Cerita Di Balik Kesuksesan dan Sejarah Valve dengan Half-Life, Source, dan Steam

Di kalangan gamer PC, siapa yang tidak mengenal Valve? Melalui Steam, mereka berhasil mendominasi pasar distribusi game PC selama belasan tahun. Walaupun Steam kini tak lagi menjadi satu-satunya platform distribusi game PC digital, platform tersebut tetaplah salah satu yang paling populer. Tentu saja, kejayaan yang Valve nikmati saat ini tidak dicapai dalam waktu singkat. Perjalanan mereka pun tak selamanya mulus.

Sejarah Valve

Valve didirkan pada 1996 oleh Gabe Newell dan Mike Harrington. Newell sempat berkuliah di Harvard University, walau dia tidak pernah menyelesaikan masa kuliahnya. Dia lalu bekerja di Microsoft selama 13 tahun. Di bawah kepemimpinan Bill Gates, dia belajar banyak tentang bisnis software. Selama dia bekerja di Microsoft, dia berhasil mengumpulkan kekayaan lebih dari US$1 juta, yang akan dia gunakan untuk membangun Valve. Sama seperti Newell, Harrington juga berhasil menjadi miliarder berkat bekerja untuk Microsoft. Bersama, keduanya mendirikan Valve.

Saat didirikan, Valve merupakan LLC (Limited Liability Company), struktur perusahaan di Amerika Serikat yang biasa digunakan oleh perusahaan kecil. Jika dibandingkan dengan korporasi, LLC menawarkan beberapa kelebihan, seperti pajak yang lebih ringan dan manajemen yang fleksibel. Valve memiliki markas di Kirkland, Washington, hanya berjarak delapan kilometer dari kantor Microsoft di Redmond.

Salah satu pendiri Valve, Gabe Newell. | Sumber: The Gamer
Salah satu pendiri Valve, Gabe Newell. | Sumber: The Gamer

Sekarang, Valve mungkin lebih dikenal dengan platform distribusi game digitalnya, Steam. Namun, pada awalnya, Valve merupakan developer game. Mereka lalu memodifikasi game engine buatan id Software, Quake engine, untuk membuat game pertama mereka, Half-Life.

Valve Sebagai Developer

Meskipun Half-Life adalah game pertamanya, Valve punya ambisi besar dalam membuat game tersebut. Karena itu, tidak heran jika mereka kesulitan untuk mencari publisher yang bersedia merilis game pertama mereka. Untungnya, Sierra On-Line akhirnya mau memberikan kesempatan pada Valve dan bersedia untuk meluncurkan Half-Life. Pada November 1998, Half-Life diluncurkan. Game itu sangat sukses, jutaan unit Half-Life terjual. Sampai sekarang, Half-Life dikenal sebagai game legendaris.

Setelah sukses dengan Half-Life, Valve tidak buru-buru untuk membuat game baru. Mereka lebih memilih untuk memanfaatkan momentum yang mereka dapat untuk mengembangkan dunia Half-Life. Mereka meminta Gearbox Software — yang kini dikenal sebagai developer seri Borderlands — untuk meluncurkan dua expansion packs dari Half-Life, yaitu Half-Life: Oppsoing Force pada 1999 dan Half-Life: Blue Shift pada 2001, lapor Polygon.

Tak hanya itu, mulai akhir tahun 1990-an sampai awal 2000-an, Valve mendorong komunitas modding untuk mengembangkan mod dari Half-Life. Mereka bahkan merilis Software Development Kit (SDK) dari game itu secara gratis. Jadi, tidak heran jika ada banyak mods Half-Life yang muncul, seperti Deathmatch Classic, Ricochet, Gunman Chronicles, dan Day of Defeat. Tidak berhenti sampai di situ, Valve bahkan rela membantu beberapa kreator untuk menyempurnakan mod mereka. Inilah salah satu alasan mengapa para hardcore gamer begitu mencintai Valve.

Sampai sekarang, Half-Life masih dikenal sebagai game legendaris. | Sumber: Steam
Sampai sekarang, Half-Life masih dikenal sebagai game legendaris. | Sumber: Steam

Mod untuk Half-Life begitu beragam sehingga ada mod yang kemudian dikembangkan menjadi game yang sama sekali baru. Salah satunya adalah Counter-Strike, yang dikembangkan oleh Minh Le dan Jess Cliffe. Versi beta dari game tactical shooter itu dirilis pada 1999. Dengan cepat, game tersebut mendapatkan banyak pemain. Melihat hal ini, Valve justru merangkul Minh Le dan Cliffe. Satu tahun kemudian, Counter-Strike 1.0 dirilis. Saat itu, popularitas game tersebut sudah bisa menyaingi game-game dari franchise ternama, seperti Halo dan Call of Duty. Sekarang, Counter-Strike: Global Offensive adalah salah satu game esports paling populer di dunia.

Valve terus mendukung komunitas gamer. Namun, dari segi bisnis, ada beberapa perubahan yang terjadi. Pada 2000, Harrington keluar dari Valve, menjadikan Newell sebagai satu-satunya pendiri yang masih bertahan di perusahaan itu. Sementara pada 2003, Valve berubah menjadi Valve Corporation, tak lagi berbentuk LLC. Salah satu hal yang membedakan LLC dan Corporation adalah jika LLC dimiliki oleh seorang atau lebih pemilik, kepemilikan korporasi ada di tangan para pemegang saham. Selain itu, Valve juga memindahkan kantornya ke Bellevue, Washington.

Di tengah semua ini, Valve terus melanjutkan dua proyek penting mereka, yaitu pengembangan game engine Source dan platform distribusi game digital Steam. Kedua proyek ini akan mengubah nasib Valve sehingga mereka tak hanya dikenal sebagai developer game.

Game Engine Buatan Valve

Tiga tahun sebelum Newell dan Harrington meninggalkan Microsoft untuk membuat perusahaan game, Michael Abrash, yang merupakan mantan kolega mereka di Microsoft, juga keluar dan masuk ke dunia game. Abrash memutuskan untuk bergabung dengan id Software, developer Doom. Nantinya, dialah yang membantu Newell dan Harrington untuk mendapatkan lisensi penggunaan Quake engine milik id Software. Valve lalu memodifikasi engine tersebut dan membuat engine mereka sendiri, Goldsource, yang digunakan untuk membuat Half-Life.

