Perusahaan Pengusung Travelio Terbitkan Surat Utang untuk Serap Pendanaan

PT Horizon Internusa Persada (HIP) selaku pengusung situs Travelio dan aplikasi HelloLio, yang juga merupakan anak usaha PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), menerbitkan mandatory convertible notes (surat utang) sebesar Rp 21 miliar. Bersamaan dengan itu SSIA menyerap RP 6,75 miliar dari surat utang, yang dikonversi menjadi 799.975 lembar saham HIP.

Transaksi afiliasi ini dilakukan untuk membuat HIP mendapatkan pendanaan untuk pengembangan bisnisnya. Saat ini saham HIP dimiliki oleh SSIA 40% (3,2 juta lembar saham). Sisanya dimiliki Lie Hendry Rusly 35%, Furia Agustinus 10%, dan Christina Suriadjaja 15%. Awalnya Travelio beranjak mendirikan bisnis dengan modal dasar Rp 20 miliar. Tampaknya dengan persaingan dan potensi bisnis online travel yang tinggi membuatnya memutuskan untuk menambahkan “amunisi tempur”.

Travelio merupakan salah satu pemain online travel lokal yang memberikan jasa pemesanan hotel dengan fitur tawar-menawar. Empat bulan lalu bersamaan dengan ulang tahunnya yang pertama, Travelio memperluas cakupan layanan, tidak hanya hotel, tapi juga memberikan opsi penyewaan apartemen, villa, guest house, homestay dan kos.

Application Information Will Show Up Here

AXI Meluncurkan Layanan E-Commerce B2B AXIQoe dan Print On-Demand XWS

Potensi konsumen online yang kian meningkat di Indonesia, membuat para perusahaan mulai memikirkan strategi untuk memaksimalkan penjualannya melalui dunia maya, tak terkecuali PT Astragraphia Xprins Indonesia (AXI). Beberapa waktu lalu AXI baru saja memperkenalkan dua situs online B2B (Business-to-Business) bernama AXIQoe dan Xprins Web Service (XWS).

AXIQoe mirip dengan Bizzy dan Bhinneka Bisnis, yakni sebuah kanal e-commerce yang fokus menjual office supplies dan office equipments. Sedangkan XWS merupakan layanan print on-demand (POD) yang memudahkan pelanggan perusahaan untuk memesan layanan cetak cepat. Dengan sistem yang terintegrasi, XWS memungkinkan pelanggan untuk memantau pekerjaan mulai dari proses desain, pencetakan hingga pengiriman.

Presiden Direktur AXI Sahat Sihombing mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa AXI akhirnya memilih untuk memaksimalkan bisnis online karena pihaknya melihat setiap tahunnya pasar e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Ia turut memaparkan salah satu hasil riset dari SparkLab yang melaporkan pertumbuhan e-commerce tahun 2015 sampai 37,2 persen. Data tersebut membuat yakin AXI bahwa AXIQoe dan XWS akan mendapatkan traksi yang baik dari konsumen Indonesia.

Pun begitu dengan POD, disampaikan oleh Adi Vidyanto selaku Sales Division Head AXI saat ini layanan on-demand di bidang percetakan mulai digemari. Tren ini diyakini akan merevolusi bisnis percetakan yang sudah ada. Keunggulannya yang melayani secara real-time dan memudahkan pelanggan untuk memesan di mana saja menjadi salah satu corong keuntungan yang bisa dioptimalkan.

Fokus di konsumen bisnis dengan dua perangkat online terbarunya, AXI menargetkan pendapatan perusahaan 10 persen akan di dominasi bisnis tersebut. Dengan jaringan dan infrastruktur yang telah dimiliki AXI sebagai perusahaan penyedia layanan bisnis, diyakini bahwa penetrasi pengguna dapat tersebut bertumbuh, meskipun disadari belum bisa semeriah sektor B2C (Business-to-Consumer).

Developer Meetup Surabaya, Berikan Wawasaan Mendalam Seputar Tools Pengembangan dari Facebook

Facebook Developer Meetup kedua dilaksanakan di Surabaya, tepatnya di Forward Factory pada tanggal 11 Agustus 2016. Acara yang mengulas seputar developer tools yang dimiliki Facebook ini, ingin memberikan insight bagi para peserta sehingga memacu kreativitas dan ide-ide pengembangan aplikasi modern. Sebagai pemateri, hadir tim dari Facebook yang membawakan pemaparan seputar berbagai layanan Facebook untuk pengembang, serta tim dari DailySocial yang menampilkan demo hasil pengembangan aplikasi melalui Facebook Developer tools.

Dalam presentasinya, Alice Wei selaku Product Partnership Facebook, menyampaikan tentang berbagai alat pengembangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dan menumbuhkan traksi aplikasi melalui kanal sosial. Dengan kekayaan pengguna dan platform yang dimiliki Facebook, Alice menjelaskan bahwa di dalamnya terdapat potensi yang dapat menguntungkan para developer lokal. Dicontohkan pemanfaatan Account Kit, yang memudahkan pengembang menghadirkan autentikasi SMS (yang nyaman untuk pengguna) guna memberikan rasa aman untuk perlindungan akun di layanan yang disinggahi.

