OPPO Air Glass Adalah Kacamata AR, Tapi Assisted Reality, Bukan Augmented Reality

Seakan tidak mau mengulangi kesalahan Google Glass, kebanyakan kacamata pintar yang dirilis belakangan ini cuma berfokus pada penyajian konten audio saja. Namun tidak demikian buat OPPO. Inovasi terbarunya, OPPO Air Glass, punya cukup banyak kemiripan dengan Google Glass.

OPPO Air Glass terdiri dari dua bagian: bingkai dalam dan sebuah waveguide device berbentuk monokel yang dapat dilepas-pasang. Berhubung mekanisme pemasangannya mengandalkan magnet, bagian monokel dengan berat 30 gram ini tidak bisa sembarangan dipasang ke frame kacamata biasa. Beruntung salah satu model frame bawaannya masih bisa dipasangi lensa korektif jika perlu.

Seluruh komponen-komponen pintarnya ditanamkan ke bagian monokel tersebut, mulai dari Spark Micro Projector sekecil biji kopi yang dikembangkan oleh OPPO sendiri, sampai panel Micro LED dan teknologi waveguide yang dibutuhkan untuk memproyeksikan informasi dalam resolusi 640 x 480 piksel.

Terkait fungsionalitasnya, Air Glass dirancang untuk menampilkan informasi-informasi sederhana macam kalender, ramalan cuaca, navigasi, data fitness tracking, terjemahan, maupun berperan sebagai teleprompter. Itulah mengapa OPPO lebih memilih istilah “assisted reality” ketimbang augmented reality. Semua ini diotaki oleh chipset smartwatch Qualcomm Snapdragon Wear 4100.

Ada empat cara mengoperasikan Air Glass: lewat sentuhan, perintah suara, gerakan kepala dan gerakan tangan. Semisal pengguna ingin membaca notifikasi yang masuk ke smartphone OPPO (yang sudah di-pair), ia hanya perlu menyentuh sisi luar tangkai monokelnya, atau bisa juga dengan menganggukkan kepala. Untuk menutup, pengguna tinggal menyentuh tangkainya lagi, atau cukup dengan menggelengkan kepala.

Untuk fitur teleprompter-nya, pengguna dapat mengunggah teksnya ke aplikasi pendamping Air Glass di smartphone, lalu mengatur ukuran teks maupun kecepatan scrolling-nya. Kalau perlu, teksnya juga bisa di-scroll secara manual dengan menyentuh tangkainya.

Kemudian untuk fitur terjemahan, Anda butuh sepasang Air Glass agar ini bisa bekerja. Setelah di-pair, kedua unit Air Glass tersebut dapat langsung menampilkan hasil terjemahan secara instan. Untuk sekarang, bahasa yang didukung baru Tionghoa, Jepang, dan Inggris.

Lalu di mana letak kameranya? Well, inilah hal yang paling membedakan OPPO Air Glass dari Google Glass, sebab perangkat ini memang tidak dirancang untuk mengambil gambar sama sekali. Di sisi lain, informasi yang ditampilkan Air Glass juga terkesan lebih simpel dan lebih dominan teks ketimbang Google Glass.

Tertarik membeli? Sayangnya OPPO Air Glass hanya akan dijual di pasar Tiongkok saja mulai kuartal pertama 2022. Harganya masih belum diketahui, namun kabarnya OPPO hanya akan menjualnya dalam jumlah terbatas.

Sumber: Engadget dan OPPO.

Gadget Champions 2021: Acer Predator Helios 300 Rebut Titel Best for Gaming

Melanjutkan tradisi sebelumnya, kegiatan rutin Gadget Champions kembali hadir di penghujung tahun. Edisi 2021 kali ini merupakan hasil kerja sama antara tiga media teknologi tanah air: Yangcanggih.com, Gizmologi.id, dan DailySocial.id/Gadget.

Untuk tahun ini, ada empat kategori utama pada Gadget Champions 2021: Best for Work, Best for School, Best for Content Creation, dan Best for Gaming.