Goldsource merupakan game engine pertama Valve. Mereka melakukan berbagai modifikasi pada Quake engine, seperti mengubah sisten animasi, merombak tools AI, dan menambahkan fitur Direct3D. Tujuannya adalah untuk  memastikan bahwa engine tersebut cukup mumpuni untuk merealisasikan Half-Life sesuai dengan keinginan Valve. Setelah game tersebut dirilis, Valve masih terus memodifikasi game engine yang mereka gunakan. Namun, mereka tidak ingin mengutak-atik kode programming pada Half-Life. Karena itu, mereka memutuskan untuk membuat game engine baru, yang nantinya akan dikenal dengan nama Source.

Pada zamannya, Half-Life 2 memiliki grafik yang memukau. | Sumber: Steam
Pada zamannya, Half-Life 2 memiliki grafik yang memukau. | Sumber: Steam

Dalam E3 2003, Valve memperkenalkan Half-Life 2, dengan visual yang memukau pada zamannya dan sudah terintegrasi dengan physics engine buatan Havok. Ketika itu, Valve juga memperkenalkan Source, game engine yang digunakan untuk membuat Half-Life 2. Menariknya, Source bukanlah game engine yang sama sekali baru. Engine tersebut merupakan hasil modifikasi lebih lanjut dari Goldsource. Faktanya, dalam Half-Life 2, Anda masih bisa menemukan sejumlah kode programming orisinal yang ada pada Quake engine.

Dalam mengembangkan Source, Valve menjelaskan bahwa mereka ingin menjadikan game engine tersebut sebagai fondasi yang memungkinkan developer untuk menambahkan fitur, memberikan update, dan menggunakan teknologi baru tanpa harus menggunakan engine yang sama sekali baru. Kebanyakan kreator game engine biasanya fokus untuk memaksimalkan performa GPU, membuat visual menjadi terlihat lebih realistis. Namun, Valve memutuskan untuk fokus pada penggunaan CPU. Menurutnya, bagaimana game dikonsumsi oleh gamer, inilah yang membedakan game dengan media lain seperti film.

Setelah Source, Valve juga mengembangkan Source 2, yang digunakan di Dota 2, Artifact, dan Half-Life: Alyx. Source 2 pertama kali tersedia untuk masyarakat luas pada 6 Agustus 2014 via Doat 2 Workshop Tools. Pada Maret 2015, Valve resmi mengumumkan Source 2 dalam Game Developers Conference.

Peluncuran Steam

Steam pertama kali diperkenalkan di Game Developers Conference (GDC) pada 2002. Satu tahun kemudian, Valve meluncurkan Steam secara resmi. Pada awalnya, Steam dibuat dengan tujuan untuk memudahkan para pemain mengunduh patch dan update dari game online. Namun, Valve punya rencana lain untuk Steam, yaitu menjadikannya sebagai platform distribusi game digital di PC.

Valve lalu mulai menyediakan sejumlah fitur seperti otentikasi online, game launcher, dan DRM (Digital Rights Management). Pada 2004, Valve mengumumkan bahwa ke depan, semua game mereka hanya bisa dimainkan melalui Steam. Keputusan ini membuat banyak orang marah. Salah satu alasannya, karena ketika itu, Steam masih memiliki banyak bug, yang sering membuat game menjadi crash. Tak hanya itu, antarmuka Steam juga tidak sebagus seperti sekarang.

Screenshot antarmuka Steam pada 2004. | Sumber: Reddit
Screenshot antarmuka Steam pada 2004. | Sumber: Reddit

Meskipun begitu, Valve tak menyerah. Mereka terus memperbaiki Steam dan menangani berbagai bug dan masalah yang ada di platform tersebut. Pada 2005, Valve mulai membuat perjanjian kerja sama dengan developer lain untuk mendistribusikan game mereka melalui Steam. Katalog game di Steam pun menjadi semakin banyak. Bisnis Steam terus tumbuh seiring dengan bertambahnya developer yang beralih ke model distribusi digital.

Untuk mendukung Steam, selama dua tahun, dari 2007 sampai 2009, Valve terus meluncurkan sejumlah fitur baru untuk Steam, mulai dari fitur untuk menyimpan data game dan profil pengguna di cloud sampai fitur chat, memudahkan para pengguna untuk saling berkomunikasi dengan satu sama lain. Sekarang, ada banyak hal yang bisa Anda lakukan di Steam, mulai dari membeli konten buatan pengguna di Steam Workshop, membeli aplikasi non-gaming, sampai mendukung game yang ada di Steam Greenlight.

Pada 2010, antarmuka Steam dirombak, membuat tampilannya jauh lebih baik. Dari segi keamanan, Steam cukup baik, walau mereka sempat diretas pada November 2011. Antarmuka yang user-friendly, keamanan, dan fitur yang beragam, semua ini menjadikan Steam sebagai marketplace utama untuk game AAA dan indie di PC. Steam juga berhasil menarik puluhan juta pengguna, menjadikannya sebagai aset terpenting Steam.

Monetisasi Steam

Sumber pemasukan Steam berasal dari potongan yang mereka ambil dari pendapatan game yang dijual melalui Steam. Pada awalnya, Steam menetapkan potongan sebesar 30 persen untuk semua game. Namun, pada akhir 2018, mereka mengubah ketentuan potongan yang mereka ambil. Ketika game diluncurkan, Steam masih akan memberlakukan potongan sebesar 30 persen. Namun, setelah penjualan sebuah game mencapai US$10 juta, maka potongan yang didapatkan oleh Steam akan disesuaikan, menjadi 25 persen. Sementara jika penjualan game mencapai US$50 juta atau lebih, potongan dari Steam akan menjadi semakin kecil, yaitu 20 persen.

Untuk developer kecil yang penjualan game-nya tidak bisa mencapai US$10 juta, Steam akan mengambil potongan lebih besar. Karena, Valve memberikan banyak kemudahan pada developer tersebut dengan menyediakan sistem pembayaran dan memungkinkan game untuk ditemukan oleh jutaan pengguna Steam. Secara tidak langsung, Steam mengakui bahwa para developer kecil akan lebih membutuhkan Steam sementara Steam tidak akan mengalami masalah tanpa kehadiran developer kecil itu, menurut laporan Polygon.

Untuk game-game populer yang penjualannya berhasil mencapai lebih dari US$50 juta, Steam rela untuk mengurangi potongan yang mereka ambil menjadi hanya 20 persen. Alasannya, karena game tersebut pasti sudah memiliki audiens sendiri. Jadi, jika game itu masuk ke Steam, ini juga akan mempopulerkan Steam. Tak tertutup kemungkinan, Steam bisa mendapatkan pengguna baru. Karena itulah, potongan yang Steam terapkan lebih kecil.

