Co-Working Space Clapham Collective Ingin Hidupkan Ekosistem Startup di Medan

Sebuah co-working space baru bernama Clapham Collective baru saja didirikan di Medan. Christopher Angkasa (Chris) sebagai pendiri tempat kerja untuk kawula muda kreatif Medan tersebut memaparkan bahwa peluncuran Clapham membawa sebuah mimpi besar untuk menghidupkan ekosistem industri kreatif di sana.

“Mengingat ekosistem startup di Medan masih gersang, maka kami ingin co-working space ini menjadi salah satu faktor untuk mendukung komunitas di Medan,” ujar Chris kepada DailySocial.

Sama seperti co-working space pada umumnya, Clapham Collective menawarkan berbagai fasilitas yang didesain seramah mungkin dengan lingkungan kerja kreatif. Di tahap awal Clapham Collective akan difokuskan untuk beberapa segmen pasar, yaitu industri kreatif, kemudian akan disusul kalangan pengembang/programer, investor dan entrepreneur.

“Saat ini belum ada startup yang bergabung. Pandangan saya adalah lahan Medan belum kondusif untuk startup. Jadi kita harus mulai dari nol untuk memupuk culture startup di Medan. ‎Harapan kami dalam 2 tahun ke depan kami bisa memulai program inkubator,” ungkap Chris mengutarakan visinya dalam beberapa tahun mendatang.

Mengikuti kultur co-working pada umumnya, Clapham Collective juga ingin menciptakan sebuah lingkungan berbasis komunitas, kolaborasi, pembelajaran, dan keberlanjutan untuk menghadirkan suasana kerja kondusif bagi berbagai kalangan. Di Medan sendiri Clapham Collective bukanlah yang pertama, sebelumnya sudah ada 2 co-working space lain, DiLO dan ICON.

Chris sendiri cukup aktif di scene investasi startup ibukota. Ia meyakini bahwa pengalaman dan koneksinya akan mampu menjadi bagian dalam menghidupkan kultur startup di Medan, sembari menumbuhkan ekosistem kreatif mengimbangi tren yang mulai bertumbuh di kota-kota besar lainnya.

Co-working space sendiri di Indonesia meningkat popularitasnya bebarengan dengan hype startup digital yang mulai muncul di berbagai daerah. Iklim kerja yang lebih fleksibel dan menitikberatkan kepada hubungan antar komunitas membuat banyak kalangan muda betah dengan suasana yang ditawarkan.

Tren pekerja freelance juga menjadi salah satu segmen terbesar pengguna co-working space. Industri digital yang berkembang menjadikan batasan seseorang harus bertemu secara fisik dapat diminimalisir, dengan bantuan teknologi komunikasi dan kolaborasi yang saat ini marak digunakan.

Masaku Fokus Gerakkan Industri Rumahan

Layanan on-demand di bidang kuliner menjadi salah satu tipe startup yang terus menjamur dewasa ini. Tak hanya di ibukota, startup di kota lainnya pun berbondong memulai bisnis baru tersebut. Di Surabaya baru-baru ini diperkenalkan Masaku, sebuah layanan jasa pesan dan antar makanan rumahan ber-platform online.

Sedikit berbeda dengan layanan sejenis yang biasanya menyalurkan pesanan dari cafe atau resto, Masaku yang juga menjadi pemenang di Startup Sprint Surabaya 2016 ini menyalurkan masakan dari industri rumahan. Menceritakan konsep ini, CEO Masaku Andree Wijaya berkata:

“Cerita berawal dari ketika saya hangout bersama teman-teman, sering kali saya mendengar ungkapan: kalo ayam goreng gini mah, Ibu saya juga bisa bikin lebih enak. Dari situ saya mulai dig down further, kenapa kalau ibu-ibu di rumah bisa membuat masakan enak tapi mereka tidak menjualnya. Ternyata setelah bertanya mereka merasa bahwa membuka depot atau berjualan full time membutuhkan komitmen dan modal besar. Dari situ saya memikirkan kita bisa membuat aplikasi untuk membantu berjualan dengan biaya modal yang minim.”

Masaku sendiri tak hanya berperan sebagai perantara dan pengantar makanan, melainkan juga membantu pemasak untuk melakukan packaging untuk memastikan kualitas dan standar yang baik. Untuk pembagian keuntungan sendiri, dari setiap penjualan Masaku akan menetapkan biaya komisi 15%. Sebelumnya di Jakarta juga ada startup dengan konsep yang hampir sama bernama Kulina.

Sistem aplikasi di Masaku sendiri terbagi menjadi dua kategori, untuk pengguna biasa dan untuk pemasak. Untuk pemasak ada portal dashboard yang disebut dengan Masaku HomeCook. Setiap kali ada pesanan admin akan melakukan pengelolaan, dan meneruskan kepada pemasak apakah akan diterima atau tidak pesanannya.