Kategori Best for Gaming kami hadirkan untuk mengapresiasi perangkat terbaik yang mampu memenuhi tuntutan tinggi para gamer sekaligus atlet esport profesional.

Titel Best for Gaming di tahun 2021 ini jatuh pada Acer Predator Helios 300 11th Gen (PH315-54). Laptop ini tak hanya mengandalkan performa gaming yang sangat mumpuni, tetapi juga sistem pendingin yang sangat efektif, sekaligus desain yang amat sleek.

Performa kencang sekaligus konsisten

Acer Predator Helios 300 mengemas Intel Core i7-11800H, sebuah prosesor dengan 8-core/16-thread dan kecepatan maksimum 4,6 GHz. Dibandingkan generasi sebelumnya, kinerja prosesor ini bisa sampai 20% lebih kencang. Lalu jika dibantu dengan teknologi PredatorSense yang tersematkan pada laptop ini, performanya masih bisa ditingkatkan lagi sampai ±10%.

Prosesor tersebut ditandemkan dengan kartu grafis Nvidia GeForce RTX 3070 dengan memori GDDR6 8 GB. Kombinasi keduanya merupakan jaminan atas frame rate tinggi yang didapat selama bermain, bahkan dalam game AAA yang paling berat sekalipun. Berkat dukungan teknologi ray tracing dan DLSS, perangkat pun mampu menemukan ekuilibrium antara kualitas visual dan performa.

Melengkapi spesifikasinya adalah RAM DDR4 16 GB dan SSD PCIe NVMe berkapasitas 512 GB. Namun semua itu tidak akan ada artinya kalau perangkat tidak bisa mempertahankan kinerjanya secara konsisten, dan di sinilah sistem pendingin memegang peran besar.

Predator Helios 300 menggunakan kipas AeroBlade 3D generasi kelima, dengan bilah logam yang lebih tipis (0,08 mm) sehingga jumlahnya pun bisa bertambah menjadi 89 bilah per kipas. Di saat yang sama, Acer pun tak lupa mengambil langkah ekstra guna meminimalkan tingkat kebisingan yang dihasilkan.

Kombinasi kipas, ventilasi, dan penempatan thermal foam secara strategis pada akhirnya mampu mewujudkan sirkulasi udara yang 55% lebih baik, dan itu menjadi kunci atas stabilitas performa yang dihasilkan oleh perangkat.

Layar QHD, desain stylish dan fitur melimpah

Predator Helios 300 mengusung layar IPS 15,6 inci dengan resolusi QHD (2560 x 1440) dan refresh rate 165 Hz. Ini sekali lagi membuatnya mampu menawarkan keseimbangan antara kualitas visual dan performa, belum lagi ditambah reproduksi warna yang akurat dengan color gamut 100% DCI-P3.

Perihal kelengkapan fitur, Predator Helios 300 juga tidak pelit sama sekali. Di sektor audio, ia datang membawa speaker dengan sertifikasi DTS:X Ultra. Lalu terkait konektivitas, ia dilengkapi chip Intel Killer Wi-Fi 6 AX1650i dan ethernet controller Intel Killer E2600 untuk menekan latensi sampai serendah mungkin, sangat krusial buat konteks kompetitif dan esport.

Port yang tertanam pun juga melimpah, mulai dari USB 3.2 Gen 2, Thunderbolt 4, sampai HDMI 2.1 dan Ethernet. Semua itu selagi masih mempertahankan desain serba logam yang stylish, dan dengan tebal cuma 2,55 cm beserta bobot 2,5 kg, ia masih tergolong cukup ringkas, terutama jika melihat performa yang ditawarkan.

Dengan segala keunggulan yang ditawarkan, Acer Predator Hellios 300 pantas menjadi salah satu rekomendasi laptop gaming terbaik tahun ini.

Untuk yang tertarik mendapatkan Predator Helios 300 (PH315-54) bisa menuju ke Acer e-Store atau Acer Official Store di e-commerce pilihan.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Acer.

