Komitmen Agate, Summarecon, Bekraf, dan Pemprov Jabar untuk Industri Game Lokal

Industri game merupakan salah satu bagian dari ekonomi kreatif dengan potensi besar di Indonesia. Dengan populasi gamer aktif sebesar lebih dari 43,7 juta jiwa (data Newzoo 2017), perputaran uang di industri ini sangat menjanjikan. Namun sayangnya potensi itu belum tergarap dengan maksimal. Pangsa pasar untuk game karya lokal di negara kita masih ada di kisaran 5%, sementara sisanya diraup oleh game buatan luar negeri.

Hal itu disampaikan oleh Arief Widhiyasa, CEO Agate, dalam diskusi panel pada acara peresmian kantor baru Agate pada tanggal 23 April 2019. Sebagai perusahaan game terdepan di Indonesia, Agate berharap dapat membuka jalan bagi sumber daya dan pelaku-pelaku baru di industri game Indonesia serta dapat menghidupkan ekosistem industri yang memadai. Untuk mencapai tujuan tersebut, Agate kini menjalin kerja sama dengan Summarecon Bandung, Bekraf, serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk merealisasikan beberapa program di masa mendatang.

Agate - Gate

Acara peresmian kerja sama serta pembukaan kantor itu dihadiri oleh Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat, Hari Santosa Sungkari selaku Deputi Infrastruktur Bekraf, serta Herman Nagaria selaku Direktir Bisnis dan Pengembangan Properti Summarecon Agung. Lokasi kantor baru Agate sendiri terletak di area Teknopolis Bandung, kawasan Summarecon, Gedebage, Bandung.

Sejalan dengan visi kota Bandung sebagai Kota Kreatif, Pemerintah Kota Bandung telah mencanangkan program pembangunan Teknopolis di kawasan Summarecon Bandung. Teknopolis ini diharapkan dapat menjadi Silicon Valley versi Indonesia yang akan diramaikan oleh berbagai pelaku industri kreatif, khususnya yang berasal dari Bandung. Agate sendiri telah mendiami lokasi Teknopolis Bandung itu sejak Februari 2019.

Agate - Office

Agate juga merupakan salah satu startup yang di masa awalnya paling rajin mengikuti coaching dari Bekraf hingga akhirnya dapat berjalan secara independen seperti sekarang. Arief mengatakan bahwa salah satu kendala di industri game Indonesia adalah adanya ketimpangan antara dana pengembangan industri game dengan industri hiburan lainnya. Padahal secara global, pendapatan industri game adalah yang terbesar dibandingkan industri-industri lain seperti film atau musik.

Agate - Working

Menyambut ulang tahunnya yang kesepuluh, Agate telah berhasil menjadi outlier di industri game Indonesia. Artinya Agate sebagai sebuah perusahaan memiliki posisi yang unik, juga pencapaian tinggi yang membuatnya berbeda dari pemain-pemain lain di dalam industrinya. Ke depannya, Agate berharap dapat memberikan lebih banyak kebahagiaan dan inspirasi kepada banyak orang, sambil berusaha menjadi salah satu bagian dalam perkembangan industri game Indonesia.

Samsung Siap Rilis QLED 8K TV di Indonesia, Hadirkan Fitur Gaming Mode yang Diperbaharui

Samsung akhir bulan Maret lalu mengadakan Samsung Forum 2019 di Singapura. Di acara ini Samsung memperlihatkan perangkat TV mereka yaitu QLED 8K ukuran 98 inci, dan jajaran seri tahun 2019 untuk QLED 8K ukuran 82, 75 dan 65 inci, serta jajaran produk TV 4K seri 2019. Salah satu fitur yang coba mereka tonjolkan di TV ini adalah Gaming Mode.

Untuk pasar Indonesia, Samsung telah membuka pemesanan untuk TV 8K, dan bersiap untuk memperkenalkan secara resmi kehadiran di Indonesia pada tanggal 25 April besok. Tim Hybrid ikut serta pada acara di Singapura dan mari kita bahas singkat fitur gaming seperti apa yang ada di TV ini, sambil menunggu waktu rilis resmi Kamis besok.

QLED TV 2019

 

Gaming Mode di QLED terbaru sejatinya adalah fitur yang memungkinkan TV mendeteksi secara langsung ketika pengguna mencolokkan konsol ke TV mereka. Pengaturan akan secara otomatis berubah untuk membawa pengalaman gaming. Pengaturan akan berbeda dengan ketika TV digunakan untuk menonton televisi secara biasa. Pengaturan ini telah hadir di monitor QLED tahun 2018 namun mengalami peningkatan di versi yang 2019.

Mari kita bicarakan fitur-fitur untuk gaming di TV premium dari Samsung ini. Gaming Mode pada dasarnya memungkinkan TV secara otomatis mendeteksi secara langsung ketika konsol gaming terkoneksi dengan TV QLED. Beberapa jajaran konsol yang bisa terdeteksi antara lain PS4, PS4 Pro, Xbox One, Xbox One S, Xbox One X, Nintendo Switch.

Selain secara otomatis bisa mendeteksi ketika perangkat gaming dicolokkan ke TV, memudahkan untuk proses menikmati berbagai fitur yang terkait pengalaman gaming, fitur lain dari TV Qled ini adalah Low Input Lag, FreeSync and VRR, serta high frame rate.

Untuk Low Input Lag, TV QLED dari Samsung telah meningkatkan angka lag dari 15.4 ms menjadi 13.5 ms. Memang masih cukup besar jika dibandingkan dengan monitor gaming, tetapi di sini kita berbicara tentang Smart TV dengan ukuran yang lebih besar dari monitor gaming dan kualitas yang bisa sampai 8K. Sedangkan untuk FreeSync dan Variable Refresh Rate (VRR), QLED TV dari Samsung ini telah mengintegrasikan FreeSync secara langsung di TV. VRR mendukung dengan spesifikasi HDMI 2.1 Pengguna PC yang menggunakan AMD graphics yang mendukung FreeSync bisa menikmati fitur ini, Xbox One X juga telah mendukung FreeSync VRR.

QLED 2019 juga telah memberikan fitur Dynamic Black Equalizer, yang secara sederhana bisa memberikan cahaya yang lebih terang untuk game dengan scene gelap untuk menampilkan visual yang lebih real sesuai dengan di game. Tanpa merusak pengalaman bermain game, artinya bukan hanya brightness-nya yang jadi lebih terang.

QLED TV 2019

Fitur lain yang bisa meningkatkan pengalaman bermain game dengan QLED TV antara lain peningkatan di sisi suara. QLED TV 2019 dari Samsung menyertakan algoritma AI yang bisa menganalisis secara otomatis karakter suara untuk memberikan efek suara 3D meskipun tanpa perangkat sound tambahan, dan akan maksimal jika dikombinasikan dengan sound tambahan.

