Payfazz Tambah Fitur “Alat Warung”, Bantu UKM Kelola Operasional Bisnis

Startup layanan keuangan berbasis keagenan Payfazz memperkenalkan inovasi baru dalam platformnya, yaitu menu Alat Warung. Solusi ini ditujukan untuk pedagang mikro, kecil maupun menengah untuk memantau kinerja bisnis dan melakukan perencanaan pengembangan usaha.

Dalam menu Alat Warung tersedia beberapa fitur seperti Kasir untuk pencatatan transaksi, pengaturan harga jual, serta laporan penjualan; Catat Hutang untuk mengelola hutang serta pengingat tagihan jatuh tempo; serta Grosir Terdekat dan Tawarkan Produk untuk melakukan stok barang ataupun menjadi reseller. Saat ini, seluruh fitur sudah bisa dinikmati oleh seluruh agen yang telah melakukan pembaruan aplikasi sejak Juli 2020.

Gambar - Menu Alat Warung

Startup yang baru saja mengumumkan pendanaan seri B pada bulan Juli lalu ini juga menyediakan layanan finansial lain seperti PPOB, Transfer dana ke Bank, serta stock dan resell produk bagi para agennya. Hingga saat ini Payfazz telah melayani lebih dari 20 ribu warung yang tersebar di seluruh Indonesia.

Safina Saleh, selaku Brand Manager Payfazz dalam keterangan pers menyatakan, “Sejalan dengan visi Payfazz untuk mengembangkan UMKM di Indonesia, diawali dengan platform keagenan untuk literasi finansial, kini Payfazz berinovasi sebagai partner pengusaha UMKM bidang perdagangan baik dalam sisi bisnis, operasional maupun pemasaran.”

Menyasar usaha mikro

Sebelumnya, Payfazz sendiri diketahui pernah meluncurkan aplikasi POS bernama Sellfazz yang kini telah berganti nama menjadi Post.app. Hendra Kwik selaku Co-Founder dan CEO Payfazz menyampaikan bahwa Post.app ini akan lebih menyasar retail menengah ke atas, sementara Payfazz sendiri akan fokus pada pengusaha mikro.

“Solusi yang kita tawarkan melalui Payfazz, seperti menu Alat Warung ini lebih menyasar usaha mikro, karena kebutuhannya berbeda. Kami juga memiliki diferensiasi dengan layanan terpadu yang disediakan dalam platform Payfazz,” ungkap Hendra dalam wawancara terpisah.

Pihaknya juga mengaku akan terus konsisten mengeluarkan inovasi-inovasi lain bagi pedagang mikro, kecil dan menengah supaya dapat semakin berkembang dengan bantuan teknologi yang dibuat dan dikembangkan oleh anak bangsa.

Beberapa startup sudah mulai menggencarkan layanan pencatatan untuk warung dan usaha kecil, seperti BukuWarung, yang belum lama ini juga mendapatkan pendanaan tahap awal, juga ada BukuKas.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Uji Coba Fitur “Robo Advisor”, Perbarui Tampilan Aplikasi

Salah satu startup pionir e-investasi Bareksa mengumumkan pembaruan logo dan tampilan aplikasi baru, serta penambahan fitur dalam platformnya. Kini nasabah bisa berinvestasi reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN), emas, dan tabungan reksa dana syariah untuk umrah.

Selain itu, Bareksa juga mengakui sedang dalam tahap beta testing layanan BATARA (BAreksa TActical Robo Advisor) bagi 1000 nasabah pendaftar pertama mereka.

Sejak mendapat lisensi resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan(OJK) di awal tahun 2016, Bareksa terus mencatat pertumbuhan signifikan. Per akhir Juli 2020, total akun investor Bareksa mencapai 1,1 juta di mana jumlah SID (Single Investor Identity) melonjak 590% dibanding April 2018. Pertumbuhan ini diklaim jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan investor di seluruh industri reksa dana sebesar 490%.

Pada periode yang sama, dana masyarakat yang telah diinvestasikan di platform Bareksa pun melonjak hampir delapan kali lipat menjadi Rp8 triliun. Sementara itu dana kelolaan (Asset Under Management, AUM) Bareksa menanjak empat kali lipat sementara AUM keseluruhan industri reksa dana merosot -1%.

BAREKSA GRAFIK

Karaniya Dharmasaputra selaku Co-founder & CEO Bareksa turut mengemukakan hal menarik, ketika wabah Covid-19 yang memukul ekonomi global, jumlah investor semakin meningkat hingga 57 persen. Hal ini membuktikan bahwa peranan teknologi finansial akan menjadi semakin penting dalam memasuki tatanan baru setelah pandemi.

“Dengan memanfaatkan kekuatan tekfin, Bareksa akan terus mendorong demokratisasi dunia keuangan kita supaya tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir orang, tapi membawa manfaat bagi masyarakat luas, dan memerdekakan secara finansial,” ujarnya di acara BareksaLevelUp yang bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan RI ke-75.

Fitur Robo Advisor

Salah satu yang juga disorot dalam sesi relaunch Bareksa ini adalah fitur terbaru yang sedang dalam uji coba yaitu robo advisor. BATARA adalah alat berbasis kecerdasan buatan yang dikombinasikan dengan kebijakan manusia untuk memberikan pendampingan taktis bagi investor dalam mengatur portofolio dan taktik investasi mereka.

“Kami sedang terus berkonsultasi dengan OJK agar BATARA bisa menjadi robo advisor yang memiliki kesesuaian dengan regulasi, terpercaya, kredibel, jujur, transparan, dan tidak malah menjadi alat marketing,” jelas Karaniya.

Seperti diketahui, pemanfaatan teknologi robo advisor sendiri konsepnya adalah untuk menggantikan posisi penasihat finansial yang diklaim memakan biaya besar. Teknologi ini menawarkan solusi sama dengan biaya yang lebih kecil. Namun, belum ada informasi spesifik mengenai ketentuan dalam penggunaan fitur robo advisor Bareksa ini..

