Experience Store Jadi Strategi Ramayana Gaet Konsumen E-Commerce

Ramayana menjadi salah satu ritel yang terdampak dari menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Tahun 2017 sekurangnya sudah ada delapan toko yang ditutup. Namun baru-baru ini Ramayana membuka gerai baru, kali ini dengan strategi yang lebih kekinian.

Pihaknya cukup menyadari kekuatannya saat ini ada di offline store, namun demikian harus sigap menyiasati pangsa pasar yang sudah mengarah digital. Pendekatan yang dilakukan bersama toko barunya ialah dalam bentuk Experience Store, bekerja sama dengan Lazada Indonesia.

Konsep Experience Store ialah sebagai toko fisik yang menyajikan produk yang dijual dari layanan e-commerce. Untuk yang pertama ini, akan difokuskan ke produk-produk elektronik, dengan harapan memfasilitasi pelanggan yang merasa kurang yakin dengan bentuk atau harga barang yang ditemukan di situs online.

Dikutip dari CNN Indonesia General Marketing Ramayana Jane Melinda Tumewu menyampaikan, “Memang, zaman sekarang kita beli barang elektronik secara online, tapi karena itu harganya tinggi, orang perlu toko fisik sebagai perbandingan. Karena itu, Ramayana kerja sama bareng Lazada mengembangkan Experience Store.”

Selain itu, ada kemitraan lain yang dilakukan Ramayana dengan Lazada, yakni dengan membuka Official Store Ramayana di Lazada. Hal ini diharapkan dapat menjadikan Ramayana turut bisa mamksimalkan momentum Harbolnas. Melinda menyampaikan, “Lewat acara (kerja sama) ini, kami juga ingin menunjukkan kepada konsumen online bahwa dengan perubahan menuju zaman kekinian, Ramayana tetap eksis di zaman now.”

Lantas apakah benar gara-gara e-commerce?

Selain Ramayana, sebenarnya ada beberapa gerai ritel lain yang juga bernasib kurang baik beberapa waktu terakhir. Yang juga sempat menutup gerainya termasuk 7-Eleven, Matahari, juga Lotus Departement Store. Ketika orang-orang banyak yang mengatakan penyebabnya karena konsumen beralih ke online, CEO Tokopedia William Tanuwijaya berpendapat lain.

Menurut William tidak benar jika ritel offline yang tutup karena tergusur pangsa pasar e-commerce, karena menurut data yang ia miliki baru 1 persen transaksi ritel di Indonesia yang masuk ke online. Sehingga konsentrasi pengamatan harus tertuju di kondisi makro ekonomi secara umum.

“Menurut saya trennya toko online dan offline justru akan saling membutuhkan ke depan,” ujar William.

Pun demikian menurut Ketua Umum iDEA Aulia Ersyah Marinto. Ia menampik jika bisnis online penyebab tumbangnya beberapa bisnis ritel offline saat ini. Menurutnya mereka tutup karena tengah melakukan reposisi, bukan karena pasarnya diambil sepenuhnya oleh pemain online.

Sinergi online-offline sudah mulai terlihat bentuknya

Model Experience Store sebenarnya sudah menjadi tren di Indonesia, kendati bukan dalam bentuk formal. Sebagai contoh, beli kopi di Startbuck melalui GO-FOOD, secara operasional itu adalah sebuah model sinergi antara offline dan online. Yang seperti tampaknya akan banyak diaplikasikan ke depan –kecuali untuk perusahaan yang memilih membangun sistemnya sendiri.

Tapi tak dielakkan jika ada tantangan yang menghadang perusahaan ritel. Misalnya, adanya e-commerce dan marketplace dapat memberikan kesempatan kepada brand untuk memberikan supply langsung produk yang dimiliki dalam bentuk Official Store, seperti yang sudah banyak dilakukan saat ini. Lantas jika produsen bisa langsung menjual, peran ritel offline harus dipikirkan secara lebih matang, demi memberikan pengalaman lebih bagi konsumen.

Cerita Perjalanan Kegagalan Zenc Labs dalam Pengembangan Produk

Founder & CEO Zenc Labs, François Wouts, memiliki cerita menarik tentang liku-liku perjalanannya dalam membangun startup. Cerita ini diangkat karena memiliki beberapa pembelajaran penting yang dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca yang berniat untuk pivot dari pekerjaan profesional yang sudah dimiliki saat ini dan membangun sebuah startup.