“Saya sehari-hari bekerja mengembangkan game. Beberapa fitur Facebook yang pernah saya integrasikan di antaranya Facebook Login dan Social Feed. Kebutuhan lainnya dari penggunaan Facebook untuk pemasaran. Acara ini memberikan banyak wawasan seputar hal baru di Facebook Developer. FBStart adalah yang ingin saya eksplorasi sepulang dari sini,” ujar Januar, Game Developer dari IplayAllDay Studio.

Parner Engineer Facebook Indonesia Ziyad Bazed turut menyampaikan materi menarik seputar Messenger Platform. Kini fitur tersebut memungkinkan developer untuk membuat bot yang dapat menjawab secara otomatis kebutuhan pengguna. Secara teknis implementasinya dijelaskan secara rinci. Dan benar saja, fitur ini lagi-lagi mendapatkan antusias luar biasa dari para peserta. Terlebih saat Yosef Sugiharto dari DailySocial mempresentasikan proyek Minerva yang sedang dikembangkan DailySocial, yakni Messenger Bot yang menjadi asisten pembaca DailySocial.

Banyak hal yang telah disampaikan ke acara ini. Diharapkan mampu menjadi bekal para pengembang untuk dapat memperluas cakupan layanannya. Tak hanya itu, turut disampaikan pula seputar ajakan kompetisi Facebook Hackathon yang menantang para developer lokal untuk berkreasi menggunakan Developer Tools yang telah dipresentasikan.

Bisnis Travel Online Diprediksi Terus Bertumbuh di Asia Tenggara, Indonesia Memimpin Pangsa Pasar

Bisnis online travel di Asia Tenggara diprediksi akan terus meningkat, angka yang didapatkan oleh hasil riset Google dan Temasek akan mencapai $76 miliar pada tahun 2025. Besarnya nilai tersebut turut disampaikan sebagai sebuah kesempatan emas bagi para pemain di sektor tersebut untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri pemain di sektor travel online sudah mulai banyak, kendati masih tampak didominasi oleh Traveloka (yang digadang-gadang sebagai pesaing Go-Jek dalam nilai valuasi startup unicorn) dan juga Tiket.com. Google turut memprediksikan konsumen pengguna layanan online secara umum akan mencapai $200 miliar, yang artinya online travel telah memangkas 38 persen sendiri.

Jika dibandingkan dengan layanan online populer lain, yakni online media (ads, gaming, produk digital lainnya) dan e-commerce, pertumbuhan pangsa pasarnya cukup signifikan jika dibandingkan antara tahun 2015 dan prediksi 2025 mendatang. Grafik berikut ini menggambarkan persentase pertumbuhan tersebut.

Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google and Temasek
Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google dan Temasek

Menariknya bisnis penerbangan dan hotel menjadi yang paling signifikan diprediksi bertumbuh untuk kategori online travel. Pada tahun 2025, seiring makin akrabnya pengguna dengan layanan booking online, dan makin ramahnya penawaran hotel dan layanan maskapai penerbangan, membuat penetrasi pasarnya turut meningkat besar. Untuk layanan perjalanan sendiri juga turut terdongkrak, hanya saja persentasenya masih jauh. Dari riset yang sama diprediksikan bisnis penerbangan tahun 2025 akan mencapai nilai $40,1 miliar, bisnis perhotelan $36,4 miliar dan layanan perjalanan $13,1 miliar.

Hasil riset yang paling menarik, Indonesia memiliki persentase kenaikan yang paling tinggi di antara negara-negara lainnya.

Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Uniknya walaupun potensi tersebut sudah nyata terlihat, jika berbicara tentang aliran dana investasi, oleh venture capital ke startup, ternyata nilainya belum berbanding lurus, jika dibanding dengan aliran dana ke wilayah India atau Tiongkok misalnya. Bahkan saat berbicara tentang persentase secara keseluruhan, termasuk di dalamnya on-demand dan e-commerce yang sedang menjadi tren. Memang, belum banyak startup di sini yang memiliki valuasi di atas $10 juta, gelar Unicorn pun masih mudah dihitung dengan jari.

Selama 10 tahun ke depan, penelitian yang sama turut memprediksikan bahwa investasi di startup Asia Tenggara akan mencapai total nilai $40-50 miliar. Angka tersebut akan mendongkrak transaksi ekonomi online di wilayah Asia Tenggara meningkat hingga $200 miliar pada 2025. Indonesia, Singapura dan Vietnam dinilai sebagai negara-negara yang akan mendominasi angka tersebut.

Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Mengenal Valuasi Startup dan Istilah “Unicorn”

Semenjak makin banyak startup Indonesia yang berhasil mendapat pendanaan dengan nilai yang sangat fantastis, istilah valuasi startup kencang didiskusikan oleh masyarakat. Lalu sebenarnya apa itu valuasi dan bagaimana cara melakukan kalkukasi untuk menentukan valuasi sebuah startup?

Singkatnya valuasi merupakan nilai dari suatu startup. Karena umumnya startup itu masih tergolong semi-enterprise, biasanya nilai valuasinya ditentukan berdasarkan peretujuan antara founder dengan investor. Tidak ada perhitungan yang saklek untuk menentukan valuasi.

Umumnya investor memiliki benchmark internal dan prosedur penghitungan valuasi, mulai dilihat dari kapabilitas founder/co-founder, produk yang dipasarkan, traksi pengguna hingga potensi produk tersebut ke depan.

