mengakses layanan keuangan.

“Aktivitas ekonomi digital yang terus meningkat sehingga membuat permintaan aset digital tidak hanya dari investor saja, tetapi dari pelaku usaha. Dari perspektif yang lebih luas, tren tersebut juga menunjukkan bagaimana bisnis dan industri dapat mendorong inklusi keuangan, di mana literasi digital memegang peranan penting,” tambah Business Development Manager StraitsX Indonesia Kinansyah Pramaditia.

Akun bisnis memiliki kapabilitas yang lebih luas dari akun pribadi StraitsX. Pengguna bisnis memiliki batas transaksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan akun pribadi, fitur advanced account management, dan solusi yang developer-friendly berbentuk API siap pakai untuk mengumpulkan, mencairkan, dan merekonsiliasi dana pelanggan.

Stablecoin XIDR

Adapun stablecoin ini berguna untuk menukar aset kripto untuk menghindari fluktuasi harga, pilihan untuk menukar mata uang fiat ke stablecoin yang didukung oleh fiat, menggunakan stablecoin untuk melakukan pembayaran secara global, dan sistem pembayaran yang berbasis blockchain ini menghilangkan perantara dalam transaksi.

Diklaim, mengirim XIDR dapat dilakukan kapan pun dalam hitungan menit tanpa perantara apa pun. Berbeda dengan keuangan tradisional, untuk transfer fiat apalagi ke luar negeri, butuh waktu lebih dari tujuh hari.

XIDR bertujuan menjadi stablecoin Rupiah yang paling hemat biaya sekaligus menawarkan utilitas maksimum kepada pemiliknya. Proses pencetakan dan penukaran XIDR ke Rupiah dapat dilakukan secara gratis melalui platform StraitsX, dengan biaya transaksi on-chain yang dibatasi. Pengguna dapat memanfaatkan kemampuan stablecoin XIDR untuk mengirim Rupiah secara terpercaya dan aman pada protokol blockchain Ethereum dan Ziliqa.

Salley mengatakan, tidak menutup kemungkinan pihaknya membuka lebih banyak jaringan publik blockchain lainnya agar utilitas XIDR semakin luas, tidak terbatas di Ethereum dan Ziliqa saja. Dia bilang, gas fee yang mahal untuk setiap kontrak yang tercatat di jaringan blockchain itu termasuk salah satu friksi yang memengaruhi banyak pihak dalam proses adopsi.

“Makanya banyak orang yang enggan spent uangnya untuk gas fee yang mahal, terutama di Ethereum. Ziliqa kami pilih karena gas fee-nya murah dan terjangkau bagi semua orang. Kami membuka kemungkinan untuk masuk ke jaringan blockchain populer lainnya.”

Diklaim, platform StraitsX telah menyelesaikan lebih dari 130 ribu transaksi dengan nilai lebih dari S$2,5 miliar sepanjang tahun lalu. XSGd memiliki kapitalisasi pasar senilai lebih dari $200 juta. XIDR diharapkan mampu mengikuti keberhasilan peluncuran XSGD ke depannya.

Anak Usaha Fazz Financial Luncurkan Stablecoin Rupiah “XIDR”

StraitsX, platform aset digital yang dikembangkan Xfers, mengumumkan peluncuran stablecoin Rupiah XIDR, setelah XSGD untuk wilayah Asia Tenggara. Setiap token XIDR memiliki nilai yang sama dengan satu Rupiah dan akan tersedia di ekosistem StraitsX.

XIDR adalah stablecoin berdenominasi Rupiah di atas blockchain Ethereum dan Zilliqa dengan masing-masing XIDR memiliki nilai yang sama dengan satu Rupiah yang disimpan dan dilindungi di institusi finansial teregulasi di Indonesia. XIDR diterbitkan oleh PT Xfers StraitsX Indonesia, anak usaha Fazz Financial Group (FFG).

