DreadOut 2 Resmi Dirilis, Kembali Hadirkan Petualangan Linda

Pertama kali rilis 15 Mei 2014 lalu, DreadOut pertama mungkin bisa dibilang sebagai salah satu game developer lokal paling sukses. Selain karena game ini sudah cukup lengkap dari segi grafis maupun cerita, kemasyhuran game ini jadi semakin meningkat ketika Youtuber gaming ternama Pewdiepie memainkan game besutan pengemban Digital Happiness.

Kini 6 tahun berlalu setelah rilisan pertama, Digital Happiness akhirnya merilis sekuel dari game horror Indonesia kenamaan ini. Diluncurkan pada 20 Februari 2020 kemarin lewat platform Steam, DreadOut kembali menghadirkan petualangan Linda (protagonis pada DreadOut pertama) menyelamatkan kawan-kawannya dari serangan roh-roh jahat.

Masih seperti pada seri pertama, gameplay DreadOut 2 masih berupa perburuan hantu dengan menggunakan smartphone. Seiring perjalanan Anda akan bertemu dengan berbagai macam sosok hantu khas Indonesia, yang dapat dinetralisir dengan mengambil foto menggunakan smartphone. Tak hanya itu, Dreadout 2 sepertinya juga menampilkan elemen baru, terlihat lewat Linda yang kini juga bisa menggunakan senjata, seperti pisau, kapak, dan senjata tajam lainnya.

“DreadOut 2 kembali menghadirkan petualangan Linda dalam dunia DreadOut, menampilkan aksi dan pembasmian hantu-hantu yang dikenal di Indonesia maupun hantu fantasi hasil kreasi Digital Happiness,” ucap Rachmad Imron Founder Digital Happiness lewat siaran pers.

Untuk saat ini, DreadOut 2 sudah dapat Anda miliki dengan membelinya lewat laman Steam resmi milik sang pengembang. Mengingat DreadOut 2 memiliki grafis yang cukup lumayan, tak heran jika game ini membutuhkan spesifikasi hardware komputer yang cukup lumayan. Berikut kebutuhan spesifikasi hardware komputer DreadOut 2.

MINIMUM

  • Prosesor dan OS 64-bit
  • OS: Windows 8.1
  • Prosesor: Intel i5 3570K / AMD FX-8350
  • Memori: 8 GB RAM
  • GPU: GTX 770 with 2GB VRAM / Radeon R9 280X 3GB
  • DirectX: Version 11
  • Storage: 16 GB available space
  • Sound Card: DirectX compatible

DIREKOMENDASIKAN

  • Prosesor dan OS 64-bitOS: Windows 10
  • Prosesor: Intel i7
  • Memori: 16 GB RAM
  • GPU: GTX 1050 / Radeon Rx 570
  • DirectX: Version 12

DreadOut 2 bisa dibilang merupakan salah satu sarana unjuk gigi kreator lokal kepada khalayak internasional. Mengutip dari Katadata.co.id DreadOut pertama saja dikatakan membutuhkan investasi sekitar US$200.000 (sekitar Rp2,7 miliar). “Untuk DreadOut kedua biayanya naik, yang pertama sekitar US$200.000, maka yang kedua di atas itu masih di bawah US$1 juta (sekitar Rp13,8 miliar).” ucap Rachmad Imron kepada Katadata.co.id. Saat ini, DreadOut 2 sudah tersedia pada platform Steam seharga Rp108.999.

Sumber header: Digital Happiness

Baldur’s Gate III Akan Meluncur Tahun Ini di Steam Early Access

Sebagai salah satu seri game role-playing paling legendaris, upaya pengembangan penerus Baldur’s Gate sudah dilakukan sejak dua dekade silam. Saat itu, Interplay selaku pemegang lisensi Dungeons & Dragons menugaskan Black Isle Studios untuk mengerjakannya. Namun karena masalah teknis dan krisis finansial, game yang tadinya akan diberi judul The Black Hound tersebut akhirnya dibatalkan. Sementara itu, hak publikasi game D&D kembali diamankan oleh Wizards of the Coast.