“Untuk itu di tahap ini kami melakukan uji beta dulu untuk menjaring masukan dari nasabah secara terbatas, sebelum nanti kami rilis untuk publik,” tambahnya.

Beberapa pemain yang juga sudah mulai mengembangkan fitur robo advisor ini adalah Ajaib dan Halofina.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Beri Momentum bagi Platform Social Commerce

Seiring penurunan jumlah pengunjung di pusat perbelanjaan dan toko retail, para pebisnis harus memutar otak untuk bisa tetap bertahan atau terkikis perlahan. Kehadiran konsep social commerce yang menyatukan aktivitas sosial dan niaga dalam beberapa tahun terakhir dinilai sebagai sebuah inovasi yang tepat guna, terlebih di tengah pandemi yang sedang melanda berbagai belahan dunia.

Berdasarkan laporan yang dibuat Econsultancy bersama Magento dan Hootsuite pada bulan Oktober 2019 berjudul “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, industri social commerce diproyeksikan akan bertumbuh signifikan. Dengan lebih dari 350 juta pengguna internet di Asia Tenggara dan 90% masyarakat terhubung ke internet menggunakan smartphone, peluang untuk
bertransaksi sangatlah besar.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang mengarahkan bisnis mereka pada konsep social commerce, sebut saja Woobiz, TapTalk.io, dan layanan baru Storie.

Memanfaatkan momentum

Pandemi Covid-19 yang saat ini membatasi ruang gerak dan aktivitas di tempat publik turut mendorong pergeseran kebiasaan masyarakat dalam berbelanja. Meskipun tren belanja online sudah marak dilakukan sejak akses internet semakin mudah, pandemi ini semakin mendorong tren konsumsi online yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir.

Co-Founder Woobiz Putri Noor Shaqina mengakui, sejak pandemi ada dampak yang cukup signifikan dalam pertumbuhan bisnis. “Kami melihat peningkatan rata-rata trannsaksi mitra lebih dari 30% setiap bulannya sejak pandemi,” ujarnya.

Menurut laporan Comscore bertajuk “COVID-19 and its impact on Digital Media Consumption in Indonesia”, beberapa fakta menarik diajukan mengenai konsumsi masyarakat atas media digital di masa pandemi.

WhatsApp, Facebook, dan Instagram merajai peringkat mobile app yang paling sering digunakan. Pembatasan interaksi sosial langsung mendorong semangat para pelaku industri untuk bisa mencari pendapatan tanpa harus melangkah ke luar rumah. Hal ini tidak lepas dari fitur-fitur di media sosial seperti “Instagram Story” yang turut membantu penjual dalam melakukan pemasaran.

Sebagai salah satu layanan yang menawarkan solusi teknologi dalam pengelolaan pesan untuk UKM, TapTalk.io, melalui representatifnya mengungkapkan, “Momentum ini telah memicu percepatan transformasi teknologi sejauh enam tahun, karena itu para pelaku industri harus bisa memanfaatkan hal ini untuk menyiapkan online presence bagi bisnisnya agar lebih mudah dijangkau oleh pelanggan.”

Saling melengkapi

Tidak dapat dipungkiri, konsep social commerce melekat erat dengan ranah e-commerce. Masih di laporan Econsultancy, pada tahun 2025, pasar e-commerce diproyeksikan akan melebihi $100 miliar per tahunnya. Hal ini turut mendongkrak popularitas social commerce.

Co-Founder Storie Rizky Kaljubi menyampaikan, “Saat ini e-commerce dan transaksi secara digital semakin familiar. Penetrasi media sosial juga semakin banyak dalam berbagai lini bisnis. Semakin banyak pelaku industri ingin memiliki penghasilan dari digital dan semakin banyak brand beralih dari tradisional menuju soft selling.

Data Comscore menunjukkan peningkatan signifikan terjadi pada industri e-commerce tanah air selama pandemi.

Mengenai peta persaingan industri social commerce dan e-commerce, pihak TapTalk.io berkomentar, “Menurut kami, social commerce tidak bersaing langsung dengan sektor e-commerce, tetapi bisa berjalan seiring dan saling melengkapi. Hal ini juga karena peran social commerce diperlukan untuk menghidupkan kembali human touch di dalam aktivitas transaksi jual beli secara digital.”

Tantangan ke depan

Meskipun banyak data yang menunjukkan tren positif, industri social commerce tidak semata-mata imun terhadap tantangan. Sebagai industri yang tergolong baru di Indonesia, masih diperlukan edukasi merata, baik ke sisi bisnis maupun konsumennya. Salah satu solusi yang ditawarkan Woobiz adalah Wooniversity, sebuah komitmen memberikan dampak nyata melalui media pelatihan dan edukasi secara langsung.

Putri menambahkan, “Banyak reseller yang masih belum nyaman memesan produk jualannya melalui platform online dan banyak juga yang tertarik tapi belum bisa berjualan [..] Kami ingin mengedukasi para mitra kami juga melatih mereka untuk dapat berjualan demi meningkatkan kemampuan ekonomi.”

TapTalk.io memiliki pandangan tersendiri. Menurut mereka, masih banyak bisnis yang mengkategorikan kanal social commerce ini sebagai third-level channel atau kanal tambahan untuk pengembangan bisnis mereka.

“Tetapi kami melihat ke depannya, channel sosial ini akan menjadi salah satu kebutuhan utama bagi bisnis untuk dapat menjangkau pelanggan, tidak hanya untuk keperluan penjualan, namun juga dukungan after sales yang lebih baik dan terintegrasi untuk para pelanggan,” ujar juru bicara TapTalk.io.