Saat ini di portal HomeCook sudah terdaftar 167 pemasak, yang sudah aktif berjumlah 41 pemasak dan yang rutin memasak ada 21 pemasak. Sedangkan untuk pengguna, per hari ini sudah lebih dari 750 pengguna di Surabaya. Untuk terus meningkatkan penjualan dan pengguna, dalam waktu dekat Masaku akan berfokus pada pemasaran untuk meningkatkan awareness kepada masyarakat tentang Masaku dan visinya.

“Kita tidak mau berkompetisi dengan layanan on-demand. Visi Masaku adalah: sejahtera itu bisa dari rumah. Dan kita mau preserving food heritage di Indonesia. Jadi jika ada on-demand service yang lain kami siap berkolaborasi for a better Indonesia,” ujar Andree.

Selain Andree, tim inti Masaku terdiri dari James Junianlie (CFO) dan juga Elisabeth Be (CMO). Masaku juga memiliki beberapa anggota intern dan in-house programmer.

“Startup Sprint Surabaya merupakan our eye-opener. Kita bertemu dengan banyak mentor yang benar-benar membantu kami dalam pengembangan produk maupun dalam manajemen tim. Kolaborasi juga merupakan hal penting yang kami pelajari dalam program tersebut,” pungkas Andree.

Tahun ini Masaku menargetkan mampu merangkul 1000 pemasak (HomeCook) yang menggunakan layanan. Dan ekspansi ke kota lain, seperti ke Semarang, Makassar, dan Medan juga menjadi agenda yang ingin direalisasikan.

Pesan Go-Ride Kini Bisa Melalui LINE

Layanan pesan ojek berbasis aplikasi Go-Jek baru saja mengumumkan jalinan kerja sama dengan salah satu pemain terbesar instant messaging di Asia, LINE. Kerja sama ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pemesanan jasa Go-Ride melalui aplikasi LINE. Sistem tersebut dinyatakan dapat berjalan di semua kota yang telah memiliki layanan Go-Jek, yaitu Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Semarang, Medan, and Balikpapan.

Selain bisa digunakan untuk memesan ojek, melalui aplikasi LINE tersebut pengguna juga dapat melakukan berbagai aktivitas lain layaknya menggunakan aplikasi Go-Jek, seperti melacak dan mengetahui profil pengemudi, memberikan rating, dan fitur-fitur lainnya.

Untuk dapat menggunakan LINE untuk melakukan pemesanan Go-Jek, terdapat beberapa langkah yang perlu diikuti:

  1. Tambahkan akun resmi @gojekindonesia di aplikasi LINE.
  2. Selanjutnya akan terdapat sebuah gambar bertuliskan “Tap To Register”, tekan gambar untuk masuk ke halaman registrasi.
  3. Setelah melakukan registrasi pengguna dapat memesan jasa Go-Jek dengan mengetikkan “Order” ke dalam kolom pesan.
  4. Ketika pesanan telah berhasil, maka pengguna dapat melihat informasi pengemudi yang akan menjemput.
  5. Dan semisal pengguna hendak melakukan pembatalan order, dapat mengetikkan “Cancel#nomor_order” ke dalam aplikasi.

Untuk komunikasi dengan pengemudi, pengguna juga akan diarahkan menggunakan fasilitas pesan dan telepon yang terdapat di LINE.

Sebagai backup saat proses penyempurnaan aplikasi

Kami belum mendapatkan pernyataan dari pihak Go-Jek maupun LINE terkait apa yang menjadi target masing-masing perusahaan atas kerja sama B2B ini.

Kerja sama seperti ini tidak benar-benar baru. Di Tiongkok, ada jutaan orang setiap tahunnya memesan Didi (pesaing Uber) melalui WeChat. Langkah kerja sama Go-Jek dan LINE memiliki dampak strategis yang serupa, apalagi saat ini aplikasi Go-Jek sedang didera polemik pasca pemberitahuan publik berbagai jenis bug yang belum juga diperbaiki.

Bagi layanan on-demand seperti Go-Jek, memberikan akses pengguna ke kanal yang lebih memasyarakat bisa menjadi cara efektif untuk meningkatkan traksi dan jumlah pengguna layanan.

Becak Motor di Medan Bisa Dipesan Online Melalui Go-Cak

Diakui popularitas Go-Jek memberikan warna baru di sistem transportasi publik nasional. Minat yang tinggi atas layanan on-demand sejenis memicu berbagai pihak menerapkan sistem yang sama menyesuaikan kultur di daerah masing-masing. Di Medan contohnya, baru-baru ini hadir sebuah layanan baru bernama Go-Cak yang memungkinkan pelanggan becak motor (betor) untuk memesan layanan secara online.