FFG telah memperoleh izin penerbitan e-money dan transfer dana dari Bank Indonesia, melalui PT Cashfazz Teknologi Nusantara. StraitsX menawarkan jalan alternatif bagi pengguna untuk melakukan transaksi keuangan atas nama nasabah yang tidak memiliki akses ke bank dan atau tidak memiliki rekening bank.

Head of StraitsX Aymeric Salley mengatakan, “Riset Google menyebutkan 66% dari 275 juta penduduk Indonesia tidak memiliki rekening bank. Seiring dengan pertumbuhan luar biasa yang sedang terjadi di fintech, blockchain, dan ruang aset digital di Indonesia, serta permintaan yang kuat atas stablecoin berdenominasi Rupiah, XIDR memberikan jalan untuk mendemokratisasi, mempercepat, dan membuka akses ke aset digital bagi individu dan bisnis-bisnis di Asia dan sekitarnya.”

XIDR memiliki visi untuk menjadi stablecoin Rupiah yang paling hemat biaya, dengan dibebaskannya biaya untuk mencetak dan menukar XIDR melalui platform StraitsX. Selain itu, biaya transaksi keluar di atas blockchain akan dibatasi, aman, dan tanpa memerlukan pihak ketiga.

Pengguna dapat membuat akun StraitsX dan mendapatkan token XIDR dengan mentransfer Rupiah ke rekening bank mereka. XIDR selalu dapat dikonversi dengan perbandingan 1:1 dengan Rupiah di platform StraitsX. Selain itu, pengguna dapat mentransfer, menggunakan, dan menerima XIDR dengan daftar mitra ekosistem StraitsX.

XIDR akan menjadi stablecoin berdenominasi Rupiah pertama di blockchain Zilliqa, memungkinkan pengguna lokal untuk mengakses blockchain Zilliqa yang dinamis. XIDR akan tersedia di bursa keuangan terdesentralisasi Uniswap, Zilswap, HaloDAO, VexSwap, LiteDex, Savvix & DFX finance, di mana pengguna dapat menukar XIDR dengan token lain seperti XSGD, USDC, ETH & ZIL. Pengguna juga bisa mendapatkan hadiah dengan menyediakan likuiditas dengan XIDR.

XIDR dapat segera diperoleh dari mitra exchange seperti Cex.io, NovaDax, Omnidax, Tokenize Exchange dan Coinut. Berikutnya, untuk platform analitik seperti Etherscan, Viewblock, Coinmarketcap, Coinecko, Onchain Custodian, Merkle Science, dan Elliptic, juga akan tersedia XIDR.

Sebelumnya, StraitsX merilis XSGD pada Oktober 2020, stablecoin berdenominasi dolar Singapura pertama yang menjadi stablecoin non-USD terbesar yang didukung fiat. Setahun kemudian, StraitsX mengungkapkan transaksi aset digital XSGD telah mencapai lebih dari 2 miliar dolar Singapura di platform pembayaran StraitsX sepanjang tahun 2021.

Pertumbuhan transaksi tersebut membuktikan bahwa minat investor terhadap aset digital sebagai alternatif investasi yang menawarkan likuiditas dan imbal hasil semakin meningkat. Diharapkan XIDR dapat mereplikasi kesuksesan XSGD.

Sebelum XIDR hadir, sudah ada dua pengembang yang juga menyediakan stablecoin Rupiah. Mereka adalah IDRT yang dikembangkan oleh Rupiah Token dengan memanfaatkan jaringan blockchain Ethereum dan Binance Chain; dan BIDR yang dikembangkan oleh Binance dan Tokocrypto.

Di Indonesia aset kripto makin populer, Kementerian Perdagangan (Kemendag) per Juli 2021 mencatat jumlah investor kripto sudah mencapai 7,4 juta orang, atau tumbuh hampir dua kali lipat dari tahun lalu 4 juta orang. Untuk nilai transaksi juga mengalami lonjakan menjadi Rp 478,5 triliun, dari 2020 sebesar Rp 65 triliun.