Beberapa belas tahun berlalu, fans dan gamer dikejutkan oleh pengumuman mendadak Baldur’s Gate III dalam presentasi Google Stadia di ajang E3 2019. Berkat kesuksesan Divinity: Original Sin dan sekuelnya, Larian Studios mendapatkan kepercayaan Wizards of the Coast untuk menggarap permainan yang dinanti-nanti ini. Baldur’s Gate III akan dihadirkan di Windows serta platform cloud gaming Google, dan ada kemungkinan versi console-nya meluncur setelah itu. Dan di minggu ini, terungkaplah informasi mengenai kapan game bisa mulai dicicipi.

Dalam acara investor di New York Toy Fair, Hasbro yang merupakan perusahaan induk Wizards of the Coast mengumumkan agenda buat meluncurkan Baldur’s Gate III via Steam Early Access di tahun 2020. Melalui cara ini, Larian mengajak komunitas untuk bersama-sama mengembangkan dan memoles permainan – sama seperti ketika mereka meramu Divinity: Original Sin 1 dan 2. Menariknya lagi, perusahaan juga mengungkap rencana pelepasan tujuh game Dungeons & Dragons hingga tahun 2025. Selain Baldur’s Gate III, sedang digarap pula sekuel spin-off Baldur’s Gate: Dark Alliance.

Setelah trailer sinematik Baldur’s Gate III ditayangkan di E3 2019, Larian berencana untuk memamerkan demo gameplay perdana di acara PAX East di tanggal 27 Februari besok. Lewat channel YouTube resmi, minggu lalu tim developer menyingkap sedikit apa yang sudah mereka kerjakan – seperti proses desain level, perekaman musik dan dialog, serta motion capture. Baldur’s Gate III dibangun berlandaskan ruleset D&D edisi kelima dengan sejumlah penyesuaian agar gameplay-nya lebih berorientasi pada pemain.

Baldur’s Gate III buatan Larian tidak mempunyai keterkaitan dengan Baldur’s Gate III: The Black Hound yang sempat ditangani Black Isle. Permainan di-setting kurang lebih 200 tahun setelah Baldur’s Gate II dan menyajikan jalan cerita orisinal. Berdasarkan trailer-nya, permainan sepertinya mengedepankan insiden atau konflik dengan ras illithid (Mind Flayer).

Selain lewat Stadia dan Steam, Baldur’s Gate III juga akan dirilis di platform bebas-DRM GOG.com. Uniknya, ketika banyak developer melangsungkan kesepakatan eksklusif dengan Epic Games Store, Larian malah tidak punya niatan untuk meluncurkan game di platform distribusi yang dimiliki pencipta Fortnite itu. Founder Larian Studios, Swen Vincke menyampaikan bahwa ia ingin agar Baldur’s Gate III tersedia secara luas dan mudah diakses gamer.

Via DualShockers.

Susul Activision Blizzard, Bethesda Juga Tarik Deretan Game-nya dari Katalog GeForce Now

Tahap beta testing selama tujuh tahun merupakan periode yang sangat panjang untuk sebuah layanan digital, tapi itulah yang secara tabah dijalani GeForce Now sebelum akhirnya diluncurkan secara resmi belum lama ini. Apesnya, peluncuran layanan cloud gaming milik Nvidia itu malah diwarnai kabar yang kurang mengenakkan.

Secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas, Activision Blizzard menarik seluruh game-nya dari katalog GeForce Now. Lebih parah lagi, sekarang giliran Bethesda Softworks yang ikut-ikutan. Semua game yang mereka publikasikan, mulai dari seri Fallout, The Elder Scrolls, sampai Doom, juga akan ditarik dari GeForce Now. Satu-satunya properti Bethesda yang tersisa dan bisa dimainkan pelanggan GeForce Now hanyalah Wolfenstein: Youngblood.