Selain menyajikan layanan pemesanan (yang akan segera dirilis untuk Android dan iOS juga), beberapa hal lain turut dipersiapkan, mulai persiapan aspek legal, standar operasi hingga pelatihan dan pembekalan untuk pengemudi betor. Beberapa pemberitaan lokal menginformasikan Go-Cak kini telah beroperasi dan beberapa atribut operasional juga sudah mulai banyak terlihat di kota Medan.

Sistem bisnis Go-Cak ialah bekerja sama langsung dengan para pengemudi pemilik betor. Setiap pengemudi akan diedukasi dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi. Terkait dengan perangkat mobile untuk penerimaan pesanan, perusahaan juga berinvestasi menyediakannya kepada pengemudi.

Saat ini layanan online untuk pendaftaran pengguna dan pemesanan jasa angkutan sudah bisa diakses melalui situs resmi Go-Cak. Seperti sebuah portal pemesanan layanan transportasi pada umumnya, di dalam situs Go-Cak terdapat dashboard pengguna yang berisi formulir pemesanan dan juga catatan transaksi pemesanan yang sudah dilakukan pengguna.

Tahun ini menjadi operasional perdana sistem pemesanan betor online di Medan. Ditargetkan sistem ini mampu merangkul pada pengemudi betor di seluruh Medan yang memang cukup populer di ibukota Sumatera Utara tersebut. Betor merupakan alat transportasi becak yang dioperasikan menggunakan mesin motor. Biasanya pengelola betor memodifikasi secara mandiri becak tradisional dipasangkan dengan sepeda motor.

Social Media Week 2016 Mengawal Potensi Tersembunyi Pemanfaatan Teknologi

Tahun 2016 akan menjadi bagian penting dalam lanskap teknologi dunia. Beberapa inovasi penting yang sudah dirumuskan sejak tahun lalu siap untuk dikombinasikan untuk terciptanya sebuah otomatisasi layanan yang makin matang. Perangkat pintar, konektivitas, analisis data dan machine learning memasuki babak baru. Ketika komponen tersebut mampu bergabung dengan baik, akan muncul berbagai kekuatan baru pemanfaatan teknologi.

“The Invisible Hand: Hidden Forces Of Technology” sebuah tema besar yang akan diangkat dalam pagelaran Social Media Week 2016 ingin merepresentasikan dari kemajuan tersebut. Di sini akan didiskusikan tentang bagaimana teknologi berperan dalam keseharian masyarkat, untuk kebutuhan bisnis dan untuk menghubungkan kebaikan masyarakat global.

Menjadi sebuah metafora yang cukup fenomenal di abad ke-18, istilah “The Invisible Hand” yang melekat pada Adam Smith diartikan sebagai sebuah manfaat sosial yang tak terduga dari sebuah aksi individu. Konsep ini dinilai sejalan dengan apa yang seharusnya menjadi visi dalam lanskap teknologi saat ini. Ketika setiap kebutuhan masyarkat mampu terfasilitasi dengan baik melalui kanal-kanal khusus yang diciptakan oleh pengembang teknologi di dunia.

Harus disadari bahwa di balik setiap keuntungan yang ada, tertuai titik-titik kelemahan yang harus diminimalisir. Sebut saja layanan transportasi berbasis aplikasi bernama Uber. Uber memberikan keuntungan kepada masyarakat untuk mendapatkan jasa transportasi dengan waktu respon yang cepat, namun terdapat isu terkait stabilitas pekerjaan untuk sang pengemudi.

Ada lagi contoh layanan lain, layanan reservasi restoran Yelp misalnya. Dengan cara kerja yang baik sistem mampu memberikan pengguna rekomendasi restoran mana yang lezat di lokasi tertentu berdasarkan pengalaman pengguna lain. Ternyata tetap saja ada yang mencoba memanfaatkan layanan seperti ini secara kurang benar, dengan memberikan manipulasi ulasan-ulasan di restoran yang ada.

Kasus-kasus tersebut menjadi menarik untuk diperbincangkan. Ketika teknologi mampu memberikan akses cepat dengan otomatisasi tinggi, terdapat celah sosial yang memungkinkan dimanfaatkan untuk keburukan di masyarakat. Teknologi masih menyembunyikan banyak sekali kekuatannya, pemikiran sebagai komponen pembentuk masyarakat teknologi akan berperan besar menciptakan rel yang tepat untuk melajunya perkembangan teknologi di tengah masyarkaat.

Social Media Week merupakan sebuah inisiatif global yang akan membahas bagaimana memastikan kekuatan teknologi mampu termanfaatkan dengan baik di masyarakat, menciptakan keuntungan dan potensi tersembunyi dari setiap aksi individu di dalamnya. Rangkaian Social Media Week akan dilaksanakan serentak di seluruh dunia, termasuk di Jakarta, pada bulan Februari 2016.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Social Media Week Jakarta 2016

Interspace Hadirkan Simple Data Feed untuk Permudah Layanan E-Commerce Memasang Iklan Digital

Pada konsep bisnis online modern, data menjadi komponen kunci sebagai landasan utama analisis penentuan tindakan bisnis. Terlebih bagi layanan yang diakses signifikan oleh publik, seperti sebuah portal e-commerce. Menyadari kesadaran pebisnis online tentang pentingnya analisis data, melalui anak usahanya di Indonesia Interspace Co.,Ltd. memulai sebuah jasa layanan data feed optimization (DFO) untuk optimasi data di situs e-commerce.

Layanan DFO yang dikembangkan Interspace dijuluki dengan Simple Data Feed (SDF). Layanan ini dikembangkan guna mengkonversi data e-commerce untuk tujuan pengiklanan digital. Saat ini diketahui terdapat banyak sekali saluran media iklan online yang dapat digunakan oleh pemilik layanan e-commerce, mulai dari Google Ads, Facebook dan sebagainya. Di sinilah sebuah sistem DFO bekerja, yaitu dengan menyederhanakan proses pengiklanan produk yang memungkinkan pengguna hanya perlu mempersiapkan satu tipe masukan, karena setiap kanal pengiklan memiliki format berbeda.

Secara sederhana cara kerja SDF ialah (1) setelah data diunggah/dihubungkan oleh pengguna melalui dashboard, data akan ditarik dengan cara crawling (2) sistem melakukan analisis, lalu memproses data dan menyesuaikan dengan media pengiklanan yang akan menampilkan.

DFO

Business & Partnership Interspace Indonesia Ardi Renaldi mengatakan:

“Untuk saat ini, tujuan utama Simple Data Feed adalah meningkatkan kualitas dan kinerja data produk dari e-commerce. Tetapi tidak menutup kemungkinan ke depannya kami akan ekspansi ke jenis website lain seperti hotel, transportasi, sumber daya manusia, properti dan sebagainya.”

Ardi juga menambahkan bahwa SDF merupakan sebuah layanan eksternal, jadi pengguna tidak perlu melakukan pengembangan kode di sistem. Pengguna akan diberikan dashboard sehingga bisa melakukan pengunggahan data produk yang diinginkan. Cara lain adalah dengan pengunggahan otomatis melalui API dan sistem crawling yang akan disiapkan oleh Interspace, sehingga memungkinkan data produk pengguna ditarik secara otomatis oleh sistem SDF.

Untuk sebuah perusahaan, tak jarang data menjadi salah satu hal yang cukup sensitif dan sangat membutuhkan privasi, menanggapi hal ini Ardi mengatakan:

“Setiap klien mendapatkan dashboard sendiri-sendiri untuk menjamin keamanan dan privasi data. Data yang diunggah ke kami adalah data-data produk yang sudah dipublikasikan berisi keterangan seputar produk seperti: nama produk, warna, jenis, model, kategori, harga dan URL produk. Untuk sistem crawling data, kami memakai kode enkripsi terbaik dan server kami memiliki metode proteksi untuk menjamin keamanan dan privasi pengguna. Setiap kanal iklan juga memiliki format yang berbeda-beda sehingga data produk tidak akan tertukar ke kanal lain.”

Analisis DFO juga bisa membantu e-commerce yang ingin menggunakan data produk sebagai iklan karena memiliki kemungkinan terjual lebih tinggi, bukan sekedar banner yang berisi nama e-commerce. Karena saat ini e-commerce memiliki target baru selain meningkatkan lalu lintas kunjungan, yaitu meningkatkan penjualan. DFO sendiri merupakan perpaduan dari sebuah pemrosesan big data dan machine learning.

Tak Selamanya Biaya Operasional Startup Terus-Menerus Berasal dari Pendanaan Eksternal

Pada dasarnya misi sebuah bisnis ialah untuk mengkonversi modal menjadi profit dan menggunakan profit tersebut untuk terus mengembangkan bisnisnya. Begitu pun seharusnya startup digital sebagai sebuah bisnis. Kendati demikian di atmosfer startup lokal masih sangat kental “kepercayaan” bahwa sebuah startup keren akan lebih memfokuskan pada peningkatan investasi dan valuasi sehingga dapat menarik minat pasar terhadap produk/layanan yang dikembangkan .