François sendiri sebelumnya sudah memiliki karier yang cukup nyaman di Google, dengan berbagai fasilitas penunjang dan pendukung yang ia sebut sangat mencukupi untuk kesehariannya. Termasuk gaji yang nilainya tidak kecil, karena ia menjadi salah satu staf di tim pengembangan. Namun setelah tiga tahun di Google, akhirnya memutuskan untuk keluar.

Dua tahun sebelum keluar François mencoba belajar tentang startup, dari program YCombinator dan para pendiri yang sudah menuai kesuksesan. Ia memahami betul bahwa startup sangat erat dengan kegagalan, eksekusinya harus sempurna. Sebagai orang yang memiliki kompetensi teknis, François juga mencoba menyerap berbagai ilmu lain, termasuk desain dan pemasaran dari rekan-rekannya sebelum benar-benar memulai startup.

Pentingnya melakukan validasi ide, karena berkaitan dengan prospek bisnis

Pada akhirnya bulan Maret 2017 François resmi keluar. Dan salah satu gagasan ide yang coba divalidasi ialah mengembangkan sebuah alat yang dapat membantu developer menjadi lebih produktif, dengan menghadirkan IDE yang memudahkan developer untuk coding. Sebagai seorang pengembang ia tahu betul tentang isu-isu personal seorang developer. Gagasan prototipe itu pun coba terus dieksplorasi.

Akhirnya sebuah IDE bernama Modular berhasil dikembangkan, dengan mengedepankan kemampuan agar para developer fokus dalam penulisan kode berdasarkan modul pengembangan. François cukup bangga dengan karya tersebut, karena dinilai akan merevolusi cara developer dalam mengembangkan aplikasi. Dan setelah tiga bulan berjalan akhirnya prototipe tersebut memiliki fungsional dan antarmuka yang cukup lengkap. Namun ada satu hal yang dilupakan François, selama tiga bulan pengembangan produk ia sama sekali tidak berbicara dengan calon pengguna.

François tersadar bahwa yang ia pikirkan baru di satu sisi saja, menciptakan produk yang bagus. Namun tidak memiliki rencana bisnis apa pun dengan produk tersebut. Bahkan ketika dipikirkan sebagai sebuah alat yang gratis, produk tersebut ternyata masih terlalu rumit untuk menjadikan hidup pengembang menjadi lebih mudah. François merasa gagal sebelum benar-benar meluncurkan produk tersebut.

Terlepas dari kegagalan tersebut, François mempelajari banyak hal, baik dalam teknis pengembangan maupun unsur lain terkait pembuatan bisnis. Salah satunya ia menyadari bahwa suasana hati adalah ukuran yang tidak bisa benar-benar diandalkan. Artinya keyakinan saja tidak cukup, harus benar-benar diukur dengan kondisi pasar yang ada.

Temukan permasalahan yang benar-benar dihadapi oleh pengguna

Modular akhirnya diujicobakan ke salah satu teman François yang juga seorang pengembang, dan jawabannya tidak tertarik. Namun dari pertemuan dengan rekannya tersebut akhirnya François justru menemukan sebuah permasalahan, yakni tentang kebutuhan sebuah sistem sederhana untuk mengelola server berbasis Amazon Web Serives (AWS). Kebanyakan pengembang tidak memiliki banyak waktu untuk mengatasi kompleksitas AWS, dan umumnya yang dilakukan ialah mendelegasikan ke DevOps paruh waktu.

Dan ini adalah babak baru lahirnya Zenc Labs, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Modular dihentikan, dan sebuah aplikasi untuk DevOps layanan AWS segera dikembangkan. Sebagai alumni dari Google, François cukup kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan pengembangan di AWS, bisa dipelajari namun membutuhkan waktu ekstra. Usahanya pun berhasil, sebuah prototipe kembali dilahirkan, dan rekannya tadi diminta untuk menjadi penguji.

Beberapa umpan balik diberikan, namun solusi yang ditawarkan akhirnya diterima, dan dianggap akan bermanfaat. François memutuskan untuk mempublikasikan prototipenya ke kanal sosial yang dimiliki. Benar saja banyak masukan, terutama terkait UX, dan itu menjadi sebuah materi menarik untuk optimasi layanan. Hingga akhirnya kini petualangan startupnya dimulai, dan rencana bisnis yang solid pun sudah didefinisikan dengan produk barunya tersebut.