Di sisi lain valuasi juga memerlukan pembuktian. Ketika ada yang bertanya “berapa nilai perusahaan tertentu?”, jawabannya harus merefleksikan komponen apa saja yang mampu dijadikan daftar dalam penentuan nilai tersebut. Menariknya startup di Indonesia sendiri memiliki proses yang unik, jadi antara satu dengan yang lainnya kadang memiliki pendekatan yang berbeda dalam melakukan perhitungan valuasi. Jumlah modal yang ditanamkan, jumlah investor, kekuatan produk dan kredibilitas founder terlibat besar di dalamnya.

Perhitungan valuasi paling mudah bisa dicontohkan dengan perhitungan modal awal dan suntikan dana investor. Misal sebuah startup memiliki nilai awal Rp 10 miliar, kemudian sebuah venture capital menambahkan pendanaan Rp 10 miliar, berarti valuasi startup menjadi Rp 20 miliar dengan kepemilikan saham 50% milik venture capital tersebut. Biasanya perhitungan ini akan berjalan jika startup memang sudah mapan berdiri dan apa yang diproduksi sudah jelas.

Namun pada praktiknya tak semudah itu untuk menghitung capaian valuasi. Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan:

“Untuk menentukan nilai valuasi dari sebuah startup sangat sulit sebenarnya. Dari sisi founder pasti merasa yang mereka kerjakan itu harganya tinggi sekali. Sementara dari investor, kita melihat kalau kita masuk di valuasi sekarang, di valuasi berapa kita bisa exit. Jadi valuasi pada saat investasi itu ditentukan nilai tengah dari ekspektasi investor dan founder.”

Willson menambahkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi valuasi startup sendiri adalah growth rate, setidaknya dengan persentase 30% MoM (Month-on-Month).

Perhitungan valuasi startup

Untuk menentukan nilai valuasi sendiri, satu startup dengan startup lainnya memang memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi nilai valuasi startup. Pertama adalah nilai yang ditentukan oleh pasar (umumnya diwakili oleh investor). Misalnya jika investor mengatakan bahwa startup X bernilai $5 juta, maka itulah nilai yang layak. Namun kadang founder merasa nilainya harus lebih tinggi, misalnya ternyata ada aset atau kekuatan dari talenta bisnis yang dihitung bernilai lebih, namun jika startup tidak bisa mengumpulkan uang dari aset itu senilai penilaian valuasi tadi, maka startup memang harus menerima penilaian pasar.

Startup sebenarnya juga punya hak untuk menentukan nilainya sendiri. Hal yang mungkin ditunjukkan untuk menyanggah nilai valuasi yang dinilai terlalu rendah bisa menggunakan perbandingan dan proyeksi keuangan. Perbandingan biasanya dilakukan dengan cara menilai kapabilitas dan laju perkembangan startup yang bermain di sektor sama di pangsa pasar yang sama. Bagaimana jangkauan produk, traksi pengguna hingga varian produk yang ada di dalamnya akan menjadi bagian penting dalam komparasi tersebut.

Yang kedua adalah proyeksi keuangan. Tak mudah memang melakukan memastikan angkanya, namun tren dan traksi pengguna yang ada dari waktu sebelumnya seharusnya dapat dijadikan acuan, terlebih untuk produk digital, maka proyeksi tersebut akan lebih mudah dianalisis juga didasarkan dengan upaya pemasaran yang akan dibubuhkan.

Cara yang paling mudah untuk menunjukkan valuasi tak lain adalah dengan menunjukkan profit bisnis. Menunjukkan kepada semua orang bahwa bisnis yang dijalankan mampu memberikan keuntungan yang fantastis. Ini pun menjadi tantangan untuk startup, karena rata-rata di fase awal fokus bisnis memang akan condong kepada akuisisi pengguna dan perluasan pangsa pasar. Untuk itu biasanya akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada berapa tahun yang diperlukan sehingga bisnis bisa menguntungkan? Membandingkan berapa banyak perusahaan sejenis dan perbandingannya dalam mencapai profit?

Pada dasarnya penentuan valuasi startup memang menjadi sebuah proses seni. Seperti pada sebuah lukisan, penilaian kadang didasarkan poin-poin yang sulit dikalkulasikan secara matematis.

Mengapa bisa mencapai level unicorn?

Setelah mengenal tentang valuasi, umumnya orang akan berdiskusi tentang unicorn, sebuah “gelar” yang diberikan kepada startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Di Indonesia sendiri memang belum banyak startup unicorn. Salah satu yang sering digadang-gadang adalah Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek. Pada putaran pendanaan terakhir, Go-Jek berhasil membekukan valuasi $1,3 miliar.

Lalu muncul pertanyaan, mengapa valuasi Go-Jek bisa mencapai angka tersebut? Apa saja yang mempengaruhinya? Untuk menjelaskan tentang hal tersebut, kami mencoba berdiskusi dengan CEO MDI Ventures Nicko Widjaja.

Nicko banyak menjelaskan tentang dinamika bisnis di pangsa pasar on-demand dan persaingan di sektor itu sendiri. Spesifik tentang pembahasan Go-Jek dan gelar unicorn-nya, Nicko juga menyampaikan bagaimana pandangan pasar dari kaca mata investor sehingga memberikan kepercayaan meningkatkan valuasi Go-Jek itu sendiri.