Dua fitur terakhir yang bisa dinikmati antara lain High Frame Rate, QLED TV tahun 2019 selain memungkinkan memainkan game 2K (1920×1080) dan 2.5K (2560×1080) di 120fps juga untuk konten 4K di 120fps (khusus untuk seri Q90 dan Q900). Sedangkan fitur terakhir adalah dukungan untuk konten gaming HDR akan tampil di format HDR10.

Sedangkan untuk TV-nya sendiri, QLED TV Samsung tahun 2019 ini menghadirkan setidaknya dua grup utama yaitu jajaran 4K terbaru dan 8k dengan ukuran baru yaitu 98 inci. Beberapa keunggulan utama dari TV ini adalah Quantum Processor yang disempurnakan baik Quantum Processor untuk 8K maupun 4K. Untuk yang QLED TV 8K, konsumen bisa menikmati upscalling konten yang setara kualitas 8K, artinya jika input konten di bawah 8K, maka processor bisa melakukan optimasi untuk memberikan pengalaman setara 8K.

TV 8K (Q900R) yang akan dirilis di Indonesia antara lain: QLED 8K 98 inci lalu ukuran 65 inci, 75 inci, dan 82 inci. Untuk seri 8K akan hadir bulan April kecuali ukuran 98 inci yang akan hadir di bulan Mei 2019.

Untuk QLED 4K terbaru alias 2019 adalah Q60/Q65 dengan ukuran 43 inci, 49 inci, 55 inci, 65 inci, 75 inci, dan 82 inci. Q70 dengan ukuran 49 inci, 55 inci, 65 inci dan 75 inci. Lalu Q80 dengan layar 55 inci dan 65 inci, serta terakhir Q90 dengan ukuran 65 dan 82 inci.

Sedangkan untuk harganya sendiri seri QLED TV 8K antara lain: 65 inci – 80.499.000 rupiah, 75 inci – 119 999.000 rupiah, 82 inci – 166 999.000 rupiah dan 98 inci 1.499.999.000 rupiah alias 1.5 M.

Menjadi menarik untuk membicarakan TV dan gaming karena beberapa hal. Penggunaan konsol bagi banyak konsumen ditempatkan di ruang keluarga atau ruang publik, yang biasanya membutuhkan layar yang cukup besar alias TV. Karena layarnya yang besar maka dukungan game mode menjadi penting untuk memastikan pengalamannya tetap baik. Yang kedua dukungan konsol terbaru yang baru rilis serta beberapa dukungan teknis seperti low input lag dan enhancement untuk tampilan visual untuk game yang memang memerlukan (misalnya game yang banyak adegan suasana gelap).

Acara Samsung Forum beberapa waktu lalu memang lebih membicarakan teknis dengan demo produk, tidak hands-on secara langsung. Tentunya akan lebih menyenangkan jika bisa bermain gaming secara langsung dan melihat enhancement apa yang diberikan TV ini.

Meski demikian, setidaknya saya bisa mendapatkan gambaran kemana arah pengembangan teknologinya serta premis yang ingin ditawarkan Samsung untuk menyediakan perangkat pendukung untuk gaming di ruang keluarga.

 

Sejumlah Informan Bilang, Xbox Next-Gen Lebih Canggih Dibanding PlayStation 5

Pengumuman Project Scarlett oleh Phil Spencer di E3 2018 menandai dimulainya babak baru persaingan console game generasi selanjutnya. Setelah momen itu, muncul beberapa kali update tambahan mengenai sistem anyar milik Microsoft. Sang rival sendiri sudah mengonfirmasi pengembangan PlayStation ‘5’ di bulan Oktober 2018 dan men-tease  spesifikasi hardware-nya minggu lalu.

Berbekal teknologi persembahan AMD, PS5 (belum jadi nama resmi) menjanjikan fitur ray tracing ala PC ber-GPU Nvidia RTX serta kapabilitas menangani konten di resolusi 8K. Meskipun belum diketahui apakah 4K di sana bersifat native atau via upscale, klaim tersebut memang terdengar mengagumkan sekaligus ambisius. Namun yang membuat rivalitas antara Sony dan Microsoft jadi tambah menarik adalah, sejumlah narasumber menyampaikan bahwa Xbox versi baru bahkan lebih canggih dari PlayStation 5.

Informasi tersebut disampaikan oleh head editor Seasoned Gaming Ainsley Bowden via Twitter-nya berdasarkan pengakuan beberapa narasumber. Menurut Bowden, laporan ini bisa dipercaya karena para informan telah beberapa kali berhasil membuktikan keakuratan data mereka. Buat sekarang, belum diketahui jelas apa yang membuat Scarlett/Anaconda lebih canggih dibanding PlayStation 5 – apakah dilihat dari sisi performa atau kelengkapan fitur.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kita tahu kesuksesan console tidak hanya ditentukan oleh hardware. Konten eksklusif bermutu adalah salah satu alasan utama mengapa orang memutuskan buat membeli. Dilihat dari perspektif ini, PlayStation 4 masih lebih unggul dari Xbox One. Tetapi console current-gen Microsoft itu punya satu fitur yang tak dimiliki rivalnya: backward compatibility. Kapabilitas ini rencananya baru akan dihadirkan di PS5.

Di bulan Februari kemarin, tersingkap kabar yang menyatakan bahwa Project Scarlett akan tersaji dalam lebih dari satu varian hardware. Seperti Xbox One S dan X, konsumen nantinya dipersilakan untuk memilih model standar atau tipe ‘superior’. Yang unik di sini ialah, walaupun kita tahu masa senja sistem current-gen telah tiba, Microsoft masih punya agenda buat memperluas keluarga Xbox One dengan penyediaan versi All-Digital bulan depan.

Namun ketika Sony telah mengungkap secara resmi komponen-kompenen penopang PlayStation 4 (di antaranya pemakaian CPU dan GPU semi-custom berbasis Ryzen 3 serta Radeon Navi, plus penyimpanan SSD), Microsoft malah belum mengabarkan detail hardware Xbox anyar. Ada dugaan kuat sang produsen turut mengandalkan teknologi AMD, sehingga dari segi arsitektur, kedua perangkat tak begitu berbeda. Menurut Phil Spencer, ada dua target utama yang coba dihidangkan oleh Xbox baru: peningkatan frame rate dan pemangkasan waktu loading.

Dengan absennya Sony di E3 2019, perhatian khalayak kini tertuju pada Microsoft, yang menjanjikan ‘pertunjukan besar‘ di pameran gaming raksasa tahunan itu. Ada kemungkinan besar mereka akan mengumumkan segala informasi terkait Scarlett di sana. Dan saya pribadi penasaran di mana perusahaan akan menempatkan layanan gaming on demand yang tengah mereka godok, apakah akan berdiri sendiri atau mengusung branding Xbox?