Modular Kembangkan Platform Acara Online Menggunakan Augmented Reality

Pandemi Covid-19 memaksa hampir semua konser musik ditunda, dibatalkan, atau dialihkan ke panggung virtual. Belum lama ini, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan anjuran tentang protokol kesehatan bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum, namun pengalaman yang ditawarkan sangatlah terbatas. Untuk mengisi keterbatasan ini, Modular dikembangkan sebagai inovasi online event berbasis augmented reality (AR).

Ide pembuatan Modular muncul dari CEO Modular Hendra Araji yang mendapat inspirasi setelah melihat beberapa referensi penggunaan teknologi AR di luar negeri.

“Kami melihat ini peluang di mana sudah banyak ide-ide kreatif implementasi AR di industri hiburan di luar negeri. Kami ingin mengajak user untuk bisa menikmati pengalaman berinteraksi dengan musisi atau karya dengan cara yang baru, di mana pun.” tambahnya.

Penerapan augmented reality

Modular menggunakan teknologi AR untuk memungkinkan pengguna menambahkan objek virtual ke dunia nyata. Pemanfaatan teknologi AR sendiri masih terhitung jarang di Indonesia. Pihaknya mengaku, aplikasi ini diciptakan sebagai bentuk adaptasi akan perubahan kondisi dunia saat ini dan sebagai gerbang pemasukan baru bagi industri musik.

Dalam prosesnya, untuk setiap musisi atau seniman lain yang melakukan pertunjukkan di Modular, sebelumnya mereka akan melakukan shooting untuk kemudian ditambahkan ke 3D stage yang sudah didesain. Nantinya artis dan 3D stage itu bisa muncul dan dilihat dengan cara user mengarahkan gawai mereka sampai muncul marker penanda di dalam aplikasi Modular.

Dari sisi pengguna, setelah mengunduh dan menginstal aplikasi Modular, mereka bisa memilih menonton konser musisi yang diinginkan beserta lagunya. Setelah itu, akan muncul tampilan menggunakan kamera belakang dan akan diminta untuk menempatkan 3D Stage yang sudah dibuat. Lalu, akan terlihat musisi beserta 3D stage-nya. Fitur ini juga dilengkapi dengan kapabilitas untuk merekam layar dan langsung berbagi ke media sosial.

Aplikasi Modular sendiri sudah diluncurkan sejak bulan Maret 2020. Namun, saat ini pengguna aplikasi Modular masih terbatas untuk perangkat flagship di platform iOS dan Android.

Erdy Suryadarma selaku Creative Product Manager Modular turut menyampaikan, “Terkait hal ini, kami terus melakukan edukasi kepada user kami terkait keterbatasan perangkat yang ada agar tidak terjadi miskomunikasi di kalangan user.”

Model bisnis dan rencana ke depan

Dalam hal model bisnis, Modular sendiri memiliki beberapa skema. Selain ticket management fee untuk konser berbayar, pihaknya juga menawarkan skema sponsorship untuk rekanan yang mau melakukan brand placement pada acara yang digelar dalam platform Modular.

Dalam beberapa bulan ke depan, Modular berinisiatif untuk menyelenggarakan konser sendiri termasuk manajemen tiket, juga manajemen konten. Terkait bentuk online event, pihaknya mengakui mulai terbuka dengan opsi lain, tidak hanya konser musik saja.

Mengenai pendanaan, Erdy mengungkapkan, “Saat ini kami masih bootstraping, tapi sedang membuka kesempatan untuk seed funding.”

Application Information Will Show Up Here

Debt Manager App CrediBook Receives Funding and Collaborates with Payfazz

Launched in February 2020, the digital debt manager application CrediBook has now been used by more than 200 thousand users. CrediBook’s Co-Founder & CEO told DailySocial, Gabriel Frans said the service is now available throughout Indonesia, even more than 50% of users are in tier 2 and 3 cities.

It is said to be different from other similar platforms, CrediBook does not only tracking debt but also connects users in two directions. In this case, CrediBook puts its platform like a messaging application, with the concept of debit-credit communication. CrediBook is also able to make bill payments directly on the platform, thereby reducing manual recording and confirmation processes.

“We created an ecosystem where buyers, sellers (including SMEs), even distributors and wholesalers can be connected on a single listing platform. The current monetization strategy is through payments on the CrediBook. In addition, we also provide access to users to apply for loans. capital to enlarge their business,” Gabriel said.

Even though it has experienced positive growth even during the pandemic, the CrediBook still has some barriers. These range from technological literacy to the seamless transition from traditional note-taking to app use.

“My experience and my COO Chris at Kudo and Payfazz allow us to really understand our users’ behavior. CrediBook answers this challenge by continuing to listen to our users and make improvements to our products continuously,” said Gabriel.

Strategic partnership with Payfazz

After securing seed funding from Insignia Ventures Partners and Payfazz, CrediBook has several targets to be achieved. Among those are developing products by adding new relevant features and helping to solve problems, such as the infrastructure for Payfazz’ financial products from Payfazz such as transfers, loans, pulses, and accounts that can provide value for CrediBook merchants.

“There are two goals Payfazz wants to achieve through this strategic partnership. It is to distribute financial products such as balance, transfers, loans, accounts to CrediBook merchants outside of the shop. In addition, we want to integrate the CrediBook debt recording feature as a use case. additional for 250 thousand agents/stalls on the Payfazz platform,” Payfazz’ CEO Hendra Kwik said.

During the pandemic, there were no significant changes in the CrediBook business. The company is currently experiencing very fast business growth. By targeting 60 million businesses to use the CrediBook platform for their digital financial records.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pandemi Dorong Hadirnya Solusi Digital Jangka Panjang di Sektor “Wellness”

Pandemi Covid-19 ini menyerang satu hal yang terkadang tidak dianggap serius oleh sejumlah orang, yaitu kesehatan tubuh. Banyak orang yang kini lebih peduli dengan kesehatan mereka dan mulai mau menyisihkan uang demi menjaga kebugaran. Namun, pembatasan interaksi fisik memaksa mereka untuk menjalankan workout atau olahraga di rumah. Hal ini cukup berdampak pada beberapa pemain di industri wellness tanah air, seperti Doogether dan FITCO.