“Dengan Grab memperoleh pendanaan Seri F $600 juta (di waktu yang hampir sama dengan pendanaan Go-Jek), Go-Jek bersaing di pasar (on-demand lokal) yang belum jelas siapa pemimpin pasarnya. Saat ini penilaian didorong oleh market value. Didi memiliki valuasi $36 miliar, Uber $70 miliar, dan terakhir Uber Cina diakuisisi oleh Didi.”

Ia melanjutkan bahwa pada saat yang sama semua venture capital pendukung berinvestasi untuk mencari “killer” untuk pangsa pasar di wilayah tersebut. Nilai unik Go-Jek sebagai masa depan bisnisnya adalah revolusi layanan pembayaran dengan Go-Pay. Mereka tidak mematokkan diri sebagai pemain di sektor transportasi, tapi sebagai sebuah platform yang memberikan berbagai jasa layanan untuk kebutuhan sehari-hari melalui sistem on-demand.

“Menjadi investor di pasar berkembang di Asia Tenggara, berarti bahwa kita berinvestasi dalam ekosistem dan infrastruktur. Go-Jek telah memainkan peran penting dalam membangun ekosistem dan infrastruktur mereka untuk [membudayakan] masyarakat melek digital,” ujar Nicko.

Roadshow Facebook Indonesia Developer Meetup Yogyakarta Berikan Wawasan Baru Bagi Pengembang Lokal

Yogyakarta terpilih menjadi tempat singgah pertama acara Facebook Indonesia Developer Meetup. Bertempat di Jogja Digital Valley (JDV), diskusi diikuti oleh puluhan penggerak ekosistem digital di Kota Pelajar. Peserta berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa (baik dari jurusan IT dan Bisnis), penggiat startup, pengembang independen, hingga pemasar digital. Membicarakan tentang platform Facebook untuk pengembangan terpadu sebuah solusi digital memang memberikan antusiasme yang tinggi kepada para peserta. Terlebih saat berbicara tentang Facebook, Indonesia memiliki banyak potensi dari penetrasi pengguna yang begitu tinggi.

Dikusi diawali oleh pemaparan tentang Facebook Indonesia Developer Hackathon oleh CEO DailySocial Rama Mamuaya. Dalam pemaparannya, Rama menjelaskan tentang teknis dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peserta agar dapat tergabung ke dalam kegiatan Hackathon Facebook yang akan diselenggarakan pada 3-4 September 2016 di Jakarta. Salah satu aspek penting yang disampaikan bahwa nantinya pengembang yang tergabung akan diberikan tantangan yang benar-benar baru, artinya semua proses pengembangan perangkat lunak harus dikerjakan dari nol dan hari itu juga. Dengan melibatkan minimal dua dari fitur yang tersaji Facebook Developer Tools.

Sesi selanjutnya dibawakan oleh Alice Wei selaku Product Partnerships Facebook. Alice menjelaskan seputar pertumbuhan layanan Facebook secara umum dan apa saja yang ditawarkan platform Facebook bagi pengembang untuk memberikan efisiensi dalam penyusunan pengalaman pengguna pada aplikasi yang dikembangkan. Beberapa contoh fitur dalam Facebook Developer Tools turut disajikan, di antaranya Facebook Login, Account Kit dan Save to Facebook. Dilanjutkan oleh rekannya Ziyad Bazed selaku Partner Engineer Facebook Indonesia yang menerangkan secara teknis pemanfaatan bot dalam Facebook Messenger.

Layanan yang terbilang masih sangat baru ini ternyata mendapatkan gairah yang luar biasa dari para peserta. Terlebih saat Senior Technologist DailySocial Yosef Sugiharto memberikan demonstrasi penerapan bot di Facebook Messenger untuk proyek Minerva yang sedang dikerjakan DailySocial. Sebuah proyek yang akan memberikan kepada pembaca DailySocial kemudahan dalam mendapatkan berbagai informasi seputar dunia teknologi dan startup memalui layanan chat yang beroperasi secara otomatis.

Di akhir acara sesi tanya jawab dibuka. Lebih dari 13 pertanyaan hadir dari para peserta menanggapi presentasi narasumber. Salah satu pertanyaan yang cukup menarik dilayangkan oleh Ahmad, seorang pengembang layanan e-commerce lokal yang memfokuskan pada perlengkapan fitnes dan kebugaran. Ia menanyakan seputar kemampuan bot dalam Facebook Messenger untuk kebutuhan otomatisasi layanan keluhan pelanggan. Bersama para narasumber, pertanyaan tersebut dibahas hingga berbagai pendekatan yang dapat diluncurkan untuk memberikan sentuhan humanis menyesuaikan kultur dan demografi pelanggan e-commerce di Indonesia.

Beberapa pertanyaan lain seperti dukungan integrasi dengan payment gateway hingga mekanisme implementasi di lingkungan khusus (seperti lingkungan bisnis dan universitas) turut didiskusikan dalam sesi tanya jawab tersebut. Dari rata-rata pertanyaan memang para peserta terlihat begitu antusias untuk mengembangkan layanan berbasis bot. Berbagai ide pun turut dihadirkan dan didiskusikan.

