Tokopedia Umumkan Perolehan Dana Baru 14 Triliun Rupiah yang Dipimpin Alibaba (UPDATED)

Dalam acara ulang tahun Tokopedia yang ke-8 hari ini (17/8), Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 1,1 miliar dollar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah) yang dipimpin Alibaba. Alibaba masuk menjadi pemegang saham minoritas dan William menegaskan tidak akan menjual perusahaan.

Masuknya Alibaba ke Tokopedia menegaskan cengkeraman raksasa teknologi Tiongkok ini di Asia Tenggara, setelah sebelumnya mengakuisisi Lazada tahun lalu. Lazada dan Tokopedia bisa dibilang adalah dua marketplace online terbesar di tanah air saat ini.

Tidak ada informasi soal berapa valuasi Tokopedia pasca akuisisi, tapi investasi ini memantapkan posisi Tokopedia sebagai unicorn bersama Go-Jek dan Traveloka. Secara resmi, ini adalah pendanaan terbesar yang pernah diperoleh startup Indonesia dalam satu putaran. Go-Jek sebelumnya dirumorkan memperoleh pendanaan $1,2 miliar (16 triliun Rupiah) yang dipimpin Tencent tapi tidak belum ada konfirmasinya.

Penegasan ini mementahkan rumor masuknya rival terdekatnya, JD.com, yang juga berminat berinvestasi di Tokopedia. Awalnya di bulan Mei JD.com memang berminat berinvestasi, bahkan mengakuisisi, tapi akhirnya Tokopedia memilih Alibaba sebagai investornya.

Dalam acara tersebut William juga mengumumkan sejumlah pencapaian perusahaan, seperti 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan. Perusahaan pun kini memiliki 1500 pegawai dan bekerja di Tokopedia Tower yang terletak di bilangan Jalan Prof Dr. Satrio.

William mengatakan Alibaba dipilih karena mereka ingin belajar dari guru yang memiliki jam terbang tinggi (di sektor e-commerce global). Ia juga menyebutkan dana yang diperoleh akan digunakan untuk memperkuat dan mengakselerasi bisnis mereka saat ini, membangun pusat R&D teknologi terbaik di Asia Tenggara dan mendatangkan kembali putra-putri terbaik bangsa yang ingin berkontribusi di tanah air.


Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures: Kolaborasi dengan Perusahaan Besar adalah Strategi Terbaik Membesarkan Startup di Indonesia

Dalam sebuah tulisannya, Head of Rider Growth Uber Andrew Chen menyebutkan kini startup semakin “murah” untuk dimulai, tetapi semakin “mahal” untuk dikembangkan. Seribu startup bisa dibuat dalam waktu setahun-dua tahun, tapi mengembangkan 10% di antaranya hingga sebesar Go-Jek, Tokopedia, atau Traveloka adalah pekerjaan yang jauh lebih sulit.

MDI Ventures, sebuah corporate venture capital yang berada di bawah naungan Grup Telkom, dalam laporannya melihat hal ini karena ekosistem startup di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Silicon Valley.

Di Silicon Valley sana, arah membesarkan startup melalui “model VC” lebih mudah karena strategi exit-nya lebih jelas, antara diakuisisi perusahaan teknologi raksasa (atau perusahaan investasi besar) atau go public di bursa saham. Yang disebut “model VC” adalah VC memompa dana sebesar-sebesarnya untuk pertumbuhan eksponensial. Hal yang sama dinilai tidak berlaku di tanah air.

Kolaborasi adalah kunci

Hipotesis MDI adalah untuk berkembang, startup harus berkolaborasi dengan perusahaan besar yang bisa mendukung pertumbuhan bisnis startup tersebut. Meskipun sejatinya adalah VC, sebagai CVC, CEO MDI Nicko Widjaja kepada DailySocial mengaku pihaknya kini bertindak sebagai “katalis inovasi”.

MDI berusaha mendorong sinergi portofolio startupnya dengan bisnis Grup Telkom yang fokus di bidang Telekomunikasi, Informasi, Media & Edutaintment, dan Services (TIMES). Contohnya PrivyID yang mengembangkan teknologi tandatangan digital bagi perusahaan-perusahaan Grup Telkom atau Kata.ai yang mengembangkan sistem chatbot untuk layanan pelanggan Telkomsel.