Melawan ego untuk terus berfokus pada tujuan awal yang sudah terdefinisi

François turut menyampaikan, di tahap ini ketika ia sudah memiliki rencana yang matang bukan berarti tanpa tantangan. Masih ada ego yang perlu dilawan, karena di tengah perjalanan ada perasaan yang memaksa untuk berhenti mengerjakan produk yang dikerjakan sekarang ini. Ketika bertemu masalah baru, juga egonya meningkat ingin mencoba pivot lagi. Namun François sadar betul, untuk tetap fokus menyelesaikan apa yang sudah dimulai, dan kali ini sudah tervalidasi.

Grab and Garuda Indonesia Form Strategic Partnership

Today, (12/11), Grab and Garuda Indonesia officially signed an agreement to begin strategic partnership. For users, this partnership will connect both loyalty programs. Previously, a similar partnership has been developed between Grab and Singapore Airlines in this early Oktober.

Garuda Indonesia’s customers can now enjoy Grab Gift voucher for purchasing Garuda Indonesia tickets online. In contrast, Grab Indonesia’s customer will get a chance to be Garuda Miles member and exchange Grab Rewards into Garuda Miles points.

Garuda Miles is a service product for Garuda Indonesia’s loyal customers. It is reportedly to have more than 1.6 million members by 6 levels. Grab Rewards on the other hand is Grab’s loyalty program.

“The partnership is Garuda Indonesia’s continuous project to value its customer, particularly in providing more options to exchange Garuda Miles points. However, for Grab customers, by having Garuda Miles, customer can access partnership services and all airports worldwide. Data mileage can be exchanged into travel usage and other available benefits,” Pahala N. Mansury, Garuda Indonesia’s President Director, said.

Besides customers, the strategic partnership will be used in providing added value for Garuda Indonesia’s employees. Through Grab for Business, employees can now enjoy Grab for daily needs. Grab will also be an on-demand transport partner to maximize Cargo Garuda Indonesia’s door-to-door services.

Ridzki Kramadibrata, Grab Indonesia’s Managing Director, in his statement said, “Grab and Garuda Indonesia have a same commitment to constantly innovate and provide the best and safest travel experience to the customers. Through Grab Rewards loyalty program integration with Garuda Miles, we expect our customers to have meaningful and beneficial journey. We are glad to welcome the strategic partnership and will focus on continuously improving user experience by using our extensive service network.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Helpster Bukukan Pendanaan Pra-Seri A Senilai 33,8 Miliar Rupiah, Tetap Fokus di Pasar Indonesia dan Thailand

Hari ini (12/12) pengembang platform penyedia tenaga kerja temporer asal Thailand Helpster mengumumkan penutupan putaran pendanaan pra-seri A sebesar 33,8 miliar yang dipimpin oleh Mojo Partners dan Wavemaker. Investor sebelumnya, termasuk Convergence Ventures, turut berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Dengan pendanaan ini, Helpster berhasil mengumpulkan total pendanaan senilai 67,7 miliar rupiah.

Seperti diketahui sebelumnya, Helpster melakukan ekspansi pertamanya ke Indonesia pasca pendanaan awal yang diterima pada akhir 2016 lalu. Mencoba menguasai dua pangsa pasar tersebut, Indonesia dan Thailand, saat ini Helpster memiliki anggota tim sebanyak 60 orang. Helpster didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul, yang sebelumnya mendirikan Admax Network, Ardent Capital, Ensogo, dan aCommerce.

“Helpster berbeda dari aplikasi lain karena kami beroperasi seperti agen tenaga kerja resmi. Kami mengelola proses kepegawaian end-to-end. Mulai dari screening, wawancara, hingga pembayaran gaji, semua termasuk ke dalam deskripsi kerja kami. Pada akhirnya, kami ingin menciptakan kembali model agen tenaga kerja baru di wilayah ini,” sambut Ward.