Angka tersebut sudah melampaui jumlah investor saham. Berdasarkan data KSEI per akhir Oktober 2021, jumlah SID pasar modal mencapai 6,75 juta SID. Angka ini tumbuh 74,15% dari posisi akhir 2020 lalu yang sebanyak 3,88 juta SID. Adapun, untuk jumlah pemain exchange yang sudah mengantongi izin resmi dari Bappebti ada 13 perusahaan. Mereka adalah:

No. Perusahaan pedagang aset kripto
1 PT Indodax Nasional Indonesia (Indodax)
2 PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto)
3 PT Zipmex Exchange Indonesia (Zipmex)
4 PT Indonesia Digital Exchange (Idex)
5 PT Pintu Kemana Saja (Pintu)
6 PT Luni Indonesia Ltd (Luno)
7 PT Cipta Koin Digital (Koinku)
8 PT Tiga Inti Utama
9 PT Upbit Exchange Indonesia
10 PT Birsa Cripto Prima
11 PT Rekeningku Dotcom Indonesia
12 PT Triniti Investama Berkat
13 PT Plutonext Digital Aset

Payfazz Reveals 428 Billion Rupiah Investment for Payment Gateway Startup Xfers

Payfazz disclosed a strategic investment in Singapore-based payment gateway startup Xfers. Rumor has been circulating in the industry since May 2020, but Payfazz‘ CEO Hendra Kwik keeps denying it every time DailySocial tried to confirm.

On 19 May 2020, he said that currently, the two companies are solely business partners. Eventually, we found the Xfers logo attached under the Fazz Financial logo at the Payfazz office. However, on January 26, 2021, Hendra still denied the rumor.

Under Fazz Financial, there is also Modal Rakyat. In addition, investment also planted in Credibook which has recently received Pre-Series A funding.

Through the strategic investment, Payfazz and Xfers will become part of the newly formed entity, the Fazz Financial Group (FFG) to jointly achieve the mission of providing financial inclusion throughout Southeast Asia. This will be the first cross-border transaction between two fintech startups in Southeast Asia.

It is said that the investment value Payfazz has disbursed for Xfers was worth $30 million (more than 428 billion Rupiah). Also, Hendra will occupy the position of CEO of FFG, while Tianwei Liu will occupy the position of Deputy CEO. Robert Polana, Tiket.com’s former CFO also joined as FFG CFO.

This strategic move is expected to further encourage the two companies to expand their business in providing more collaborative services throughout Southeast Asia.

For the record, Hendra had first introduced Fazz Financial during an interview with DailySocial in February 2020, as Payfazz has performed various business expansions, therefore, a business group was formed.

Separately, in a virtual press conference today (4/3), Hendra said that both Payfazz and Xfers will have their respective identities in achieving their goals. Payfazz will focus first on the Indonesian market considering that there is still a lot of potentials.

Meanwhile, Xfers will function as a B2B service from FFG – focused on connecting external customers to the payment infrastructure and user network that FFG aggregates. Xfers will continue to focus on increasing presence in a number of countries in Southeast Asia, considering the company is available in three countries. Although it is possible that Payfazz will expand its business in the future.

“Imagine that is like Amazon is Payfazz and AWS is Xfers. AWS present in every building cloud infrastructure, while Amazon is only present in a handful of countries because these two things are different [in terms of challenges and regulations]. Independence is very important, we [Payfazz] ] did not want to limit their operations, nor did we have to follow Xfers’ strategy,” Hendra said.

He added whether Payfazz has the opportunity for regional expansion in the future, the process will indeed be easier as it can take advantage of the API infrastructure that Xfers has built.

The reason behind Payfazz’s interest to invest is actually motivated by the longstanding partnership between the two companies. In addition, they are both graduates of the Y Combinator accelerator program.