Kondisi di Indonesia

mdi_report_graphic_1

Di tanah air, menurut data yang dikompilasi MDI, disebutkan dari 53 startup yang mendapatkan pendanaan awal di tahun 2015, hanya ada 17 pengumuman perolehan dana Seri A di tahun 2016 dan sejauh ini baru 9 buah selama tahun 2017. Hal ini menunjukkan mayoritas tidak dapat memperoleh pendanaan lanjutan untuk mendukung bisnisnya.

Fakta lain yang disebutkan dalam laporan ini adalah bagaimana proses exit dalam 8 tahun terakhir, sejak Koprol diakuisisi Yahoo!, hanyalah melalui proses akuisisi. Ada 37 proses M&A (merger dan akuisisi) dan belum ada cara lain yang mendukung proses exit, meskipun Bursa Efek Indonesia sendiri bercita-cita untuk mendorong startup teknologi IPO di bursa saham dengan menawarkan berbagai insentif.

Hal-hal diyakini MDI sebagai bukti bahwa “model VC” tidak cocok dengan pasar Indonesia. Tidak adanya kesetiaan konsumen, kesulitan kesempatan pertumbuhan, dan ketiadaan ekosistem yang mendukung proses exit yang solid membuat aktivitas investasi di sektor ini menjadi rapuh.

mdi_report_graphic_2

MDI menyatakan sangat sulit bagi firma modal ventura independen di Indonesia untuk mengumpulkan dana lebih besar dari $50 juta (sekitar 650 miliar Rupiah) dan memperoleh kesuksesan di dalam waktu dekat. Disebutkan “model VC” baru dianggap sukses jika dana yang dikelola memberikan keuntungan 3-5 kali lipat dalam jangka waktu 5-8 tahun.

Penawaran MDI

MDI melihat bahwa meskipun pasarnya sangat potensial, membesarkan startup di Indonesia sangatlah menantang. Untuk itu MDI menawarkan dua pendekatan untuk memenangkan ekosistem startup di Indonesia.

Yang pertama adalah “akses ke pertumbuhan”. Akses di sini tidak cuma soal dana tapi juga kanal pengembangan bisnis. MDI menyugestikan startup untuk memanfaatkan potensi besarnya berbagai unit bisnis korporasi di Indonesia, mengubahnya “from bricks to bits” atau dengan bahasa mudahnya mendigitalkan proses bisnis konvensional yang sudah ada.

Menurut Nicko, kredo “bricks to bits” ini menjadi manifesto MDI, seperti halnya “spray and pray” dari 500 Startups atau “sprinkle and reflect” dari Wavemaker Partners.

Yang kedua adalah mengemulasi model Alibaba dalam mengembangkan ekosistem dari ujung ke ujung, dengan menciptakan perusahaan enabler di sektor logistik, finansial, dan operator e-commerce.

mdi_report_graphic_3

MDI percaya bahwa startup di Indonesia akan sukses jika mampu menciptakan ekosistem dari ujung ke ujung seperti ini, di vertikal manapun.

MDI mengakui bahwa penawaran ini tidak serta merta menjawab permasalahan di ekosistem startup Indonesia saat ini. Meskipun demikian, mereka percaya bahwa kemitraan strategis antara bisnis yang sudah ada/matang (legacy) dan startup teknologi terbukti memberikan nilai yang substansial untuk semua pihak yang terlibat.

Platform Rekrutmen Urbanhire Umumkan Perolehan Dana Pra-Seri A

Platform rekrutmen Urbanhire mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A, dengan jumlah yang tidak disebutkan, dari sejumlah investor yang dipimpin oleh Convergence Ventures. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini adalah Social Capital, 500 Startups, Tortola Capital, Denali Capital, dan Intrafood Group. Urbanhire disebutkan adalah portofolio Social Capital pertama di Asia Tenggara. Social Capital merupakan investor sejumlah startup ternama, seperti Slack, Box Inc, dan SurveyMonkey.

Dana yang diperoleh bakal digunakan untuk memperluas jangkauan layanan (secara nasional dan regional), membangun kapabilitas penjualan dan pemasaran, dan mempercepat pengembangan produk (termasuk pencocokan algoritma pencari kerja dan perusahaan).