Via Push Square

Microsoft Resmi Umumkan Xbox One S Versi All-Digital

Setelah jadi cara utama distribusi konten di platform PC, metode digital mulai dimanfaatkan pula oleh produsen console dalam menyajikan produknya. Kita memang tak bisa memajang koleksi game digital di rak, tapi karena kepraktisan prosesnya, cara tersebut bertambah populer di kalangan konsumen. Dan pada akhirnya, tren ini mendorong Microsoft untuk mengenalkan Xbox One model baru.

Eksistensinya pertama kali tersingkap dalam laporan Thurrott soal rencana Microsoft memangkas kehadiran optical disc drive di console current-gen mereka. Kemudian di bulan Februari kemarin, terdengar kabar yang menyatakan bahwa hardware anyar ber-codename Lockhart (dan Anaconda) akan dipamerkan di E3 2019. Detail mengenainya sempat bocor di bulan Maret lalu, namun perusahaan baru mengumumkannya secara resmi minggu ini.

Sesuai ekspektasi sebelumnya, Xbox One S All-Digital Edition diracik secara eksklusif untuk menangani game tanpa medium fisik berupa disc. Perancangannya didorong oleh tingginya peningkatan konsumsi konten digital serta kesuksesan program Xbox Game Pass yang memberikan pelanggannya lebih dari 100 judul permainan. Perusahaan bilang, kondisi industri hiburan saat ini sudah sangat berbeda dari ketika Xbox pertama kali dirilis di 2001, dan mereka perlu beradaptasi dengan keadaan tersebut.

“Xbox One S All-Digital sengaja diciptakan bagi mereka yang lebih memilih untuk mendapatkan serta bermain game Xbox secara digital dengan mengeluarkan modal seekonomis mungkin,” tutur general manager platform and devices marketing Jeff Gattis.

Xbox One All-Digital 3

Demi membuatnya terlihat atraktif, produk dibundel bersama tiga game, yaitu Minecraft, Forza Horizon 3 dan Sea of Thieves (jika dijumlahnya, harganya bisa mencapai US$ 120); dan kesempatan berlangganan Xbox Game Pass selama tiga bulan hanya dengan mengeluarkan uang US$ 1. Nama serta desainnya juga mengindikasikan penggunaan susunan hardware serupa Xbox One S, yang berarti siap menghidangkan video-video 4K HDR, didukung pula oleh penyimpanan berbasisi hard drive sebesar 1TB.

Xbox One All-Digital 2

Pengumuman Microsoft itu juga menandai dibukanya gerbang pre-order Xbox One S All-Digital. Perangkat  telah mulai dijajakan di Microsoft Store, Amazon sesrta Best Buy, dan rencananya akan dipasarkan pada tanggal 7 Mei 2019.

Xbox One All-Digital 1

Sebagai kompensasi absennya optical disc drive, console dijual seharga US$ 50 lebih murah dari Xbox One S standar, menjadi US$ 250. Dengan mengonversi jumlah tersebut ke rupiah, kita mendapatkan angka Rp 3,5 jutaan. Tapi seperti barang impor lain, penentuan harganya di Indonesia tidak sesederhana ini, apalagi Xbox One pada dasarnya belum pernah meluncur resmi di tanah air.

Satu hal menarik dari pengungkapan Xbox One S All-Digital adalah, tak semua orang puas terhadap penawaran Microsoft ini. Banyak dari mereka yang merasa US$ 250 masih terlalu mahal.

Segala Detail yang Sudah Dikonfirmasi Sony Terkait PlayStation ‘5’

Membuntuti deretan panjang bocoran info dan rumor mengenai hardware gaming generasi selanjutnya, Sony membenarkan dilakukannya pengembangan PlayStation ‘5’ di awal kuartal terakhir 2018. Lima bulan sebelumnya, Sony ketahuan mengutak-atik teknologi AMD, mengindikasikan pemakaian komponen-komponen buatan perusahaan semikonduktor Amerika itu di perangkat anyar mereka.

Dan di bulan April ini, Sony Interactive Entertainment akhirnya memutuskaan untuk menyingkap detail lebih lanjut mengenai console next-gen mereka. Dalam wawancara eksklusif bersama Wired, lead system architect Mark Cerny menyingkap rincian hardware ‘PS5’, sejumlah fitur serta kemampuannya dalam menjalankan konten. Perlu diketahui bahwa ‘PlayStation 5’ masih belum menjadi nama resmi produk ini (walaupun kemungkinan Sony akan meneruskan tradisi mereka).

Membenarkan kabar yang telah beredar, PlayStation 5 akan diotaki prosesor AMD. Chip tersebut merupakan pengembangan lebih jauh dari Ryzen generasi ketiga, menyimpan delapan buah core dan mengusung arsitektur 7-nanometer Zen 2. GPU-nya sendiri memanfaatkan variasi custom AMD Radeon Navi, yang kabarnya mendukung ray tracing dan kemampuan menangani konten di resolusi 8K.

Beberapa hal ingin saya tekankan: Pertama, kita belum tahu apakah 8K yang dimaksud di sana diterapkan pada video game atau cuma video; native seperti Xbox One X menangani 4K atau upscale ala PS4 Pro. Lalu meskipun penyediaan hardware ditangani sepenuhnya oleh AMD, kita tampaknya perlu mengapresiasi Nvidia yang sukses melambungkan ray tracing sebagai standar grafis baru, dan membuatnya diadopsi di PS5.

Melengkapi prosesor dan unit pengolah grafis, Sony berencana untuk turut membekali console baru itu dengan penyimpanan berbasis SSD. Kehadirannya tentu mempersingkat durasi loading permainan. Di sesi demo yang dipandu Cerny, waktu fast-travel Marvel’s Spider-Man yang berlangsung selama 15 detik di PlayStation 4 Pro berkurang jadi 0,8-detik di PS5 ‘versi non-retail‘.

Fitur paling esensial dari PlayStation 5 ialah backward compatibility ala Xbox One berkat pemanfaatan arsitektur yang mirip PS4. Belum ada konfirmasi resmi dari Sony, tetapi tanpa tanggal rilis pasti, judul-judul semisal Death Stranding, Ghost of Tsushima dan The Last of Us Part 2 kemungkinan akan disediakan di console current– serta next-gen sekaligus (dugaan yang sudah saya ungkapkan sebelumnya). Langkah ini dianggap efektif untuk memperpanjang siklus hidup PlayStation 4.