Sambut Tren Metaverse, Nike Akuisisi Studio Pembuat Sneakers NFT, RTFKT

Satu per satu perusahaan besar menunjukkan ketertarikannya dengan tren NFT dan metaverse. Yang terbaru adalah Nike. Raksasa di industri sepatu dan pakaian itu baru saja mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi RTFKT Studios, startup muda yang mendeskripsikan dirinya sebagai produsen “metaverse-ready sneakers and collectibles”.

Didirikan di awal 2020, RTFKT (diucapkan seperti kata “artifact”) mulai mencuri perhatian publik pada Februari 2021, tepatnya ketika mereka berhasil menjual 621 pasang sneakers digital (NFT) dan menghasilkan $3,1 juta dalam waktu hanya tujuh menit. Di siaran persnya, Nike menyebut RTFKT sebagai “brand terkemuka yang memanfaatkan inovasi mutakhir untuk menghadirkan next-gen collectible yang menggabungkan budaya dan gaming.”

“Inovasi mutakhir” memang terdengar samar-samar dan bisa diartikan banyak hal, akan tetapi proyek terbaru RTFKT yang bernama CloneX semestinya bisa memberikan sedikit gambaran. Digarap bersama seniman kontemporer Jepang, Takashi Murakami, CloneX merupakan koleksi 20.000 avatar digital yang lagi-lagi disebut “metaverse-ready”.

Sejauh pemahaman saya berdasarkan informasi di situs CloneX, para pembeli avatar digital ini juga akan mendapatkan akses ke file 3D untuk digunakan di berbagai platform. Dengan kata lain, idenya adalah untuk menggunakan avatar digital ini (dan mungkin juga sneakers beserta pakaian digital bikinan RTFKT dan Nike) di sejumlah game atau lingkungan VR (metaverse), sesuai dengan prinsip interoperabilitas antar metaverse yang ditawarkan oleh NFT.

Nike sejauh ini belum menjelaskan secara gamblang rencana mereka dengan RTFKT, namun yang pasti RTFKT bakal tetap beroperasi sebagai brand yang terpisah. Nike bahkan tidak segan menyetarakan brand RTFKT dengan Air Jordan dan Converse, dua sub-brand Nike yang sudah tidak perlu diragukan lagi reputasinya.

Apapun alasannya, akuisisi ini jelas menunjukkan keseriusan berbagai brand besar dalam menghadapi tren NFT dan metaverse. Nike mungkin bukan nama pertama yang kita ingat saat membicarakan soal teknologi atau gaming, tapi mereka pun rupanya juga tidak mau ketinggalan hype baru ini.

Sumber: The Verge.

Assassin’s Creed Valhalla Kedatangan Expansion Ketiga dan Konten Crossover dengan AC Odyssey

Dirilis pada November 2020, Assassin’s Creed Valhalla sejauh ini telah menerima dua story expansion, yakni “Wrath of the Druids” dan “The Siege of Paris”. Namun seperti yang sempat diumumkan di event Ubisoft Forward pada bulan Juni kemarin, Valhalla masih akan menerima expansion lain lagi di tahun keduanya.

Tanpa harus menunggu lama, Ubisoft baru saja mengungkap bahwa expansion ketiga untuk Valhalla, “Dawn of Ragnarok”, akan resmi dirilis pada 10 Maret 2022. Ubisoft bilang ini merupakan expansion paling ambisius yang pernah mereka buat di sepanjang sejarah franchise Assassin’s Creed, dengan konten yang diperkirakan cukup untuk menyita waktu bermain selama sekitar 35 jam, dan lokasi baru dengan luas sepertiga dari lokasi di base game-nya.

Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, Dawn of Ragnarok bakal berfokus pada mitologi Norse. Sang lakon utama, Eivor, bahkan bakal berperan sebagai Odin di sini, di dunia mitos bernama Svartalfheim. Kisah yang diangkat adalah perjalanan Odin menyelamatkan anaknya, Baldr, dan di sepanjang perjalanannya, tentu saja bakal ada sejumlah makhluk mitologi yang menghadang, mulai dari makhluk api dari Muspelheim, sampai Frost Giant dari Jotunheim.