Di Bangkok dan Jakarta, Helpster mengaku telah berhasil memfasilitasi ribuan pekerja untuk mendapatkan pekerjaan temporer setiap bulannya. Bisnis ini memiliki tingkat pertumbuhan month-to-month sebanyak 100 persen dalam hal jumlah hari kerja yang dilakukan oleh penggunanya. Beberapa pelanggan awal platform Helpster di Indonesia termasuk Ismaya Group, Lazada, dan Union Group.

Helpster cukup percaya diri dengan debutnya, karena ditaksirkan pasar tenaga kerja temporer di wilayah Asia Tenggara dapat menghasilkan hingga 94,8 triliun setiap tahunnya. Di lain sisi sebanyak 35 persen pelaku bisnis di wilayah tersebut menginginkan solusi tenaga kerja yang lebih efektif. Dari sisi pengguna (pekerja), Helpster membantu dengan memberikan notifikasi mengenai lowongan kerja dalam aplikasi, serta membebaskan mereka untuk memilih pekerjaan yang ingin mereka lakukan.

Ward menambahkan bahwa penggunaan platform digital sangat penting di Asia Tenggara.

“Ada 100 juta pekerja di Asia Tenggara yang bekerja di bidang jasa. Sebanyak 40 persen dari mereka terikat kontrak atau mengambil kesempatan kerja seadanya dan  menemukan pekerjaan melalui saluran offline, namun mayoritas dari mereka kini lebih memilih untuk menggunakan smartphone. Teknologi kini dapat membantu para pelaku bisnis dan pekerja untuk saling menemukan dan terhubung satu sama lain.”

Application Information Will Show Up Here

Internet Retailing Expo Indonesia Akan Kembali Digelar

Untuk kali ketiga, Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia akan kembali digelar. Tepatnya pada tanggal 24 dan 25 Januari 2018 mendatang bertempat di Pullman Jakarta Central Park. Di tahun depan, IRX Indonesia diharapkan akan menarik lebih dari 2000 pengunjung dengan eksibisi yang lebih beragam. Sekurangnya akan ada 80 penyedia solusi infrastruktur dan inovasi digital yang akan mengisi panggung pameran. Dan lebih dari 100 pembicara akan membahas tentang dinamika ritel online dan bisnis pendukungnya di Indonesia.

Seperti kita ketahui bersama, bahwa ritel online sedang menjamur di Indonesia. Pasar Indonesia banyak diklaim oleh berbagai penelitian menjadi yang terbesar di wilayah regional. Antisipasi juga dilakukan oleh pemerintah. Untuk menyediakan panduan bagi sektor perekonomian digital, Presiden Joko Widodo baru-baru ini menandatangani roadmap e-commerce, diharapkan akan selesai akhir tahun 2017. Roadmap ini akan membantu mengatur teknologi dan isu-isu terkait seperti logistik, keamanan siber, perpajakan, pengembangan sumber daya manusia, dan perlindungan konsumen.

“Indonesia bersiap untuk mencapai pertumbuhan signifikan dan menjadi pemimpin dalam ritel online, sesuai dengan tren yang ada. Inilah alasan kami menyelenggarakan IRX di Jakarta dan tahun depan dalam event ketiga kami akan membantu para peritel seiring dengan perjalanan mereka dalam membangun strategi-strategi ritel online mereka,” kata Julia Kwan, Portfolio Director Asia, Clarion Events Pte Ltd selaku inisiator IRX Indonesia.

Beberapa pemateri yang akan dihadirkan dalam acara ini termasuk dari petinggi e-commerce Indonesia, kalangan pemerintahan, investor, dan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang ritel. Beberapa di antaranya termasuk CTO Bhinneka, CEO Shopee, CEO Blibli, Head Marketing Lion Wings, Managing Partner Convergence Ventures, CEO PT Sinar Mas Agro, COO Zalora, Presdir Hyundai Mobil Indonesia, dan masih banyak lagi.

Pendaftaran terbuka untuk umum. Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, silakan kunjungi http://www.internetretailingexpo-asia.com/.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Internet Retailing Expo Indonesia

Grab dan Garuda Indonesia Jalin Kerja Sama Strategis

Hari ini (11/12) Grab dan Garuda Indonesia resmi menandatangani sebuah nota kesepahaman untuk memulai kerja sama strategis antar perusahaan. Secara umum bagi pengguna, kerja sama ini akan menghubungkan program loyalitas dari kedua perusahaan untuk bisa dinikmati secara bersama. Sebelumnya kerja sama serupa juga telah dilakukan Grab bersama Singapore Airlines pada awal Oktober lalu.