Dirangkum dari penelitian Researchandmarkets bertajuk Corporate Wellness – Global Market Trajectory & Analytics, di tengah pandemi dan resesi ekonomi yang membayangi, pasar global untuk Corporate Wellness diperkirakan mencapai $55,5 miliar pada tahun 2020, tumbuh pada rasio peningkatan tahunan (CAGR) 5,4% selama periode analisis 2020- 2027.

Fauzan Gani, Founder dan CEO DOOgether, menyampaikan, “Covid-19 telah mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan secara fisik juga mental, terutama ketika diharuskan untuk tetap di rumah. Peningkatan kesadaran ini terjadi secara global dan mendorong adopsi teknologi untuk membantu serta memudahkan pengguna dalam menjalankan gaya hidup sehat. Tim kami pun termotivasi untuk berfikir cepat dan agile dengan perubahan yang ada.”

Tantangan terbesar

Seperti yang diketahui, tempat gym dan pusat kebugaran merupakan salah satu sektor bisnis yang belum mendapatkan izin untuk beroperasional kembali hingga kini. Adanya protokol baru turut mempengaruhi kegiatan operasional yang ada. Sebagai contoh, kebijakan untuk mengurangi kapasitas member yang berlatih di studio gym turut mempengaruhi jumlah transaksi.

Sementara itu, mulai banyak konten olahraga tersedia di berbagai platform yang bisas diakses secara gratis. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis dalam industri wellness. 

Menanggapi hal ini, Jeff Budiman, Co-Founder dan CEO FITCO, mengatakan, “Preferensi setiap orang tentunya berbeda-beda. Ada orang-orang yang merasa cukup melakukan olahraga dengan hanya mengikuti gerakan yang ditunjukkan di internet, namun ada juga yang mengutamakan kenyamanan dan keamanan jika dipandu langsung oleh pengawas profesional seperti seorang personal coach.”

Sebuah insight dari representatif ClassPass untuk APAC menunjukkan bahwa kelas berbayar cenderung menciptakan komitmen yang lebih kuat serta mendorong Anda untuk lebih berusaha hadir. Dengan kata lain, akan jauh lebih mudah untuk menghindar dari konten-konten gratis di media sosial karena tidak ada pengorbanan di dalamnya.

Solusi digital jangka panjang

Sesungguhnya, konsep live streaming sendiri bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, telah ada acara khusus yang menayangkan instruktur olahraga di beberapa stasiun televisi. Konsepnya kurang lebih sama, hanya saja dengan akses yang berbeda.

Doogether mencoba menjawab tantangan ini dengan menambah dua fitur baru yaitu platform video on-demand yang dibuat mitra berpengalaman dan kelas olahraga virtual “Doolive” yang bisa dipesan melalui aplikasinya.

“Kelas-kelas virtual kami diadakan oleh para mitra yang memiliki brand dan quality yang tinggi. Dengan memberikan real value terhadap customer kami, kami yakin dapat menggaet dan mempertahankan customer kami lebih banyak lagi,” tambah Fauzan.

Selain itu, solusi digital ini dianggap bisa menjangkau target market yang lebih luas. Tidak ada lagi batas geografi yang menghalangi para gym-goers untuk bisa menikmati olahraga dengan instruktur berkualitas. Aktivitas ini pun bisa dilakukan di mana saja, tidak terpusat pada satu tempat.

“Setelah kita meluncurkan inisiatif di masa pandemi, ada kenaikan secara organik pada jumlah pengguna di aplikasi DOOgether di beberapa kota besar. Hal ini turut membantu para mitra kami mendapatkan customer awareness dari kota-kota lain,” ujar Fauzan.

Di sisi lain, sebagai wellness tech startup yang memiliki ekosistem wellness secara holistik, FITCO telah mengembangkan berbagai subvertikal bisnis mereka. Selain 20Fit sebagai core business yang sementara beralih menjadi layanan virtual, mereka memiliki fitur Shop yang menyediakan home gym equipment untuk mendukung kemudahan masyarakat yang ingin tetap aktif meski sedang berada di rumah.

Disinggung mengenai rencana bisnis di sisa tahun ini, Jeff menyampaikan, “Untuk saat ini, kami fokus untuk terus meningkatkan kualitas layanan virtual dan home service yang telah kami jalankan. Rencananya layanan ini juga akan terus kami adakan saat nanti studio gym dan pusat kebugaran sudah diizinkan untuk beroperasi kembali. Harapannya, seluruh ekosistem wellness ini dapat memudahkan masyarakat yang ingin meningkatkan imunitas tubuhnya khususnya di masa pandemi.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Ciayo Undur Diri Setelah Lebih dari Empat Tahun Beroperasi

Tahun 2020 tidak bisa dimungkiri menjadi tahun yang berat bagi banyak sektor industri, termasuk untuk online media. Ciayo, platform komik digital pertama yang dikembangkan oleh pengembang lokal, mengumumkan penghentian operasional bisnisnya di tanggal 30 Juli 2020. Situs Ciayo masih akan tetap bisa diakses hingga akhir Agustus 2020.

Walaupun tidak disampaikan secara langsung alasan dibalik penutupan bisnisnya, kasus ini turut menambah daftar perusahaan yang tumbang di masa pandemi Covid-19.

Vertikal bisnis perusahaan

Ciayo Corp memulai bisnis perkembangan intelektual properti (IP) dari aplikasi komik digital Ciayo Comics pada akhir tahun 2016. Mereka pernah berkolaborasi dengan BBM dengan merilis BBM Comics yang menyediakan ratusan komik digital yang dibuat oleh para ilustrator di Indonesia, seperti seri Si Juki, Rumah Mice, Patrick Jonbray, dan Si Nopal. Sebelum akhirnya BBM undur diri di pertengahan tahun 2019.