Di sesi penutupan sembari menikmati santap malam, tim DailySocial menyempatkan untuk melakukan wawancara seputar testimoni acara tersebut. Hampir semua peserta yang ditanya menunjukkan rasa puasnya terhadap inisght baru yang didapatkan, dan mulai memikirkan kesiapan untuk tergabung dalam Hackathon.

Salah satunya Fauzan, seorang indie web developer yang sudah memilik jam terbang tinggi dalam mengerjakan website untuk korporasi. Ia mengatakan bahwa sebelumnya layanan seperti Facebook Login dan Graph API sudah pernah diimplementasikan dalam salah satu proyek yang digarapnya. Namun beberapa lainnya baru ia dengar pada pemaparan narasumber di acara Meetup tersebut. Ke depan ia ingin mencoba menggali lebih dalam seputar bot di Messenger, mengingat fitur ini berpotensi untuk diterapkan dalam berbagai kebutuhan.

Pun demikian dengan Desti, salah satu peserta wanita yang hadir dari Semarang. Sehari-hari ia banyak bergelut dengan dunia web desain. Baginya menyajikan user expriences terbaik untuk setiap layanan yang dihadirkan adalah goal yang harus dicapai. Dengan berbagai tools yang dapat diakses melalui kanal Facebook Developer, Desti mengaku banyak hal yang dapat membuat proses pengerjaan proyek digital menjadi lebih efisien dan ramah pengguna. Terkait dengan keikutsertaannya untuk Hackathon, ia mengaku bahwa siap bergabung, dan akan membentuk tim yang solid untuk memberikan hasil terbaik.

Industri digital di Yogyakarta memang sedang berkembang begitu pesat. Dengan adanya tantangan dan fasilitas baru yang menyajikan kekayaan fitur, diharapkan mampu memberikan dampak positif untuk kesuburan ekosistem digital di Yogayakrta. Tantangan yang diberikan untuk Hackathon juga diharapkan dapat menjadi sebuah sarana bagi para inovator untuk mengukur seberapa jauh pemahaman dan ketepatan berpikir mereka tentang solusi berbasis teknologi.

Optimisme dan Harapan Pengembang Game Lokal pada Hari Game Indonesia

Hari ini diperingati sebagai Hari Game Indonesia (HARGAI). Sebuah momen yang diadakan untuk menyulut semangat inovasi pengembang, komunitas, hingga berbagai stakeholder lain yang berperan memajukan industri game lokal. Bersamaan dengan kemeriahan Hari Game Indonesia, DailySocial mencoba menggali insight dari pada pelaku di ekosistem pengembang game lokal untuk berbagi pendapat seputar roadmap ekosistem dan cita-cita yang ingin dibentuk di Indonesia dari sisi penumbuhan kreativitas produk berbasis game.

Kami mencoba berdiskusi dengan para pengembang game lokal yang sudah cukup memiliki reputasi di Indonesia, bersama Co-Founder Agate Jogja Frida Dwi (atau yang akrab dipanggil dengan UB), CEO Amagine Interactive Dennis Adriansyah Ganda dan CEO Arsanesia Adam Ardisasmita.

Tren industri game lokal dan perkembangannya hingga saat ini

Diskusi diawali dari pendapat masing-masing seputar tren perkembangan industri game lokal. Mengawali perbincangan Frida menyampaikan bahwa saat ini terdapat beberapa pergerakan tren terkait dengan pengembang game lokal, di antaranya komunitas pengembang yang mulai aktif di banyak kota dan game lokal yang banyak bermunculan di berbagai platform. Adam juga menambahkan, selain itu kini masyarakat juga sudah makin aware dengan keberadaan produk game lokal. Sehingga tak hanya mampu mempopulerkan produknya saja, bahkan sudah sampai ke tahap monetisasi dari produk game yang dibuatnya.

Sebagai pengembang game di Yogyakarta, Dennis mengakui bahwa ekosistem pengembang game yang bertumbuh ini turut membawa dampak mengalirnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari korporasi. Sebut saja Google selaku penyedia market store yang banyak dimanfaatkan pengembang di Indonesia, Dennis menyampaikan saat ini Google sudah membuka pintu lebih luas untuk masuknya produk pengembang dan publisher lokal. Dukungan media pun turut dirasakan, sebagai salah satu media publikasi yang efektif.

“Menurut saya ini pertanda positif bagi developer Indonesia, karena market-nya sudah siap, dukungan dari stakeholder juga cukup besar dan resource untuk membuat game juga mulai mudah diakses. Tinggal bagaimana caranya kita membuat game yang berkualitas tinggi dan mampu diterima pemain saja,” ujar Dennis.

Terkait dengan sejauh mana perkembangan ekosistem pengembang game saat ini, Denis dan Frida menyampaikan bahwa masih dalam tahap berkembang, namun dengan akselerasi yang lebih kencang. Para pengembang lokal sudah mulai mampu mengikuti dinamika kemajuan yang ada di dunia, terutama dari sisi cakupan teknologi. Sedangkan Adam mencoba menggambarkan dan membandingkan industri yang ada saat ini dengan yang ada di negara maju.