Hendra observes Xfers’ API technology really helps the integration process with B2B clients in targeting more unbanked people with financial services. Thus, the more B2B clients successfully signed up with Payfazz, of course, the more inclusive digital financial services are.

“Therefore, we [Payfazz] can focus on pursuing better growth because instead of building the API itself, the costs that should have been incurred, can be transferred to Xfers.”

Currently, Payfazz has 250 thousand registered agents serving more than 10 million unbanked people in Indonesia.

Xfers‘ presence in Indonesia began in 2016 after obtaining $2.5 million in seed funding led by Facebook’s Co-Founder, Eduardo Saverin, Golden Gate Ventures, 500 Startups, GMP Venture Partners, and Partech Ventures.

In 2019, they released Straits X, the first blockchain-supported initiative to advance the open finance ecosystem in Singapore powered by Zilliqa. Xfers’ Indonesian business partners are not only Payfazz, there are also Porter Indonesia, Faspay, Modal Rakyat, and Tunai Kita.

Tianwei said, in the second quarter of 2021, the company will launch two new products. First, a payment solution without integration targeted at merchants based in Singapore. Second, a single integration solution to connect companies/entrepreneurs with fintech expecting to enter Southeast Asia with local payment methods in the region. This is also supported by assistance to reach unbanked consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Umumkan Investasi 428 Miliar Rupiah Terhadap Startup Payment Gateway Xfers [UPDATED]

Payfazz mengumumkan investasi strategis terhadap startup payment gateway asal Singapura Xfers. Desas-desus kabar ini sebenarnya sudah dimulai sejak Mei 2020, namun CEO Payfazz Hendra Kwik selalu membantahnya saat dimintai konfirmasi oleh DailySocial.

Pada 19 Mei 2020,  dia berkilah bahwa saat ini hubungan kedua perusahaan semata-mata adalah mitra bisnis. Hingga kami mendapati logo Xfers yang terpampang di bawah logo Fazz Financial di kantor Payfazz. Namun, pada 26 Januari 2021 masih dibantah oleh Hendra.

Di bawah Fazz Financial, juga terdapat Modal Rakyat. Selain itu, juga berinvestasi ke Credibook yang belakangan ini peroleh pendanaan Pra-Seri A.

Melalui investasi strategis, Payfazz dan Xfers akan menjadi bagian dari entitas yang baru terbentuk yaitu Fazz Financial Group (FFG) untuk bersama-sama mencapai misi dalam menyediakan inklusi keuangan di seluruh Asia Tenggara. Hal ini menjadi transaksi antar-negara pertama antara dua startup fintech di Asia Tenggara.

Disampaikan, nilai investasi yang digelontorkan Payfazz untuk Xfers sebesar $30 juta (lebih dari 428 miliar Rupiah). Disebutkan juga, Hendra akan menempati CEO FFG, sementara CEO Tianwei Liu menempati posisi Deputy CEO. Robert Polana, eks CFO Tiket.com, bergabung sebagai CFO FFG.

Langkah investasi ini selanjutnya diharapkan dapat mendorong kedua perusahaan tersebut agar dapat mengembangkan bisnisnya dalam menyediakan layanan yang lebih kolaboratif untuk seluruh Asia Tenggara.

Sebagai catatan, brand Fazz Financial ini sebenarnya sudah diperkenalkan Hendra saat wawancara bersama kami pada Februari 2020, karena Payfazz telah melakukan berbagai ekspansi bisnis sehingga dibentuk grup usaha.

Secara terpisah, dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (4/3), Hendra menyampaikan baik Payfazz dan Xfers akan memiliki indenpensi masing-masing dalam mencapai tujuannya. Payfazz akan fokus ke pasar Indonesia terlebih dahulu mengingat masih banyak potensi yang belum tergarap.

Sementara, Xfers akan berfungsi sebagai layanan B2B dari FFG – difokuskan pada menghubungkan pelanggan eksternal ke infrastruktur pembayaran dan jaringan pengguna yang dikumpulkan oleh FFG. Xfers bakal melanjutkan fokusnya perbanyak kehadiran ke sejumlah negara di Asia Tenggara, mengingat perusahaan sudah hadir di tiga negara. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya Payfazz akan ekspansi bisnis.