Sekitar satu tahun yang lalu, Ciayo Comics Plus+ meluncur sebagai layanan premium dari aplikasi Ciayo Comics. Harga yang dipatok adalah Rp30 ribu+ untuk bisa mengakses konten eksklusif serta bebas iklan.

Di lini lain, Ciayo Corp juga mengoperasikan studio pengembangan game, Ciayo Games. Dalam perjalanannya, Ciayo Games berkolaborasi dengan Agate Studio untuk menghadirkan permainan saduran dari konten IP ternama di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga sempat meluncurkan permainan mobile arcade berjudul “CHIPS: Monster Tap!” yang berhasil menjadi finalis Indonesia Game Contest oleh Google Play serta The Best Mobile Game of The Year oleh Popcon Asia 2017.

Bergerak sebagai media, Ciayo Corp juga menaungi Ciayo Blog. Portal ini membahas tren pop culture terbaru dan disebut telah menarik lebih dari 100 ribu pembaca setiap bulannya.

Di akhir tahun 2019, perusahaan mengumumkan kolaborasi dengan studio animasi Kumata Studio untuk menghadirkan konten-konten popular terbaik dari dalam dan luar negeri. Tak selang berapa lama, sebuah program loyalitas pelanggan berupa pengumpulan poin diluncurkan, memungkinkan sekitar 7 juta pengguna berkesempatan untuk memenangkan sejumlah hadiah.

Akhir kata

Tjahjadi Handaja selaku Co-founder Ciayo turut menyampaikan bahwa pihaknya telah kurang lebih 5 tahun membangun Ciayo dari nol hingga berjumlah 160 anggota tim, mulai dari jatuh bangun mempertahankan bentuk sebagai sosial media virtual, hingga akhirnya pivot dan beralih menjadi komik online. Setelah itu, melebarkan sayap ke online game juga di tahun 2016.

Beragam inovasi telah dilakukan, berbagai usaha telah dilancarkan, namun Ciayo Corp harus mengecap kenyataan pahit untuk mengusaikan bisnisnya pada titik ini. Mereka juga turut menyampaikan selamat tinggal melalui unggahan video 15 detik di media sosial Ciayo berisi kompilasi gambar serta tulisan mengucapkan terima kasih serta undur diri.

Dilansir dari SimilarWeb, trafik Ciayo mulai berkurang dari bulan April sebesar 55 ribu pengunjung hingga Juni 2020 di angka kurang lebih 40 ribu pengunjung. Dari hasil pengamatan tim DailySocial, berita terakhir yang dipublikasi di situs Ciayo adalah 4 bulan yang lalu.

Storie App Aims to Become “Social Commerce”, Providing Honest Review of Beauty Products

The use of social media for sales has been very common in this industry. There is a term used to refer to this concept, it’s social commerce. In the past year, platforms with this concept are emerging, such as Woobiz and Chilibeli.

This is an issue that inspired several Alibaba Group UCWeb alumni consisting of Liu Feida, Rizky Maulana, and HE Yaoming to contribute to the challenges of the Indonesian beauty industry through the social commerce platform, Storie.

Regarding the potential of social commerce Rizky said, “We see that social media is driving the trend including the beauty industry. Therefore, Storie was founded by combining social media with e-commerce.”

He said that Storie’s basic idea was to invite Indonesian women to be more confident in embracing their true selves. Furthermore, a beauty app launched, offering honest reviews of makeup, skincare, and contemporary lifestyle.

In this application, users are offered honest reviews from beauty vloggers and/or the general public about makeup and skincare trends without having to fear getting “bullied” or being ridiculed by the audience. Storie wants to provide a safe place for users to express themselves and their passion in the beauty industry.

Beautytech in Indonesia

With a population of more than 130 million women, the Indonesian beauty industry is a market with many opportunities while at the same time requiring specific ways of entrance and to survive in this business. Previously, one of Indonesia’s beautytech platforms had secured new funding. This practically shows hope of technology penetration in the beauty industry.

“Indonesia is a blue ocean market for the beauty industry, we see more accessible information through digital media and channels. It’s easier for local and international products to enter the Indonesian market and form a very dynamic market where quality becomes crucial but not the only success factor for a product,” Rizky explained.

In terms of strategy, Storie intend to capture the demand and pain points in today’s society. One of them is inaccurate information and the lack of a community with a positive vibe. The company, entering one year old in May, has also launched an application for Android users with total downloads exceeding 500 thousand and around 100 thousand active users per day.

In terms of content curation, the company has dedicated two special teams, the QC (Quality Control) team and the content standardization team to set benchmarks and filter the contents on the platform. During the pandemic, there are many changes occurred in the business plan and monetization strategy, but the company tried to see this as a momentum to be able to innovate better.

Business strategy

In terms of monetization, Rizky revealed that the revenue is mostly comes from brand deals launching campaigns and products. “In the future, we will work with all brands to make their products available at Storie,” Rizky added.

In the near future, Storie will also launch a new initiative on its platform to facilitate transactions in the application and perfect its social commerce concept.

In late 2019, the company was selected as one of three Indonesian startups to participate in the second batch of Sequoia Capital’s accelerator program, Surge. Alpha JWC Ventures also participated in a seed round through this Surge program.

Entering the new normal, the company sees hope “As a dynamic company, as well as a society that is increasingly moving towards digital, the team believes there is always an opportunity to develop more.

“Covid-19 is quite inevitable and has changed how the world works also business and technology, and everything will lead to a digital platform, digitizing all lines of life. We build a company that is ready to transform to answer that challenge,” Rizky concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pandu Sjahrir Mengungkap Impian Besarnya untuk Industri Startup Nusantara

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pandu Sjahrir menjadi sorotan dalam industri teknologi. Dari Ketua SEA Group Indonesia, Anggota Dewan Gojek, dan yang terbaru ditunjuk menjadi Komisaris BEI termuda.