Para pengguna maskapai Garuda Indonesia kini dapat menikmati manfaat voucher GrabGift untuk pembelian tiket Garuda Indonesia secara online. Sebaliknya, pelanggan Grab di Indonesia juga akan memiliki kesempatan untuk menjadi anggota GarudaMiles dan menukarkan akumulasi poin GrabRewards yang dimilikinya dengan GarudaMiles.

GarudaMiles merupakan produk layanan yang diperuntukkan bagi pelanggan setia Garuda Indonesia. Dikabarkan kini telah memiliki jumlah lebih dari 1,6 juta anggota dengan 6 tingkatan keanggotaan. Sedangkan GrabRewards merupakan program loyalti Grab.

“Kerja sama ini merupakan upaya terus-menerus Garuda Indonesia untuk memberikan nilai lebih bagi para pengguna jasanya, khususnya dalam memberikan lebih banyak pilihan untuk menukarkan GarudaMiles yang dimiliki. Sementara itu, bagi pengguna Grab, dengan memiliki GarudaMiles, pemegang kartu dapat mengakses layanan dan kemudahan berbagai mitra, dan bandara di seluruh dunia. Data mileage atau jarak tempuh perjalanan dapat juga ditukar dengan manfaat perjalanan dan benefit lain yang tersedia,” sambut Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N. Mansury.

Selain bagi pengguna, kerja sama strategis ini juga akan dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah bagi karyawan Garuda Indonesia. Melalui program Grab for Business, kini para karyawan dapat memanfaatkan layanan transportasi Grab untuk kebutuhan sehari-hari. Grab juga akan menjadi mitra transportasi on-demand guna memaksimalkan jaringan layanan door-to-door Cargo Garuda Indonesia.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata dalam sambutannya mengatakan, “Grab dan Garuda Indonesia memiliki komitmen yang sama untuk senantiasa berinovasi dan memberikan pengalaman berkendara terbaik dan aman kepada para pelanggan. Melalui integrasi program loyalitas GrabRewards dengan GarudaMiles, kami berharap dapat menjadikan perjalanan para pelanggan lebih bermakna dan sarat manfaat. Kami menyambut gembira kerja sama strategis ini dan akan fokus untuk pada peningkatan pengalaman pengguna secara berkesinambungan dengan memanfaatkan jaringan layanan kami yang luas.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Avenue8 Coworking Space Offers Concierge Services and Loop.Space Access

The increasing popularity and usage of coworking space by startup and other working class makes service providers trying hard to bring more alternatives. Various model of services and products wrapped, not only for coworking space as a place for work, but more. Today’s coworking space currently offers working space and chance for self-development, from startup ecosystem to entrepreneurial events. Other than those are still trying to present another concept, such as Avenue8.

Located in Menteng, Avenue8 provides working space with five-star hotel (concierge) experience. Although this is not a substantial service for working class in need for coworking space, yet claimed to be the first in Indonesia. This could be a trend or new standard regarding virtual working-space service. The “unusual” service is said to be an attempt in providing privacy and safety for users.

The concierge is one thing that differentiate Avenue8 and other coworking space, all avenue8 users will get special treatment such as; morning coffee, food and vehicle reservation, even restaurant reservation.

Catrin Marcellina, Avenue8’s co-founder, said, “The existence of startup creates Avenue8 as an answer for what Indonesia’s startup needed. Hotel’s concierge plays important role in guest service in daily operations. This system is what we applied to Avenue8 in helping users solve problems and they can fully focus on their work. We want to give the best and a different one from any other coworking spaces.”

Avenue8 is currently a part of Loop.Space, allowing members to access more than 160 coworking spaces in the entire world. Loop.Space is a portal connecting all coworking space in the world to get access in one door. For all traveler workers can use the same ID as in the coworking space registered to access other’s services.

The role of coworking space in building startup ecosystem

Behind the existing coworking space model, there are fundamental things to be optimized, along with business process in development. It’s to build startup ecosystem in Indonesia. Besides facility, accessibility is an important part of coworking space service. This is important since digital startup has an unique business mode that needs optimum information and understanding from its player.