Dan terlepas dari kian populernya metode distribusi konten secara digital, Sony tampaknya memutuskan untuk tetap mempertahankan optical disc drive. Selain memberikan opsi bagi pengguna, keberadaan hardware ini memang cukup esensial dalam mendukung fitur backward compatibility. Dan perlu Anda ketahui bahwa perangkat juga masih mendukung periferal PlayStation VR.

Sesuai perkiraan analis, Mark Cerny membenarkan bahwa Sony tidak akan meluncurkan PlayStation 5 secara buru-buru di tahun 2019. Informasi mengenai harganya sendiri tersingkap secara terpisah melalui Twitter milik Peter Rubin dari Wired. Ada peluang, produk dijajakan di angka yang lebih tinggi dari PlayStation 4. Sony berjanji untuk memastikan harganya tetap kompetitif.

[Opini] Mengapa Saya Sangat Bersemangat Menyambut Star Wars Jedi: Fallen Order

Sesuai rencana, detail baru mengenai Star Wars Jedi Fallen Order diungkap di acara Star Wars Celebration Chicago 2019 minggu kemarin, tak lama selepas penayangan trailer perdana The Rise of Skywalker. Dan di sana, tersibak banyak informasi menarik mengenai permainan baru racikan Respawn Entertainment itu – studio yang turut bertanggung jawab dalam pengembangan seri Titanfall dan Apex Legends.

Setelah beberapa game Star Wars Electronic Arts yang mengecewakan, publik melihat Jedi: Fallen Order dengan sinis sekaligus penuh harap. Reboot dua game Battlefront oleh EA DICE terbilang minim konten dan dinodai masalah microtransaction, tapi di sisi lain, karya-karya Respawn terkenal akan tingginya kualitas konten. Lihat saja mode campaign Titanfall 2 yang menurut beberapa gamer veteran menyerupai petualangan di Half-Life 2 – dan saya bahkan belum membahas betapa adiktif aspek multiplayer-nya.

Hal paling mengejutkan dari penyingkapan lebih jauh Jedi: Fallen Orders adalah Respawn mengembangkannya sebagai permainan single-player murni yang difokuskan pada aspek narasi dan cerita. Game tidak mempunyai mode multiplayer, lalu CEO Vince Zampella menjamin absennya microtransaction. Langkah ini sangat tidak biasa. Respawn telah jadi bagian dari EA sejak akhir 2017, namun apa yang mereka lakukan itu tampak bertolak belakang dengan strategi publisher dalam menyajikan ‘game sebagai layanan’.

Konsep pengembangan secara ‘lebih tradisional’ ini memang membuat Jedi: Fallen Order terlihat unik, tetapi ada sederatan lagi aspek yang menjadikannya sangat menarik. Satu contoh kecilnya: Jedi: Fallen Order dibangun menggunakan Unreal Engine 4 (milik Epic Games) ketika game-game EA lain mengusung engine Frostbite – yang secara teknis kurang populer di kalangan developer karena kerumitan pemakaiannya.

 

Esensi single-player

Ada deretan panjang permainan LucasArts yang menemani saya tumbuh dewasa, dan sebagian besar dari mereka adalah Star Wars. Dan berdasarkan pengalaman saya, game-game Star Wars terbaik ialah judul-judul yang difokuskan pada single-player, di antaranya seri Dark Forces, Jedi Knight, TIE Fighter dan X-Wing, Rogue Squadron, Star Wars Episode I: Racer, hingga Knights of the Old Republic.

Sejak pertengahan 1990-an sampai 2000-an, sejumlah developer di bawah pengawasan LucasArts memang mulai mencantumkan mode multiplayer, bahkan menggarap beberapa game secara khusus agar bisa dinikmati bersama-sama, misalnya X-Wing versus TIE Fighter atau Battlefront. Namun sekali lagi, studio-studio ini sama sekali tidak melupakan esensialnya single-player. Sebagai buktinya, Anda tetap bisa bermain seorang diri di kedua judul itu.

Hanya ada sejumput game eksklusif multiplayer Star Wars yang berumur panjang, walaupun tak jarang developer harus mengubah model bisnis serta struktur permainan demi mempertahankan ekosistem pemain. The Old Republic masih mempunyai pemain setia hingga hari ini, tetapi jika Anda ingat, server Star Wars Galaxies sudah ditutup delapan tahun silam.

Kuantitas game Star Wars merosot cukup jauh semenjak Disney membeli Lucasfilm di tahun 2012 dan memberikan hak eksklusif pengembangan permainan pada EA. Salah satu alasannya saya duga adalah retcon yang dilakukan Disney terhadap Expanded Universe (mengubahnya jadi ‘Legends’) demi memberikan ruang ekspansi pada film-film berikutnya. Tak seperti dulu, kini sang pemegang franchise menjaga canon cerita secara lebih ketat. Tidak cuma game, bahkan penulisan novel Star Wars harus menunggu keputusan dari Disney.

Jedi Fallen Order 2

Di E3 2018, Zampella menyampaikan bahwa tokoh utama Jedi: Fallen Order ialah seorang Padawan (ksatria Jedi yang masih dalam pelatihan) dan permainan akan menyuguhkan pertarungan berbasis lightsaber. Premis ini membuat saya berharap agar Jedi: Fallen Order menyajikan pertempuran jarak dekat seru sekelas seri Jedi Knight. Ada banyak game Star Wars lebih anyar yang juga menghidangkan aksi lightsaber (Revenge of the Sith, The Force Unleashed), namun kompleksitas dan kualitasnya belum mampu menyamai Jedi Knight.

Alasannya sederhana: tak seperti di game lain, lightsaber di seri Jedi Knight bersifat aktif. Ia mampu memotong objek serta meninggalkan bekas di tembok tanpa perlu Anda ayunkan, dan akan selalu berbahaya ketika dinyalakan. Dipadu sistem pertarungan tiga dimensi penuh manuver-manuver lincah, setiap duel terasa menegangkan dan sulit diprediksi. Via standalone expansion pack Jedi Academy, developer Raven Software mengekspansi pertarungan lightsaber dengan gaya dua pedang (Jar’Kai) serta opsi saberstaff ala Darth Maul.

Belum ada info apapun dari Respawn soal sistem tempur di Jedi: Fallen Order. Namun melihat video teaser motion capture, saya membayangkan betapa luar biasanya jika game memanfaatkan lagi sistem ini.

Jedi Fallen Order 1

 

Talenta di belakang Fallen Order

Faktor lain yang membuat Jedi: Fallen Order jadi sangat menjanjikan adalah individu-individu di belakang pengerjaannya. Di 2014, mantan staf senior SCE Santa Monica Studio Stig Asmussen bergabung bersama Respawn, dan dua tahun kemudian, ia membenarkan sudah diberi kepercayaan untuk jadi game director permainan action-adventure third-person Star Wars baru. Asmussen ialah sosok yang berjasa dalam pembuatan seri God of War, berpengalaman menjadi lead environment artist sampai art director.