Dimulai dari hobi yang produktif, investasi kini menjadi bisnis utamanya sebagai profesional juga sebagai salah satu investor terkemuka di Asia Tenggara untuk perusahaan tahap awal dan yang mulai berkembang. Pandu juga menjabat sebagai Managing Partner of Indies Capital yang mengelola Indies Special Opportunities Fund, manajer aset alternatif terkemuka di kawasan ini, serta Indies Pelago, secondary fund teknologi di Asia Tenggara. Dan yang belum lama ini diperkenalkan, adalah entitas baru bernama AC Ventures.

Dengan pola pikir ekonomi yang mengalir dalam gen-nya, Pandu Sjahrir berhasil bertahan melalui perjuangan finansial dan mengakui tidak takut akan kegagalan. Selama ia masih memiliki keluarga yang luar biasa mendukung serta tim yang solid di sisinya. Ia memiliki impian yang cukup besar untuk industri teknologi Indonesia, dan inilah skenarionya.

Sebagai seorang investor yang fokus pada perusahaan berkembang, bagaimana Anda melihat lanskap industri investasi di Indonesia di masa pandemi COVID-19 ini?

Dunia sebelum pandemi COVID adalah dunia yang berbeda dari yang ada saat ini, teknologi telah berkembang jauh lebih besar dari sekadar bisnis. Setiap paruh, perkembangannya semakin pesat karena banyaknya adopsi. Dalam hal belanja, bermain game, bahkan sekarang bekerja dan belajar online. Orang-orang beradaptasi dengan dunia baru ini menggunakan platform teknologi untuk terhubung satu sama lain.

Hal ini turut mengubah cara kita memandang investasi. Mulai dari bisnis yang dapat mengambil manfaat dari cara baru berinteraksi dan berkomunikasi. Namun, kehidupan terus berjalan dan masyarakat tetap harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari, tetapi cara untuk memenuhi hal-hal tersebut telah berubah. Kita harus berpikiran terbuka menghadapi dunia baru setelah pandemi COVID-19 ini, bagaimana fase baru ini akan berjalan.

Hal lain yang juga layak dibahas adalah peran deglobalisasi. Apa yang terjadi di perusahaan-perusahaan AS tidak serta merta terjadi di Indonesia. Hal yang sama berlaku untuk perusahaan Cina. Kita telah melihat lebih banyak solusi lokal untuk masalah sehari-hari, tidak melulu tentang solusi global. Hal-hal baik yang terjadi dalam 30 tahun terakhir dari “globalisasi” ini adalah peningkatan aset manusia serta kasta negara, negara-negara berkembang semakin bergerak menjadi negara-negara yang lebih maju.

Menurut Anda, bagaimana posisi Indonesia dalam skema deglobalisasi ini?

Indonesia akan tetap menjadi Indonesia. Ketika globalisasi membentuk perkembangan ekonomi begitu juga di negara besar lainnya, dengan perusahaan bernilai miliaran dolar yang sekarang ada dalam portofolio ekonomi kita, pada akhirnya kita harus bisa menemukan solusi lokal.

Jika ini benar menjadi sebuah tesis, tentu saja, akan memakan waktu. Dalam hal logistik saja, kita tidak bisa lepas dari rantai pasok global karena masih bergantung pada negara lain untuk mengembangkan suatu produk. Bayangkan jika faktanya ada banyak negara yang menerapkan deglobalisasi. Karena itu, muncul satu alasan lagi untuk lebih mendalami penilaian risiko.

Satu hal menarik, jaman dulu ada defisit kepercayaan yang besar pada perusahaan baru di Indonesia. Generasi kita sebelum ini mungkin belum bisa berpikiran digital, tetapi generasi saat ini benar-benar mengadopsi dan mampu memberikan kepercayaan. Tidak hanya untuk perusahaan besar berumur lebih dari 20 tahun yang dijalankan oleh pemerintah atau lembaga milik negara, tetapi juga untuk perusahaan baru yang dirintis 10 tahun terakhir.

Bayangkan apa saja yang bisa dilakukan oleh semua perusahaan teknologi dalam satu dekade terakhir dan juga perilaku generasi muda yang mau mencoba. Saat ini, semuanya jelas sangat berdampak. Kepercayaan itu dibangun tidak dengan waktu singkat.

Anda pertama kali dikenal sebagai pimpinan Toba Bara Sejahtera, juga mengepalai asosiasi terkait. Namun, beberapa tahun terakhir, Anda terlihat aktif dalam industri teknologi dalam negeri. Apa yang mendorong Anda untuk masuk ke dalam industri digital?

Ketika saya akhirnya kembali ke Jakarta untuk meneruskan bisnis keluarga di sektor energi, keluarga saya belum memiliki mindset digital. Karena itu, pada awalnya saya sendiri. Sebagai karyawan pertama di Toba, saya memberi nama Toba Bara dan membawanya public pada tahun 2012.

Sejujurnya, saya mulai berinvestasi dalam teknologi pada tahun 2013-2014, tanpa sorotan. Saat itu, tidak ada yang tahu nama perusahaan kami, mulai dari Garena lalu menjadi SEA, tetapi kemudian Shopee lahir sebagai perusahaan yang mereka rintis. Saya telah berinvestasi selama 7 tahun terakhir, tetapi tidak ada yang tahu sampai beberapa tahun terakhir karena meningkatnya popularitas perusahaan.

Selama itu, saya bertemu banyak teman investor, juga mempelajari berbagai hal seiring perjalanan. Semua dana yang keluar adalah dari kantong saya sendiri sampai sekitar tahun 2017, saya bergabung dengan Indies Capital, manajer aset alternatif terkemuka yang berfokus pada industri di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Dan belum lama ini, ada entitas baru juga di AC Ventures. Sebenarnya itu berawal dari hobi produktif yang berkembang menjadi bisnis utama. Sekarang, orang mengenal saya sebagai investor di tahap awal serta beberapa hal lainnya.