Thus, are the existing ones already match the expectation? Half of them, yes. They can connect startup activist with other players by various components such as investors. With better coverage, it expected to build optimized ecosystem. While one ecosystem stands firm, the coworking players will get the positive impact.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

OPCY, Platform Direktori Bisnis yang Fokus pada Pemasaran Digital

Mungkin pernah merasakan pengalaman seperti ini juga, ketika berada di daerah yang cukup asing dan sendiri, lalu ingin melakukan sesuatu, katakanlah mencetak poster, yang biasa dilakukan memanfaatkan mesin pencari untuk menemukan informasi. Biasanya informasi yang disajikan juga tidak detail, karena beberapa jasa yang dimaksud kadang tidak memiliki publikasi online. Dari permasalahan tersebut OPCY (Open City Business Directory) dikembangkan, menjadi sebuah direktori bisnis yang didasarkan pada letak geografis.

Cara kerja OPCY adalah memberikan kesempatan bagi mitra untuk lebih dikenal masyarakat melalui kanal digital. Salah satu fokusnya pada digital marketing, untuk membantu mitra dalam melakukan growth hacking. Dari sisi pengguna, selain listing, OPCY juga memberikan informasi terkini mengenai promo, kegiatan, dan tips yang menunjang kebutuhannya.

“Dari aspek pelaku usaha, tantangan memasarkan usahanya masih belum maksimal dengan metode yang konvensional, OPCY hadir untuk memberikan solusi, baik memberikan cara pemasaran secara online maupun penyiapan konten. Sehingga menjadi one stop digital marketing solution dengan konsep B2B,” jelas CEO OPCY Khoirul Hadi.

Selain sebagai direktori, juga fokus di pembayaran

Selain menyajikan direktori bisnis di suatu daerah, OPCY juga memiliki layanan OPAY untuk pembayaran dan pemesanan. Untuk saat ini, layaknya layanan yang sudah banyak ada, pembayaran seperti token listrik, pulsa dan BPJS juga diakomodasi OPAY yang saat ini tengah dalam tahap penyempurnaan. Selain itu pihaknya juga baru merilis layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel. Dalam waktu dekat juga akan dirilis sebuah bot untuk membantu pengguna melalui fasilitas chatting untuk menemukan informasi terkait direktori.

“Untuk pengguna OPCY layanan bisa digunakan tanpa biaya berlangganan, karena monetisasi OPCY hanya disasarkan kepada mitra dengan pendekatan B2B. Sejak di-launching pada Mei 2017, OPCY masih dalam tahap bootstrap sepenuhnya,” lanjut Khoirul.

Target awal mematangkan bisnis di Jawa Tengah

Dalam waktu dekat, tim OPCY menyampaikan beberapa target yang ingin diraih. Pada aspek bisnis, untuk setahun ke depan OPCY memiliki target menjadi rujukan dan portal informasi mengenai direktori bisnis di Jawa Tengah, kemudian juga menjembatani pelaku usaha dari UMKM hingga pebisnis besar untuk memanfaatkan OPCY sebagai sarana digital marketing-nya.

“Jumlah pengguna OPCY saat ini bila dilihat dari jumlah angka total download aplikasi di Android sendiri sudah mencapai 13.000. Dengan rata-rata pengunjung harian di website kami sebanyak hampir 1000 orang per hari,” ujar Khoirul.

Pada pertengahan Mei lalu, grand launching OPCY diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah di Solo. Hal ini menjadi sebuah kesempatan kemitraan strategis sendiri bagi OPCY untuk memaksimalkan debut pertamanya di Jawa Tengah.

Application Information Will Show Up Here

Menentukan Gaji Founder untuk Startup Tahap Awal

Ada sebuah kondisi yang akan selalu dialami oleh founder startup baru, khususnya bagi yang baru saja berhasil membukukan pendanaan pertamanya, baik dalam pre-seed atau seed funding. Kondisi yang dimaksud ialah saat founder harus menentukan nasibnya sendiri di startup yang didirikan, tentang menentukan berapa gaji yang harus ia dapatkan setiap bulannya.

Terkesan sepele namun hal itu kadang membuat bimbang, pasalnya sebagai founder biasanya berpikiran untuk memanfaatkan investasi yang dimiliki sebaik-baiknya untuk pertumbuhan. Namun di sisi lain ia juga butuh memenuhi kebutuhan kesehariannya, pada akhirnya founder tetap harus membayar gajinya sendiri, bernegosiasi dengan diri sendiri untuk menentukannya.