Urbanhire, yang didirikan oleh Benson Kawengian, Hengki Sihombing, dan Jepri Sinaga di tahun 2016, kini disebutkan telah memiliki mitra lebih dari 2000 entitas yang menggunakan sistem rekrutmennya. Urbanhire juga membantu grup Kompas Gramedia mendirikan kembali KompasKarier.

“Dalam waktu dekat platform kami akan menggunakan machine learning untuk memfasilitasi pencocokan kebutuhan antara perusahaan dan pencari kerja, ujar CEO Urbanhire Benson Kawengian.

Meski tidak menyebutkan nominal, Benson memastikan dana ini bisa menjadi bahan bakar perusahaan hingga 1-2 tahun ke depan.

Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li berkomentar, “Rekrutmen adalah salah satu aspek terpenting dalam bisnis apapun dan tim Urbanhire telah membangun produk yang berbeda dengan menggunakan teknologi untuk membuat perekrutan lebih cepat dan mudah bagi bisnis.”


Marsya Nabila berkontribusi dalam pembuatan artikel ini

Go-Jek Akuisisi Layanan Manajemen dan Analisis Event Loket

Layanan manajemen dan analisis event Loket mengumumkan pihaknya telah diakuisisi Go-Jek dalam jumlah yang tidak disebutkan. Pasca akuisisi, Pendiri dan CEO Loket Edy Sulistyo memastikan perusahaan akan tetap independen dan berjalan seperti biasa. Ini adalah exit kedua Edy dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya di tahun 2013 menjual platform Eevent ke EnvisionPoint.

Akuisisi ini akan memudahkan sinergi antara platform ticketing Go-Jek, Go-Tix, dan layanan manajemen dan analisis yang dikelola Loket. Go-Jek akan menyediakan skema layanan pembayaran melalui Go-Tix dan Loket akan meningkatkan kualitas pengalaman menikmati event secara keseluruhan.

Layanan yang ditawarkan Loket untuk sebuah kegiatan bisa dibilang end-to-end. Loket menyediakan solusi sistem ticketing white label, monitoring akses crew, teknologi gelang RFID, audience profilingsecure ticket, dan secure gate.

CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam pernyataannya menyebutkan, “Kami melihat Loket sebagai perusahaan yang terus berinovasi dan mengutilisasi teknologi untuk memenuhi kebutuhan event dan hiburan. Kolaborasi ini akan mampu menyediakan berbagai macam layanan yang dapat membantu promotor menyelesaikan masalah event, misalnya distribusi tiket, manajemen audience, dan provisi hiburan inovatif. ”

“Pembelian tiket, atmosfer lokasi event, dan bertransaksi di lokasi event seharusnya lebih mudah dan nyaman,” lanjutnya.

Go-Tix sendiri saat ini menawarkan lebih dari 250 kegiatan dan kemitraan dengan 2 jaringan bioskop, CGV dan Cinemaxx.

Edy memastikan akuisisi ini akan memperkuat posisi Loket sebagai pemain terbesar di industri event dan hiburan. Disebutkan Loket hingga saat ini telah mengelola lebih dari 500 event besar dan membagikan lebih dari 1 juta gelang RFID.

Loket tahun lalu memperoleh pendanaan Seri A dari Sovereign’s Capital dan East Ventures.

Raksasa Coworking Space WeWork Masuki Pasar Indonesia dengan Akuisisi Spacemob

Perusahaan terbesar di dunia untuk sektor coworking space, WeWork, membuka jalan memasuki pasar Indonesia dengan mengakuisisi Spacemob, sebuah startup coworking space yang berbasis di Singapura. Spacemob, yang didirikan Turochas ‘T’ Fuad, segera membuka coworking space-nya di Jakarta. Tim Spacemob, yang terdiri atas 20 orang, diserap menjadi WeWork Asia Tenggara dan Fuad menjadi Managing Director-nya. Tidak disebutkan berapa nilai akuisisi ini, tapi disebutkan WeWork bakal menginvestasikan $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) untuk mengembangkan pasar di Asia Tenggara dan Korea Selatan.

Spacemob menunjukkan keunikannya sebagai perusahaan coworking space karena tidak hanya menjual layanan tempat, mereka juga mengembangkan sistem terkomputerisasi untuk memberikan kemudahan bagi tenant-nya. Perusahaan memiliki teknis lengkap, dari full stack developerfront end engineerdesigner, hingga product manager.