Anda baru saja dilantik sebagai salah satu komisaris BEI, boleh share sedikit mengenai rencana ke depan untuk mendorong industri teknologi Indonesia menjadi lebih baik?

Pandu Sjahrir pada saat pelantikan komisaris BEI
Pandu Sjahrir pada saat pelantikan komisaris BEI

Tujuannya adalah untuk melangkah lebih jauh dalam 10-12 tahun ke depan. Faktanya, sepuluh perusahaan teratas Amerika adalah perusahaan teknologi. Di Indonesia, daftar ini masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan perbankan dan telekomunikasi – persis seperti 10 tahun yang lalu. Adalah tugas kami untuk menangkap nilai ekonomi dari semua perusahaan teknologi ini untuk sampai ke sana. Saya menyebutnya outlier, perusahaan luar biasa yang berkembang sangat cepat, bisa melihat Indonesia, terdaftar, dan menjadikan kita sebagai tujuan utama.

Selanjutnya, untuk menyeriusi pasar modal dan memberikan tempat investasi yang aman dan andal menuju masa depan yang lebih baik. Selalu ada satu atau dua masalah dalam hal ini, intinya berkaitan dengan institusi saat ini. Kita harus proaktif dalam hal mengelola setiap masalah. Kita harus bisa mengatakan, “Kami terbuka bagi setiap investor, tidak terkeciuali investor minoritas, dan kami dapat membuat perusahaan besar terdaftar di Indonesia.” Mengikuti tujuan utama untuk menjadi lima ekonomi teratas di dunia pada tahun 2025, industri pasar modal kita juga harus ada di sana.

Berada pada posisi Anda saat ini, apakah ada kendala untuk berpacu dengan geliat industri yang cenderung cepat? Adakah kisah atau pengalaman sulit selama berkecimpung dalam industri?

Ada sebuah masa kelam, dimana saya sempat mengalami kehilangan anggota keluarga juga penyusutan secara finansial. Lalu saya banyak berinvestasi, namun mengalami beberapa kegagalan. Sepanjang jalan, saya belajar bagaimana mengelola risiko dengan lebih baik dan belajar lebih banyak dalam hal ini. Namun, saya lega mengetahui fakta bahwa hal ini tidak mungkin lebih buruk daripada masa kelam itu. Selama itu tidak melumpuhkan saya, secara finansial, semua akan baik-baik saja. Saya belajar banyak tentang karakter manusia dengan cara ini. Pada akhirnya, saya berinvestasi dalam prinsip, karakter, dan model bisnis.

Kegagalan tidak bisa dihindari, tetapi bagaimana Anda berdiri lagi adalah yang terpenting. Ini sebuah ungkapan klasik, tetapi terbukti. Saya sangat senang memiliki keluarga yang luar biasa, istri yang sangat mendukung juga aktif dalam membangun bisnisnya, dan seorang putri yang cantik. Dalam hal pekerjaan, kami telah membentuk sebuah tim yang solid.

Sejujurnya, situasi Covid-19 seharusnya bisa menjadi alasan saya untuk kecewa, sebaliknya, saya merasa sehat dan bersyukur secara pribadi. Meskipun, seluruh ketidakpastian ini menciptakan efek finansial dimana saya beserta kebanyakan orang tidak dapat menyangkal. Saya selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa hal ini layaknya krisis lain yang harus Anda lalui sebelum mulai beradaptasi.

Apa atau siapa yang sudah berjasa dalam kesuksesan serta berbagai pencapaian Anda? Adakah sosok yang menjadi inspirasi atau support system di balik kerja keras selama ini?

Dalam hal teladan, ayah saya adalah nomor satu. Dia adalah seorang yang idealis, dengan cara berpikir beliau yang memiliki efek tersendiri bagi saya. Selain itu, ibu saya juga sosok yang memiliki pendirian kuat, sama seperti paman saya yang sekarang menjabat sebagai salah satu menteri Indonesia. Belian adalah salah satu yang mendorong saya untuk kembali ke Indonesia dan membantu saya memahami negara ini lebih baik melalui sudut pandangnya.

Ada satu kisah yang menarik, ketika orang tua saya mengatakan, “Kami tidak punya warisan apapun untuk kamu selain pendidikan dan etos kerja”. Seketika, rasa takut akan hidup tanpa memiliki apapun menghantam saya dan mendorong saya untuk mulai bekerja sejak dini. Jika saya tidak akan mewarisi kekayaan materi, saya harus bisa mendapatkannya sendiri. Hal ini menjadi awal dari hobi investasi saya. Selain itu, keluarga akan selalu menjadi support system nomor satu saya.

Dari sisi pendidikan, apakah menurut Anda latar belakang studi di luar negeri menjadi sebuah privilege dalam membangun mindset?

Memiliki kedua orang tua yang hanya peduli tentang pendidikan menciptakan perasaan yang campur aduk. Mereka benar-benar prihatin dengan cara saya belajar sehingga mengirim saya ke luar negeri demi memberikan pendidikan terbaik. Saat itu, adalah di Amerika. Saya belajar ekonomi di Chicago, kemudian pergi ke Standford untuk sekolah bisnis. Saya bertemu banyak perusahaan berbasis teknologi juga banyak teman.

Untungnya, tinggal di luar negeri membentuk rasa disiplin saya, dengan biaya tinggi dan segala permasalahannya. Kembali ke Jakarta, menjadi masa-masa sulit bagi yang memiliki mindset New Yorker seperti saya. Selama dua hingga tiga tahun pertama, Indonesia sangat sulit. Namun, dari usaha menjadi pendengar yang baik juga lancar berkomunikasi, saya belajar secara progresif untuk membuat keputusan yang lebih baik. Saya mendapat pelajaran dengan tinggal di luar negeri, tetapi kembali ke Indonesia adalah berkah lain.