Tapi tenang, umumnya setelah startup berkembang pesat dan memiliki dewan direksi, kebimbangan tersebut akan sirna. Pasalnya di titik tersebut gaji founder sebagai eksekutif pun sudah ditentukan oleh top-level management dalam bisnis berdasarkan perhitungan-perhitungan startegis. Untuk tahap awal, semua masih harus dipikirkan sendiri.

Hal terburuk yang dilakukan ialah menentukan secara tidak terukur gaji yang ia peroleh sendiri. Beberapa lainnya mengikuti tren data yang ada, namun kadang juga tidak bisa menjadi patokan utama, karena masing-masing bisnis memiliki kultur dan kapabilitas berbeda. Yinon Weiss selaku Founder & CEO CarDash –sebuah startup seed stage asal Silicon Valley—menceritakan pengalaman terbaiknya dalam menentukan gajinya sendiri.

Penetapan batas bawah: memastikan tidak mengganggu produktivitas

Yang sangat dibutuhkan oleh founder untuk startup tahap awal adalah kerja keras dan pemikirannya. Jangan sampai konsentrasi untuk dua hal tersebut terganggu dengan urusan finansial pribadi, apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Setidaknya titik batas bawah harus bisa mencukupi kebutuhan harian, sehingga pada saat bekerja tidak terganggu kekhawatiran terhadap hal-hal lainnya.

Batas bawah ini adalah tentang nilai minimal yang sebaiknya diterima. Syaratnya harus dapat memenuhi kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan sehari-hari. Tidak ada ukuran pasti, founder startup dengan berbagai keadaan berbeda harus dapat mengidentifikasi kebutuhannya di sini.

Penetapan batas atas: memastikan tidak berlebihan

Tidak ada salahnya membayar diri sendiri sebagai founder dengan nominal yang terlalu banyak, namun kembali lagi ke semangat awal membangun bisnis, bukankah uang yang ditransfer banyak ke rekening itu tidak lebih baik diputar maksimal untuk pengembangan bisnis? Setiap rupiah yang diinvestasikan adalah motivasi founder untuk membalikkan menjadi sebuah keuntungan yang lebih besar. Jika founder tidak yakin dengan hal itu, sejak awal seharusnya tidak memilih menjalankan startup.

Pada dasarnya, penentuan batas atas dan bawah tadi untuk membuat nominal yang dikeluarkan lebih terukur. Prinsipnya ketika seorang founder mendapatkan gaji yang pas dari usaha yang ia bangun, kebutuhannya tercukupi. Beberapa founder bahkan mengungkapkan ketika di awal gajinya cukup rendah, ia semakin sadar akan pengorbanan, dan memotivasinya untuk lebih sukses.

Pada akhirnya ada sebuah pertanyaan kritis yang perlu dijawab: ketika founder membayar gajinya lebih sedikit dan memasukkan lebih banyak uang untuk modal startupnya, apakah akan meningkatkan peluang kesuksesan? Jika jawabannya iya, maka berjuanglah. Keyakinan tersebut akan membawa startup membahagiakan founder secara lebih baik. Karena sebagai founder keputusannya bukan saja yang terbaik bagi dirinya sendiri, melainkan juga untuk bisnis yang didirikan.

4 Penyebab Utama Inovasi Tidak Berkembang

Merujuk pada hasil survei yang diadakan oleh Boston Consulting Group bertajuk “Most Innovation Companies” mengemukakan sebuah fakta menarik. Banyak CEO dari perusahaan teknologi (89 persen) menempatkan inovasi sebagai prioritas tertinggi dalam roda bisnis perusahaan. Alasannya salah satunya dikemukakan pada sebuah penelitian dari GE, yakni kekhawatiran ditinggalkan oleh konsumen. Sederhana, karena konsumen selalu menginginkan pembaruan untuk penyesuaian kebutuhan.

Rasa-rasanya sangat wajar, seperti yang kita rasakan sehari-hari, teknologi berkembang begitu dinamis. Selalu menawarkan cara-cara baru yang lebih menarik dan efektif untuk menyelesaikan permasalahan kita. Hal ini tentu juga berdampak langsung bagi para startup digital, sebagai pengembang solusi pemecahan masalah melalui pendekatan teknologi. Sampai sini kita setuju, bahwa startup digital tidak akan mungkin bisa terlepas dari inovasi produk dan bisnis.