Khusus untuk Fuad, akuisisi ini adalah exit-nya yang kedua dalam 4 tahun terakhir. Di tahun 2013, startup travelnya, Travelmob, diakuisisi oleh HomeAway, yang masih merupakan bagian raksasa travel Expedia.

WeWork saat ini disebutkan bervaluasi $20 miliar (lebih dari 260 triliun Rupiah). Awalnya mereka fokus ke pasar Amerika Serikat dan kini sudah merambah ke Eropa dan Tiongkok. Asia secara natural adalah pasar menarik berikutnya yang dibidik.

Kepada DailySocial, dalam wawancara terdahulu, Fuad mengatakan bahwa Spacemob didirikan berdasarkan pemahamannya tentang kemitraan pengelola hotel dan pemilik properti saat mengelola Travelmob. Dari sana ia melihat peluang untuk membawa model seperti ini ke industri coworking. Spacemob lahir dengan premis bahwa ruang adalah “hal terpenting kedua”. Yang utama adalah dukungan dan ekosistem yang disediakan untuk anggota.

Spacemob sudah memperoleh pendanaan awal senilai 74 miliar Rupiah pada akhir tahun 2016 untuk mengembangkan pasar, termasuk Indonesia, dari sejumlah investor. Salah satu investornya adalah Alpha JWC.

Di Indonesia sendiri, pasar coworking space masih baru mulai dan belum menjadi segmen yang profitable. Kebanyakan coworking space saat ini masih dalam tahapan membangun ekosistem.

Di awal Agustus ini, Grup Salim dan NUS Enterprise membawa coworking space Block71 ke Jakarta. Block71 sebelumnya hadir di Singapura dan San Fransisco.

Meski kebanyakan konsumen coworking space adalah startup dan freelancer, mereka mulai membidik korporasi sebagai konsumen potensial.

“Tujuan kami adalah membantu perusahaan-perusahaan ini pindah ke ruangan baru dalam hitungan minggu atau hari, tidak perlu berinvestasi dalam jumlah besar dan waktu yang lama untuk mengisi kantor. Kami tidak berada di sini sekedar untuk menjual ruangan. Kami di sini untuk membangun komunitas inklusif startup, freelancer, dan perusahaan berukuran menengah dan besar,” ujar Head of Marketing Spacemob Daren Goh dalam wawancara terdahulu.

JD.com is Rumoured to Acquire Tokopedia

Chinese e-commerce giant JD.com is rumored to have acquired majority stake in Tokopedia, according to our trusted sources. This news, if true, will put an end to speculation about the possibility of any Chinese e-commerce company investing in one of the largest local marketplace services in Indonesia. It will ensure Tokopedia’s position as Southeast Asia’s unicorn, following Go-Jek and Traveloka’s earlier announcement. For JD.com, the acquisition of Tokopedia is an important ammunition in competition against its closest competitor, Alibaba.

In the last 3 months, rumors about who invested in Tokopedia became a hot topic in the industry. In early May, it was JD.com who was in talk, but then at the end of July there was a shocking news if Alibaba was interested in injecting funds up to $500 million (over 6.6 trillion Rupiah) for the company founded by William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison in 2009. Alibaba previously has acquired Lazada, a leading player in the Indonesia’s e-commerce market.

It would be logical if finally JD.com dare to offer hard-to-reject acquisition preposition. In order to compete with Alibaba, JD.com needs support from large market, Indonesia in this case, and Tokopedia is indeed the most ideal player. It would be a big loss for JD.com if its closest competitor controls the # 1 and # 2 players in Indonesia’s e-commerce scene, the third largest market in Asia, after China and India.

Uniquely, Tokopedia’s business that focuses on the marketplace sector is much closer to Alibaba than JD.com.

We still have not received confirmation about this and will update once there is certainty from related parties.

Tokopedia’s last publicly announced funding was in 2014 when it received $100 million funds from Softbank Japan and Sequoia Capital. Meanwhile, JD.com has already operated its own Jakarta-based JD.id since the end of 2015.