Keuangan Valve

Sayangnya, Valve tidak mengumumkan laporan keuangan mereka pada publik. Namun, ada pihak ketiga yang tertarik untuk membuat estimasi dari total penjualan Steam. Salah satunya adalah Steam Spy. Seperti namanya, situs itu bertujuan mengumpulkan data tentang Steam untuk memperkirakan total penjualan game di platform tersebut. Pada 2017, pendiri Steam Spy, Sergey Galyonkin memperkirakan bahwa pemasukan Steam dari penjualan game mencapai US$4,3 miliar, naik dari US$3,5 miliar pada 2016.

Uniknya, besarnya pemasukan Steam bukan karena banyaknya game yang ada di katalog mereka. Lebih dari setengah dari pemasukan Steam berasal dari kurang dari 100 game terpopuler yang ada di platform tersebut. Padahal, Steam memiliki lebih dari 21 ribu game saat itu. Data terakhir yang kami temukan di Januari 2019, sudah ada 30 ribu game di Steam.

PUBG memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan Steam pada 2017. | Sumber: Steam
PUBG memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan Steam pada 2017. | Sumber: Steam

Pada 2017, game yang memberikan kontribusi paling besar pada pemasukan Steam adalah Player Unknown’s Battleground, dengan pemasukan US$600 juta. Di posisi kedua, duduk Counter-Strike: Global Offensive dengan kontribusi US$120 juta. Sementara posisi ketiga diisi oleh Grand Theft Auto V dengan pendapatan US$83 juta. Duduk di peringkat keempat, Call of Duty World War II mendapatkan pendapatan sebesar US$41 juta. Satu hal yang harus diingat, data dari Steam Spy tidak mencakup seluruh pendapatan Steam karena mereka tidak menghitung pemasukan dari microtransaction atau pembelian DLC.

Estimasi keadaan finansial Steam tidak selalu positif. Pada September 2019, No More Robots, publisher dari Descenders dan Hypnospace Outlaw, membuat laporan tentang penjualan game di Steam yang diluncurkan selama satu bulan, sejak 5 Juli 2019 sampai 6 Agustus 2019. Dalam menghitung penjualan game di Steam, mereka tidak memasukkan hasil penjualan game AAA dan juga game-game yang memiliki review kurang dari 10. Setelah itu, mereka membandingkan total penjualan di Steam selama satu bulan pada 2019 dengan periode yang sama pada 2018. Berdasarkan apa yang dilakukan oleh No More Robots, mereka menemukan bahwa penjualan game di Steam turun 70 persen selama satu bulan pada 2019 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Tak hanya itu, pendapatan Steam juga turun 47 persen.

Temuan lainnya adalah para developer dan publisher game terlibat dalam perang harga. Mereka berlomba-lomba untuk menekan harga game mereka agar menjadi serendah mungkin. Padahal, ini justru memberi dampak buruk pada penjualan game mereka. Menurut laporan GameDaily, alasan para publisher dan developer berusaha untuk menekan harga game mereka adalah karena kekhawatiran game mereka akan kalah bersaing dengan game free-to-play.  Padahal, model bisnis seperti ini memiliki masalah tersendiri.

Menariknya, menurut estimasi No More Robots, game murah tidak melulu laku. Faktanya, total penjualan game yang dihargai kurang dari US$10 justru jauh lebih rendah dari game dengan harga sekitar US$21 atau lebih. Menurut pendiri No More Robots, Mike Rose, ini terjadi karena ketika kreator game menekan harga game mereka, ini membuat orang-orang berpikir bahwa game itu tidak pantas dihargai dengan harga mahal karena memiliki kualitas buruk. Sementara jika harga game dinaikkan, ini akan membuat gamer penasaran untuk tahu lebih lanjut tentang game itu. Tentu saja, ini adalah tren global. Indonesia, yang warganya sangat sensitif terhadap harga, memiliki tren yang berbeda.

Kesimpulan

Menurut Forbes, sebagai pendiri Valve, Gabe Newell memiliki harta kekayaan sebesar US$3,5 miliar. Dia duduk di peringkat 239 dalam daftar Forbes 400 2019 dan di peringkat 529 dalam daftar Forbes Billionaires 2019.

Satu hal yang menarik dari Valve adalah bagaimana perusahaan tersebut berevolusi. Pada awalnya, Valve adalah developer game. Mereka menuai sukses dengan game pertamanya, Half-Life. Setelah itu, mereka memutuskan untuk mengembangkan dunia Half-Life dengan meluncurkan expansion packs. Mereka juga terus mendorong komunitas modding untuk membuat mod untuk game tersebut. Ada beberapa mod yang kemudian diluncurkan sebagai game mandiri dan sukses, seperti Counter-Strike.

Sebagai developer, Valve juga mengembangkan game engine sendiri, yang mereka buat dengan memodifikasi game engine buatan id Software, Quake. Berawal dari game engine Goldsource, Valve terus memodifikasi engine tersebut, sehingga mereka menghasilkan Source dan Source 2. Selain itu, Valve juga membuat platform distribusi game, Steam, yang baru saja memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent. Dalam beberapa tahun belakangan, Valve juga aktif dalam scene esports. The International, turnamen tahunan Dota 2 terbesar, selalu menaikkan total hadiah mereka dari tahun ke tahun.

Sumber: GamesRadar, IGN, Game Industry, GameDaily, Polygon

Sumber header: Wikipedia

Akibat COVID-19, Peluncuran The Last of Us Part II Ditunda Hingga Waktu yang Belum Ditentukan

Kita menyaksikan sendiri efek negatif pandemi virus corona terhadap kehidupan. Di ranah teknologi saja, wabah ini mengacaukan banyak hal, membuat peluncuran produk hingga perhelatan besar jadi tertunda atau malah dibatalkan. Beberapa perusahaan dan brand memang berhasil beradaptasi terhadap kondisi ini, tapi ada pula yang terpaksa merombak seluruh rencana mereka.

Bersama dengan remake Final Fantasy VII dan Ghost of Tsushima, The Last of Us Part II merupakan game blockbuster eksklusif yang dijadwalkan untuk dirilis di PlayStation 4 sebelum Sony meluncurkan console next-gen mereka. Sayangnya setelah penantian panjang, pihak Sony serta tim Naughty Dog mengumumkan bahwa mereka terpaksa menunda pelepasan The Last of Us Part II sampai waktu yang belum ditentukan akibat krisis COVID-19.

Lewat Twitter, Naughty Dog menjelaskan bagaimana pengerjaan The Last of Us Part II sudah hampir rampung. Saat ini perhatian developer tengah tercurah pada perbaikan bug. Namun bahkan meski pengembangan game sebentar lagi akan selesai, tim dihadang satu kendala besar: logistik. Karena pandemi corona, Naughty Dog tidak yakin mereka bisa menghidangkan The Last of Us Part II ke gamer PS4 di seluruh dunia secara berbarengan dan harus mengundur perilisannya hingga masalah itu dapat diatasi.