“Anggap seperti Amazon adalah Payfazz dan AWS adalah Xfers. AWS sudah hadir di mana-mana membangun infrastruktur cloud, sementara Amazon baru hadir di segelintir negara saja karena dua hal ini berbeda [dari segi tantangan dan regulasi]. Indenpendensi sangat penting, kami [Payfazz] tidak ingin membatasi operasional mereka, kami pun tidak ingin mengikuti strategi Xfers,” kata Hendra.

Dia menambahkan, akan tetapi apabila ke depannya Payfazz punya kesempatan untuk ekspansi regional, tentunya proses lebih mulus karena dapat langsung memanfaatkan infrastruktur API yang sudah dibangun Xfers.

Alasan Payfazz tertarik untuk berinvestasi sebenarnya juga dilatarbelakangi oleh hubungan kemitraan antara kedua perusahaan yang sudah terjalin sejak lama. Selain itu, sama-sama lulusan dari program akselerator Y Combinator.

Hendra memandang teknologi API yang dibangun Xfers sangat membantu proses integrasi dengan klien B2B dalam menargetkan lebih banyak masyarakat unbanked dengan layanan keuangan. Dengan demikian, semakin banyak klien B2B yang berhasil digaet Payfazz tentunya semakin inklusif suatu layanan keuangan digital.

“Sehingga kami [Payfazz] bisa fokus mengejar pertumbuhan yang lebih baik karena daripada bangun API sendiri, cost yang seharusnya dikeluarkan, bisa dialihkan ke Xfers.”

Saat ini Payfazz memiliki 250 ribu agen terdaftar yang melayani lebih dari 10 juta masyarakat unbanked di Indonesia.

Awal kehadiran Xfers di Indonesia dimulai pada tahun 2016 pasca memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta yang dipimpin oleh Co-Founder Facebook Eduardo Saverin, Golden Gate Ventures, 500 Startups, GMP Venture Partners, dan Partech Ventures.

Pada 2019, mereka merilis Straits X, inisiatif pertama yang didukung blockchain untuk memajukan ekosistem keuangan terbuka di Singapura yang didukung oleh Zilliqa. Mitra bisnis Xfers di Indonesia tidak hanya dengan Payfazz, juga ada Porter Indonesia, Faspay, Modal Rakyat, dan Tunai Kita.

Tianwei menuturkan, pada kuartal II 2021 nanti perusahaan akan meluncurkan dua produk baru. Pertama, solusi pembayaran tanpa integrasi yang ditargetkan bagi pedagang yang berbasis di Singapura. Kedua, solusi integrasi tunggal untuk menghubungkan perusahaan / pengusaha dengan fintech yang ingin memasuki Asia Tenggara dengan metode pembayaran lokal di wilayah tersebut. Hal ini juga didukung dengan bantuan untuk menjangkau konsumen yang tidak memiliki akses perbankan.

*Kami menambahkan pernyataan dari konferensi pers virtual yang digelar FFG

 

Application Information Will Show Up Here

Empat Startup Indonesia Ikuti Program eFounder Fellowship Asia Angkatan Kedua

Empat startup dari Indonesia terpilih  untuk mengikuti angkatan kedua Kelas Asia dari eFounder Fellowship. Sebuah program hasil kerja sama The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Alibaba Business School. Ketiganya bersama dengan peserta lainnya dari 11 negara Asia akan mengikuti program intensif selama 14 hari di Tiongkok untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman langsung seputar e-commerce dan inovasi-inovasi dari Tiongkok dan berbagai negara dunia.

Program ini diikuti oleh founder startup dari negara-negara Asia seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Pakistan. Sementara negara yang baru ikut serta dalam angkatan kedua ini adalah Singapura, India, Bangladesh, dan Myanmar.