Dawn of Ragnarok juga bakal menampilkan Surtr, iblis raksasa dengan api yang menyala di sekujur tubuhnya (yang juga muncul di film Thor: Ragnarok). Namun tentu saja, Eivor turut dibekali sejumlah kemampuan baru sebagai Odin, dari kemampuan untuk menyerap kekuatan musuh, teleportasi, sampai shape-shifting.

Dawn of Ragnarok digarap oleh tim Ubisoft Sofia, tim yang sama yang bertanggung jawab atas expansion Curse of the Pharaoh untuk Assassin’s Creed Origins, yang berarti ini bukan pertama kalinya mereka diminta mendalami sekaligus menyajikan narasi dari suatu mitologi populer.

Namun Dawn of Ragnarok bukan satu-satunya kejutan yang Ubisoft siapkan.

Assassin’s Creed Crossover Stories

Selagi menanti kedatangan expansion ketiganya tadi, pemain juga bisa menikmati konten ekstra bertajuk Assassin’s Creed Crossover Stories mulai 14 Desember 2021. Sesuai namanya, Crossover Stories bakal mempertemukan Eivor dengan Kassandra, lakon perempuan dari game sebelumnya, Assassin’s Creed Odyssey.

Kok bisa keduanya bertemu padahal ada jarak ribuan tahun? Well, kalau Anda sudah pernah menamatkan Odyssey, Anda pasti paham bagaimana ceritanya. Jadi ada baiknya alasannya tidak disebutkan di sini demi menghindari spoiler. Satu hal yang pasti, Crossover Stories ini merupakan DLC gratis untuk Odyssey dan Valhalla sekaligus.

Di Odyssey, DLC berjudul “Those Who Are Treasured” ini bakal bisa langsung dimainkan setelah menyelesaikan chapter pertama. Namun seperti yang saya bilang, sebaiknya Anda menamatkan main story-nya dulu secara menyeluruh supaya terhindar dari spoiler. Sementara di Valhalla, DLC-nya mengambil judul “A Fated Encounter” dan dapat dimainkan setelah membuka Valka the Seer sekaligus mencapai settlement level empat di Ravensthorpe.

Sumber: GamesRadar.

Tak Harus Putih, Cover PS5 Kini Dapat Diganti dengan 5 Warna Lain Berkat Aksesori Resmi dari Sony

Saat pertama kali diungkap, PlayStation 5 langsung menuai banyak kontroversi terkait desainnya. Lalu ketika Sony sudah mulai memasarkannya, tidak sedikit konsumen yang terkejut melihat ukuran fisik PS5 yang tergolong bongsor. Singkat cerita, desain PS5 bukan untuk semua orang, dan Sony tampaknya sadar akan hal itu.

Namun tentu saja merombak desainnya secara drastis sekarang terdengar kurang rasional — mungkin ini bisa jadi salah satu ekspektasi kita untuk PlayStation 5 Pro nanti, seandainya ada. Yang bisa Sony lakukan sekarang setidaknya adalah memberikan opsi personalisasi warna kepada para pengguna PS5.

Ya, PS5 sekarang tidak harus berwarna putih. Sony baru saja menyingkap aksesori PS5 Console Cover dalam lima pilihan warna yang berbeda: Cosmic Red, Galactic Purple, Midnight Black, Starlight Blue, dan Galactic Purple. Cara pemasangannya mudah kalau menurut Sony sendiri; cukup lepas cover putih bawaan PS5, lalu ganti dengan yang baru ini. Selain untuk versi standarnya, aksesori ini juga tersedia buat PS5 Digital Edition, jadi jangan sampai Anda salah beli.

Supaya klop, Sony tidak lupa menyediakan controller DualSense dalam lima opsi warna yang sama persis, meski dua di antaranya (Cosmic Red dan Midnight Black) sebenarnya sudah tersedia selama beberapa bulan. Dari sisi fungsionalitas, controller baru ini sama persis seperti versi putih yang disertakan dalam paket penjualan PS5.