Jelas saja kabar ini memicu pertanyaan, “salah apa Nvidia sampai-sampai terkesan dijauhi oleh nama-nama besar di industri gaming?” Untuk kasus Activision Blizzard, masalahnya ternyata berakar pada kesalahpahaman antar kedua belah pihak, seperti dilaporkan oleh Bloomberg.

Dijelaskan bahwa Activision Blizzard sebenarnya ingin ada persetujuan baru pasca lepasnya GeForce Now dari fase beta dan menjadi layanan komersial. Di sisi sebaliknya, Nvidia beranggapan persetujuannya sudah ada sejak GeForce Now masih dalam tahap beta testing, sebab Activision Blizzard memang mempersilakan para penguji GeForce Now untuk memainkan gamegame yang mereka publikasikan.

Ilustrasi ketersediaan GeForce Now di beragam perangkat / Nvidia
Ilustrasi ketersediaan GeForce Now di beragam perangkat / Nvidia

Untuk kasus Bethesda, sejauh ini belum ada penjelasan dari pihak Nvidia maupun Bethesda, tapi saya menduga akar permasalahannya tidak jauh berbeda. Sebelum ini (selama fase beta), GeForce Now bisa dinikmati secara cuma-cuma. Sekarang, Nvidia mematok tarif berlangganan GeForce Now sebesar $5 per bulan.

Bisa jadi Activision Blizzard dan Bethesda mendambakan persetujuan baru dimana mereka bisa kebagian jatah beberapa persen dari pemasukan GeForce Now. Di sisi lain, Nvidia mungkin berpikiran bahwa mereka tidak perlu membayar royalti atau sejenisnya karena GeForce Now memang tidak punya toko game-nya sendiri.

Ini berbeda dari Google Stadia, yang mewajibkan para pelanggannya untuk membeli game di toko khusus milik mereka sendiri (Stadia Store). GeForce Now di sisi lain mempersilakan pelanggan membeli game-nya di platform mainstream seperti Steam dan Epic Games Store. Tarif $5 per bulan itu pada dasarnya cuma sebatas biaya sewa gaming PC kelas high-end yang ada di datacenter Nvidia.

Tampilan Stadia Store di browser komputer / 9to5Google
Tampilan Stadia Store di browser komputer / 9to5Google

Apakah ini berarti saya membela Nvidia dan menuduh Activision Blizzard serta Bethesda serakah? Pada dasarnya begitu, tapi jangan lupa juga kalau semua ini hanya sebatas spekulasi. Nvidia sendiri akan terus berusaha supaya publisher yang minggat berkenan menyediakan game-nya kembali di GeForce Now. Mereka juga menegaskan bahwa ke depannya kasus gamegame yang ditarik dari katalog GeForce Now seperti ini akan berkurang.

Terlepas dari itu, GeForce Now tetap masih memiliki daya tarik yang tinggi, khususnya jika Anda mengidolakan developer seri The Witcher, CD Projekt Red. Game terbaru mereka yang akan dirilis pada tanggal 17 September nanti, Cyberpunk 2077, bakal bisa langsung dimainkan via GeForce Now di hari peluncurannya.

Sumber: GamesRadar.

Operator Baru Rainbow Six Siege: Iana dan Oryx, Apa Kelebihannya?

Dengan pengumuman update Operation Void Edge, diperkenalkan juga dua operator baru di Rainbow Six Siege yaitu Nienke “Iana” Meijer dan Saif “Oryx” Al Hadid. Dengan unique ability yang berbeda dari operator terdahulu, Iana dan Oryx akan memberi warna baru di dalam game. Di artikel ini, saya dan Ajie “WildLotus” Zata selaku Team Manager dari Team Scrypt akan menjelaskan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing operator baru ini.