Para peserta terpilih dari 300 pendaftar dan mewakili berbagai industri termasuk e-commerce, logistik, teknologi finansial, pariwisata dan big data. Setelah lulus program ini mereka akan menjadi anggota eFounders Fellows, sebuah komunitas pengusaha muda eksklusif yang bertujuan untuk mendorong transformasi digital di negara mereka.

Empat orang wakil dari Indonesia adalah, Agung Bezharie dari Warung Pintar, Mario Ronaldo Andrew Mawikere mewakili Bizzy Indonesia, Rade Tampubolon mewakili SociaBuzz, dan Victor Jia Hap Liew mewakili Xfers.

“Kami menilai kemitraan kami bersama Alibaba Business School dalam kegiatan eFounders adalah sebuah model kemitraan yang sukses untuk memenuhi tujuan global. Kami menilai bahwa pengusaha muda, terutama mereka yang terlibat di program ini menunjukkan komitmen yang sangat kuat untuk berkontribusi terhadap dunia. Kami juga mencatat bahwa memperkuat ekonomi digital, membangun daerah pedesaan dan mengikut sertakan kelompok tenaga kerja yang rentan melalui pelatihan di negara-negara berkembang adalah beberapa poin penting sejak peluncuran eFounder Fellowshop tahun lalu,” terang Koordinator program eFounders Fellowshop UNCTAD Ariette Verploegh.

Sebelumnya eFounders Fellowship telah menjalankan tiga kelas. Kelas pertama terdiri dari 24 pengusaha dari Afrika, kelas kedua dengan 37 pengusaha dari Asia Tenggara dan Asia Selatan dan kelas ketiga dengan 29 pengusaha dari Afrika.

Keikutsertaan pengusaha atau founder dari Indonesia ini adalah kali kedua, sebelumnya pada bulan Maret 2018 sembilan wakil startup Indonesia telah mengikuti kelas pertama program eFounder Fellowship untuk Asia.

Vice President of Alibaba Group Brian A Wong mengungkapkan bahwa mereka sangat senang bisa melanjutkan misi untuk mendukung para pengusaha digital dan komunitas dari berbagai belahan dunia termasuk dari Asia. Ia juga mengungkapkan bahwa eFounders Fellowship akan terus berkembang seiring dengan masuknya anggota baru.

“Kam ingin menginspirasi para pengusaha dari berbagai belahan dunia untuk menjadi katalisator dalam mendorong pembangunan digital yang lebih inklusif dan bermanfaat secara ekonomi untuk bisnis mereka sendiri dan masyarakat secara luas, serta menyebarluaskan paradigma dan manfaat digital ekonomi di negara asal mereka,” terang Brian Wong.

Bidik Pasar Social Commerce, Faspay dan Xfers Hadirkan Xfas

Penyedia layanan pembayaran online Faspay mengumumkan layanan terbaru Xfas, yang merupakan hasil dari adopsi teknologi yang dimiliki perusahaan payment gateway Singapura Xfers, khusus membidik pasar social commerce di Indonesia.

Faspay memilih Xfers lantaran perusahaan tersebut memiliki produk utama Payment Link. Secara kualitas, produk tersebut diklaim menjadi salah satu mesin Xfers untuk memperoleh keuntungan sekitar Sing$ 50 juta sepanjang dua tahun terakhir.

Lewat adopsi teknologi Payment Link yang dimiliki Xfers, Faspay menjadi pihak pengelola layanan tersebut khusus di Indonesia.

“Kami pakai teknologi dari Xfers dan menjadi pengelolanya khusus di Indonesia. Kami juga sudah comply dengan aturan-aturan lokal, salah satunya dengan membuat server-nya di sini, tidak di Singapura. Untuk layanan ini, kami sudah invest miliaran Rupiah,” terang VP Business Development Faspay Eddy Tju, Rabu (26/4).