Application Information Will Show Up Here

EMTEK Mulai Berinvestasi di Ice House, Juga Memiliki Saham Grab

EMTEK, sebagai perusahaan terbuka, akhir Juli lalu mengumumkan laporan keuangan konsolidasian interim per tanggal 30 Juni 2017. Hal menarik yang terjadi selama triwulan kedua 2017 adalah perusahaan, melalui KMK, kini memiliki kepemilikan minoritas saham di layanan on-demand Grab dan software house Ice House. Perusahaan juga memastikan telah menjual kepemilikan 25% saham Kudo yang diakuisisi penuh oleh Grab.

Disebutkan dalam laporan ini EMTEK memiliki 1.684.455 (0,003%) saham Grab, yang kemungkinan merupakan bagian dari penjualan Kudo di atas. Secara total nilai akuisisi Kudo disebutkan berada di kisaran $70-100 juta.

Di sisi lain, EMTEK berinvestasi untuk pengembangan sumberdaya teknologi dengan mengakuisisi 2.857.535 (18,47%) saham Ice House Holdings Pte Ltd. Ice House kita kenal sebagai salah satu software house terkemuka di Jakarta yang fokus di pengembangan aplikasi dan game mobile.

Kami belum menemukan informasi soal perusahaan patungan EMTEK dan Ant Financial (operator Alipay) di laporan keuangan periode ini.

EMTEK bisa dibilang menjadi salah satu konglomerasi media besar yang memiliki visi dalam mengembangkan layanan digitalnya. Dengan BBM sebagai perekat, EMTEK berinvestasi di layanan e-commerce (Bukalapak, Lakupon), layanan pembayaran online (DOKU dan Espay), layanan travel online (Reservasi), layanan kesehatan online (KlikDokter dan Klik-Apotek), layanan video on-demand (iflix dan Vidio), layanan marketplace properti (rumah.com), layanan marketplace otomotif (carbay), dan layanan portal pekerjaan (karir.com).

Akuisisi Migme oleh Solaris Power Cells Masih Tunggu Pemenuhan Kewajiban

Di akhir Apri lalu, Solaris Power Cells (selanjutnya disebut Solaris), sebuah perusahaan media digital yang berbasis di Amerika Serikat, telah mengumumkan rencana akuisisi terhadap Migme Ltd, perusahaan media digital yang sempat populer di Indonesia. Akuisisi ini diharapkan selesai di bulan Juni, namun berdasarkan Form 8K Solaris ke SEC, per akhir Juni kemarin proses akuisisi ini belum sepenuhnya ditutup.

Menurut laporan tersebut, penutupan transaksi harus memenuhi butir-butir kesepakatan ini:

1. Migme obtaining shareholder approval in accordance with all applicable requirements of the Australian Securities Exchange, which is Australia’s primary securities exchange for public companies, and on which Migme is listed.
2. Migme and PGI [Project Goth Inc] raising at least One Million Five Hundred Thousand Dollars in exchange for convertible loans (the “Convertible Loans”) on terms acceptable to Migme and the Company, from investors (the “Convertible Loan Financiers”) who will be required to convert all such Convertible Loans into a pro rata amount of the Acquisition Shares.
3. All inter-company debt owed to Migme by its subsidiaries are to be converted into additional shares in those subsidiaries.
4. The Company must be current in its SEC reporting obligations.
5. Additional customary closing conditions.

Migme disebutkan setidaknya belum memenuhi poin (2) dan (4). Meskipun demikian disebutkan dalam laporan tersebut disebutkan Solaris dan Migme berkomitmen dalam transaksi penjualan ini, termasuk memenuhi persyaratan yang diajukan.

Migme menjual bisnisnya ke Solaris setelah mengalami kesulitan pembiayaan, meskipun mengklaim memiliki lebih dari 30 juta pengguna aktif bulanan di platformnya. Kepada Tech in Asia, CEO Migme Steven Goh menyalahkan iklim investasi di Australia yang tidak lagi ramah ke industri teknologi dan kembali ke sektor pertambangan sebagai biang kesulitan ini.

Berdasarkan rilis persnya, disebutkan Solaris mengakuisisi semua properti digital Migme (dan hak IP-nya), termasuk Project Goth Inc yang membawahi layanan dating LoveByte, komunitas manajemen artis alivenotdead, layanan berita sosial Hipwee, dan layanan e-commerce Shopdeca dan Sold.