Iana – Intel Gathering

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Sebelum membahas unique ability miliknya yaitu Gemini Replicator, saya akan membahas mengenai primary weapon-nya terlebih dahulu. Karena tidak sedikit pemain yang memilih operator dengan alasan primary weapon yang bagus. Iana memiliki ARX200 dan G36C yang terbilang mudah untuk dikendalikan recoil-nya. Selain itu, damage dari ARX200 tergolong besar (47 damage). Seharusnya, ARX200 akan lebih populer untuk dipilih dibandingkan G36C. Dan akan banyak pemain yang memilih Iana karena ARX200 yang ia miliki.

Gathering intel adalah kemampuan utama Iana. Melihat ia memiliki 2 drone ditambah Gemini Replicator. Totalnya ada tiga alat baginya untuk mengumpulkan informasi mengenai musuh. Menurut kami, Iana sangat berguna di dalam kondisi planting. Iana akan memanfaatkan informasi mengenai letak musuhnya ketika bomb defuser sudah dipasang. Dengan informasi tersebut, Iana bisa melakukan rotasi dengan mudah untuk menjaga bomb defuser. Karena ini, seharusnya operator Mute akan semakin populer untuk menghalangi intel gathering. 

Selain mengumpulkan informasi, Iana juga beguna untuk mengecoh lawannya. Sama seperti Alibi di posisi defender, hologram yang dikeluarkan juga memiliki potensi untuk membuat lawan bingung. Lawannya akan bertanya-tanya, apakah ini Iana asli atau tidak. Bisa dibilang seperti mind games, sangat sulit bagi musuh untuk mendeteksi Iana yang asli atau hologram. Ada beberapa alat yang bisa mendeteksi Iana, yaitu Evil Eye milik Maestro dan gadget Bulletproof Camera. Pasalnya, Evil Eye akan mendeteksi musuh dengan siluet berwarna putih. Hal tersebut karena Evil Eye juga mendeteksi panas tubuh lawannya. Apabila hologram milik Iana terlihat di Evil Eye, tidak akan terlihat siluet putihnya karena hologram tidak memiliki panas tubuh.

Kesimpulannya, Iana adalah seorang operator dengan kemampuan intel gathering ditambah primary weapon yang bagus. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak membelinya.

Oryx – King of Rotation

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Senjata yang dimiliki Oryx juga mudah untuk digunakan. Walau memiliki damage yang kecil, MP5 tidak sulit untuk diatur recoil-nya. Tetapi MP5 milik Oryx tidak diberikan ACOG, berbeda dengan Doc atau Rook. Oryx juga memiliki barbed wire yang berguna untuk mendeteksi kedatangan musuh. Baliff 410 sebagai secondary weapon akan sangat berguna bagi Oryx untuk membuat rotasi baginya. Rotasi yang saya maksud di sini bukanlah breakable walls tetapi hatch yang bisa ia manfaatkan dengan unique ability-nya.

Oryx bisa melakukan rotasi yang tidak mungkin dilakukan oleh operator lain. Yaitu melakukan rotasi dengan memanjat hatch. Oryx dapat melakukan rotasi dengan sangat cepat dengan kemampuannya ini. Ia juga bisa memilih untuk langsung memanjat atau bergelantung untuk melihat sekitar terlebih dahulu.

Banyak yang membicarakan Remah Dash karena bisa menghancurkan breakable walls. Tetapi kami lebih melihat keunggulan Remah Dash di kemampuannya untuk berlari cepat. Walaupun dengan jarak yang pendek, Remah Dash akan sangat membantu Oryx untuk berpindah tempat lebih cepat. Remah Dash juga akan menjadi counter bagi tim yang menggunakan operator dengan shield seperti Montagne atau Blitz. Pasalnya apabila Remah Dash mengenai musuh, akan memberikan efek knock down selama beberapa detik yang cukup bagi Oryx untuk menghabisinya.

Inti dari Oryx di sini adalah rotasi yang cepat. Dengan Remah Dash, bisa memanjat hatch ditambah Baliff 410 sebagai secondary weapon menjadikan Oryx sebagai penguasa map.