Di Indonesia, PS5 Console Cover bakal dijual secara resmi dengan harga Rp939.000, sedangkan controller DualSense dalam tiga warna barunya dibanderol Rp1.359.000. Sejauh ini belum ada informasi apakah ke depannya Sony bakal menjual konsol PS5 dalam warna-warna baru ini. Untuk sekarang, warna-warna baru ini sifatnya sebatas add-on yang opsional.

Untuk PS5 Console Cover varian Cosmic Red dan Midnight Black, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai 21 Januari 2022. Sementara tiga varian warna sisanya diperkirakan bakal menyusul tidak lewat dari babak pertama 2022. Controller-nya sendiri akan lebih dulu dijual mulai 14 Januari 2022.

Di luar sana, sebenarnya sudah eksis sejumlah opsi cover untuk PS5 dari sejumlah produsen pihak ketiga — yang akhirnya memicu perseteruan hukum antara Sony dan produsen-produsen tersebut, sekaligus mendorong Sony untuk mematenkan desain cover PS5.

Sumber: Sony.

GRID Legends Meluncur 25 Februari 2022, Janjikan Opsi Gameplay yang Variatif dan Multiplayer Lintas Platform

Usai diumumkan pertama kali pada bulan Juli lalu, GRID Legends akhirnya punya jadwal rilis pasti. Game kelima dari franchise game balapan GRID itu dijadwalkan hadir pada 25 Februari 2022 di PC, PS5, PS4, Xbox Series X/S, dan Xbox One sekaligus.

Dibandingkan pendahulu-pendahulunya, GRID Legends menawarkan lebih banyak opsi gameplay, termasuk mode Drift yang banyak di-request oleh para penggemar setia seri GRID, demikian pula mode Elimination. Codemasters pun tidak lupa menyelipkan dua mode baru, yakni Electric Boost dan Race Creator. Mode yang terakhir ini mengemas segudang opsi kustomisasi demi menambah variasi permainan.

Tidak kalah penting adalah fitur multiplayer lintas platform, dan Codemasters turut memastikan supaya pemain bisa saling beradu bersama teman-temannya dengan cepat. Cukup tiga klik tombol kalau kata pengembangnya, dan sesi balapan pun bisa langsung dimulai tanpa mengharuskan para pemain mampir ke lobi terlebih dulu.

Tidak tertarik bermain bersama orang lain? Bukan masalah, sebab mode Career dalam GRID Legends dipastikan bakal menyita banyak waktu Anda, apalagi dengan lebih dari 300 event yang tersedia. Juga menarik adalah kehadiran sebuah story mode terpisah berjudul “Driven to Glory”.

Ketimbang menggunakan teknologi motion capture untuk membuat cutscene di story mode ini, Codemasters justru menyelipkan adegan-adegan film yang disyuting bersama aktor asli dengan memanfaatkan teknik produksi virtual ala The Mandalorian. Singkat cerita, kalau Anda suka drama di dunia balap mobil profesional, Anda bakal menikmati mode yang satu ini.

Usai menuntaskan story mode, progresnya otomatis bakal diintegrasikan ke progres di mode Career, dan ini bakal memicu munculnya serangkaian event baru untuk dimainkan. Terkait variasi mobilnya, GRID Legends menjanjikan lebih dari 100 model yang berbeda di awal peluncurannya.

2022 tampaknya bakal jadi tahun yang membahagiakan buat para penggemar game balapan. Selain GRID Legends ini, juga akan ada Gran Turismo 7 yang bakal menyusul hanya seminggu setelahnya. Selagi menunggu keduanya, kita juga bisa menghabiskan banyak waktu di Forza Horizon 5.

Buktikan Performa Gaming OPPO A95, OPPO Kembali Jalin Kemitraan dengan Call of Duty: Mobile

OPPO resmi meluncurkan smartphone A95 pada 18 November lalu. Dalam kurun waktu yang singkat pasca perilisannya tersebut, perangkat ini telah berhasil memberikan lebih dari 30% market share OPPO di Indonesia. Selain kinerja kamera yang mumpuni, A95 juga banyak diincar karena menawarkan performa yang dapat diandalkan.

Untuk membuktikan kemampuan performa dari perangkat ini, OPPO Indonesia pun menggandeng salah satu game mobile berjenis first-person shooter (FPS) yang sangat populer di pasar tanah air, yakni Call of Duty: Mobile (CODM).

“OPPO A95 diluncurkan untuk menyajikan perangkat dengan performa yang dapat diandalkan penggunanya, termasuk memberikan kenyamanan pengguna untuk bermain mobile game. Maka dari itu, kami kembali bekerja sama dengan Call of Duty: Mobile (CODM) dengan tujuan lebih memperkenalkan fitur-fitur kenyamanan gaming pada A95 sekaligus memberikan kesempatan player CODM untuk mendapatkan perangkat ini secara cuma-cuma,” ujar Aryo Meidianto A, PR Manager OPPO Indonesia, dalam sebuah siaran pers.

Ini merupakan kali kedua OPPO Indonesia bekerja sama dengan CODM setelah kemitraan pertamanya di bulan yang sama pada tahun 2019 lalu. OPPO A95 memiliki kapabilitas untuk memainkan game CODM dengan nyaman berkat dukungan beberapa fitur gaming yang ditanamkan, sebut saja fitur ekspansi RAM yang dapat memperluas secara otomatis memori sementara pada A95, dengan pilihan perluasan mulai dari 2 GB, 3 GB, hingga 5 GB. Berkat opsi 5 GB, pengguna bisa mendapatkan total RAM hingga 13 GB layaknya sebuah smartphone flagship. Keberadaan fitur ini dapat membuat permainan CODM berjalan dengan mulus dan stabil sehingga memberikan kenyamanan ekstra pada pengguna.

Di samping fitur ekspansi RAM, OPPO turut melengkapi A95 dengan teknologi Hyper Boost yang telah dipatenkan. Fitur ini bakal memastikan frame rate yang stabil saat bermain game CODM dengan pemakaian daya yang lebih rendah dan pengaturan suhu yang jauh lebih baik.

Teknologi ini juga akan meningkatkan respons sentuhan, mengurangi lag, dan memangkas waktu yang dibutuhkan untuk loading game secara signifikan, menjadikan A95 sebagai perangkat dengan performa gaming yang dapat diandalkan.

OPPO dan CODM akan memulai rangkaian kegiatan pada platform media sosial dan juga in-game activation. Keterangan lebih lanjut mengenai kegiatan ini dapat dilihat melalui akun resmi Instagram @garenacodmid atau langsung pada game Call of Duty: Mobile itu sendiri.

Legacy Adalah Game NFT Ciptaan Kreator Populous dan Black & White

Game NFT terus bermunculan bagai jamur di musim hujan. Yang terbaru dan dijadwalkan hadir tahun depan adalah Legacy, game NFT bikinan 22cans. Tidak pernah mendengar nama studio tersebut? Well, mungkin Anda bakal lebih familier dengan pendirinya, Peter Molyneux.

Peter boleh dibilang merupakan pionir di genre god game lewat seri Populous dan Black & White, dan ia sekarang ingin mengawinkan formula tersebut dengan tren blockchain gaming. Namun ketimbang memakai istilah game NFT, Peter dan timnya lebih memilih mengategorikan Legacy sebagai sebuah “blockchain business sim”.

Dalam Legacy, pemain bakal diajak untuk menciptakan produk dan bangunan digital dari ribuan komponen yang tersedia. Selesai dikonsepkan, produknya bakal diproduksi dan siap diperjual-belikan dengan para pemain lain. Legacy juga bakal menghadirkan sejumlah in-game event dan kompetisi yang akan menguji keterampilan mendesain pemain, sekaligus kemampuan manajemen kotanya.