“Kami sangat kecewa terhadap keputusan tersebut, tetapi kami sadar ini merupakan jalan terbaik dan paling adil bagi para pemain.” ungkap Naughty Dog. “Kami berharap penundaan peluncuran permainan tidak berlangsung terlalu lama dan kami akan segera memberi tahu Anda jika ada informasi baru.”

Dan bukan hanya The Last of Us Part II saja yang mengalami penangguhan. Sony juga memundurkan pelepasan Marvel’s Iron Man VR. Selain Sony, publisher lain seperti Square Enix juga melakukan penyesuaian di sisi logistik, terutama pada judul andalannya, Final Fantasy VII Remake. Proses pengapalannya dimajukan agar permainan dapat dirilis sesuai jadwal, yaitu tanggal 10 April 2020.

Logistik menjadi faktor krusial bagi Sony karena mereka masih mengandalkan versi fisik dalam mendistribusikan game di sejumlah wilayah. Sementara itu, perusahaan gaming lain seperti CD Projekt Red tetap dapat mempertahankan agenda mereka sebelumnya, walaupun pengerjaan Cyberpunk 2077 akhirnya mesti dilakukan secara remote. Saya menduga, hal ini turut terbantu oleh dukungan platform digital seperti Steam dan GOG milik CD Projekt sendiri.

Sebelumnya, The Last of Us Part II sempat mengalami perubahan tanggal peluncuran dari 21 Februari ke 29 Mei 2020. Kini sulit untuk menebak kapan permainan akan dilepas. Kita hanya bisa berharap agar The Last of Us Part II tidak ditangguhkan ke tahun 2021.

Via The Verge.

Wawancara Singkat Skyegrid Tentang Kondisi Pasar Cloud Gaming dan Prospeknya

Layanan cloud gaming lokal Skyegrid belum lama ini menambahkan game baru pada katalognya. Bukan sembarang game, melainkan salah satu yang masuk kategori game sejuta umat, yaitu eFootball PES 2020 Lite garapan Konami.

Game ini sekarang sudah bisa dinikmati seluruh pelanggan Skyegrid, baik yang berlangganan paket bulanan, mingguan, ataupun hariannya. Dan karena game-nya sendiri gratis, pelanggan hanya perlu memiliki akun Steam (yang dapat dibuat secara gratis), tanpa ada biaya tambahan lagi.

Dibandingkan versi full-nya, PES 2020 Lite tidak dilengkapi fitur online multiplayer. Pun begitu, mode co-op atau Local Match tetap tersedia, dan Skyegrid melihat ini sebagai alternatif yang pas untuk menemani masa-masa swakarantina seperti sekarang.

Dengan masuknya PES 2020 Lite, Skyegrid kini sudah mempunyai total 87 judul game yang berbeda, dengan komposisi 50:50 untuk game berbayar dan game free-to-play. Pertanyaannya, apakah ke depannya Skyegrid juga bakal menghadirkan PES 2020 versi full?

“Betul, rencananya akan seperti itu,” jawab CEO sekaligus founder Skyegrid, Rolly Edward, saat saya hubungi melalui email. “Karena gim ini juga didaulat jadi cabang olahraga e-sport di tingkat regional, bahkan internasional. Jadi, ini sekaligus komitmen Skyegrid dalam menciptakan channelchannel baru untuk bibit atlet e-sport di tanah air.”

Rolly lanjut menjelaskan bahwa PES 2020 Lite dipilih karena game-nya gratis dan mereka ingin memantau animo konsumen terlebih dulu. Kalau memang menjanjikan dan banyak konsumen yang tertarik, mereka akan segera menambahkan PES 2020 versi full.

Saya juga sempat menyinggung soal optimasi teknologi yang Skyegrid lakukan untuk game sejuta umat ini, dan Rolly bilang bahwa mereka belakangan gencar menerapkan optimasi algoritma dari sisi port forwarding software demi menekan angka input latency.

Juga baru pada Skyegrid adalah fitur hardware acceleration, yang memungkinkan game untuk memanfaatkan tenaga dari GPU milik PC atau laptop masing-masing pengguna. Singkat cerita, semua game dipastikan berjalan lebih mulus (frame rate-nya naik) dan stabil dibandingkan pada Skyegrid versi sebelumnya.

Kondisi pasar cloud gaming di Indonesia

PES 2020 Lite

Saya juga memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan kondisi pasar cloud gaming di Indonesia, dan apakah kehadiran game sejuta umat macam PES bisa membantu menarik minat konsumen secara signifikan.

“Kondisi pasar masih tetap tumbuh dan menjanjikan, meski saat ini masih relatif stagnan,” jawab Muhammad Chandrataruna yang menjabat sebagai Chief Communications Officer di Skyegrid. “Belum signikan. Karena tantangannya di Indonesia belum berubah: infrastruktur telekomunikasi yang belum merata dan lisensi game AAA yang masih mahal dan belum menaruh komitmen pada cloud gaming,” lanjutnya.

Pada kenyataannya, industri cloud gaming secara global juga masih menemui sejumlah tantangan. Kita tahu bahwa Google Stadia banyak dikeluhkan oleh pelanggannya, dan terkadang juga masih terkendala soal performa. Lebih parah lagi adalah problem yang dialami Nvidia GeForce Now, yang ditinggal oleh sejumlah publisher game ternama.

“Untuk PES sendiri, selama seminggu terakhir animonya sangat baik dan terus bertambah. Jumlah pelanggan Skyegrid pun bertumbuh signifikan, yang kami yakini karena terdorong anjuran pemerintah agar #dirumahaja,” lanjut Chandra. Bukan cuma di Indonesia, kenyataannya memang belakangan semakin banyak yang mengisi waktunya dengan bermain game, dan itu dibuktikan oleh rekor jumlah concurrent users Steam baru-baru ini.

Prospek cloud gaming ke depannya

Skyegrid

Terkait prospek cloud gaming, Chandra bilang prospeknya sangat menjanjikan, meski perjalanannya masih panjang. Beliau merujuk pada riset dari Qurate, yang meramalkan bahwa di tahun 2020 market size dari industri cloud gaming secara global akan menembus angka $317,9 juta.

“Negara-negara maju, seperti Amerika, China, Eropa, telah lebih dulu mendapatkan momentum ini, karena secara infrastruktur dan sumber daya, mereka jauh lebih siap. Indonesia tidak jauh tertinggal, namun untuk beberapa hal, kita terpaksa harus lebih sabar,” lanjut Chandra.