THQ Nordic Garap Remake Gothic, RPG Legendaris yang Menginspirasi Seri The Witcher

Jauh sebelum The Witcher 3 mencuri hati para penggemar RPG, manusia lebih dulu mengenal game berjudul Gothic. Sama seperti seri The Witcher, Gothic merupakan action RPG dengan konsep open-world dan tampilan third-person. Pada kenyataannya, Gothic adalah salah satu inspirasi terbesar tim CD Projekt Red selama mengerjakan seri The Witcher.

Gothic dibuat oleh developer asal Jerman, Piranha Bytes. Dirilis pada tahun 2001, Gothic pada akhirnya melahirkan dua sekuel dan sejumlah spin-off. Piranha Bytes sendiri sekarang sudah menjadi bagian dari THQ Nordic, dan mereka juga sibuk mengembangkan franchise RPG lain, yakni ELEX.

Namun THQ Nordic rupanya menilai franchise Gothic terlalu ikonik untuk dilepas begitu saja. Mereka memutuskan untuk menggarap remake-nya, dan pada bulan Desember lalu, merilis versi demo-nya ke publik. Lewat demo tersebut, THQ berharap ada respon positif yang cukup sehingga mereka bisa lanjut mengerjakan Gothic Remake sepenuhnya.

Dan harapan mereka pun terkabul. Lebih dari 180.000 orang memainkan versi demo-nya, dan berdasarkan hasil survei mereka, 94,8 persen setuju THQ lanjut mengerjakan Gothic Remake hingga rampung. Seperti yang bisa kita lihat pada trailer versi demo-nya di atas, Gothic Remake digarap menggunakan engine baru yang sesuai dengan standar gaming terkini.

Meski tampak mengesankan, sebagian besar pemain yang menjajal versi demo-nya menuntut setting yang lebih kelam (lebih gothic) pada remake-nya. Kalau melihat video komparasi Gothic dan Gothic Remake di bawah ini, perbedaan atmosfer game-nya memang kelihatan cukup drastis.

Kabar baiknya, THQ berkomitmen untuk mempertimbangkan masukan dari mereka yang sempat menguji versi demo-nya. Gothic Remake masih jauh dari perilisan; THQ belum menentukan jadwal tetap, tapi yang pasti tidak di tahun 2020 ini. THQ juga bilang bahwa Gothic Remake bakal dikembangkan untuk platform PC dan console next-gen (PS5 dan Xbox).

Gothic memang menginspirasi seri The Witcher, namun tidak bisa dipungkiri bahwa versi remake-nya ini punya banyak kemiripan dengan The Witcher 3. Lokasi-lokasinya langsung mengingatkan saya pada kawasan Skellige di The Witcher 3, yang sendirinya banyak mengadopsi budaya Viking. Viking sendiri umumnya dianggap sebagai sepupu kaum Goth, meski keduanya berasal dari negara yang berbeda.

Sumber: Eurogamer dan THQ Nordic.

Pelanggan GeForce Now Dapat Memainkan Cyberpunk 2077 di Hari Peluncurannya

Kalau Anda suka The Witcher 3, besar kemungkinan Anda juga bakal suka dengan Cyberpunk 2077. Lucunya, meski sama-sama RPG, dua game itu sangatlah berbeda; satu mengambil setting medieval, satunya bertema distopia masa depan. Sistem combat-nya pun bahkan berbeda jauh; satu lebih ke arah hack-and-slash, dan satunya justru merupakan first-person shooter.

Basis pernyataan saya di atas adalah sosok yang bertanggung jawab atas terciptanya kedua game tersebut. Keduanya sama-sama dibuat oleh CD Projekt Red, dan developer asal Polandia tersebut sudah menegaskan bahwa mereka tidak akan menahan-nahan konten Cyberpunk 2077 untuk disuguhkan pasca perilisan demi meraup untung lebih banyak.