Tentu saja Asmussen bukan satu-satunya andalan sosok Respawn. Pembuatan ceritanya saja dilakukan secara kolaboratif oleh enam penulis sekaligus: ada Chris Avellone yang punya begitu banyak pengalaman menulis cerita video game (termasuk Knights of the Old Republic 2: The Sith Lords) dan writer Mafia III, Aaron Contreras. Dalam diskusi panel di SWCC 2019, Asmussen sempat menyampaikan bahwa penulis serial Rebels dan Clone Wars turut ambil bagian pada peracikan narasi Jedi: Fallen Order.

Jedi Fallen Order 3

Jedi: Fallen Order memperkenalkan karakter protagonis bernama Cal Kestis. Game menantang kita untuk memandunya bertahan hidup di masa-masa gelap, tak lama setelah Kaisar Palpatine mengeksekusi Order 66 demi menghabisi seluruh Jedi, dengan latar belakang antara Episode III dan IV. Respawn memilih aktor Cameron Monaghan buat memerankan Kestis, baik di sisi pengisian suara ataupun motion capture. Sebelumnya, aktor berusia 25 tahun ini bermain di serial Gotham (sebagai Joker) dan Shameless. Jedi: Fallen Order merupakan proyek video game pertamanya.

Untuk memastikan game terasa menyegarkan walaupun di-setting di jagat Star Wars, Respawn berkolaobrasi langsung bersama Lucasfilm buat menciptakan karakter-karakter serta lokasi-lokasi baru. Di petualangannya, Kestis bukan hanya harus bersembunyi dari kejaran Stormtrooper, tapi ia juga dipaksa berhadapan dengan para Sith Inquisitor yang mematikan. Trailer-nya sendiri belum benar-benar menunjukkan adegan pertarungan lightsaber – sepertinya Respawn menyiapkan bagian ini sebagai kejutan.

Jedi Fallen Order.

 

Langkah Anti-EA oleh studio milik EA?

Seperti yang saya bilang tadi, absennya microtransaction dan mode multiplayer merupakan hal terunik dari Jedi: Fallen Order. Dengan mengedepankan konsep games as a service, Electronic Arts tentu saja ingin menyodorkan penawaran-penawaran in-app sebanyak mungkin sesudah game dirilis. Dan cara ini paling efektif diaplikasikan pada judul-judul multiplayer (walaupun Ubisoft cukup sukses melakukannya via penjualan item-item kosmetik di Assassin’s Creed Origins dan Odyssey).

Penyuguhan Jedi: Fallen Order sebagai permainan eksklusif single-player terasa seperti antitesis dari apa yang selama ini EA lakukan. Boleh jadi, alasan mengapa penyajian Jedi: Fallen Order tidak seperti permainan EA lain adalah, Respawn menuntut kebebasan pengembangan game saat mendiskusikan syarat dan ketentuan akuisisi bersama sang publisher. Kita tahu, pengerjaan game dimulai jauh sebelum kesepakatan tersebut, kemungkinan besar tak lama sesudah proyek Titanfall pertama rampung.

Jedi Fallen Order 4

Semua ini terdengar sebagai kabar gembira bagi kita yang merindukan permainan-permainan single-player bermutu. Dan jika Jedi: Fallen Order laris terjual dan memperoleh pujian dari media, ada kemungkinan EA punya satu IP lagi yang dapat disandingkan dengan franchise-franchise raksasa lain di genre action. Dan siapa tahu, kesuksesan game nantinya mendorong EA untuk mengubah strategi bisnisnya sehingga lebih bersahabat bagi konsumen.

Di Star Wars Celebration Chicago 2019, Respawn mengonfirmasi bahwa Jedi: Fallen Orders akan tersedia di platform Windows (via EA Origin), PlayStation 4 dan Xbox One. Game dijadwalkan buat dilepas tepat sebulan sebelum penayangan perdana film Star Wars: The Rise of Skywalker, yaitu pada tanggal 15 November 2019. Saat ini, status gerbang pre-order juga telah dibuka.

Saya baru saja menyelesaikan sekuel novel Thrawn karya Timothy Zahn (singkat kata: sangat brilian), dan saya cukup percaya diri untuk bilang bahwa tahun ini terasa sangat menjanjikan bagi para penggemar Star Wars…

Asus Luncurkan 2 Laptop ROG GeForce RTX Tertipisnya di Indonesia

Orang punya pendapat berbeda soal siapa yang mempiorikan laptop gaming, produk ini sudah tersedia selama kurang lebih satu dekade. Dalam perjalannya, perangkat-perangkat tersebut telah melewati berbagai evolusi: kinerja semakin mendekati desktop, solusi penganggulangan panas bertambah efisien, bermunculan fitur-fitur canggih, dan pemakaiannya jadi kian ringkas dan portable.

Aspek portabilitas juga memunculkan persaingan baru di kalangan produsen. Dicetus oleh Razer lewat Blade, kini para perusahaan berlomba-lomba menawarkan laptop gaming bertubuh tipis sembari meminimalkan kompromi terhadap performa. Kompetisi ini melahirkan produk-produk menarik. Ada ROG Zephyrus dari Asus, lini Aero racikan Gigabyte, lalu MSI mengajukan revisi GS Stealth; dan semuanya bertambah panas sejak tersedianya GPU RTX ‘mobile‘ di CES 2019.

Dan dalam kurun waktu empat bulan, para produsen berupaya menghadirkan perangkat-perangkat anyar mereka secepat-cepatnya ke konsumen, termasuk di wilayah dengan perkembangan gaming yang pesat seperti Indonesia. Kurang dari tiga bulan setelah menghadirkan ROG G703GX, ROG Strix GL504GW, dan ROG Strix GL704GV di Indonesia, Asus meluncurkan dua lagi varian ultra-thin di keluarga Zephyrus.

Zephyrus 19

 

ROG Zephyrus S GX701

Klaim Asus terhadap Zephyrus S GX701 terdengar tidak asing, karena pernyataan hampir serupa sempat diucapkan oleh kompetitor senegaranya, MSI: laptop berlayar 17-inci dengan kartu grafis GeForce RTX tertipis di dunia. Ada sedikit hit-and-miss dari deklarasi ini: GX701 memang lebih ramping dibanding sang rival MSI GS75 Stealth dengan perbandingan 18,7mm versus 18,95mm dalam keadaan tertutup. Namun begitu layar diangkat, terbuka pula-lah celah airflow di area bawah yang merupakan bagian dari  Active Aerodynamic System.