“Ekosistem game kita jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang bisa dibilang masih jauh. Misalkan Jepang level 9 dan Amerika level 10, mungkin Indonesia masih di level 3. Hal ini didasari dengan kualitas dan kuantitas developer kita yang masih rendah. Tak hanya itu, elemen di dalam ekosistem game di Indonesia juga masih banyak yang belum terbangun seperti keberadaan publisher, keberadaan studio game raksasa yang membuka cabang di Indonesia, dan lain sebagainya,” ujar Adam.

Namun demikian Adam mengatakan bahwa perlahan pengembang game lokal juga mulai muncul menghadirkan kualitas karya yang mendunia. Ia juga meyakini dengan momentum yang ada saat ini, cepat atau lambat Indonesia akan mampu bergerak di level yang lebih baik.

Pengembang lokal rata-rata memfokuskan pada game mobile

Teknologi menawarkan banyak ruang untuk pengembang game, mulai dari konsol, PC, mobile hingga yang terkini seperti perangkat virtual reality. Pengembang game lokal pun nyatanya memang masih banyak yang memfokuskan pada platform mobile, bagi Frida sebenarnya platform itu bukan sebagai batasan bagi pengembang, karena menurutnya selain dari sisi produk yang harus bagus, fokus pengembang game lokal adalah potensi profit yang perlu diraih. Selama pesan dan gagasan yang ingin disampaikan melalui game tersebut mudah dijangkau pemain, Frida merasa bahwa pengembang tidak perlu memusingkan tentang di mana game tersebut harus ditaruh.

Berbicara tentang penjangkuan profit, maka pangsa pasar adalah salah satu target yang perlu difokuskan. Adam berpendapat bahwa setiap genre game akan memiliki pangsa pasarnya sendiri-sendiri, pun demikian dengan jangkauan game di platform tertentu, tak bisa dikatakan konsol lebih baik dari mobile dan sebaliknya. Bagi industri yang sedang berkembang seperti di Indonesia, menurut Adam ada baiknya para pengembang memang fokus di platform dulu.

Dennis turut menambahkan bahwa pengembang perlu lebih membuka diri, jangan terlalu menggantungkan diri kepada sebuah platform. Ia melihat dari tren teknologi yang ada saat ini, sangat cepat berkembang dan diadaptasi oleh konsumen.

“Jadi bagi kami bukan soal platformnya yang utama, namun experience dan gameplay seperti apa yang ingin kami berikan kepada users. Baru kemudian kami menilai platform manakah yang cocok bagi kami untuk menyampaikan experience tersebut. Kalau saya pribadi sih ke depannya ingin mengembangkan game-game RPG yang mampu membuat orang betah bermain lama seperti Ragnarok Online,” jelas Dennis.

Monetisasi game bagi pengembang lokal di pangsa pasar lokal

Di tingkat dunia, dalam industri entertainment, game banyak dikatakan berada di peringkat kedua setelah film dari sisi pendapatan industri. Pangsa pasar yang besar itu ternyata belum begitu dirasakan oleh pemain industri lokal. Dan ketika berdiskusi dengan para pengembang, mereka sepakat bahwa industri lokal yang belum bertumbuh dan dominasi kuat pemain asing menjadi penyebabnya.

Adam mencontohkan bahwa industri game yang sudah memiliki pendapatan besar telah dikembangkah oleh studio dengan skala besar, dengan jumlah pengembang ribuan orang. Sedangkan di Indonesia, studio game terbesarnya jumlah karyawannya belum sampai angka ratusan. Artinya memang untuk bisa menghadirkan game dengan skala tersebut, kita masih belum sanggup untuk hari ini.

“Simplenya sih market game lokal sebagian besar masih dipegang oleh luar,” ujar singkat Frida.

Dennis melihat fenomena ini sebagai tantangan bagi pengembang lokal, untuk bisa turut ambil bagian dalam revenue stream yang besar tersebut. Selain itu sudah sejak lama juga para gamers di Indonesia disajikan pada produk-produk luar, tak jarang juga yang “resistant” terhadap game buatan lokal. Memang perlu usaha yang cukup besar untuk menunjukkan bahwa game buatan anak bangsa pun tidak kalah dari game buatan luar.

“Memang kalau kita amati, top grossing Google Play saja mungkin lebih dari 90% game yang ada di situ adalah produk luar, yang artinya sebagian besar revenue game Android yang ada di Indonesia dinikmati oleh developer luar. Namun sekali lagi saya juga cukup optimis game developer Indonesia dapat semakin berkembang karena gamers lokal sedikit demi sedikit mulai mampu menikmati dan mengapresiasi game lokal, contoh nyatanya ya game Tahu Bulat,” ujar Dennis.

Salah satu sudut kemeriahan dalam IN.GAME Expo 2016 Yogyakarta / IN.GAME Festival 2016
Salah satu sudut kemeriahan dalam IN.GAME Expo 2016 Yogyakarta / IN.GAME Festival 2016

Harapan untuk industri game lokal yang lebih berkilau

Kita semua tentu sepakat, bahwa cita-cita terbesar yang ingin dicapai adalah bisa memfasilitasi kebutuhan produk dalam negeri dengan karya lokal. Meskipun masih dalam tahap berkembang, dan harus bersaing dengan pengembang game global, semua meyakini bahwa tekad dan semangat yang kuat pengembang game lokal untuk berinovasi akan mengantarkan bangsa pada titik puncak yang diinginkan.