Singkat cerita, sebagai penggemar seri The Witcher sendiri, saya excited dengan Cyberpunk 2077. Namun yang jadi masalah sekarang adalah, kemungkinan besar PC tua saya tidak akan mampu menjalankannya secara mulus. Ketimbang harus upgrade, alternatif yang lebih terjangkau mungkin adalah memainkannya via layanan cloud gaming.

Cyberpunk 2077

Google Stadia maksudnya? Ya, tapi itu bukan satu-satunya opsi. Pada kenyataannya, hati saya justru lebih condong ke Nvidia GeForce Now yang baru saja lepas dari status beta. Pasalnya, Nvidia baru saja mengumumkan kalau konsumen GeForce Now bakal bisa memainkan Cyberpunk 2077 di hari peluncurannya nanti, tepatnya tanggal 17 September 2020.

Bukan cuma itu, Nvidia bahkan juga menjanjikan efek ray tracing yang terus aktif selama pelanggan memainkan Cyberpunk 2077 lewat platform cloud gaming-nya, yang berarti pencahayaan di Night City (setting lokasi Cyberpunk 2077) bakal kelihatan jauh lebih realistis ketimbang jika saya memaksa memainkannya di PC uzur saya.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tidak seperti Stadia, GeForce Now tidak punya toko game-nya sendiri. Maka dari itu, Nvidia menyarankan pelanggan untuk membeli Cyberpunk 2077 terlebih dulu lewat Steam sebelum mengaksesnya di GeForce Now. GeForce Now sendiri juga mematok biaya berlangganan sebesar $5 per bulannya.

Ya, saya mungkin terdengar kelewat antusias mengantisipasi perilisan game ini, tapi Nvidia rupanya juga demikian.

Sumber: PC Gamer dan Nvidia.

Via Update Terkini, Petualangan Anda di The Witcher 3 PC Bisa Dilanjutkan di Switch

Seiring bertambahnya usia, bertambah banyak pula tanggung jawab seseorang. Untuk sebagian gamer, itu berarti waktu bermain jadi semakin berkurang, dan ini alasannya mengapa banyak orang beralih ke Switch. Console berkonsep hybrid ini memberikan kita keleluasaan dalam bermain. Dan tak seperti produk Nintendo sebelumnya, Switch mendapatkan dukungan penuh dari developer third-party ternama.

Ada sejumlah permainan multi-platform baru yang akan mendarat di Switch, misalnya Doom Eternal, The Outer Worlds dan Gods & Monsters. Di antara judul-judul besar itu, The Witcher 3: Wild Hunt sudah tersedia sejak bulan Oktober 2019. Meski visualnya tak sebaik di PC, PS4 atau Xbox One, kehadirannya di Switch dianggap sebagai pencapaian teknis mengesankan. Dibantu tim Saber Interactive, CD Projekt Red berhasil mengemas game berskala raksasa itu sehingga dapat dimainkan secara portable.

Kemarin, CD Projekt Red mengumumkan kabar gembira bagi Anda yang menikmati The Witcher 3 di PC dan Switch. Melalui update terbaru ke versi 3.6, petualangan Anda bersama Geralt of Rivia di komputer bisa dilanjutkan di Switch berkat integrasi file save. Itu berarti, mereka yang baru membeli game versi Switch tak perlu mengulang dari awal (dan tak perlu lagi mati-matian bertempur melawan griffin dan The Toad Prince).

Kini The Witcher 3 Switch mempunyai menu Cloud Save. Menariknya lagi, file save di Switch kabarnya juga bisa diunggah ke Steam cloud, memungkinkan game dinikmati secara bergantian di dua platform itu. Tapi ada beberapa syarat agar fitur ini bekerja optimal: Agar save dapat dibaca, kita tidak boleh mengubah nama file-nya; kemudian pastikan The Witcher 3 yang Anda miliki di PC merupakan versi Complete Edition seperti di Switch. CD Projekt Red turut mengingatkan bahwa pemakaian mod di PC berpeluang memicu eror dan menimbulkan bug.

Selain integrasi file save, update juga menghadirkan dukungan input touch, memperluas opsi bahasa serta setting grafis, memungkinkan kita mengutak-atik aspek visual lebih jauh. Saber Interactive tak lupa memoles performa game lebih jauh, menumpas sejumlah bug serta crash. Transfer file penyimpanan berlaku bagi The Witcher 3 PC yang Anda beli di Steam maupun GOG.

Lewat forum resmi, gamer Switch menyambut antusias kehadiran integrasi file save tersebut. Namun hal ini juga membuat pemain penasaran, mungkinkah kemampuan transfer file penyimpanan berlaku antar-console, misalnya dari PlayStation 4 ke Switch? Melihat dari perspektif pengguna, peluangnya mungkin sangat kecil karena baik Sony dan Microsoft tidak memberikan kesempatan bagi gamer untuk mengunduh ataupun mengunggah data save.

The Witcher 3: Wild Hunt – Complete Edition di Switch telah beredar di Indonesia (walaupun seperti console-nya, belum secara resmi), dijajakan di kisaran harga Rp 720 ribuan. Game bisa Anda temukan di situs eCommerce lokal.

Via PC Gamer.

Epic Games Store Tawarkan Assassin’s Creed Syndicate Secara Cuma-Cuma Selama Seminggu

Menyediakan game gratisan yang berbeda setiap minggunya merupakan cara jitu yang diterapkan Epic Games Store guna menarik minat konsumen. Seperti yang kita tahu, usia EGS masih sangat muda, dan taktik-taktik semacam ini tergolong esensial dalam meruntuhkan loyalitas konsumen Steam.

Tren game gratisan setiap minggu ini sudah EGS jalankan sejak mereka resmi beroperasi di akhir 2018, dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Minggu depan, game yang digratiskan malah cukup istimewa, yakni Assassin’s Creed Syndicate, plus sebuah card game ala Hearthstone berjudul Faeria.

Syndicate memang bukan yang terbaik di sepanjang seri Assassin’s Creed, namun tetap saja ia merupakan salah satu judul blockbuster yang dirilis di tahun 2015. Bagi yang belum pernah memainkannya, Syndicate mengisahkan seorang assassin muda bernama Jacob Frye, dengan setting kota London di era Revolusi Industri.

Assassin's Creed Syndicate

Syndicate juga merupakan game Assassin’s Creed terakhir yang masih menerapkan ‘formula lama’. Setelah Syndicate, Ubisoft merilis Assassin’s Creed Origins dengan gameplay yang berubah cukup drastis dan elemen RPG yang lebih kental. Formula baru ini pada akhirnya terus disempurnakan sampai game yang terbaru, Assassin’s Creed Odyssey.

Assassin’s Creed Syndicate dan Faeria bisa kita dapatkan secara cuma-cuma di EGS pada tanggal 21 – 28 Februari 2020. Tidak ada syarat tertentu yang harus dipenuhi. Cukup buka situs EGS, login atau daftarkan akun, lalu klik “Get” pada laman masing-masing game. Setelahnya, game-nya bisa kita unduh dan mainkan kapan saja kita mau.

Sumber: PC Gamer.

Map Legendaris Counter-Strike, Dust 2, Akan Segera Hadir di Fortnite

Dust 2 – atau yang lebih dikenal dengan nama de_dust2 oleh pemain Counter-Strike klasik – mungkin adalah salah satu multiplayer map yang paling sering dimainkan di sepanjang sejarah gaming. Lokasi virtual ini pertama menyapa dunia pada tahun 2001 melalui game Counter-Strike versi 1.1, dan sampai sekarang masih sering dimainkan di Counter-Strike: Global Offensive.

Tidak lama lagi, Dust 2 malah bakal menyambangi Fortnite. Gambar di atas adalah penampakan map legendaris tersebut di Fortnite, sedangkan gambar di bawah adalah penampakannya di CS:GO. Seperti yang bisa kita lihat, tampilannya begitu mirip, dan nuansa kartun khas Fortnite-nya hanya kentara dari warna hijau mencolok pada pohon-pohonnya.