CEO Xfers Liu Tian Wei menambahkan, “Sebelum bermain di Indonesia, kami memang melakukan banyak studi untuk mempelajari budaya di sini. Dari situ kami simpulkan, menggandeng perusahaan lokal adalah langkah strategis kami untuk masuk ke Indonesia. Mengingat, potensi sosial commerce di sini sangat besar.”

Mengutip data yang dirili Asosiasi Fintech Indonesia, pertumbuhan perdagangan online saat ini didominasi oleh aktivitas jual beli yang berlangsung di social commerce, seperti Facebook, Instagram, BBM, Line, dan Whatsapp. Kendati masih menggunakan metode tradisional, namun transaksinya mencapai 2,7 juta per harinya.

Sayangnya, masih ada persoalan yang sering muncul dalam kegiatan jual beli di platform tersebut, yakni percakapan panjang antara penjual dan pembeli untuk mengetahui detil produk hingga metode pembayarannya.

Xfas diharapkan bisa menjadi solusi untuk kedua pihak karena mempercepat proses transaksi, mempermudah penerimaan pembayaran, sekaligus membantu kelola data barang masuk dan keluar.

Untuk menggunakan layanan ini, penjual harus mendaftarkan akun mereka di Xfas. Nantinya, mereka akan mendapat akses dashboard yang berisi catatan transaksi, stok barang, status pembayaran, hingga data rekapitulasi per minggunya.

Di dalam dashboard, penjual dapat membuat link khusus untuk disebarkan kepada calon pembeli lewat platform manapun. Calon pembeli akan menerima link tersebut dan diarahkan ke halaman pemesanan yang berisi informasi produk dengan beragam pilihan metode pembayaran.

Seluruh proses transaksi yang terjadi lewat link tersebut, baik pembeli dan penjual akan menerima notifikasi. Sehingga, diharapkan percakapan yang panjang dapat dipotong jadi lebih efisien.

“Sementara ini kami baru menyediakan metode pembayaran bank transfer. Ke depannya kami akan siapkan untuk kartu kredit dan [pembayaran melalui] convenience store.”

Untuk monetisasinya, setiap transaksi pembayaran lewat bank transfer pembeli akan dikenakan biaya sebesar 1% dari nilai transaksi dengan maksimal biaya Rp25 ribu. Untuk pembayaran via kartu kredit, pembeli akan dikenakan biaya sebesar 3% dari nilai transaksi dengan minimal Rp3 ribu.

Khusus untuk Xfas, Eddy menargetkan pihaknya dapat menjaring 5 ribu penjual dengan minimal 500 ribu transaksi pada tahun pertama layanan ini diluncurkan. Xfas juga diharapkan dapat memacu kinerja perusahaan dengan kenaikan transaksi yang diproses mencapai 2 juta pada tahun ini.

Payment Gateway Asal Singapura Xfers Siap Ramaikan Pasar Fintech Indonesia

Bisnis e-commerce memiliki berbagai unsur pendukung yang menopang kemajuannya, mulai dari logistik hingga alat pembayarannya. Bisa dikatakan e-commerce menjadi salah satu pemicu banyak bermunculannya pemain bisnis baru. Terlebih solusi pembayaran online adalah ranah yang menarik untuk digali potensinya di tanah air. Tak terkecuali bagi Xfers, perusahaan payment gateway asal Singapura yang bisa digunakan untuk siapapun yang memiliki tabungan di bank untuk menerima pembayaran.

Perlu diketahui, rencana Xfers memasuki Indonesia sudah direncanakan pada awal tahun ini. Pasca perolehan pendanaan awal (seed funding) yang didapat Xfers sebesar $2,5 juta. Adapun investornya dipimpin oleh Eduardo Saverin (Co-Founder Facebook). Golden Gate Ventures, 500 Startups, GMP Venture Partners, Partech Ventures, BWB Ventures dan Convergence Ventures merupakan investor yang turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan awal ini.