Lantas apa yang diperlukan untuk senantiasa memupuk berbagai unsur dalam tubuh startup untuk terus berinovasi. Tak lain adalah orang-orang yang ada di dalamnya, sebagai penggerak bisnis dan inovasi. Sayangnya sering kali ada beberapa “sikap” yang dilakukan, baik secara sadar ataupun tidak, yang ternyata berdampak buruk bagi produktivitas anggota tim dalam kaitannya dengan inovasi.

Berikut ini empat hal yang perlu dicermati sedini mungkin, agar inovasi di startup tidak terhambat:

Founder membatasi kreativitas hanya pada pemikirannya saja

Kinerja terbaik dari sebuah inovasi bukan dimulai dari arahan untuk pengembangan sebuah produk dari manajemen, melainkan memastikan para pengembang memahami masalah yang ingin diselesaikan. Ketimbang selalu mendikte dalam inovasi produk, founder lebih baik senantiasa melengkapi tim dengan area masalah untuk dijelajahi, termasuk memberikan ruang untuk menemukan dan memvalidasi masalah pelanggan. Kadang pemikiran unik justru datang karena pemikiran baru.

“Jika eksekusi adalah pemecahan masalah , kreativitas adalah pencarian masalah,” Chief Design Officer SAP Sam Yen.

Membatasi “gerak” anggota tim

Setelah permasalahan mampu didefinisikan, langkah selanjutnya ialah mengumpulkan informasi dan sumber daya untuk membangun solusinya. Namun tidak sedikit founder yang memilih terlalu tertutup, dalam artian membatasi sumber daya yang ada di perusahaan saja, baik itu data, laporan atau hal-hal lain yang mendukung pengembangan. Akhirnya cakupan terlalu sempit.

Validasi eksternal sangat diperlukan, karena dalam tahap ini masalah tersebut divalidasi. Berarti perlu mencari pelanggan untuk menguji setiap asumsi yang sudah disusun. Dan cara yang paling tepat ialah dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi para anggota tim untuk keluar, menguji hipotesisnya dan mencari tahu detail yang sebenarnya dibutuhkan untuk pengembangan tim.

Selama tahap validasi solusi, ini berarti menguji pasar. Sambil mensosialisasikan gagasan di dalam perusahaan, meneliti ukuran pasar yang diproyeksikan sangat penting.

“Keluarkan tim Anda dari gedung dan mintalah mereka berbicara dengan setidaknya 20 orang. Anda akan mulai melihat pola dan temuan menarik pada mereka,” Steve Blank, seorang serial-entrepreneur dari Silicon Valley.

Mempertaruhkan dalam satu inovasi besar

Di tahap selanjutnya, setelah masalah ditemukan dan tervalidasi dengan baik oleh pasar, yang biasanya dilakukan ialah memasukkan seluruh kekuatan tim ke dalam proyek tersebut. Semua waktu, anggaran, dan berbagai komponen lainnya difokuskan untuk satu inovasi tersebut.

Namun dari beberapa cerita startup yang pada akhir pivot atau gagal, sering melakukan hal ini. Yang pada akhirnya mereka mengatakan, bahwa ternyata membuat temuan tersebut berproses normal lebih baik, ketimbang harus mengambil risiko untuk memasukkan semua ke dalam satu proyek. Ambillah pendekatan portofolio untuk inovasi.

Mengambil terlalu banyak proyek baru

Hanya berada di satu titik tidak baik, namun terlalu banyak agenda juga tidak baik. Yang terpenting adalah memikirkan bagaimana sebuah proyek inovasi mampu tumbuh secara berkelanjutan. Semua harus memiliki target capaian yang jelas, dan jangan biarkan target tersebut gagal dan molor. Selain tidak efisiensi dari sisi sumber daya, hal tersebut juga menutup berbagai kemungkinan inovasi potensial lainnya.

Ini tidak mudah dilakukan, pasalnya sering kali founder berpikir tentang “kesempatan tidak datang dua kali”. Memang benar, oleh karenanya pengukuran kemampuan dan disiplin terhadap pengembangan inovasi sangat perlu untuk ditegakkan.