Pandu Sjahrir
Pandu Sjahrir

Pernahkan Anda membayangkan menjadi seorang Founder? Melihat banyaknya VC di Indonesia yang dibentuk oleh ex-Founder atau mereka yang bekerja di perusahaan teknologi.

Saya belum berpikir sejauh itu. Saya tidak pernah menempatkan diri saya atau berfikir bahwa akan menjadi seperti itu. Bahkan, saya sudah merasaa bersyukur dengan kesempatan untuk berbincang seperti ini. Saya belum merasa pantas untuk disebut expert dalam marketing. Pola pikir saya selalu tentang berinvestasi dulu. Saya masih harus banyak belajar.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Aplikasi Storie Suguhkan Ulasan Jujur tentang Produk Kecantikan, Berambisi Jadi “Social Commerce”

Pemanfaatan media sosial untuk kepentingan penjualan sebenarnya sudah menjadi hal yang lazim. Ada istilah yang lebih sering digunakan untuk menyebut konsep ini, yakni social commerce. Dalam setahun terakhir, platform yang mengusung konsep tersebut mulai banyak bermunculan, sebut saja Woobiz dan Chilibeli.

Hal tersebut dilihat oleh beberapa alumni UCWeb Alibaba Group yang terdiri dari Liu Feida, Rizky Maulana, dan HE Yaoming sebagai sebuah kesempatan, untuk bisa berkontribusi dalam menjawab tantangan dunia kecantikan Indonesia melalui platform social commerce Storie.

Mengenai potensi social commerce Rizky menyampaikan, “Kami melihat media sosial telah menjadi alat penggerak tren termasuk dunia kecantikan. Oleh karena itu Storie kami dirikan, dengan mengombinasikan antara media sosial dengan e-commerce.”

Pihaknya mengungkapkan bahwa ide dasar Storie adalah untuk mengajak perempuan Indonesia lebih percaya diri dalam menilai diri mereka masing-masing. Dari situ, lalu diluncurkan sebuah aplikasi kecantikan yang menjunjung tinggi kejujuran membahas makeup, skincare, dan lifestyle kekinian.

Dalam aplikasi ini, pengguna ditawarkan review jujur dari para beauty vlogger dan atau masyarakat pada umumnya tentang tren makeup dan skincare tanpa harus takut mendapatkan “bully” atau cemooh oleh audiens. Storie ingin menyediakan tempat yang aman untuk pengguna mengekspresikan diri dan passionnya di dunia kecantikan.

Beautytech di Indonesia

Dengan jumlah populasi perempuan lebih dari 130 juta, industri kecantikan di Indonesia adalah sebuah market yang menjanjikan banyak kesempatan sekaligus membutuhkan cara yang tepat sasaran untuk bisa masuk serta bertahan dalam bisnis ini. Sebelumnya, salah satu platform beautytech Indonesia juga baru saja mendapatkan pendanaan. Hal ini menunjukkan adanya harapan pada penetrasi teknologi di dunia kecantikan.

“Indonesia is a blue ocean market for beauty industry, kami melihat dengan semakin mudahnya akses informasi melalui media dan kanal digital. Semakin mudahnya produk lokal dan juga internasional memasuki pasar Indonesia membentuk suatu pasar yang sangat dinamis dimana kualitas dan mutu dari sebuah produk akan sangat menentukan tapi tidak menjadi satu satunya faktor keberhasilan sebuah produk,” jelas Rizky.

Dari sisi strategi, Storie mencoba menangkap keinginan dan pain point yang di hadapi masyarakat saat ini. Salah satunya adalah informasi yang kurang akurat serta kurangnya komunitas yang membawa vibe positif. Perusahaan yang genap berusia satu tahun pada bulan Mei kemarin ini juga telah meluncurkan aplikasi untuk pengguna Android dengan total unduhan melebihi 500 ribu serta pengguna aktif sekitar 100 ribu per hari.

Dari sisi kurasi konten, pihaknya menyebutkan telah mendedikasikan dua tim khusus, yaitu tim QC (Quality Control) serta tim standardisasi konten untuk menetapkan benchmark dan menyaring konten-konten yang ada dalam platform. Selama pandemi ini, diakui ada banyak perubahan yang terjadi dalam rencana bisnis dan strategi monetisasi, namun perusahaan mencoba melihat hal ini sebagai sebuah momentum untuk bisa berinovasi lebih baik.

Rencana bisnis

Dalam monetisasi bisnis, Rizky menyimpulkan bahwa selama ini revenue datang dari brand deals yang ingin meluncurkan campaign maupun launching produk. “Ke depannya kami akan berkerja sama dengan semua brand agar produknya dapat di jual di Storie,” Rizky menambahkan.

Dalam waktu dekat, Storie juga akan meluncurkan inisiatif terbaru dalam platformnya untuk mempermudah transaksi dalam aplikasi serta menyempurnakan konsep social commerce miliknya.

Di akhir tahun 2019 lalu, perusahaan ini terpilih menjadi salah satu dari tiga startup Indonesia untuk mengikuti program akselerator Sequoia Capital, Surge batch kedua. Alpha JWC Ventures juga turut berpartisipasi dalam seed round bersama melalui program Surge ini.

Memasuki tatanan new normal perusahaan melihat adanya harapan” Sebagai perusahaan yang dinamis, serta masyarakat yang semakin bergerak ke arah digital, pihaknya meyakini adanya kesempatan untuk bisa semakin berkembang.

“Tidak dapat dimungkiri Covid-19 telah mengubah tatanan dunia dan bisnis serta teknologi, dan semua akan mengarah ke platform digital, digitalisasi semua lini kehidupan. Dan kami adalah perusahaan yang siap bertransformasi menjawab tantangan itu,” tutup Rizky.

Application Information Will Show Up Here