Zephyrus 1

Zephyrus S GX701 ialah laptop yang menyuguhkan layar 17,3-inci di tubuh 15-inci, tercapai berkat pemangkasan ukuran bezel, dengan ketebalan area samping dan atas hanya 6,9mm. Arahan desain ini membuat rasio display ke tubuh menyentuh 81 persen. Asus menggunakan panel jenis IPS-level yang telah ditopang teknologi Nvidia G-Sync, refresh rate 144Hz dan waktu respons 3-milidetik. Menariknya lagi, layar ini sudah memperoleh sertifikasi Pantone, memastikannya mampu menghasilkan warna akurat mendekati objek aslinya.

Zephyrus 5

Seperti Zephyrus generasi pertama, Asus menempatkan keyboard di area berbeda dari CPU dan GPU demi memaksimal ketipisannya. Papan ketik berada menjorok ke depan dan Anda bisa menemukan touchpad sekaligus numpad di sebelah kanan. Fungsinya bisa diubah dengan menekan tombol di atasnya. Lalu untuk memudahkan kendali volume, desainer membubuhkan scroll wheel di kiri atas. Buat menyempurnakan aspek penampilan, Asus memanfaatkan sistem pencahayaan Aura LED RGB per-key. Itu artinya, selain membebaskan pengguna mengonfigurasi pola, warna-warni di setiap tuts dapat dipilih sesuka hati.

Zephyrus 4

Di Indonesia, Asus memutuskan untuk memasarkan varian GX701 paling high-end yang mengusung kartu grafis Nvidia GeForce RTX  2080 Max-Q, turut ditunjang oleh prosesor Intel Core i7-8750H, RAM DRDR4 2666MHz 24GB, serta penyimpanan berbasis SSD PCIe seluas 1TB. Satu fitur unik dari Zephyrus S GX701 adalah dukungan charging via DC dan port USB type-C, jadi Anda bisa memberinya asupan tenaga dari power bank jika kepepet. Selain itu, laptop juga mempunyai port USB dengan output 3A yang dapat mengisi daya smartphone dalam waktu singkat.

 

ROG Zephyrus S GX531

GX531 adalah alternatif bagi Anda yang membutuhkan perangkat gaming nomaden berlayar 15-inci. Varian ini memanfaatkan arahan desain hampir serupa saudari 17-incinya, dengan bagian keyboard maju ke depan, pemakaian touchpad sekaligus numpad, sistem RGB Aura Sync, serta chassis yang terangkat begitu lid dibuka. Sedikit perbedaannya terletak dari ketiadaan volume wheel.

Zephyrus 7

Ditakar dari dimensinya, Zephyrus S GX531 bahkan lebih ramping lagi dari GX701, dan tampaknya memang sengaja diracik untuk mengungguli rekor yang dipegang oleh GS65 Stealth. Laptop ultra-thin anyar Asus ini memiliki ketebalan cuma 15,35mm dalam kondisi tertutup, 2,65mm lebih tipis dibanding notebook gaming portable MSI itu.

Zephyrus 11

Zephyrus S GX531 juga mempunyai karakteristik layar mirip GX701. Panel 15,6-inci IPS-level di sana menyajikan resolusi 1080p, refresh rate 144Hz, waktu respons 3-milidetik serta teknologi Nvidia G-Sync. Mengulik lebih jauh, kali ini saya tidak menemukan sertifikasi Pantone disebutkan di website-nya. Boleh jadi proses standardisasi tersebut hanya diterapkan di GX701 (saya butuh konfirmasi lebih lanjut dari pihak Asus).

Zephyrus 9

Khusus untuk model Zephyrus S GX531, kita dipersilakan memilih tiga varian dengan opsi GPU berbeda. Ada GeForce RTX 2080 Max-Q, RTX 2070 Max-Q, dan RTX 2060. Masing-masing tipe punya sedikit distingsi pada konfigurasi hardware: model ber-RTX 2060 dibekali RAM 16GB, sedangkan yang lainnya didukung RAM 24GB. Lalu storage SSD PCIe 1TB cuma ada pada versi RTX 2080 Max-Q. Prosesornya sendiri serupa G701.

 

TUF Gaming FX505DY

Dua produk di atas memang sangat menarik, namun bagaimana dengan kita yang ingin ber-gaming tapi dibatasi oleh kendala modal? Jangan bersedih karena Asus sudah menyiapkan varian terjangkau, anggota baru dari lini TUF Gaming. Mempunyai nama model FX505DY, laptop 15-inci ini menggunakan hardware serta teknologi persembahan AMD untuk menangani segala tugas yang Anda berikan padanya.

Zephyrus 13

FX505DY yang Asus bawa ke tanah air menghidangkan panel 1080p berteknologi FreeSync, dipersenjatai prosesor AMD Ryzen 5 3550H dan kartu grafis Radeon RX 560X. Dan meski diramu sebagai produk terjangkau, Asus tidak mengorbankan faktor desain dan build quality-nya. Laptop ini mempunyai luas tubuh lebih kecil dari Acer Nitro 5 berkat penggunaan bingkai layar tipis. Selain itu, keyboard-nya dilengkapi LED RGB Aura ‘single zone‘, lalu konstruksi tubuhnya telah lulus uji coba ketangguhan kelas militer.

Zephyrus 17

 

Harga dan ketersediaan

Seluruh laptop gaming baru Asus ini kabarnya sudah mulai dipasarkan di Indonesia. Ini dia daftar harganya:

  • ROG Zephyrus S  GX701 – Rp 56 juta
  • ROG Zephyrus S  GX532 RTX 2080 – Rp 54 juta
  • ROG Zephyrus S  GX532 RTX 2070 – Rp 45 juta
  • ROG Zephyrus S  GX532 RTX 2060 – Rp 38 juta
  • TUF Gaming FX505DY – Rp 11,3 juta

Teruskan Perang Melawan Cheater Apex Legends, Respawn Tak Ragu Blokir ID Hardware

Cheat sudah ada sejak video game dihidangkan ke publik. Umumnya cheat tersaji lewat dua cara: digarap oleh pihak ketiga atau ditanam di permainan karena sejatinya merupakan bagian dari perkakas developer. Di judul-judul single-player, pemakaian cheat tidak pernah jadi masalah. Tapi ia merupakan musuh utama pemain dalam game-game multiplayer bertema kompetitif.

Sejak Apex Legends pertama kali dirilis, Respawn Entertainment terus berjuang mengatasi praktek cheating. Kurang lebih sebulan setelah permainan battle royale populer itu tersedia, developer berhasil menjaring lebih dari 350 ribu cheater. Dan kali ini, tim pengembang diketahui telah mengambil langkah lebih agresif dalam memeranginya. Mereka yang kerap bermain curang menyampaikan bahwa Apex Legends telah melakukan pemblokiran terhadap hardware.