Anggapan untuk memfokuskan pertumbuhan (growth) menjadi bagian terpenting pada penumbuhan bisnis bukan sebuah kekeliruan. Beberapa startup mampu beroperasi kencang dengan terus mengoptimalkan investasi masuk dan terus memanjakan produk dengan sistem subsidi atau diskon besar. Dari situ banyak startup yang masih (bahkan terus) merugi dari sisi capaian profit bisnis, namun secara finansial masih kuat ditopang hasil investasi yang besar.

Mencoba berbeda

Beberapa startup menunjukkan “gaya hidup” berbeda. Tetap mengawali kiprah dari investasi, namun menyeimbangkan untuk menjadi startup mandiri, terutama dari sisi finansial. Ambil contoh dua startup yang sudah meraih BEP, bahkan profit hingga saat ini, yakni Tiket dan Dinomarket. Keduanya terpantau menjadi startup yang cukup ketat dalam menjaga kontrol terhadap arus keuangan (investasi).

Dinomarket mendapatkan investasi Seri A dari Tiger Global Management dan Michael Van Swaaij dari Silicon Valley sebesar $6 juta pada tahun 2011. Beberapa waktu lalu pihaknya menginformasikan bahwa sudah mencapai Break Even Point (BEP), empat tahun pasca perolehan investasi. Model bisnis yang berfokus pada profit dan finansial yang sehat turut dicerminkan dari manajemen Tiket.com. Bahkan startup ini tercatat sudah mendapatkan profit sejak tahun 2013.

Untuk layanan e-commerce dan marketplace, selama ini memang ada stigma dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan profit, atau minimal impas. Startup di bawah naungan Rocket Internet sendiri (Zalora dan Lazada) ditargetkan mencapai BEP setelah 6-9 tahun beroperasi. Ternyata, dengan strategi bisnis dan proposisi investasi yang pas, Tiket dan Dinomarket mampu berdikari, meskipun secara valuasi dan market share tidak sebesar pemimpin pasar.

Mengamati kedua startup tersebut, ada sebuah kesamaan yang bisa disimpulkan, yakni tentang bagaimana mereka memanfaatkan investasi awal dengan baik dan memaksimalkan pengalamannya melakukan bootstrapping. Seperti yang pernah diceritakan salah satu Co-Founder Tiket, di awal mereka menggunakan jurus zero marketing untuk memaksimalkan pemasaran tanpa harus membuang biaya yang besar. Proses tersebut ternyata membawa startup pada posisi terbaik ketika harus meningkatkan skala bisnis secara mandiri.

Berfokus pada profit dan melakukan efisiensi pada investasi  membuat pola pikir punggawa startup untuk jeli dalam menentukan kapan harus “membakar” uang untuk melakukan percepatan bisnis (growth) tanpa menghilangkan keseimbangan pada strategi sustainability bisnis jangka panjang. Tak selamanya operasional startup terpaku pada asupan investasi pendanaan. Pola pikir tersebut, tergantung situasi perlu diubah, dengan mengedepankan strategi bisnis untuk mendapatkan minat pasar yang tinggi.

Tiket dan Dinomarket yang mampu berjalan dan berkembang tanpa investasi baru sejak Seri A-nya memberi contoh bahwa startup ternyata memungkinkan untuk fokus pada pengembangan produk dan profit tanpa membuang banyak uang. Bagaimana dengan startup Anda?

Data Jadi Kunci Sukses Solusi Berbasis Machine Learning

Tren kalangan pengembang teknologi yang diprediksikan akan terus memuncak di tahun 2016 adalah solusi Machine Learning (ML). Pemain di bidang tersebut terus bertumbuh, tak hanya di kancah korporasi, namun startup digital sudah banyak yang mencoba melahirkan teknologi untuk automasi sistem komputer tersebut.

Shivon Zilis dalam laman pribadinya menerbitkan sebuah infografis yang memetakan pemain pengembang solusi ML di berbagai bidang.

Persebaran Teknologi Machine Learning

Dari infografis di atas terlihat jelas bagaimana teknologi ML mulai memasuki berbagai bidang.

Dari pengamatan yang dilakukan VersionOne terhadap para startup digital pengembang solusi ML, terdapat satu paradigma yang kurang pas. Kesempatan besar untuk mengembangkan solusi berbasis ML mengalihkan fokus pengembang. Banyak pengembang yang begitu getol menemukan algoritma baru untuk terciptanya sebuah platform ML terkini, padahal algoritma tersebut pada dasarnya sudah menjadi komodias umum di lanskap teknologi dunia.

Kunci sebuah teknologi ML adalah data

Bagi korporasi sekelas Google, Facebook, Amazon atau Microsoft, mendapatkan beragam akses data bukan menjadi masalah yang sulit, karena basis pengguna mereka yang sudah besar dengan berbagai perilaku yang sudah berhasil direkam. Bagi pengembang di level startup data bisa menjadi tantangan terberat untuk mampu menjadikan solusi ML yang dikembangkan menjadi bermakna.

Tak ada cara lain selain harus meyakinkan orang untuk mau berbagi data. Karena sebuah layanan ML tidak akan memiliki fungsionalitas tanpa adanya asupan data untuk dianalisis. Namun di era keterbukaan yang berhasil dijembatani internet ini seharusnya startup tidak lagi kesulitan dalam mendapatkan data. Beberapa data bisa didapatkan secara terbuka, namun untuk kebutuhan spesifik mau tak mau memang harus melakukan penghimpunan secara mandiri.

Dari perilaku masyarakat banyak data yang bisa dimanfaatkan, untuk memecahkan masalah bisnis atau personal dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya algoritma dalam sebuah ML biasanya mengacu pada pemecahan masalah tertentu, dan membutuhkan asupan data yang sesuai.

“Data Trap”

Untuk memenuhi kebutuhan data ini, seorang punggawa venture capital asal New York, Matt Turck, menyampaikan sebuah konsep yang disebut dengan “Data Trap”.

Dalam publikasinya yang berjudul “The Power of Data Network Effect”  Turck menjelaskan kenyamanan masyarakat terhadap solusi digital dapat dioptimalkan menjadi sumber data yang menguntungkan dengan menghadirkan sebuah layanan yang kuat, sehingga digunakan oleh banyak orang. Beberapa pengembang solusi ML dan Big Data dunia telah melakukan pendekatan ini.

Salah satunya perusahaan pengembang solusi Artificial intellifence (AI) bernama Clarifai. Basis bisnis utama Clarifai adalah mengembangkan sebuah recognition API yang didasarkan pada analisis perilaku pengguna. Untuk mendapatkan data pengguna yang akan dianalisis tersebut Clarifai mengembankan sebuah aplikasi foto bernama Forevery Photo. Apliakasi tersebut dibuat gratis, dengan fitur yang mumpuni di platform yang memasyarakat, sehingga banyak orang yang menggunakan.

Jadi ketika orang bertanya-tanya dari mana sumber pendapatan aplikasi bagus yang diberikan secara cuma-cuma, tanpa ada embel-embel iklan ataupun paket freemium, maka mungkin mereka berfungsi sama dengan Forevery, yakni digunakan sebagai aplikasi pengumpul basis pengguna. Sah-sah saja selama data yang dihimpun pada proposisi yang sesuai dan juga menyampaikan kepada pengguna sebagai pemilik data. Hal tersebut juga yang dilakukan oleh Mint.com dan beberapa pengembang digital lainnya.

Langkah-langkah untuk menciptakan solusi berbasis ML

Secara garis besar untuk kesuksesan pengembang dalam menciptakan solusi berbasis ML atau analisis data maka terdapat beberapa langkah yang bisa diperhatikan, yakni:

  1. Pikirkan strategi akuisisi data dengan memanfaatkan kanal atau sumber daya yang ada.
  2. Mengkomunikasikan nilai proposisi data untuk kebutuhan analisis.
  3. Pastikan solusi dari algoritma yang dikembangkan berfokus untuk memberikan manfaat nyata bagi bisnis ataupun sasaran pengguna.

Banyak pihak yang membutuhkan solusi berbasis ML. Bagi startup ataupun pengembang lainnya membangun set data ekslusif menjadi misi besar dalam menyukseskan sepak terjangnya. Tak mudah memang untuk mampu mendapatkan akuisisi pengguna, tapi setidaknya Internet mampu diandalkan untuk banyak hal.

PicMix Fokuskan Inovasi Social Commerce Tahun Ini

Sejak tahun 2012 berdiri, startup pengembang aplikasi mobile PicMix masih menunjukkan eksistensinya sampai saat ini. Tak tanggung-tanggung, statistik menunjukkan sampai saat ini pengguna PicMix masih terus mengalami pertumbuhan secara organik, dan saat ini total unduhan aplikasi sudah mencapai lebih dari 100 juta unduhan dari pengguna di seluruh dunia, lintas platform dengan pengguna mayoritas di platform Android.

Dalam sebuah kesempatan, DailySocial berbincang dengan Calvin Kizana selaku  CEO PicMix tentang rahasia bertahannya PicMix dan apa yang sedang dikerjakan saat ini oleh tim PicMix untuk mengimprovisasi layanan.

Mengawali perbincangan Calvin menyampaikan bahwa bertahannya PicMix sampai saat ini, di tengah persaingan global dan aplikasi sejenis yang kian ketat, dilandasi oleh faktor inovasi dan pendekatan berbasis pengguna. Selain terus mengembangkan produk, aktivitas pengguna menjadi bahan analisis yang terus diamati.