Goh berharap proposal penjualan layanan ini ke perusahaan Amerika Serikat akan membantu Migme mendapatkan valuasi yang lebih adil dari perusahaan yang benar-benar mengerti teknologi. Tidak disebutkan apakah Goh bakal tetap mempertahankan posisinya sebagai CEO pasca akuisisi.

Solaris sebelumnya mengakuisisi platform publikasi konten digital PixelMags dan berharap rencananya terhadap Migme bakal mendukung kesuksesan perusahaan di masa mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Job-Like Ingin Jadi yang Terdepan di Segmen Portal Lowongan Pekerjaan

Dua tahun yang lalu, layanan pemasaran digital Jepang Speee memutuskan untuk berekspansi ke Indonesia. Bukan layanan yang sama yang dibuka, melainkan portal pekerjaan. Meskipun sudah ada sejumlah pemain besar di segmen ini, Speee melihat masih ada celah untuk mengembangkan layanannya. Job-Like hadir dengan konsep awal sebagai agregator lowongan pekerjaan, mengumpulkan data lowongan pekerjaan dari berbagai layanan.

Dua tahun kemudian Job-Like dianggap semakin relevan dan Speee tambah yakin dengan peluangnya. Di bulan Maret, Job-Like mulai membuka peluang bagi para klien untuk secara langsung memberikan lowongannya, kini mereka memiliki 60 ribu lowongan, dengan 20 ribu di antaranya adalah lowongan pekerjaan yang murni mereka peroleh sebagai portal pekerjaan. Lowongan yang disajikan difokuskan untuk lowongan white collar yang menyasar para profesional berpengalaman.

Kepada DailySocial, CEO Job-Like Keishi Iwasawa menyebutkan nama Job-Like berasal dari keinginan menambahkan nuansa “fun” untuk pekerjaan. Ia tidak menampik bahwa logo Job-Like, yang seperti Like-nya Facebook, ditujukan supaya seolah-olah orang melamar pekerjaan melalui Facebook.

Iwasawa mengklaim pertumbuhan Job-Like saat ini sangat cepat dan telah memiliki trafik 10 juta pageviews per bulan. Jumlah itu diklaim sudah masuk di jajaran top 3 untuk portal pekerjaan. Selain informasi lowongan, Job-Like juga memberikan informasi review perusahaan dan gaji, seperti halnya Glassdoor.

Saat ini Job-Like tidak mengenakan fee untuk setiap lowongan dimasukkan ke dalam layanannya, setidaknya sampai mereka mencapai target menjadi pemimpin pasar, yang kini dipegang JobStreet. Untuk mendukung operasionalnya di Indonesia, Speee disebutkan telah memberikan pendanaan sebesar 7 digit dollar per tahunnya.

Iwasawa menyebutkan pihaknya yakin teknologi Speee yang diaplikasikan untuk Job-Like bakal mendukung pertumbuhan layanan ini. Secara SEO, teknologi Job-Like diklaim membuat setiap lowongan berada di urutan atas layanan pencarian untuk keyword yang diharapkan. Di Jepang Speee disebutkan sangat peduli dengan kualitas teknologi yang digunakan, termasuk mengangkat pembuat bahasa pemrograman Ruby, Yukihiro Matsumoto, sebagai penasihat.

Selain menjadi pemimpin pasar di Indonesia, Job-Like berharap ke depannya bisa mereplikasikan layanan ini ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Mereka juga bakal mengembangkan aplikasi mobile yang bisa digunakan awal tahun depan.

Deals@DS Minggu Ini (28 Juli – 3 Agustus 2017)

Sesuai komitmen kami, Deals@DS terus diperbarui tiap minggunya. Kami memberikan diskon-diskon menarik dari berbagai layanan e-commerce, SaaS, cloud hosting, atau co-working space yang produk-produknya menjadi kebutuhan pembaca kami.

Untuk dapat menikmati penawaran ini, pembaca diwajibkan melakukan login, yang bisa dilakukan dengan menautkan akun Facebook atau LinkedIn. Tenang, kami menjaga privasi data-data Anda.

Berikut ini adalah promo yang sedang berjalan:

Tunggu apalagi, daftar sekarang dan nikmati privilege menjadi member dengan penambahan deals sepanjang waktu. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku.