N3twork Siapkan Rp793 Miliar untuk Bantu Developer Indie Memasarkan Game Mereka

N3twork, kreator dari game Legendary: Game of Heroes, menyiapkan Growth Fund sebesar US$50 juta (sekitar Rp793 miliar) untuk membantu developer mengembangkan bisnis mereka. Selain itu, mereka juga akan  mengajarkan teknik akuisisi dan retensi pemain serta cara untuk meningkatkan engagement pemain. Tak hanya Growth Fund, mereka juga menyiapkan Pilot Fund sebesar US$1 juta (sekitar Rp15,9 miliar). Pilot Fund ditujukan untuk para developer yang tidak memiliki dana atau kurang mampu dalam merealisasikan potensi game yang mereka buat. Melalui dana ini, N3twork juga ingin membantu developer yang biaya akuisisi pemainnya terlalu tinggi sehingga mereka tidak punya dana marketing yang memadai.

Dengan Pilot Fund, N3twork akan memberikan US$10 ribu (sekitar Rp158,6 juta) pada developer indie untuk mempromosikan game mereka selama satu bulan. Dana tersebut akan digunakan untuk iklan. Peran N3twork adalah untuk membantu para developer agar semakin banyak orang yang mengunduh game mereka. Jika developer sukses memanfaatkan dana dari Pilot Fund, maka mereka akan bisa mendapatkan pendanaan lebih lanjut melalui Growth Fund. Selain dana, N3twork juga akan mengajarkan para developer tentang tips dan trik monetisasi dan cara mengiklankan game yang efektif.

“Ketika saya pertama kali bergabung dengan N3twork, kami memang punya rencana untuk merilis tools dan teknologi yang kami kembangkan ke developer pihak ketiga di masa depan,” kata Dan Barnes, Head of Platform, N3twork, seperti dikutip dari GamesBeat. “Kami selalu mengembangkan tool yang memang bisa menjadi produk mandiri. Tools tersebut bisa kami gunakan sendiri. Namun, tools tersebut juga bisa digunakan oleh pihak lain.” Memang, N3twork memiliki N3twork Scale Platform, yang terdiri dari tools dan layanan terkait pembuatan iklan dan otomasi kampanye iklan serta menyediakan insight tentang segmentasi dan perilaku pengguna.

n3twork
N3twork Scale Platform berisi tools dan layanan untuk iklan. | Sumber: VentureBeat

Sebelum ini, N3twork telah membantu 10 game melalui Pilot Fund. Dari 10 game tersebut, Star Chef 2 buatan 99Games lolos untuk masuk ke tahap pendaan berikutnya via Growth Fund. N3twork juga akan menjadi publisher dari game Star Chef 2. Ke depan, N3twork berencana untuk memberikan pendanaan pada lebih dari 100 game dengan Pilot Fund. Sementara dengan Growth Fund, mereka ingin bisa memberikan dana sampai US$1,5 juta (sekitar Rp23,8 miliar) per bulan.

Star Chef adalah game manajemen restoran. Di sini, para pemain menjadi pemilik restoran yang bertujuan untuk memuaskan hati pelanggan dengan menyediakan berbagai menu populer dari seluruh dunia. Pendahulu Star Chef 2, Star Chef berhasil menjadi salah satu game masak terpopuler dengan total pemasukan mencapai US$30 juta (sekitar Rp476 miliar). Seiring dengan berkembangnya industri game, semakin banyak juga pihak yang tertarik untuk menjadi investor para developer dan pelaku industri game lainnya. Tahun lalu, Hiro Capital dibentuk dengan tujuan untuk mendanai pelaku di bidang game, esports, dan digital sports.

Ajang “Ayo Bikin Game di Rumah Aja” Ciptakan Lebih dari 200 Game

Ajang “Ayo Bikin Game di Rumah Aja” kini sudah memasuki fase pemilihan. Ajang ini merupakan sebuah inisiatif yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Asosiasi Game Indonesia, dan Clevio, sebagai sarana untuk mendukung kebijakan isolasi diri yang diterapkan pemerintah sembari mendorong masyarakat tetap aktif.

Dalam ajang ini, para peserta diminta membuat game dengan tema “Mari Bersama Melawan COVID-19: Hidup Bersih, Sehat, dan Seru.” untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp30 juta. Ajang ini dibagi ke dalam dua kategori, yaitu Junior (untuk siswa SD, SMP, dan SMA/SMK) dan Mahasiswa/Umum. Setelah ajang cipta game selesai digelar dari tanggal 2 sampai 5 April 2020, kini terkumpul 200 karya lebih dari dua kategori tersebut.

Hybrid - Akbar Priono
Hybrid – Akbar Priono

Tercatat ada 238 karya dari dua kategori, dengan rincian berupa 131 karya dari kategori umum, dan 107 karya dari kategori Junior. Semua karya yang lolos sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan, termasuk merepresentasikan tema yang diusung serta membawa pesan edukasi penanggulangan COVID-19 yang informatif dan dengan cara yang menyenangkan.

Walau kebijakan isolasi diri mengharuskan semua orang untuk tetap di rumah, namun ajang ini tetap tidak kehilangan antusiasme dari masyarakat. Selain diikuti oleh banyak peserta, ajang ini ternyata juga menarik minat banyak kalangan.

Salah satu peserta bahkan ada yang masih berusia 7 tahun dan duduk di kelas 2 SD. Ajang ini juga diantisipasi oleh masyarakat dari berbagai belahan Indonesia, dengan domisili peserta mulai dari ujung barat Langsa di Banda Aceh hingga Malili di Luwu. Timur. Bahkan, ada juga seorang mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di kota Kitakyushu, Jepang, ikut serta membuat game untuk ajang ini.

Sumber: Rilis Resmi
Sumber: Rilis Resmi

Setelah semua karya terkumpul, kini sayembara ini memasuki fase voting. Untuk melakukan voting, Anda para pembaca Hybrid dapat melakukannya dengan memberi like pada unggahan peserta yang menggunakan tagar #ayobikingame dan #dirumahaja. Nantinya akun Instagram resmi AGI dan Clevio juga akan secara rutin melakukan repost game buatan para peserta di Instagram Story selama masa voting berlangsung.

Voting berlangsung mulai dari tanggal 6 sampai 10 April 2020 pukul 12:00. Nantinya, game dengan jumlah like terbanyak akan dinobatkan sebagai game terfavorit, dan akan diumumkan tanggal 13 April 2020 mendatang, bersamaan dengan pengumuman game terbaik pilihan para juri.

Anda dapat pergi ke laman agi.or.id/ayobikingame, untuk mengetahui informasi lebih lanjut seputar ajang cipta game “Ayo Bikin Game di Rumah Aja”.

Semakin Banyak Game “Sukses” di Steam

Valve baru saja merilis laporan tentang penjualan dari game-game yang ada di Steam. Mereka menyebutkan, pada 2019, ada lebih dari 1.100 game yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$10 ribu (sekitar Rp161 juta) dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan. Dapat menghasilkan US$10 ribu dalam 2 minggu sejak waktu peluncuran adalah tolok ukur game yang sukses menurut Valve. Alasannya, karena game yang dapat mencapai hal itu akan bisa mendapatkan sekitar US$20 ribu (sekitar Rp322 juta) sampai US$60 ribu (sekitar Rp967 juta) dalam waktu 12 bulan setelah diluncurkan.

Kabar baiknya, jumlah game yang dianggap “sukses” pada 2019 naik 18 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2018, jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan kurang dari 1.000 game. Memang, dari tahun ke tahun, jumlah game yang bisa memenuhi standar kesuksesan Valve terus bertambah, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

steam game
Jumlah game yang berhasil mendapatkan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak peluncuran. | Sumber: Valve

“Menjadikan pemasukan sebesar US$10 ribu sebagai tolok ukur mungkin terdengar random. Karena itu, untuk memastikan bahwa analisa kami tidak salah, kami juga mengamati jumlah game dengan pemasukan yang lebih tinggi dan lebih rendah dari US$10 ribu. Hasilnya, kami menemukan pola serupa. Kami melihat bahwa pada 2019, jumlah game yang mendapatkan US$5 ribu (sekitar Rp80,5 juta) pada 2 minggu awal peluncuran naik 4 kali lipat jika dibandingkan pada 2013. Sementara jumlah game yang mendapatkan lebih dari US$250 ribu (sekitar Rp4 miliar) naik lebih dari 3 kali lipat,” tulis Valve, seperti yang dikutip dari Game Industry.

Dalam analisanya, Valve mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bahwa alasan mengapa semakin banyak game yang berhasil mencapai angka penjualan tertentu adalah karena jumlah game yang dirilis di Steam juga terus naik. Pada 2019, jumlah game yang diluncurkan di Steam naik 11 persen jika dibandingkan dengan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pada tahun 2019, jumlah game yang mendapatkan pemasukan US$10 ribu dalam waktu 2 minggu sejak diluncurkan naik 18 persen jika dibandingkan dengan pada 2018.

Valve juga mencoba untuk menganalisa pendapatan rata-rata game di Steam dalam waktu dua minggu sejak dirilis. Mereka menyebutkan, pemasukan rata-rata game yang diluncurkan pada 2019 naik 24 persen jika dibandingkan dengan game yang dirilis pada 2018. Belakangan, di tengah pandemi virus corona, Steam juga terus memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent mereka.

Mouse Wireless Corsair Dark Core RGB Pro Diklaim Lebih Responsif Daripada Mouse Berkabel

Problem utama mouse wireless biasanya adalah seputar latency. Untuk penggunaan secara umum, efeknya mungkin tidak begitu terasa, tapi kalau untuk gaming, peran latency sangatlah vital. Di game kompetitif, latency tinggi bisa berujung pada kekalahan karena mouse terlambat merespon reaksi pemain.

Singkat cerita, mouse berkabel masih merupakan pilihan terbaik untuk urusan latency. Namun ternyata Corsair menolak anggapan tersebut. Mereka mengklaim mouse wireless terbarunya, Dark Core RGB Pro, punya latency yang lebih rendah daripada mouse berkabel.

Corsair Dark Core RGB Pro

Prestasi tersebut dicapai menggunakan kombinasi dua hal. Yang pertama adalah teknologi transmisi sinyal Slipstream Wireless bikinan Corsair sendiri. Yang kedua adalah teknologi hyper-polling, dengan polling rate sebesar 2.000 Hz. Keduanya ditandemkan untuk mewujudkan latency yang amat rendah kalau kata Corsair.

Memangnya mouse berkabel masih kurang instan responnya? Buat saya sih tidak, tapi saya juga bukan seorang gamer kompetitif, alih-alih atlet esport. Buat konsumen seperti saya, mouse ini mungkin cuma terasa sama responsifnya seperti mouse berkabel, dan itu sebenarnya sudah merupakan hal yang positif.

Lebih lanjut mengenai performanya, Dark Core RGB Pro mengemas sensor optik PixArt PAW3392 yang menawarkan sensitivitas maksimum 18.000 DPI, dan yang bisa disesuaikan per 1 DPI. Kalau diperlukan, mouse ini juga dapat dipakai via sambungan Bluetooth ataupun kabel USB-C.

Corsair Dark Core RGB Pro

Secara desain, mouse ini nyaris sama seperti pendahulunya, dengan sisi kanan yang bisa dilepas-pasang untuk menyesuaikan dengan preferensi bentuk yang disukai masing-masing pengguna. Jumlah tombolnya ada 8, dan semuanya bisa diprogram sesuai kebutuhan.

Dalam satu kali pengisian, baterai perangkat ini bisa tahan sampai sekitar 50 jam pemakaian. Buat yang mendambakan kenyamanan ekstra, ada varian Dark Core RGB Pro SE yang dibekali dukungan Qi wireless charging, yang juga kompatibel dengan wireless charging mousepad.

Di Amerika Serikat, Corsair Dark Core RGB Pro saat ini sudah dipasarkan seharga $80, sedangkan varian Dark Core RGB Pro SE seharga $90.

Sumber: Corsair.

Di Twitter, Jumlah Percakapan tentang Game Naik 71 Persen

Di Twitter, jumlah percakapan tentang game naik 71 persen dan jumlah pengguna yang membuat tweet tentang game naik 38 persen. Sementara di Amerika Serikat, jumlah kicauan tentang game naik 89 persen dan jumlah pengguna yang membahas game naik 50 persen. Tidak heran jika semakin banyak orang yang membahas tentang game di media sosial. Di tengah pandemi virus corona, yang memaksa banyak negara untuk menetapkan status lockdown atau menghimbau masyarakatnya untuk tetap di rumah, banyak orang yang mengisi waktunya dengan bermain game. Dalam satu bulan belakangan, Steam terus memecahkan rekor jumlah pengguna concurrent. Jumlah pemain dari Counter-Strike: Global Offensive dan Dota 2 juga terus naik.

Selain pandemi virus corona, hal lain yang membuat jumlah kicauan tentang game naik adalah peluncuran Animal Crossing: New Horizons, menurut Forbes. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, jumlah tweet tentang game melonjak naik setelah New Horizons diluncurkan. Memang, baik di Amerika Serikat maupun di dunia, New Horizons merupakan game yang paling banyak dibicarakan. Kicauan tentang New Horizons tidak melulu berisi gameplay dari game tersebut, tapi juga tentang kode in-game untuk mengunduh desain buatan pemain lain.

twitter game
Setelah New Horizons diluncurkan, jumlah tweet yang membahas tentang game melonjak naik. | Sumber: Forbes

Secara global, game lain yang paling banyak dibicarakan di Twitter adalah Fate/Grand Order, diikuti oleh Final Fantasy, Ensemble Stars! dan Fortnite. Sementara di Amerika Serikat, game yang paling sering dibicarakan selain game terbaru Animal Crossing adalah Call of Duty, Final Fantasy, Fortnite, dan Fire Emblem. Sementara itu, organisasi esports yang paling banyak dibicarakan adalah FaZe Clan, diikuti oleh G2 Esports, MiBR, Fnatic, lalu Cloud9, lapor The Esports Observer. Negara yang memberikan kontribusi paling besar dalam lonjakan kicauan tentang game ini adalah Jepang, diikuti oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Prancis, dan Spanyol.

Di tengah pandemi virus corona, banyak turnamen olahraga yang dibatalkan dan digantikan dengan turnamen esports, seperti Formula 1 dan NASCAR. Selain itu, atlet basket dan sepak bola profesional juga ikut serta dalam turnamen esports. Biasanya, turnamen esports hanya disiarkan melalui platform streaming game dan media sosial. Namun, kali ini, pertandingan esports juga ditayangkan di channel televisi untuk mengisi kekosongan akibat batalnya berbagai kegiatan olahraga. Misalnya, FOX Sports memutuskan untuk menayangkan keseluruhan balapan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series.

Mari Berkenalan Dengan Controller DualSense Untuk PlayStation 5

Controller merupakan bagian dari identitas sebuah console game dan, dalam mendesainnya, tiap produsen mengambil pendekatan yang berbeda. Microsoft tak banyak mengubah wujudnya setelah era The Duke. Sedangkan Nintendo terus bereksperimen di tiap generasi hardware. Sementara itu, DualShock yang tadinya merupakan periferal sekunder diadopsi untuk menemani PlayStation 2 hingga produk current-gen Sony.

Melihat respons positif gamer terhadap DualShock, banyak orang (termasuk saya) berasumsi bahwa ‘keturunannya’ juga akan mendampingi PlayStation 5. Dugaan ini betul sekaligus salah. Baru saja Sony menyingkap penerus DualShock 4. Di sana produsen tetap mempertahankan elemen-elemen favorit gamer, namun tak lupa mencantumkan deretan teknologi baru dan mengemas semuanya dalam rancangan bertema futuristis. Menariknya, controller tak lagi mengusung titel ‘DualShock’. Sony menamainya DualSense.

IMG_08042020_123517_(1000_x_650_pixel)

Senior vice president Hideaki Nishino menjelaskan bahwa sesuai namanya, lewat DualSense, timnya mencoba mengedepankan aspek yang jarang jadi perhatian developer game serta desainer periferal: sensasi sentuhan. Itu sebabnya mereka repot-repot mengembangkan teknologi haptic feedback untuk menggantikan metode getaran di DualShock yang mulai menua.

Selanjutnya, Sony membenamkan sistem adaptive trigger di L2 dan R2 sehingga aksi yang Anda lakukan di permainan (seperti menarik tali busur panah atau menekan pedal gas kendaraan) terasa lebih realistis. Demi memaksimalkan efek tersebut, produsen turut memodifikasi sudut tombol pelatuk, sekarang jadi lebih miring.

Dari sisi penampilan, wujud DualSense lebih berisi dari DualShock 4 – jadi sedikit menyerupai controller Xbox One. Tak seperti biasanya, gamepad menyajikan dua warna. Di versi awal ini, warna putih tampak mendominasi permukaan DualSense, dihias oleh hitam di bagian ‘dalam’. Garis-garis dan pelat grip dibuat diagonal dan inilah yang menonjolkan kesan futuristisnya. Sony memindahkan light bar dari depan ke samping touchpad, lalu mengubah tombol PS menjadi bergaya cut out mengikuti logo.

IMG_08042020_123541_(1000_x_650_pixel)

Selain pada body, tema monokromatis diimplementasikan pula pada tombol action (dengan simbol segitiga, kotak, silang dan lingkaran). Warna-warninya digantikan oleh abu-abu. Sony juga memperluas fungsi tombol Share, dan memberinya istilah baru: Create. Produsen belum menjelaskan secara detail fitur-fitur anyar di sana, hanya menjelaskan bahwa tombol ini akan ‘memberikan para pemain cara baru buat menciptakan dan berbagi konten’.

Sebagai pelengkap, Sony menyematkan rangkaian microphone built-in (pertama kalinya tersedia di controller mereka) dan meng-upgrade bagian baterai, memastikan daya tahannya lebih lama tapi juga lebih ringan. Di luar itu, produsen tetap mempertahankan layout tombol dan penempatan stik analog secara simetris khas DualShock.

“DualSense menandai sebuah perubahan radikal dari controller yang kami tawarkan sebelumnya dan mewakili lompatan ke generasi selanjutnya,” tutur CEO SIE Jim Ryan. “Bersama dengan fitur-fitur inovatif di PlayStation 5, periferal anyar ini akan mentransformasi cara kita menikmati permainan – wujud dari misi kami untuk terus mendorong batasan dalam bermain.”

Sumber: PlayStation.

Senjata Valorant Tunjukkan Karakteristik yang Mirip Dengan CS:GO

Valorant sudah akan mendekati fase Closed Beta. Beberapa waktu yang lalu, sosok streamer yang pernah menjadi pemain profesional CS:GO, Michael Grzsiek (Shroud) bahkan sudah sempat memainkannya dan mengatakan bahwa Valorant merupakan game yang istmewa.

Memang banyak yang menantikan game ini, bahkan organisasi esports asal Korea Selatan, T1, sudah merekrut Brax yang merupakan mantan pemain CS:GO untuk menjadi pemain Valorant. Memang, gameplay Valorant mungkin bisa dibilang gabungan antara Overwatch dengan CS:GO.

Valorant menampilkan gameplay Heroes Shooter layaknya Overwatch dengan ragam karakter dan skill khusus, namun dengan gunplay ala CS:GO yang mengandalkan hipfire atau tembakan tanpa bidikan. Mengingat sudah ada beberapa orang yang dapat memainkan game ini, beberapa juga sudah melakukan analisis terhadap mekanisme permainan. Salah satunya adalah karakteristik senjata.

Satu yang menarik adalah, ada beberapa kemiripan karakteristik antara senjata Valorant dengan CS:GO. Klasifikasi senjata pada Valorant juga kurang lebih mirip dengan CS:GO, yaitu Pistol, SMG, Shotgun, Rifle, Sniper, dan Heavy.

Namun mungkin satu perbedaan yang jelas adalah jumlah koleksi senjata yang masih minim. Pada klasifikasi pistol, Valorant punya The Classic, Shorty, Frenzy, Ghost, dan Sherif. Satu yang cukup kentara adalah pistol Sherif, yang karakteristiknya mirip dengan Deagle yaitu, hentakan atau recoil besar, namun damage besar yang bisa membunuh lawan dengan satu peluru ke kepala.

Dari SMG ada Stinger dan Spectre. Dua senjata ini punya karakteristik berupa damage kecil namun firing-rate tinggi, dengan hentakan senjata yang begitu liar. Kalau dibandingkan dengan CS:GO, Spectre kurang lebih mirip dengan MP5S.

Selanjutnya kelas Rifle ada Phantom dan Vandal. Senjata kelas ini memiliki karakteristik berupa damage besar, akurat untuk jarak jauh, namun memiliki hentakan atau recoil yang terasa namun masih bisa dikendalikan. Phatom dan Vandal sendiri mewakili dua senjata ikonik di CS:GO yaitu M4A4 dan AK-47.

Kelas Sniper juga hanya memiliki dua senjata yaitu Marshal dan Operator. Satu kelebihan senjata kelas ini adalah memiliki scope yang memungkinkan pemain membidik dari jarak yang jauh, punya damage besar namun hanya bisa menembakkan satu peluru setiap tembakan (bolt-action rifle).

Kedua senjata ini juga punya karakteristik yang hampir persis sama dengan dua senapan sniper di CS:GO. Marshal mewakili Scout, ringan, namun tidak langsung membunuh jika kena badan. Operator mewakili AWP, yang langsung membungkam siapapun dalam sekali tembak.

Senjata shotgun juga hanya ada dua jenis saja yaitu Bucky dan Judge. Bucky merupakan shotgun Pump-Action yang harus dikokang, sementara Judge adalah Shotgun semi-otomatis layaknya Mag-7 di CS:GO.

Terakhir ada kelas Heavy, yang juga hanya punya dua senjata yaitu Ares dan Odin. Keduanya merupakan senjata LMG dengan peluru sangat banyak, rate-of-fire sangat tinggi, dan sangat sulit untuk dikendalikan. Ares dan Odin juga kurang lebih mirip dengan Machine Gun di CS:GO yaitu M249 dan Negev.

Masa closed-beta Valorant sudah dimulai sejak tanggal 7 April 2020 ini. Namun demikian hanya pemain dari regional NA dan EU saja yang dapat menikmatinya. Riot Games sampai saat ini belum memberikan tanggal rilis, namun diperkirakan Valorant akan hadir pada musim panas (sekitar Juni – September) 2020.

Proyek Cloud Gaming Amazon Tertunda Karena Corona

Amazon sukses masuk ke industri game dengan mengakuisisi platform streaming game, Twitch. Namun, mereka tampaknya tidak puas dengan itu. Perusaahaan e-commerce kini juga berencana untuk meluncurkan beberapa game sendiri serta platform cloud gaming, yang disebut Project Tempo oleh tim internal Amazon. Sayangnya, Amazon tampaknya harus menunda peluncuran platform cloud gaming mereka sampai tahun depan karena pandemi virus corona.

Sekarang, telah ada beberapa perusahaan teknologi besar yang sudah meluncurkan platform cloud gaming, seperti Google dengan Stadia dan NVIDIA dengan GeForce Now. Microsoft juga memiliki proyek serupa yang dinamai Project xCloud. Dikabarkan untuk mengembangkan Project Tempo, Amazon telah menguncurkan dana hingga ratusan juta dollar, menurut laporan Games Industry.

Selain membuat platform cloud gaming, Amazon juga berencana untuk meluncurkan game mereka sendiri. Game pertama yang akan mereka buat adalah game multiplayer sci-fi shooter yang berjudul Crucible. Amazon memercayakan pengembangan game tersebut pada Relentless, studio game-nya sendiri, yang terletak di Seattle. Sayangnya, sama seperti Project Tempo, peluncuran Crucible juga harus ditunda. Pada awalnya, Amazon berencana untuk memperkenalkan game ini pada awal Maret 2020 dan meluncurkannya pada 31 Maret 2020. Namun, Amazon akhirnya menunda waktu peluncurannya ke 14 April sebelum kembali menundanya ke bulan Mei.

New World. | Sumber: Amazon Games via New York Times

New World. | Sumber: Amazon Games via New York Times

“Rencana kami adalah untuk membawa karakteristik terbaik dari Amazon ke dunia game,” kata Mike Frazzini, Vice President for Game Services and Studios, Amazon, menurut laporan New York Times. “Kami telah mengembangkan game cukup lama, tapi membuat game memang proses yang tidak sebentar.”

Crucible bukan satu-satunya game yang ingin Amazon luncurkan. Mereka juga berencana untuk merilis game MMO berjudul New World. Game yang memiliki setting waktu pada abad ke-17 itu dikembangkan oleh studio game Double Helix Games, yang diakuisisi oleh Amazon pada 2014. Studio ini juga tengah mengembangkan game yang didasarkan pada franchise Lord of the Rings. Dengan Crucible dan New World, Amazon menargetkan para hardcore gamers.

Setelah meluncurkan Crucible dan New World pada Mei 2020, Amazon berencana untuk merilis game interaktif di Twitch pada musim panas di Amerika Serikat, yang biasanya berlangsung selama Juni sampai September. Saat ini, jutaan orang menonton streamer bermain game di Twitch. Dengan membuat game interaktif, mereka ingin mendekatkan para streamer dengan audiens mereka. “Kami ingin bisa merealisasikan ide dimana seorang pemain, streamer, dan penonton bisa berinteraksi di lingkungan yang sama di Twitch,” kata Frazzini.

Game-Game yang Peluncurannya Tertunda Akibat Pandemi Corona

Karena wabah COVID-19, pemerintah di sejumlah negara telah menurunkan larangan bagi warganya untuk keluar rumah. Dan demi membantu menyetop penyebaran virus, sejumlah layanan hiburan digital seperti Steam dan Epic Store sudah melepas sejumlah game secara gratis. Namun meski hal ini terdengar menyenangkan, pandemi corona tentu memberi dampak negatif terhadap semua hal – termasuk jadwal rilis permainan.

Anda mungkin sudah mendengar soal deretan game yang peluncurannya terpaksa harus diundur akibat kendala logistik – beberapa di antara mereka sangat dinanti. Lewat artikel ini, saya bermaksud untuk merangkum semua judul yang tanggal rilisnya dipastikan tertunda. Saya menduga, jika wabah corona tak juga mereda, daftar ini akan jadi bertambah panjang.

Berdasarkan pengamatan sementara ini, ada (sekitar) tujuh permainan yang telah dikonfirmasi mengalami penundaan. Ini dia:

 

Final Fantasy VII Remake

Sebagai respons tak terkendalinya penyebaran COVID-19, Square Enix melakukan penyesuaian di sisi distribusi agar remake Final Fantasy VII bisa tetap meluncur di tanggal 10 April 2020 – setidaknya untuk edisi digitalnya. Lewat Twitter, developer mengabarkan bahwa akan ada perubahan di segmen retail yang menyebabkan ketersediaan versi fisik permainan di sejumlah negara jadi terlambat.

 

The Last of Us Part II

Sekuel The Last of Us ini boleh dibilang sebagai game yang terkena dampak pandemi corona terparah. Karena Sony dan Naughty Dog bersikeras untuk merilis game di semua wilayah secara berbarengan, The Last of Us Part II akhirnya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Kabarnya, status pengerjaan permainan saat ini sudah hampir rampung dan developer sedang memperbaiki bug.

 

Marvel’s Iron Man VR

Pengunduran Iron Man VR diumumkan berbarengan dengan The Last of Us Part II. Awalnya, game dijadwalkan buat dilepas pada tanggal 15 Mei, tapi sekarang tidak diketahui kapan ia akan tersedia. Iron Man VR merupakan judul mandiri, seperti Marvel’s Spider-Man, dengan twist virtual reality. Jagatnya terpisah dari permainan Avengers yang sedang digodok Crystal Dynamics dan Eidos Montreal.

 

Minecraft Dungeons

Spin-off game sandbox dan survival populer ini tadinya akan meluncur di bulan April, namun kemudian dimundurkan ke tanggal 26 Mei 2020. Permainan menyajikan gameplay dungeon crawler dengan konten berkonsep randomly-generated, sehingga pengalaman bermain tiap orang akan berbeda. Anda dapat menikmati Minecraft Dungeons bersama tiga orang kawan via mode multiplayer co-op.

 

The Outer Worlds (Switch)

The Outer Worlds ialah salah satu game role-playing terunik di tahun 2019. Setelah tersedia di PC, PS4 dan Xbox One, Obsidian Entertainment membutuhkan waktu beberapa bulan buat mem-porting game ke Nintendo Switch. Dan karena wabah virus corona, developer memilih untuk mengundur waktu pelepasannya dari tanggal 6 Maret ke 5 Juni 2020.

 

Super Smash Bros. Ultimate DLC

Ada beberapa karakter yang rencananya akan Bandai Namco hadirkan di Super Smash Bros. Ultimate lewat downloadable content, tapi penyediaannya terpaksa ditunda. Developer berjanji untuk merilis para fighter baru itu selambat-lambatnya di bulan Desember 2021 – semuanya tergantung situasi.

 

Wasteland 3

Karena COVID-19, penggarapan sekuel dari sekuel RPG taktis legendaris ini mesti dilakukan secara remote, dan kondisi tersebut tentu berdampak pada efektivitas kerja. Dengan anggaran tiga kali lipat dibanding modal pengembangan Wasteland 2, tim inXile berkomitmen untuk menghidangkan konten game sebaik mungkin, dan menarik waktu rilisnya dari 19 Mei ke 28 Agustus 2020.

 

Xbox Series X & Halo Infinite (?)

Microsoft sejauh ini belum mengabarkan perubahan agenda peluncuran Xbox Series X. Console masih dijadwalkan untuk tersedia di ‘musim libur’, dekat penghujung tahun 2020. Tetapi ada indikasi 343 Industries tidak bisa menyelesaikan Halo Infinite sebelum Xbox Series X dilepas, walaupun pengerjaannya turut dibantu oleh studio independen SkyBox Labs.

Via Metacritic.

Razer Blade 15 Versi Anyar Andalkan Prosesor 8-Core Terbaru Intel dan GPU RTX 2080 Super

Razer Blade terus mengukuhkan statusnya sebagai MacBook-nya para gamer. Hal ini kembali dibuktikan lewat generasi terbaru Razer Blade 15, yang hadir membawa prosesor generasi ke-10 Intel dan GPU Nvidia RTX Super.

Spesifiknya, Blade 15 mengemas prosesor Intel Core i7-10875H yang berinti delapan dan memiliki kecepatan maksimum 5,1 GHz pada varian termahalnya. GPU yang digunakan adalah GeForce RTX 2080 Super tipe Max-Q yang ditujukan untuk laptop berbodi tipis, dan yang performanya diklaim 25% lebih kencang ketimbang model non-Super.

Setipis apa memangnya? 17,8 mm, dengan bobot sekitar 2,2 kg. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 16 GB dan SSD tipe NVMe PCIe berkapasitas 1 TB. Baterainya punya kapasitas 80 Wh, dan dapat di-charge via USB-C ketika sedang tidak dipakai bermain game.

Razer Blade 15

Layar 15,6 incinya hadir dalam dua varian yang berbeda: touchscreen OLED beresolusi 4K yang mendukung 100% spektrum warna DCI-P3, atau LCD beresolusi 1080p yang dilengkapi refresh rate setinggi 300 Hz. Bezel-nya sama tipisnya (4,9 mm) pada kedua varian.

Versi baru Blade 15 ini juga membawa perubahan yang sepele namun sebenarnya cukup penting, yaitu penyempurnaan layout keyboard. Pada versi-versi Blade sebelumnya, Razer selalu menempatkan tombol panah atas di antara tombol “?” dan “Shift”. Di versi terbarunya, Blade 15 sudah memakai layout yang lebih standar dengan tombol panah atas dan panah bawah yang terbagi dua.

Razer Blade 15

Satu hal yang Blade 15 miliki tapi absen bahkan pada MacBook Pro 16 adalah SD card reader, lebih tepatnya yang mendukung model UHS-III. Selebihnya, konektivitasnya mencakup port HDMI, sepasang port USB-C (salah satunya merupakan port Thunderbolt 3), dan sepasang port USB biasa.

Generasi terbaru Razer Blade 15 kabarnya bakal dipasarkan mulai bulan Mei. Razer belum merincikan harga untuk varian termahalnya, tapi mereka mematok $1.600 untuk varian termurahnya yang mengemas prosesor 6-core i7-10750H, GPU GTX 1660 Ti, SSD 256 GB, layar 144 Hz, dan baterai yang lebih kecil (65 Wh).

Sumber: Razer.