Kunci utama cloud gaming sejatinya adalah koneksi internet, dan kita semua tahu kondisi internet di Indonesia belum sebaik di negara-negara maju seperti yang disebutkan Chandra itu tadi. Di sinilah faktor optimasi itu penting, dan untungnya Skyegrid juga memperlakukannya sebagai salah satu prioritas.

Cloud gaming dan esports

CEO sekaligus founder Skyegrid, Rolly Edward / Skyegrid
CEO sekaligus founder Skyegrid, Rolly Edward / Skyegrid

Saya tahu, dua hal ini memang terkesan bertolak belakang. Di satu sisi esports mengharuskan game berjalan mulus dan tanpa lag sedikitpun agar performa pemainnya bisa maksimal. Di sisi lain cloud gaming justru masih dilanda problem input latency.

Namun anggap koneksi sudah bukan masalah dan cloud gaming tak lagi terkendala performa, mungkinkah ke depannya esports bisa dijalankan via cloud gaming?

“Saya yakin bisa, sebab salah satu, atau mungkin satu-satunya, teknologi yang akan menggantikan konsol seperti PlayStation dan Xbox, adalah cloud gaming,” jawab Rolly. “Sedangkan device-nya bisa jadi perangkat yang dipakai semua orang hari ini: laptop, all-in-one PC, smart TV, dan smartphone,” lanjutnya.

Rolly juga menuturkan bahwa keputusan soal esports dan cloud gaming ini tidak bisa sepihak saja, melainkan juga harus dirundingkan dengan pihak asosiasi, penyelenggara, pemerintah, publisher, dan lain sebagainya. “Mungkin 3 – 5 tahun lagi, saya perkirakan baru dimulai perumusannya. Sekarang masih terlalu dini untuk Indonesia,” tutup Rolly.

Shroud Sebut Valorant Sebagai Game yang Luar Biasa

Valorant, game FPS besutan pengembang League of Legends, Riot Games, akan segera hadir dalam waktu dekat. Terlihat sejak Maret 2020 kemarin, Riot Games sudah merilis beberapa hal seperti spesifikasi hardware yang dibutuhkan, gameplay, bahkan sampai menjelaskan bentuk-bentuk karakter yang akan tampil di dalam game tersebut.

Dirilis oleh pengembang terpercaya, membuat game ini jadi sangat diantisipas, membuat organisasi esports sekelas T1 segera merekrut mantan pemain CS:GO untuk jadi pemain Valorant saat game ini masih belum rilis.

Lama dinanti, FPS bertemakan Hero Shooter ini sendiri sebenarnya sudah dapat dimainkan, namun terbatas hanya untuk orang-orang tertentu saja. Michael Grzesiek (Shroud) selebriti gamers yang terkenal sangat jago bermain FPS, menjadi salah satu pemain yang mendapat kesempatan mencoba Valorant dalam sesi Alpha Playtest yang dilakukan akhir pekan lalu.

Setelah mencobanya, Shroud membagikan pendapatnya terkait Valorant, dalam sesi streaming yang ia lakukan beberapa waktu lalu. Menurutnya Valorant sangatlah bagus, sampai-sampai ia merasa bahwa game FPS lainnya tidak lebih baik daripada game tersebut.

“Gue sendiri sebenarnya sudah merasa cukup bosan belakangan, dan bingung mau main game apa. Tapi setelah main Valorant, gue malah jadi tambah bosan.” Ucap Shroud dalam cuplikan streaming tersebut. “Alasannya adalah karena gue sekarang di sini merasa baru saja memainkan game yang luar biasa bagus, tapi harus menerima kenyataan untuk balik lagi memainkan game lain yang tidak sebaik Valorant.”

Bagi Anda yang mungkin belum kenal, Shroud adalah bintang esports CS:GO, yang beralih profesi menjadi seorang streamer. Terkenal lewat Twitch pada awalnya, ia pindah ke Mixer pada Oktober 2019 lalu. Sejak lama, Shroud menjadi satu sosok yang sangat vokal di komunitas, karena kebiasaannya menyatakan pendapat secara terbuka. Ketika streaming, ia kerap kali menyatakan opininya akan sesuatu hal, seperti alasan kenapa Battle Royale tidak akan sukses sebagai esports, dan soal komunitas Mixer yang dia anggap lebih baik daripada Twitch.

Lebih lanjut, Shroud lalu mengatakan “Valorant benar-benar luar biasa. Valorant adalah game terbaik yang pernah gue mainkan sedari lama pengalaman gue. Di luar sana memang banyak game-game yang sangat keren menurut preferensi dan opini gue pribadi, Valorant terlihat menjanjikan untuk menjadi game keren tersebut.”

Mengutip akun Twitter resmi @PlayValorant, fase Closed Beta FPS besutan Riot Games ini sudah akan dibuka tanggal 7 April 2020 mendatang. Namun demikian, fase tersebut masih terbatas untuk regional Eropa (termasuk CIS) dan Amerika Serikat (termasuk Kanada) terlebih dahulu.

Mengutip dari pengumuman resmi, pemain di luar dua regional tersebut kemungkinan tidak akan mendapat kesempatan mencicipi lewat fase closed beta, karena situasi pandemi COVID-19. Namun, Valorant akan tetap diusahakan untuk rilis secara global pada musim panas 2020 (sekitar Juni – September), jika keadaan memungkinkan.

Activision Blokir Permanen Lebih dari 50 Ribu Cheater Call of Duty: Warzone

Cheat atau cara curang sudah jadi bagian dari video game dari sejak medium hiburan ini diperkenalkan ke publik puluhan tahun lalu. Beberapa permainan memang terlalu sulit untuk sebagian orang, dan penggunaan cheat di mode single-player adalah suatu hal yang bisa diterima. Namun tentu saja cheat diharamkan di multiplayer, terutama ketika ia memberi keuntungan dan keunggulan pada sejumlah oknum di atas pemain lain.

Bagi developer game online, memerangi para cheater ialah sebuah perjuangan yang tak ada habisnya. Ada begitu banyak sistem anti-cheat diciptakan dan diimplementasikan. Beberapa studio juga memberanikan diri untuk mengambil langkah ekstrem dengan resiko kehilangan jumlah pemain secara signifikan. Salah satunya adalah melalui pemblokiran permanen, seperti yang belum lama dilakukan oleh Activision terhadap lebih dari 50 ribu cheater di Call of Duty: Warzone.

Lewat blognya, sang publisher dengan tegas menyampaikan bahwa Call of Duty: Warzone bukanlah tempat bagi cheater dan tidak ada toleransi untuk mereka. Memastikan semuanya bermain adil ialah prioritas utama Activision dan merupakan sebuah aspek yang betul-betul diperhatikan. Meski demikian, sudah pasti Activision tak mau mengungkap metodenya secara gamblang, sebagai upaya buat terus mengejutkan para cheater.