PicMix masih akan berfokus pada akuisisi pengguna

Lebih dari 4 tahun lahir dan mematenkan diri sebagai platform media sosial, membuat fokus utama PicMix adalah akuisisi pengguna (user acquisition). Hal ini dikatakan Calvin akan tetap menjadi fokus di tahun ini, bahkan sampai beberapa tahun mendatang. Kendati demikian turut disampaikan bahwa melalui kanal bisnisnya PicMix telah berhasil melakukan monetisasi, baik dari B2C ataupun B2B.

Kontribusi terbesar monetisasi PicMix sampai saat ini juga berasal dari B2B. PicMix telah bekerja sama degan lebih dari 60 brand untuk menjalankan kampanye digital di platform miliknya. Iklan digital via Google AdMob juga menjadi salah satu revenue stream yang sampai sekarang masih dipertahankan. Dengan sistem bisnis yang ada sampai saat ini, mengoptimalkan sektor B2B, pertumbuhan year-on-year tercatat sekitar 15-20 persen per tahun.

Berinovasi menjadi kunci bertahannya PicMix

Ketika ditanya apa yang menjadikan PicMix masih bertahan dan bertumbuh sampai sekarang, secara spontan dan tegas Calvin menjawab “keep in innovation”. Produk apa pun menurut Calvin agar pengguna betah menggunakan maka perlu dilakukan inovasi. Inovasi adalah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan.

Dan dalam melakukan inovasi startup sangat perlu untuk melibatkan pengguna. Contoh inovasi yang dilakukan PicMix adalah menambahkan kapabilitas untuk konten video. Ini bukan inovasi baru untuk produk sejenis, tapi inovasi ini digalakkan karena kebutuhan pengguna.

Selain itu pengembang produk juga harus piawai dalam mengamati tren di pasaran. PicMix berhasil melakukan pengamatan tersebut dengan mudah, karena sejak awal dibentuk PicMix begitu aware akan pentingnya komunitas pengguna.

Tahun 2016 PicMix targetkan penuhi tren social commerece

Berawal dari pengamatan pada komunitas pengguna, media sosial banyak dimanfaatkan sebagai alat perantara jual beli online. Hal tersebut terjadi di berbagai media sosial, termasuk di PicMix sendiri. Demi memberikan kenyamanan kepada pengguna, baik pengguna yang menggunakan PicMix untuk kebutuhan personal dan untuk membuka lapak jualan, maka tahun ini PicMix menggalakkan inovasi pada fitur social commerce.

Sebuah halaman khusus disiapkan di aplikasi PicMix, dengan fitur yang memungkinkan pengguna untuk melakukan kegiatan jual beli. Saat ini fitur tersebut sudah siap, dan terus diuji coba. Sebagai platform lokal pertama yang mengusung layanan social commerce pada sebuah aplikasi, PicMix meyakini bahwa ini akan menjadi pendongkrak akuisisi pengguna seperti yang telah ditargetkan.

Untuk mematangkan fitur social commerce bahkan sejak tahun lalu PicMix sudah menggandeng lebih dari 15 e-commerce unggulan di Indonesia, termasuk Blibli dan Rakuten untuk mengisi item di menu PicMix Mall. Layanan yang mrip dengan LINE Shopping ini ke depan akan ditargetkan untuk pengguna UKM.

Pemisahan kebutuhan pengguna agar tidak terjadi conflict of interest

Inovasi social commerce di PicMix juga berawal dari kegelisahan Calvin yang dinilai juga menjadi kegelisahan banyak orang. Ketika kita menggunakan sebuah layanan media sosial, Instagram misalnya, seringkali hadir di kolom komentar orang-orang yang mempromosikan produk dagangannya. Untuk banyak orang hal ini dianggap menjengkelkan.

Dari pengalaman itu, PicMix menilai bahwa adanya pemisahan, dalam bentuk section tersendiri, menjadi penting, untuk tetap memanjakan pengguna di platform PicMix dengan layanan foto dan video yang ada, sembari memberikan kanal untuk melakukan jual beli online. Dengan demikian dinilai akan memberikan kenyamanan bagi kedua belah pihak, dengan dua kepentingan yang berbeda, namun ingin ditempatkan di satu platform yang dicintainya.

Tahapan membuat produk menjadi kunci kesuburan startup ke depan

Langgengnya PicMix di kancah startup lokal menjadi pelajaran berarti yang dapat menjadi salah satu pedoman bagi pelaku startup atau pengembang produk. Ketika ditanya bumbu rahasia PicMix sang CEO menceritakan bahwa tahapan dalam pembuatan produk menjadi hal yang sangat diperhatikan. Meskipun tak mudah, sebuah bisnis harus mampu menciptakan yang namanya Most Valuable Product (MVP).