Lewat forum ResetEra serta Reddit, para cheater Apex Legends di PC mengakui bagaimana mereka tidak bisa lagi mengakses permainan, meskipun telah menciptakan akun baru. Ternyata, situasi ini disebabkan oleh implementasi sistem pembekuan identitas hardware. Metode ini sangat sulit diakali, bahkan lewat sejumlah trik ataupun dengan mengubah alamat IP karena HWID adalah deretan angka dan huruf yang digunakan sebagai ciri-ciri unik komputer personal.

Seseorang sempat bilang bahwa mengganti kartu grafis atau RAM dapat mengubah identitas hardware PC, namun pengguna lain berpendapat ada kemungkinan teknologi anti-cheat tersebut mampu mendeteksi kombinasi beberapa komponen berbeda. Begitu ampuhnya metode baru ini, hingga satu cheater yang terkenal akan reputasi buruknya berkali-kali terblokir setelah mencoba memamerkan kemampuannya mengelabui sistem anti-cheat Respawn via Twitch.

Teorinya, cara paling efektif agar mereka yang gemar bermain curang bisa menikmati Apex Legends lagi adalah dengan membeli satu set PC baru. Memang tidak ada hal yang lebih manis bagi gamer dari menyaksikan tangisan para cheater:

“Sayangnya, saya telah diblokir. Saya tidak tahu bagaimana mereka melakukannya. Saya tidak menggunakan cheat dalam waktu tiga empat hari. Ini semua hanya buang-buang uang. Saya menyalahkan diri sendiri,” kata seorang pengguna software hack.

Rekannya kemudian menanggapi, “Saya bahkan tidak bisa bermain dengan akun baru. Tiap kali membuat, akun tersebut diblokir.”

Apex 1

Pertanyaannya kini ialah, apakah sistem blokir identitas hardware ini diaplikasikan secara merata dan konsisten?

Saya harap iya, dan memang sudah saatnya Respawn memberikan hukuman berat bagi para pelanggar. Mereka tidak perlu cemas sistem anti-cheat tersebut mengurangi jumlah pemain, karena individu-individu yang betul-betul peduli terhadap Apex Legends tidak akan berpikir untuk menggunakan metode-metode ilegal ketika bermain.

Via PC Gamer.

ASUS ROG Kenalkan Monitor Gaming Kelas Sultan Seharga Rp38 juta dan Kawan-Kawan Lainnya

Monitor gaming ASUS ROG seharga skuter matik Honda PCX Hybrid atau bahkan lebih mahal dari Yamaha NMAX? Tak perlu heran, karena bukan ASUS ROG namanya kalau produknya tidak ditujukan untuk kelas premium.

2 April 2019 kemarin, ASUS mengumumkan serangkaian produk monitor terbaru yang tersedia untuk pasar Indonesia di tahun 2019 mulai dari monitor gaming, monitor untuk profesional, sampai dengan proyektor portabel.

Sejarah mencatat, ASUS memang yang pertama kali memopulerkan brand gaming di 2006 saat mereka meluncurkan motherboard ROG (Republic of Gamers) pertama mereka. Tak hanya di motherboard, router, kartu grafis, laptop, ataupun ponsel, ASUS ternyata juga cukup populer dengan lini produk monitor mereka. Menurut rilis resmi yang kami terima dari ASUS, mereka mengklaim sebagai penguasa market share monitor gaming di pasar global tahun 2018.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

“Di Indonesia, kami juga telah bekerja sama dengan beberapa tim gaming profesional dan game center terkemuka di beberapa kota besar. Dengan antusiasme ini, kami optimis dapat terus mengembangkan juga pasar kami di Indonesia, juga untuk solusi monitor non gaming.” Ungkap Willy Halim, Country Manager Open Platform Business Group ASUS Indonesia di rilis yang sama.

ASUS sendiri mulai mengenalkan tipe monitor gaming sejak 2006, PG191, yang menjadi monitor pertama dengan subwoofer. Di tahun 2012, ASUS juga menjadi yang pertama mengeluarkan monitor 144Hz di dunia, VG248QE. Sedangkan di 2014, ASUS pertama kali mengeluarkan monitor ROG pertama mereka yang sudah mendapatkan sertifikasi NVIDIA G-SYNC, yaitu ROG Swift PG278Q.

Lalu, apa saja monitor-monitor baru dari ASUS yang tersedia di Indonesia yang dikenalkan kali ini?

ROG Strix XG49VQ

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Seperti serinya, monitor ini berukuran 49 inci namun keunikannya ada di rasionya yang menggunakan Super Ultra-Wide, 32:9. Karena itulah, resolusi maksimal monitor ini jadinya jarang ditemukan di produk lainnya, dengan 3840×1080.

Monitor ini sebenarnya bisa diibaratkan seperti 2 monitor 27 inci yang bersandingan namun kita tak perlu terganggu melihat bezel. Monitor ini juga telah mendapatkan sertifikasi DisplayHDR 400. Harganya? Murah… Hanya setara dengan Honda CBR150 Verza alias Rp19,8 jutaan.

ROG Swift PG27UQ

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Monitor gaming ASUS ROG berukuran 27 inci ini adalah yang paling premium di antara 8 produk lainnya yang dikenalkan ASUS kali ini. Karena itulah, ASUS pun menjejalkan semua spek terbaik yang bisa Anda temukan di pasar monitor gaming di tahun 2019. Ia punya refresh rate 144Hz, sertifikasi NVIDIA G-SYNC Ultimate, resolusi 4K (3840×2160), DisplayHDR 1000, dan segudang fitur premium lainnya.

Buat yang belum tahu, sertifikasi DisplayHDR 1000 hanya dapat ditemukan di 5 produk monitor di dunia. Anda bisa melihat daftar lengkapnya di tautan ini. Di antara 5 produk tadi, setahu kami, hanya 2 yang tersedia di Indonesia salah satunya ROG Swift PG27UQ ini.

Oh iya, banderol harga monitor ini? Rp38,7 juta. Menariknya, ASUS juga menawarkan garansi sampai dengan 3 tahun (termasuk semua monitor yang ada di daftar ini).

Hal tadi mungkin sedikit kontradiktif dengan target kelas sultannya. Khusus untuk monitor ini, ASUS seharusnya menghilangkan masa garansi sepenuhnya. Karena seorang sultan sejati harusnya beli baru kalaupun ada sedikit masalah dengan monitor lamanya. Hahaha… Acuhkan paragraf terakhir ini ya…

ROG Strix XG32VQR

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Monitor gaming selanjutnya adalah Curved HDR Gaming Monitor ASUS ROG XG32VQR yang berukuran 32 inci. Monitor ini mendukung resolusi maksimal sampai dengan 2560×1440 (WQHD) dan dilengkapi dengan sertifikasi FreeSync 2 HDR (dari AMD). Sama seperti monitor pertama di daftar ini, ia juga mendapatkan sertifikasi DisplayHDR 400.