Ada dua pihak yang jadi musuh utama Activision: para pemain curang serta penyedia jasa cheat (umumnya ditawarkan sebagai layanan premium). Dalam membungkam mereka, publisher dan developer mengimplementasikan sejumlah strategi, terutama lewat penyempurnaan sistem keamanan serta pengawasan secara terus menerus.

Activision menugaskan tim keamanan buat bekerja tanpa henti dalam menginvestigasi data serta mengidentifikasi potensi-potensi pelanggaran. Tim ini akan mengulas semua metode hack dan cheat yang dapat mereka temukan, seperti penggunaan aimbot (memungkinkan orang membidik lawan secara otomatis), wallhack (memberi kemampuan untuk melihat atau berjalan menembus tembok), dan lain-lain.

Selain itu, Activision juga terus berusaha menyempurnakan sejumlah sistem in-game demi mempermudah pemain melaporkan dugaan tindak kecurangan, misalnya dengan menyederhanakan user interface. Segala laporan tersebut selanjutnya segera dianalisa dan disaring berdasarkan data. Setelah investigasi selesai, tim akan bergerak cepat buat menjatuhkan pemblokiran pada pelaku pelanggaran.

Activision turut berjanji untuk terus memberi update terkait jumlah cheater yang berhasil diblokir.

“Tidak ada tempat buat para cheater di sini,” tutur Activision sembari menutup pengumuman mereka. “Kami menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal dalam memerangi praktek cheating. Ini merupakan usaha yang mesti dilakukan setiap hari, 24 jam selama seminggu penuh. Tapi yakinlah, kami berkomitmen buat menjaga agar pengalaman bermain tetap menyenangkan dan adil bagi semua orang.”

Katsuhiro Harada Protes Pemerintah Jepang Batasi Durasi Main Game Anak

Konsumsi game bagi anak sepertinya memang sedang menjadi satu perhatian tersendiri bagi pemerintah di beberapa negara. Salah satu negara yang pertama kali memunculkan perhatian ini adalah Tiongkok. Pada November 2019 lalu, pemerintah Tiongkok sudah mengeluarkan regulasi baru untuk meminimalisir dampak buruk bermain game. Regulasi tersebut termasuk membatasi durasi main game dan serta membuat jam malam untuk gamers usia muda.

Walhasil regulasi tersebut berdampak kepada beberapa game, seperti Epic Games yang batasi waktu main Fortnite di Tiongkok, sertai Arena of Valor yang menyiapkan fitur Face Recognition untuk mengetahui usia pemain. Tak hanya di Tiongkok, Jepang juga kini kabarnya sudah menerapkan regulasi serupa, lewat sebuah peraturan daerah.

Peraturan ini diberi nama Net Game Addiction Measure Ordinance, yang diterapkan di prefektur Kagawa, Shikoku, Jepang. Peraturan ini akan membatasi waktu main warga yang berusia di bawah 18 tahun jadi hanya satu jam per hari saja. Melihat regulasi ini, Katsuhiro Harada, produser dan direktur seri game Tekken, lalu memberikan tanggapan yang cukup keras.

Twit tersebut jika diterjemahkan secara kasar berarti. “Para orang tua yang tumbuh dewasa dengan tidak bijak menjadikan game sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan mereka untuk mendidik anak mereka secara bijak.” Mengutip Siliconera, peraturan daerah ini tidak hanya sekadar membatasi durasi main game anak-anak di bawah 18 tahun jadi 60 menit saja per hari (akhir pekan 90 menit), namun juga menerapkan jam malam yang melarang anak-anak untuk menggunakan telepon genggam di atas pukul 22:00.

Memang tidak seperti Tiongkok, yang memaksa pengembang untuk mengubah bagian dalam game untuk pembatasan durasi pemain, peraturan daerah yang diterapkan di Jepang ini bisa dibilang hanya bersifat sebagai arahan dari pemerintah kepada para orang tua dalam mengatur konsumsi game anak. Masih dari Siliconera, kebijakan ini sendiri sebenarnya masih menjadi perdebatan bagi kalangan umum di Jepang, karena cara menegakkan peraturannya yang masih jadi tanda tanya.

Lebih lanjut, Harada secara vokal menentang hal ini lewat beberapa seri twit lainnya. Ia mengatakan bahwa orang-orang yang membuat kebijakan ini adalah “orang orang dengan pikiran membosankan yang tidak dapat memberikan anak anak ide dan inspirasi.”

Terakhir, Harada kembali menegaskan bahwa bentuk perlawanan yang ia lakukan lewat opini pribadinya sendiri ini tidak ada hubungannya dengan penjualan game Tekken sendiri. Ia menjabarkan bahwa penjualan game Tekken 7 yang sudah mencapai jutaan unit, lebih banyak terjual di pasar barat (Eropa dan AS), ketimbang pasar Jepang yang hanya menyumbang 4 persen dari total penjualan dengan hanya 5 juta kopi saja terjual. “Jadi peraturan daerah ini tidak ada urusannya dengan penjualan Tekken 7. Namun, saya merasa ini akan memberikan dampak negatif kepada budaya gaming di Jepang.”. Ucap Harada.

Pada akhirnya, regulasi pembatasan waktu bermain game memang seakan menjadi pedang bermata dua bagi masyarakat. Pada satu sisi, pembatasan ini mungkin baik bagi tumbuh kembang anak, seraya memberi pedoman kepada orang tua terhadap cara konsumsi game terbaik bagi anak. Namun pada sisi lain, kebijakan seperti ini sedikit banyak juga akan mempengaruhi industri game itu sendiri. Walau mungkin tidak terasa untuk saat ini, pergeseran budaya seperti yang disebut Harada bisa jadi akan memberi dampak besar terhadap bisnis game di masa depan.

Sumber Header: Red Bull Esports

Pong Quest Ialah Penjelmaan Modern Pong Dengan Bumbu RPG

Diciptakan oleh Allan Alcorn atas permintaan co-founder Atari Nolan Bushnell, Pong adalah video game pertama yang sukses secara komersial. Bersama home console Magnavox Odyssey, Pong membantu mengokohkan industri gaming, Menyusul sambutan positif khalayak terhadap versi arcade-nya, Atari mulai memproduksi sistem permainan yang bisa dinikmati di rumah dan memasarkannya di tahun 1975.