CS:GO Dust 2

Adalah Team Evolve yang bertanggung jawab atas eksistensi Dust II di Fortnite. Mereka adalah sekelompok desainer yang rajin merancang custom map dan custom mode menggunakan platform sandboxing Fortnite Creative untuk berbagai brand dan organisasi.

Ini tentu bukan pertama kalinya Dust 2 dibuat untuk game lain. Replikanya bisa kita temukan di Far Cry 5 Arcade, dan tentu saja komunitas Minecraft punya segudang versi Dust 2. Dalam waktu dekat, Dust 2 juga dapat dimainkan di salah satu game terpopuler saat ini.

Dust 2 di Fortnite nantinya bisa diakses melalui fitur Battle Lab, yang sejak Desember lalu memungkinkan mode battle royale untuk diterapkan pada custom map yang dibuat di Fortnite Creative. Buat yang tidak sabar, nantikan saja kode untuk map-nya yang akan segera dirilis Team Evolve melalui Twitter.

Sumber: Team Evolve (Twitter) via PC Gamer.

Google Stadia Umumkan Lima Game Baru, Tiga di Antaranya Judul Eksklusif

Debut Google Stadia jauh dari kata mulus. Para pelanggan layanan cloud gaming ini mengeluhkan banyak hal, mulai dari masih absennya fitur-fitur penting yang dijanjikan beserta sejumlah kendala teknis lain, sampai katalog game yang tergolong minim.

Perkara terakhir ini semakin diperparah oleh janji Google sebelumnya terkait 120 game yang bakal Stadia hadirkan di tahun 2020. Singkat cerita, Google tidak boleh terus tinggal diam, apalagi mengingat layanan pesaing – Nvidia GeForce Now dan Microsoft xCloud – sudah mulai beroperasi.

Beruntung Google sadar, dan mereka merespon dengan mengumumkan lima game baru yang akan segera hadir di Stadia. Dari lima game itu, tiga di antaranya mengusung label “First on Stadia”, alias merupakan judul eksklusif sementara (cuma bisa dimainkan lewat Stadia selama beberapa waktu sebelum akhirnya dirilis di platform gaming tradisional).

Judul eksklusif yang pertama adalah Lost Words: Beyond the Page karya Sketchbook Games, game puzzle adventure dengan fokus pada narasi. Seperti yang bisa kita tonton dari trailer-nya di atas, art style-nya kelihatan begitu menarik, dan setting lokasi-lokasinya juga terkesan begitu atmospheric.

Judul eksklusif yang kedua adalah Stacks On Stacks (On Stacks) garapan Herringbone Games. Dideskripsikan sebagai 3D tower builder, game ini menawarkan mode local co-op dan split-screen versus di samping mode single-player.

Game eksklusif yang ketiga adalah Spitlings karya Massive Miniteam. Game arcade ini mendukung mode multiplayer hingga empat pemain, dan uniknya, apabila ada satu pemain saja yang gagal, maka semua harus ikut mengulang dari awal.

Selanjutnya, ada Serious Sam Collection yang merupakan gabungan dari tiga judul sekaligus, yakni Serious Sam HD: The First Encounter, Serious Sam HD: The Second Encounter, dan Serious Sam 3: BFE, tidak ketinggalan pula sejumlah expansion pack-nya. Selain sendirian, franchise shooter legendaris ini juga dapat dimainkan di Stadia bersama tiga pemain lain dalam mode local co-op, atau hingga 16 pemain secara online.

Panzer Dragoon: Remake

Terakhir, Stadia turut mengumumkan Panzer Dragoon: Remake. Sesuai judulnya, ia merupakan remake dari game shooter klasik yang dirilis untuk console Sega Saturn pada tahun 1995. Selain dipoles grafiknya, kontrolnya pun juga ikut disempurnakan pada versi remake-nya ini sehingga sesuai dengan standar gaming terkini.

Sumber: Stadia via GameRant.