“Hari Game Indonesia, harapanku dengan adanya HARGAI masyarakat jadi lebih aware lagi dengan industri game lokal kita. Semoga makin banyak yang tertarik untuk membuat game sebagai media untuk menyampaikan pesan dan gagasan mereka,” pungkas Frida menyampaikan harapannya untuk industri game lokal.

Kerja sama dari berbagai pihak untuk bergotong-royong memajukan industri ini pun juga diperlukan.

“Saya berharap momen ini bisa menjadi tempat untuk mengapreasiasi game-game lokal, memberikan pencerdasan terhadap game yang positif, dan juga bisa membangun momentum agar ekosistem game lokal bisa semakin maju lagi. Memajukan industri game di Indonesia agar bisa sekelas Amerika, Jepang, Korea, dll butuh dukungan dari banyak pihak mulai dari masyarakat, komunitas, media, universitas hingga pemerintah,” pungkas Adam optimis industri game lokal yang bisa maju.

Hari Game Indonesia diharapkan juga tidak hanya menjadi seremonial saja, melainkan benar-benar memberikan dampak yang berarti bagi ekosistem pengembang game nasional.

“Menurut saya Hari Game Indonesia ini adalah awal yang sangat baik untuk mengajak gamers lokal memainkan game buatan dalam negeri. Semoga Hari Game Indonesia ini dapat menjadi acara tahunan yang semakin lama semakin meriah dan gamers lokal semakin menyukai game-game buatan Indonesia. Lalu sebagai seorang game developer juga, saya berharap mampu menyajikan game-game yang jauh lebih berkualitas untuk gamer Indonesia,” pungkas Dennis dengan komitmennya untuk meningkatkan kualitas produk game yang dikembangkannya.

Telkom dan Telstra Akan Kucurkan Investasi di Startup Melalui MDI

Investasi di startup oleh korporasi kian gencar, tak hanya di perusahaan asing saja, namun pemain lokal pun banyak yang mulai menjajaki sektor tersebut. Grup Telkom salah satunya, bersama dengan Telstra Ventures melalui PT Metra Digital Investama (MDI), pihaknya hendak memulai memberikan porsi pada startup di Asia Tenggara.

Kamis (04/8) lalu nota kesepahaman resmi dibukukan, ditanda tangani oleh Presiden Direktur PT Metra Digital Investama Nicko Widjaja dan Group Executive International & New Businesses Telstra Cynthia Whelan, serta disaksikan Direktur Innovation & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo di Jakarta.

Telstra Ventures sendiri sebelumnya mengaku telah mengucurkan pendanaan hingga USD 200 juta kepada lebih dari 30 startup. Rata-rata startup yang masuk jajaran portofolionya adalah e-commerce, e-helath, internet of things dan fintech. Cynthia Whelan mengatakan bahwa kegiatan investasi ini memberikan kepada perusahaan akses kepada sumber pendapatan baru dan teknologi terkini yang bermanfaat baginya selaku penyedia jasa telekomunikasi.

Dalam kerja sama ini, kedua perusahaan (Telkom dan Telstra) berkomitmen untuk membangun sebuah komite penanaman modal bersama. Startup yang akan menjadi sasarannya adalah perusahaan dengan pertumbuhan traksi yang tinggi, memberikan layanan (informasi) yang relefan bagi banyak orang, berdasarkan gagasan bisnis yang dimiliki dan juga cakupan teknologi yang dikembangkan.

Bagi Telkom, seperti disampaikan oleh Direktur Innovation & Strategic Portofolio Telkom Indra Utoyo peranan kerja sama investasi ini akan menjadi akses bagi Telkom untuk menggali pengalaman dan hubungan dengan startup global di Silicon Valley, Tiongkok dan negara bisnis lainnya. Telstra sendiri sebelumnya memang menjadi mitra Telkom (sejak 2014 tepatnya), dalam MoU joint venture penyediaan Network Application and Services (NAS). Kolaborasi tersebut turut menjadi jembatan Telstra untuk masuk ke pasar Asia Tenggara memanfaatkan basis kekuatan Telkom.

Apakah Tizen akan Menjadi Masa Depan Perangkat Samsung?

Kala berbincang seputar perangkat Samsung (terutama smart-devices) umumnya orang masih akan akrab dengan sistem operasi Android. Karena Samsung sendiri menjadi salah satu vendor yang membawa nama Android berkibar di kancah perangkat mobile. Namun dewasa ini Samsung tampak serius dengan sistem operasi Tizen. Di Developer Contest yang didukung oleh Samsung Indonesia, bertajuk Indonesia Next Apps, banyak dibahas seputar masa depan Tizen yang kini sudah menginjak di versi 3.0.

Lalu pertanyaannya, mungkinkah Tizen terangkat hingga ke tingkat popularitas Android saat ini? Tentu jawabannya sangat mungkin, terlebih jika melihat arsitektur Tizen dan roadmap pengembangannya, sistem operasi ini ingin mengakomodir berbagai perangkat komputasi, tak hanya sebatas pada smartphone ataupun wearable, melainkan juga mencakup sistem IoT (Internet of Things) dan kelompok smart-things lainnya.