Sesuai namanya, desain Pong terinspirasi dari permainan ping-pong (yang sebetulnya juga disajikan oleh Magnavox Odyssey). Kesuksesannya melahirkan rentetan sekuel serta tiruan. Beberapa judul resmi meliputi Pong Doubles, Super Pong, Ultra Pong, Quadrapong, serta Pin-Pong. Hampir setengah abad berlalu dari sejak Pong melakukan debutnya, Atari mengumumkan penjelmaan modern game ini yang akan hadir di platform current-gen. Mereka menamainya Pong Quest.

Lewat Pong Quest, Atari mencoba memadukan gameplay ala tenis meja tradisional (disebut pula ball-and-paddle) dan elemen role-playing. Anda bermain sebagai sebuah paddle dalam petualangan di dunia yang dihuni oleh karakter-karakter serupa. Sebagian besar waktu akan Anda habiskan bertanding ping-pong dengan mereka – ada paddle berpenampilan seperti badut, penyihir dan lain-lain.

IMG_01042020_124326_(1024_x_576_pixel)

Layaknya sebuah RPG, kustomisasi merupakan elemen penting di Pong Quest. Pemain bisa mendandani paddle-nya dengan beragam kostum, skin serta aksesori. Dan seperti yang diperlihatkan trailer singkatnya, Pong Quest tidak hanya menghidangkan pertandingan tenis meja digital saja. Game memiliki beragam mode unik, misalnya mengadu Anda dengan monster lipan, mode puzzle hingga variasi permainan ala Breakout (juga buatan Atari).

IMG_01042020_124213_(1024_x_576_pixel)

Di luar itu semua, dunia Pong Quest bisa bebas kita jelajahi. Permainan menyuguhkan grafis flat minimalis dua dimensi, yang bagi saya pribadi, berkesan terlalu sederhana dengan pemilihan dan kombinasi warna yang kusam. Mungkin arahan visual ini diambil demi mempertahankan tradisi ‘old school‘ Pong. Tapi sebetulnya tak ada salahnya jika aspek grafis diracik lebih stylish dan cerah – misalnya seperti Figment atau Fez.

IMG_01042020_124307_(1024_x_576_pixel)

Dari deskripsi di laman Steam, Pong Quest menugaskan Anda untuk ‘mengumpulkan Orb dan menguak rahasia Pintu Menakutkan’. Game turut ditunjang mode multiplayer lokal dan online, serta mempersilakan kita buat bermain bersama tiga orang kawan. Anda tidak membutuhkan PC berspesifikasi tinggi untuk menjalankan game, cukup sistem berspesifikasi CPU dual core, RAM 2GB dan kartu grafis DirectX 11.

IMG_01042020_124231_(1024_x_576_pixel)

Selain di Windows, Pong Quest juga dapat dinikmati dari Xbox One, PlayStation 4 dan Switch. Game rencananya akan dirilis di ‘musim semi’ tahun ini – yang artinya sebentar lagi.

Via Gamespot.

Kampanye #PlayApartTogether Cara Riot Games dan Blizzard Dukung Kebijakan Isolasi Diri

Dengan pandemi COVID-19 yang semakin meluas, isolasi diri menjadi kebijakan yang terus disuarakan untuk mengurangi penyebaran virus yang lebih luas lagi. Maka dari itu berbagai pihak, termasuk dari industri gaming juga mencoba untuk terus menyokong kebijakan isolasi diri. Dalam konteks lokal Kominfo bersama Asosiasi Game Indonesia bekerja sama membuat ajang cipta karya yang membawa tajuk “Ayo Bikin Game Di Rumah Aja”.

Dalam konteks internasional, baru-baru in World Health Organization juga berusaha untuk menyuarakan kampanye ini lewat kerja sama dengan 18 gaming company lewat kampanye bernama #PlayApartTogether. Dalam kampanye ini beberapa perusahaan ternama turut bergabung di dalamnya seperti Riot Games, Activision Blizzard, bahkan streaming platform Twitch. Tak hanya itu, bahkan pengembang mobile games seperti Zynga juga turut serta dalam kampanye ini.

Dalam kampanye ini, para perusahaan game tersebut akan memberi insentif kepada para pemain yang terus bermain dengan berbagai event in-game spesial, konten eksklusif, berbagai aktivitas permainan, hingga hadiah-hadiah. Tentunya kegiatan tersebut dilakukan sambil menyuarakan soal pentingnya melakukan isolasi diri, demi mencegah penyebaran pandemi COVID-19 lebih luas lagi.

Bobby Kotick CEO Activision Blizzard mengucapkan lewat rilis. “Dalam keadaan kritis kita harus memastikan bahwa orang-orang tetap berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang aman. Games adalah medium yang sempurna untuk ini, karena games menyambungkan manusia satu sama lain lewat kesenangan yang penuh tujuan dan makna. Kami sangat bangga bisa berpartisipasi dalam inisiatif yang sangat berarti seperti ini.”

Nicolo Laurent CEO Riot Games juga turut memberikan komentarnya. “Physical distancing bukan berarti isolasi secara sosial! Mari kita berjauhan secara fisik, untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 lebih luas lagi, dan mari kita #PlayApartTogether agar kita tetap kuat melewati krisis ini. Bagi Rioters, bermain game adalah lebih dari sekadar permainan, namun sebuah pencarian jati diri kehidupan. Sekarang, jutaan orang di dunia, bermain game supaya dapat membantu menyelamatkan nyawa. Mari kita menangkan boss battle melawan COVID-19 bersama-sama.”

Semenjak pandemi COVID-19 menjadi semakin luas, dukungan dari berbagai pihak muncul secara bertubi-tubi, termasuk dari industri gaming. Sebelumnya penyelenggara turnamen WePlay! gelar kompetisi Dota bertajuk WeSave! yang berfungsi sebagai laga amal dan mengumpulkan donasi sebesar Rp2,9 miliar. Riot Games juga sebelumnya sudah sempat memberikan sumbangan kepada kota tempat perusahaan tersebut berasal, yaitu Los Angeles.

Mungkin ini pertama kalinya dan menjadi saat berbahagia bagi komunitas gamers, ketika bermain game dapat memberikan dampak positif atau bahkan menyelamatkan dunia dari krisis yang berat ini. Mari kita terus bekerja sama, saling sokong, untuk menghadapi krisis ini, baik sebagai gamers maupun sebagai manusia secara utuh.

6 Game Esensial yang Akan Dirilis di Bulan April 2020

Bagi para gamer, tiga bulan pertama di 2020 tidak kalah seru dari periode yang sama di tahun lalu. Di masa ini, sudah mulai bermunculan para kandidat Game of the Year. Setidaknya ada delapan permainan berkualitas yang sebaiknya tidak Anda lewatkan. Namun kita tahu, perilisan mereka hanyalah permulaan. Jika semuanya berjalan lancar, akan ada lebih banyak judul mengagumkan mendarat di tahun ini.