Namun seperti halnya Axie Infinity dan beberapa game NFT lain, Legacy memerlukan sejumlah modal awal untuk mulai bermain. Modal tersebut adalah untuk membeli aset NFT berupa lahan virtual yang akan dikembangkan menjadi bisnis di dalam game.

Juga seperti Axie, Legacy bakal menerapkan semacam sistem scholarship. Jadi setelah membeli lahan NFT, Anda bakal memiliki akses ke sejumlah Legacy Key. Semakin besar luas lahannya, semakin banyak jumlah Legacy Key yang didapat. Item ini kemudian bisa dipinjamkan ke orang lain, dan mereka otomatis bakal menjadi mitra bisnis Anda selaku sang pemilik lahan, dengan sistem bagi hasil tentu saja.

Semua ini bakal melibatkan mata uang crypto baru bernama LegacyCoin (LEGACY) yang beroperasi di jaringan Ethereum. Meski game-nya masih belum dirilis, lahan-lahan NFT-nya rupanya sudah dijual melalui platform Gala Games, dan sebagian besar juga sudah sold out, termasuk yang paling langka yang laku dengan nilai setara hampir $900 ribu. Cukup sinting untuk sebuah game yang belum bisa dimainkan sama sekali.

Sumber: Gala Games via VGC.

Final Fantasy VII Remake Intergrade Segera Hadir di PC, Seperti Apa Spesifikasi PC yang Dibutuhkan?

Seperti publisher-publisher besar lainnya, Square Enix tidak melewatkan kesempatan untuk memamerkan trailer game-game terbarunya di acara The Game Awards 2021. Dua di antaranya adalah Forspoken dan Babylon’s Fall, namun ternyata Square Enix juga punya kejutan lain, yakni Final Fantasy VII Remake Intergrade versi PC.

Sebagai pengingat, FF VII Remake Intergrade adalah upgrade next-gen yang dirilis di PlayStation 5 pada bulan Juni lalu, yang menghadirkan sederet penyempurnaan dari sisi performa sekaligus kualitas visual. Kabar baiknya, versi PC-nya juga akan menyertakan konten DLC Intermission yang sebelumnya dijual secara terpisah, yang menghadirkan episode campaign baru sekaligus karakter lawas yang tak kalah populer, yakni Yuffie Kisaragi.

Di samping itu, FF VII Remake Intergrade versi PC juga bakal membawa dukungan resolusi 4K dan HDR, serta kompatibilitas gamepad dengan API XInput maupun DirectInput seandainya tidak ingin menggunakan keyboard dan mouse.

Di PS5, FF VII Remake Intergrade sepenuhnya mendukung fitur adaptive trigger milik controller DualSense. Sayangnya sejauh ini belum ada konfirmasi apakah versi PC-nya juga demikian jika menggunakan DualSense. Satu hal yang pasti, game ini siap dijalankan di 120 fps bagi yang memiliki PC berspesifikasi sultan.

Kalau menurut Square Enix sendiri, spesifikasi PC yang dibutuhkan untuk menjalankan FF VII Remake Intergrade adalah sebagai berikut:

Minimum

  • GPU: Nvidia GeForce GTX 780 atau AMD Radeon RX 480 (VRAM 3 GB)
  • CPU: Intel Core i5-3330 atau AMD FX-8350
  • RAM: 8 GB
  • Storage: 100 GB

Recommended (1440p atau 4K)

  • GPU: Nvidia GeForce GTX 1080 atau AMD Radeon RX 5700 (VRAM 8 GB)
  • CPU: Intel Core i7-3770 atau AMD Ryzen 3 3100
  • RAM: 12 GB
  • Storage: 100 GB

Persyaratan spesifikasinya bisa dibilang tidak terlalu menuntut, dan masih di bawah God of War. FF VII Remake Intergrade versi PC dijadwalkan hadir pada 16 Desember 2021, akan tetapi hanya melalui Epic Games Store saja. Selain bonus DLC tadi, pemain juga bakal menerima sejumlah item dan equipment ekstra.