Versi terkini Tizen 3.0, yang sudah bisa dicoba dalam versi beta menawarkan kelebihan yang tak kalah dengan sistem operasi Android. Kapabilitasnya sebagai sistem operasi 64-bit membuatnya mampu bekerja dengan berbagai perangkat ARM 64-bit dan x86 terbaru. Tizen juga dibekali dengan kemampuan untuk mampu berjalan di perangkat dengan resolusi 4K, platform grafis kelas atas yang ada di saat ini.

Melihat masa depan perangkat komputasi di dunia

Debut IoT sudah semakin terlihat, penerapannya pun sudah mulai nyata terlihat. Prototipe smart-home ataupun smart-office sudah banyak diperlihatkan. IoT erat kaitannya dengan perangkat yang saling terhubung, tentang bagaimana ponsel pengguna dapat terhubung dengan televisi di rumah, atau perangkat rumah tangga lainnya yang kini mulai menjadi pintar.

Tizen sendiri dengan landasan Kernel Linux mulai mengarah untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Visinya tak lain ingin menjadi landasan sistem operasi di berbagai perangkat yang akan saling terhubung. Salah satu contoh yang kini sudah dilansir struktur arsitekturnya adalah Tizen untuk sistem otomotif. Memiliki struktur yang sama, yakni dengan Kernel dan Core yang serupa dengan pemanfaatan Tizen untuk penerapan lain, memungkinkan sebuah sistem aplikasi dapat disinergikan di atasnya. Termasuk memudahkan aplikasi untuk saling terhubung di masing-masing perangkat.

Kembali ke perbandingannya dengan platform Android untuk perangkat Samsung. Sebagai awalan, Samsung sendiri juga telah meluncurkan perangkat smartphone berseri Z yang secara penuh dijalankan dengan sistem operasi Tizen. Dari sisi perangkat wearable juga telah dirilis Gear Fit2 dan Gear IconX. Termasuk seri SmartTV SUHD TV KS9800. Kini Samsung juga tengah menumbuhkan ekosistem aplikasi hingga kancah lokal untuk meramaikan marketplace di platform Tizen, salah satunya melalui Indonesia Next Apps 3.0.

Penetrasi perangkat berbasis Tizen memang belum banyak digenjot, akan tetapi pembentukan ekosistem pengembang dan pola distribusinya sudah sangat terlihat. Bersamaan dengan pembaruan Tizen yang kian memberikan performa yang lebih baik. Jadi sudah semakin terlihat, bahwa masa depan perangkat Samsung dan Tizen seperti menjadi sebuah entitas yang tidak dapat saling dipisahkan ke depannya.

Artikel ini adalah kolaborasi antara DailySocial dengan program Indonesia Next Apps 3.0. Kompetisi inovasi aplikasi pengembang lokal yang diselenggarakan oleh Samsung dan didukung oleh DailySocial. Ikuti DailySocial untuk informasi selanjutnya terkait Indonesia Next Apps 3.0 dan kunjungi laman resminya di https://ina.dailysocial.id.

Perbankan Turut Mendulang Untung dari Transaksi E-Commerce

Sektor e-commerce saat ini berkembang dan memiliki konsumen yang begitu luas di Indonesia. Salah satu yang banyak terdampak dari pertumbuhan e-commerce ini adalah transaksi perbankan untuk transfer pembayaran, karena umumnya pembelian melalui e-commerce atau online marketplace dibayar menggunakan metode digital. Hal tersebut yang turut dirasakan Bank Mandiri, seperti dipaparkan SVP Consumer Deposits Group Bank Mandiri Setiyo Wibowo bahwa tahun ini setidaknya Bank Mandiri mampu meningkatkan transaksi e-commerce hingga tiga kali lipat.

Sebelumnya pada tahun lalu Mandiri mencatat rata-rata arus uang yang mengalir untuk kebutuhan transaksi e-commerce mencapai Rp 25 miliar per bulan. Tahun ini diharapkan setidaknya Rp 75-100 miliar per bulan. Berbagai langkah pun dilakukan untuk meningkatkan traksi pengguna layanan bank untuk kebutuhan transaksi digital, salah satunya dengan membuka layanan Mandiri Debit Online untuk pembayaran iklan di Facebook. Seperti diketahui saat ini Facebook menjadi media sosial idaman para netizen di Indonesia, pengiklanan di sana pun makin terjangkau untuk bisnis di berbagai segmen.

Terkait dengan layanan pembayaran iklan di Facebook sendiri, Bank Mandiri menargetkan setidaknya akan ada 1.000 transaksi per hari pasca diluncurkan hari ini. Sebelumnya pengguna di Indonesia diberikan opsi untuk dapat membayar pengiklanan di Facebook menggunakan kartu kredit dan layanan e-payment dari Doku (bekerja sama dengan Bank Permata). Dengan makin banyaknya opsi pembayaran ini tentu juga akan berdampak langsung kepada pengguna.

Model e-commerce pun kini juga telah diadopsi oleh usaha kecil dan menengah. Melalui kanal online marketplace atau dengan mengembangkan platform e-commerce sederhana dengan CMS (Content Management System) yang melimpah di internet, berjualan online pun mudah untuk dikondisikan. Terlebih konsumen juga sudah mulai mapan dan terbantu, dengan berbagai alasan, umumnya karena barang lebih terjangkau dan mudah mendapatkannya.