Co-Founder Xfers Samson Leo menjelaskan payment gateway bisa menunggangi perkembangan tren e-commerce, sebab setiap e-commerce memerlukan sistem online payment. Di Indonesia menurut Leo pembayaran dengan cara bank transfer masih menjadi pilihan utama konsumen Indonesia yang berbelanja online. Ini membuat penjual harus memeriksa mutasi rekening bank secara manual dengan berkala.

Dengan aplikasi ini, merchant atau penjual individu bisa mengumpulkan pembayaran online dari siapapun lewat sebuah link. Bahkan bila ada pembayaran yang masuk merchant akan mendapat notifikasi. Fitur ini dinamakan Payment Link.

Ada dua sasaran konsumen yang dibidik oleh Xfers. Pertama, merchant yang menggantungkan diri ke bank sebagai sarana pembayarannya, termasuk perusahaan remitansi dan crowdfunding. Kedua, merchant ritel online yang bisnisnya masih berkonsep peer-to-peer (P2P), sekitar 80% dari mereka menggunakan transaksi lewat media sosial.

Ia melanjutkan, Indonesia memiliki tantangan resiko fraud yang tinggi. Banyak pembeli yang sudah memesan barang secara online dan sudah membayar, namun bisa saja tidak mendapatkan barang sesuai dengan apa yang ia pesan. Misalnya barang tersebut adalah imitasi atau palsu.

“Kami sadar bahwa kami bukan satu-satunya yang menawarkan solusi untuk online payments. Sudah banyak perusahaan yang berusaha untuk menguasai ranah online payments dan masing-masing perusahaan punya fokusnya sendiri. Kendati demikian, kami ingin membantu mengubah ekosistem payment gateway di Indonesia menjadi lebih baik,” ujarnya kepada DailySocial.

Ingin buat pertumbuhan bisnis Indonesia lebih tinggi dari Singapura

Leo melanjutkan, perkembangan bisnis Xfers di Singapura sudah mencapai peningkatan yang eksponensial. Pada awalnya, Xfers baru dapat memproses $80 ribu Dolar Singapura di Mei 2015, kini sudah mencapai $4,5 juta Dolar Singapura pada April 2016. Artinya, pihaknya sudah melihat kenaikan transaksi per bulan sebesar 50x lipat semenjak Mei 2015.

“Kami ingin mencapai growth level yang sama di Indonesia, terutama karena populasi Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dibandingkan dengan Singapura hanya 5,5 juta.”

Untuk itu, pihaknya kini gencar menggaet penjual online, perusahaan fintech, event organizers dari korporasi, kampus dan freelancers. Strateginya dengan bekerja sama dengan rekanan lokal untuk mengeksplorasi cara-cara untuk membuat standar pelayanan di Jakarta dapat sebaik di Singapura. Saat ini, Xfers sudah bekerja sama dengan Bank Mandiri, BCA dan BNI.

Menurut Leo, dia juga menyadari pentingnya lokalisasi. Budaya orang Indonesia berbeda dari daerah ke daerah. Maka dari itu, hal ini akan sangat mempengaruhi cara perusahaan untuk menarik konsumen, tidaklah sama. Setelah Indonesia, lanjut Leo, ada beberapa negara lainnya di Asia Tenggara yang bakal disinggahi Xfers.

“Kami masih fokus di Indonesia karena masyarakat Indonesia sudah mulai mendukung e-commerce dan meninggalkan uang tunai sebagai metode pembayarannya. Tidak menutup kemungkinan kalau kami juga akan explore negara lain di ASEAN yang juga masih banyak menggunakan bank transfer sebagai metode pembayarannya,” pungkasnya.

Beberapa pemain payment gateway di Indonesia sudah lebih dahulu terjun ke bisnis ini, ada dua pemain besar yang sudah cukup terkenal gaungnya seperti Veritrans dan Doku. Selain itu ada ESPAY, Fasapay, iPaymu, dan NICEpay.