Berikut adalah sejumlah screenshot dari FF VII Remake Intergrade versi PC.

Sumber: PC Gamer.

Tahun 2021, DANA Sumbang 15% dari Total Transaksi Game di Indonesia

September lalu, Bambang Sunarwibowo selaku Wakil Ketua Umum dan Ketua harian Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) mengungkapkan bahwa pendapatan industri game di Indonesia tahun ini berhasil mencapai angka $2,08 miliar, atau kurang lebih sekitar 30 triliun rupiah. Dari total transaksi sebesar itu, 15%-nya diklaim berasal dari dompet digital DANA.

“DANA menyumbang sekitar 15% dari total transaksi game secara keseluruhan di Indonesia per Oktober 2021,” ucap Lim Kusuma, Head of Marketing DANA, dalam sebuah konferensi pers virtual yang saya ikuti pada hari Kamis, 9 Desember 2021. Pada slide presentasi yang ditampilkan, tampak bahwa angka 15% itu setara dengan nilai transaksi sebesar 4,4 triliun rupiah.

Angka tersebut tentu tidak main-main, dan sekali lagi membuktikan bahwa gamer Indonesia pun memiliki daya beli yang cukup besar, utamanya kalangan milenial. Di sisi lain, kemudahan bertransaksi juga memegang peranan yang tak kalah penting. Kalau proses membayarnya ribet, gamer mungkin bakal mengurungkan niat untuk membeli, begitu kira-kira penjelasan sederhananya.

Lim mencontohkan bahwa selama periode Januari – Oktober 2021, DANA mencatatkan jumlah transaksi game terbanyak pada bulan Mei 2021, bertepatan dengan momen Ramadan dan banyaknya promo yang ditawarkan oleh berbagai game kala itu. Kendati demikian, nilai transaksi yang terbesar justru terjadi di bulan Oktober, dan ini dikarenakan kerja sama yang DANA jalin dengan sejumlah platform internasional, macam Steam dan Google.

Insight lain yang tak kalah menarik adalah seputar perbandingan jumlah download dan pendapatan game berdasarkan kategori. Menurut Lim, kategori Role Playing dan Strategy walau digabung memang memiliki player base yang lebih kecil daripada kategori Action, akan tetapi total pemasukan yang dihasilkan keduanya tergolong besar (34%) dibanding yang dihasilkan oleh kategori Action (43%).

Dengan kata lain, kalau yang dikejar adalah akuisisi pengguna, berfokus pada kategori game Action memang masih merupakan strategi yang paling efektif. Namun kalau menyangkut masalah spending, DANA melihat ada peluang besar pada kategori Role Playing dan Strategy.

Kalau mau kita elaborasi sedikit, ini terdengar masuk akal mengingat in-game item di MMORPG atau game strategi seperti Clash of Clans memang berpengaruh langsung terhadap gameplay (pay-to-win), sementara game MOBA atau battle royale sering kali cuma berjualan skin yang bersifat kosmetik. Sebagai gamer, kalau saya punya pilihan antara membeli skin senjata atau booster untuk meningkatkan XP yang didapat, saya jelas bakal memilih membeli barang yang kedua.

Yang mungkin agak disayangkan adalah, sebagian besar pendapatan game yang dicatatkan itu masuknya ke kantong developer luar, sementara developer lokal hanya menguasai sekitar 0,4% dari pangsa pasar. Kabar baiknya, pemerintah terus berusaha untuk mengubah hal ini, salah satunya dengan membina developer lokal agar bisa lebih kompetitif.

Ivan Chen, CEO Anantarupa Studios (Lokapala) yang ikut menghadiri konferensi pers DANA, mengatakan bahwa salah satu solusi yang ia usulkan adalah kebijakan untuk menyertakan game lokal di setiap turnamen esports di Indonesia, sehingga pada akhirnya developer lokal bisa bersaing di panggung yang sama seperti developer luar. “Bukannya membatasi game impor, tapi justru mendorong game lokal,” pungkasnya.