Untuk menciptakan MVP tak harus mahal, bahkan bisa jadi tanpa biaya. Seperti layaknya PicMix sebagai sebuah startup yang mulai dari nol, awalnya Calvin dan rekan membuat sebuah desain produk, dalam sebuah mockup berbahan kertas kanvas. Bermodalkan mockup tersebut Calvin melakukan survei ke lingkungan terdekat dan menanyakan “jika ada aplikasi seperti itu apa mau menggunakan?”

Proses mockup bahkan dimulai saat belum sama sekali melakukan coding, prototipe pun belum dibuat. Jadi benar-benar perancangan desain untuk mengetahui kebutuhan pengguna. Setelah mockup tersebut mendapatkan tanggapan baik (setelah melalui beberapa revisi), baru prototipe dikembangkan, proses coding dilakukan. Dan terbukti, ketika PicMix pertama kali dirilis beta di platform BlackBerry, dalam waktu dua bulan 1 juta pengguna berhasil diraih. Tidak hanya dari Indonesia, bahkan sampai pasar dunia. Sesuatu yang sebelumnya tidak ditargetkan.

Calvin Kizana

“Untuk pendiri startup, selalu percaya dengan produk yang diusung, dengan menemukan komposisi untuk menciptakan MVP. Kadang kita memang akan menemui kegagalan dan harus menyesuaikan ulang desain yang dibuat, namun kegagal bahkan bagi saya menarik, menarik untuk dilihat gagalnya di mana, dari situ kita akan belajar banyak untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa,” pungkas Calvin.

PT Anabatic Technologies Lahirkan Anak Perusahaan untuk Sektor E-Commerce

PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC) selaku emiten jasa teknologi dan informasi baru saja meresmikan dua anak usaha baru di bidang usaha jasa perdagangan, salah satunya akan memfokuskan di layanan e-commerce. Dalam pendirian perusahaan e-commerce bernama PT Emporia Digital Raya (EDR) tersebut, ATIC telah menyetorkan modal awal senilai Rp 2,5 miliar.

Dituturkan Sumarto Santosa selaku Direktur PT Anabatic Technologies, pendirian anak perusahaan tersebut bukan merupakan transaksi material, karena nilanya masih di bawah 20 persen dari ekuitas perseroan. Kendati demikian EDR diyakini akan dikembangkan dengan cukup serius mengingat peminat layanan e-commerce di Indonesia begitu tinggi.

Belum diinformasikan secara pasti apakah EDR akan berlaku sebagai penyedia platform atau beroperasi secara mandiri menyediakan layanan jual beli online. Namun perusahaan kedua yang didirikan, yakni PT Svadaia Humana Praja (SHP) akan bergerak di bidang jasa konsultasi. Sehingga besar kemungkinan kedua anak perusahaan akan saling berkonsolidasi menghasilkan sebuah layanan jasa terpadu, mengingat ATIC sendiri memiliki ruh sebagai penyedia jasa teknologi informasi.

Seberapa efektif jasa penyediaan platform e-commerce di Indonesia

Di Indonesia layanan jual beli online berkembang luas dengan berbagai metode distribusi. Online marketplace saat ini banyak diduduki pemain di kelas UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Penyedia platform seperti Tokopedia dan Bukalapak menjadi salah satu yang diuntungkan dalam hype ini. Layanan online marketplace memanjakan penjual untuk fokus mengembangkan bisnis, tanpa harus dipusingkan dengan platform transaksi yang digunakan untuk berjualan. Dan sistem tersebut terpantau berjalan baik sampai saat ini.

Berbeda dengan layanan e-commerce yang dikelola lebih terstruktur oleh sebuah perusahaan induk, dalam kaitannya dengan penjualan barang, promosi dan pengembangan sistem. Kendati turut melibatkan pihak luar sebagai penjual, namun layanan tipe ini lebih terlihat tertutup, karena seakan-akan si pemilik e-commerce adalah penjual dan pemilik barang. EDR jika akan bertindak sebagai penyedia platform dapat memanfaatkan sektor ini untuk memaksimalkan produknya.

Perusahaan ritel sedikit demi sedikit juga sudah mulai menjajaki cara online dalam memasarkan produknya. Karena konsep online-to-offline (O2O) juga telah membuktikan diri mampu menjadi medium yang baik untuk edukasi konsumen, terutama untuk produk-produk bernilai tinggi. Potensi ini yang seharusnya juga bisa dimanfaatkan EDR untuk menghadirkan sebuah platform e-commerce bagi korporasi/industri ritel.