Monitor ini mungkin adalah yang paling cocok untuk kategori sultan kelas bawah karena harganya yang hanya Rp9,7 juta.

ASUS VG278QR dan VG258QR

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Kedua monitor ini sudah bukan lagi masuk keluarga besar ROG namun keduanya masih mengusung fitur yang tak kalah menarik. Seperti serinya, VG278QR berukuran 27 inci dan VG258QR berukuran 24,5 inci.

Uniknya, kedua monitor ini mengusung refresh rate 165Hz dan response time 0,5ms. Keduanya juga dilengkapi dengan fitur ASUS Extreme Low Motion Blur yang diklaim mampu memberikan gambar yang tajam meski saat pergerakan cepat.

Berhubung sudah tidak masuk kasta ROG, kedua monitor ini masih terjangkau untuk kelas menengah. Banderol harga VG278QR ada di Rp5,5 juta. Sedangkan VG258QR ada di Rp4,8 juta.

ASUS ProArt Series PA34VC

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Selain untuk para gamer, ASUS juga mengenalkan monitor untuk kelas profesional. ASUS ProArt PA34VC Curved Professional Monitor ini dilengkapi dengan panel IPS, teknologi HDR10, 100% sRGB, dan sejumlah fitur lainnya.

Monitor yang cocok untuk para desainer grafis ataupun konten kreator ini dibanderol dengan harga Rp19,6 juta.

ASUS Designo Series MX38VC

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Monitor serba guna berukuran 37,5 inci ini menawarkan fitur yang sangat beragam. Ia dilengkapi dengan speaker Harman Kardon, ASUS SonicMaster, Qi Wireless Charger, Bluetooth, fitur Flicker Free, dan Blue Light Filter.

Monitor mewah ini bisa Anda bawa pulang hanya dengan menebusnya seharga Rp24,3 juta.

ASUS ZenScreen GO MB16AP

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Sedikit berbeda dengan monitor-monitor lainnya di daftar ini, monitor yang satu ini adalah sebuah monitor portabel. Ia menggunakan port USB Type-C (dan dilengkapi juga dengan konverter port USB Type-A) untuk koneksinya dan berat sebesar 850 gram.

Monitor yang sejatinya digunakan sebagai display tambahan untuk laptop ini ditawarkan dengan harga Rp6,8 juta.

ASUS ZenBeam S2

Sumber: ASUS
Sumber: ASUS

Produk terakhir yang ada di daftar ini sudah bukan lagi monitor melainkan sebuah proyektor. Namun ia dikenalkan bersama dengan saudara-saudara sepupunya karena memang masih berhubungan sebagai produk display. Proyektor ini juga cukup unik karena portabel.

Ia dilengkapi dengan baterai berkapasitas 6000mAh yang juga dapat digunakan sebagai power bank. Meski berukuran mini, ia dilengkapi dengan berbagai opsi input seperti USB-C, USB output, wireless mirroring, dan HDMI.

Proyektor yang beratnya hanya 497 gram ini dibanderol dengan harga Rp8,8 juta.

Apakah Anda tertarik dengan salah satu produk yang ada di sini? Siap jual ginjal demi sebuah monitor gaming kelas sultan?

Sega Genesis/Mega Drive Mini Siap Ajak Anda Bernostalgia Bulan September Besok

Terlepas dari kian siapnya dunia menyambut era cloud gaming, permintaan akan home console tradisional tidak serta-merta menyusut. Hingga awal 2019, penjualan PlayStation 4 telah menembus angka 91 juta unit. Dan dalam beberapa tahun terakhir, kita sudah melihat sendiri tingginya minat konsumen terhadap hardware bertema retro yang disediakan resmi baik oleh Nintendo, Sony, hinga Sega.

Pelepasan NES dan SNES Classic Edition disambut gamer dengan sangat antusias, begitu pula PlayStation Mini walaupun penjualannya tidak sebaik harapan sang produsen. Di bulan April tahun lalu, Sega sempat mengumumkan niatan untuk menghidupkan lagi hardware gaming 16-bit klasiknya sebagai bentuk perayaan ulang tahun Genesis (atau Mega Drive) yang ke-30. Namun baru melalui panggung Sega Fest 2019 sang publisher Jepang itu mengungkap agenda peluncurannya secara global.

Mirip pendahulunya, Sega menyediakan dua versi: Genesis Mini yang ditujukan buat wilayah Amerika Serikat (dan global) serta Mega Drive Mini khusus untuk kawasan Jepang. Saya belum bisa memastikan akankah kedua edisi ini mengusung penampilan yang distingtif, tetapi kabarnya memang ada sedikit perbedaan di aspek input kendali. Mega Drive Mini dibekali controller enam-tombol, sedangkan Genesis Mini disertai gamepad tiga-tombol.

 

Genesis Mini 2

Terlepas dari penyusutan volume tubuh, Sega tidak mengubah rancangan unit controller-nya. Wujudnya benar-benar menyerupai versi klasik. Khusus Mega Drive Mini, konsumen bisa memilih bundel dengan satu atau dua controller – tambahannya dapat dibeli terpisah. Perlu diketahui bahwa periferal tersambung ke Mega Drive/Genesis via connector USB dan mereka tidak mendukung gamepad lawas.

Ditakar dari koleksi game, Genesis Mini boleh dikatakan lebih unggul dari NES/SNES Classic Edition serta PlayStation Mini. Ketika kompetitornya hanya menawarkan sekitar 20 permainan, console retro modern Sega ini dilengkapi 40 judul game. Beberapa yang sudah dikonfirmasi meliputi:

  • Altered Beast
  • Dr. Robotnik’s Mean Bean Machine
  • Castlevania Bloodlines
  • Comix Zone
  • Ecco the Dolphin
  • Gunstar Heroes
  • Madou Monogatari Ichi
  • Powerball
  • Puyo Puyo 2
  • Rent-a-Hero
  • Shining Force
  • Sonic The Hedgehog
  • Sonic 2
  • Space Harrier II
  • ToeJam & Earl

Ada kemungkinan bundel game akan sedikit berbeda bergantung dari edisi produk yang dipilih. Sega Genesis/Mega Drive Mini dijadwalkan untuk dilepas pada tanggal 19 September 2019. Genesis Mini dibanderol di US$ 80, lalu Mega Drive Mini dipatok di harga ¥ 6.980 (kira-kira US$ 60) sampai ¥ 8.980 (US$ 80) buat opsi dengan dua controller. Pre-order dapat dilakukan via situs Sega, akan dibuka dalam waktu dekat.

Genesis Mini 1

Via Kotaku, sumber: Sega.