Mulai awal kuartal dua, arus perilisan game diperkirakan jadi lebih cepat dan beberapa permainan yang telah lama dinanti akan mendarat di bulan April 2020 besok. Dari pengamatan saya sejauh ini, sembilan judul rencananya siap dilepas selama 30 hari ke depan, tetapi ada enam yang paling esensial. Mereka terdiri dari sejumlah remake, spin-off serta satu game multiplayer berformula asimetris. Ini dia:

 

Resident Evil 3 (remake)

3 April – PC, PS4, Xbox One

Kesuksesan remake Resident Evil 2 menyemangati Capcom untuk turut merekonstruksi ulang sekuelnya. Seperti sebelumnya, seluruh aset permainan dibangun dari nol, diikuti oleh sejumlah modifikasi pada gameplay. Kali ini, game dirancang buat lebih mengedepankan elemen action. Melengkapi konten single-player, RE3 turut dibundel bersama mode online RE: Resistance.

 

Final Fantasy VII (remake)

10 April – PS4

23 tahun setelah meluncur di PlayStation, Final Fantasy VII akan kembali hadir dengan grafis dan gameplay modern yang mengombinasikan elemen strategi dan action real-time ala Kingdom Hearts. Game tetap menyajikan cerita, dunia, serta karakter yang sama; tapi Square Enix mengekspansi sejumlah bagian di versi remake ini dan akan merilis kontennya secara episodik.

 

Trials of Mana (remake)

24 April – PC, PS4, Switch

Permainan remake ketiga yang dijadwalkan untuk mendarat di bulan April. Juga merupakan IP milik Square Enix, developer mempertahankan aspek narasi dan gameplay yang diusung oleh versi Super Nintendo-nya; namun segala aset permainan kini dibangun dalam format tiga dimensi serta dilengkapi pula oleh voice-acting. Musiknya kembali digarap oleh sang komposer asli, Hiroki Kikuta.

 

Predator: Hunting Grounds

24 April – PC, PS4

Franchise Alien vs. Predator memang cukup populer di kalangan gamer, namun lewat Hunting Grounds, developer Illfonic mencoba mengembalikan tema Predator ke akarnya. Caranya ialah meramu formula multiplayer asimetris, menugaskan satu tim untuk mengerjakan sejumlah misi sementara itu satu orang akan bermain sebagai sang pemburu high-tech dari planet lain.

 

Gears Tactics

28 April – PC, Xbox One

Gears merupakan seri permainan yang mempopulerkan cover shooter, tetapi lewat Gears Tactics, tim The Coalition serta Splash Damage mencoba melakukan eksperimen: bagaimana jika tema perang melawan alien dan latar belakang fiksi ilmiah Gears of War digunakan sebagai basis pengembangan game strategi turn-based? Hasilnya adalah permainan yang sangat mirip XCOM.

 

Minecraft Dungeons

TBA April – PC, Xbox One

Satu-satunya game di daftar ini yang masih belum punya tanggal rilis pasti terlepas dari janji Mojang buat melepasnya di bulan April. Seperti Gears Tactics, Minecraft Dungeons juga merupakan spin-off. Di Dungeons, elemen sandbox dan survival khas Minecraft digantikan oleh formula dungeon crawler. Anda bisa menikmati game sendirian atau bersama dengan tiga orang kawan.

Maret 2020, Jumlah Pemain Dota 2 Capai 700 Ribu Orang

Belakangan, jumlah pemain Dota 2 kembali naik. Jadi, jangan heran jika pada puncaknya, jumlah pemain Dota 2 mencapai 743 ribu orang pada Maret 2020. Sementara jumlah rata-rata pemain dari game MOBA tersebut dalam 30 hari mencapai 434 ribu pemain.

Padahal, sepanjang 2019, jumlah pemain Dota 2 tengah mengalami penurunan. Memang, Maret 2019, jumlah pemain Dota 2 sempat melonjak naik. Ketika itu, jumlah rata-rata pemain Dota 2 mencapai 586 ribu orang, tertinggi sepanjang 2019. Tidak hanya itu, pada puncaknya, jumlah pemain Dota 2 mencapai 1 juta orang di Maret 2019. Terakhir kali jumlah concurrent players Dota 2 menembus angka 1 juta adalah pada 2016-2017.

Alasan jumlah pemain Dota 2 naik pada Maret tahun lalu adalah kemunculan Dota Auto Chess. Namun, Dota Auto Chess juga mendorong munculnya genre baru, yaitu autobattler. Game studio besar di seluruh dunia pun berbondong-bondong membuat game autobattler, termasuk Valve, yang membuat Dota Underlords. Sejak itu, jumlah pemain Dota 2 kembali mengalami penurunan.

jumlah pemain dota 2
Jumlah pemain Dota 2 belakangan. | Sumber: Steam Charts

Ketika The International 2019 diadakan pada bulan Agustus, jumlah rata-rata pemain Dota 2 turun menjadi 467 ribu orang. Sementara jumlah concurrent players tertinggi mencapai 826 ribu orang. Setelah masa berlaku TI9 Battle Pass habis, jumlah pemain Dota 2 kembali merosot, menurut laporan VP Esports. Ada beberapa alasan mengapa jumlah pemain Dota 2 mengalami penurunan. Salah satunya adalah karena tidak ada fitur baru yang membuat para pemain tertarik untuk terus memainkan game MOBA ini. Selain itu, Valve juga telah melakukan pemblokiran massal pada pemain yang melakukan pencurian, eksploitasi sistem MMR, dan lain sebagainya.

Sepanjang Januari 2020, pada puncaknya, jumlah conccurent players Dota 2 hanya mencapai 616 ribu orang, angka terendah sejak 2014. Namun, pada Februari 2020, jumlah pemain Dota 2 mulai menunjukkan tren naik. Pada bulan lalu, jumlah pemain Dota 2 naik 7,14 persen jika dibandingkan dengan bulan Januari. Ini adalah kenaikan jumlah pemain tertinggi sejak Februari 2019. Salah satu alasan jumlah pemain Dota 2 naik adalah pandemik COVID-19 yang memaksa masyarakat untuk tidak keluar rumah.

Faktanya, Dota 2 bukanlah satu-satunya game yang jumlah pemainnya mengalami kenaikan karena pandemik virus Corona. Bulan ini, jumlah concurrent players Counter-Strike: Global Offensive juga menembus rekor baru, mencapai satu juta orang. Begitu juga dengan jumlah pengguna Steam. Belum lama ini, Steam memecahkan rekor jumlah concurrent users. Data ari Steam DB menunjukkan, rekor jumlah conccurent users Steam kini adalah 23 juta orang.