Menyusul Yakuza 0, Yakuza Kiwami Juga Akan Hadir di PC

Melihat peluang untuk mendistribusikan game secara lebih luas, developer Jepang berbondong-bondong menyerbu Steam. Saat ini tersedia banyak sekali pilihan permainan Jepang bisa diakses lewat platform distribusi digital tersebut, dari mulai Bayonetta sampai Catherine Classic. Walaupun begitu, tak selamanya publisher atau pemegang IP dengan mudah melepas seluruh kreasinya di PC.

Salah satu franchise lawas yang bary melakukan pendaratan di Windows belum lama ini ialah Yakuza. Yakuza melakukan debutnya pada tahun 2005 di PlayStation 2, tetapi baru 12 tahun setelahnya versi port Yakuza 0 tersedia di Steam. Saat versi PC dari prekuel Yakuza itu disingkap tahun lalu, Sega juga mengungkap agenda peluncuran Yakuza Kiwami (remake dari Yakuza pertama) di Windows, namun baru di hari Senin kemarin tanggal pelepasannya ‘diketahui’.

Menariknya, Sega malah tidak melakukan pengumuman secara besar-besaran. Publisher bahkan tidak memublikasikan trailer baru. Laman Yakuza Kiwami tiba-tiba muncul di Steam, meski di sana belum ada tanggal peluncuran jelas serta daftar kebutuhan hardware. Sega hanya mencantumkan sejumlah screenshot, menuliskan dua paragraf sinopsis, plus satu paragraf lagi yang menjabarkan fitur-fitur baru secara singkat.

Tanggal rilis malah bersembunyi dalam animasi GIF bertajuk ‘Majimaaaa!’. Tentu saja Anda tidak bisa melihatnya langsung. Info hanya muncul sepersekian detik sebelum animasi diulang. Anda harus mengunduh GIF, kemudian memecahnya jadi gambar satu per satu, baru terungkap sebuah tanggal: 19 Februari 2019. Sega memang belum mengonfirmasi apapun, namun banyak orang yakin (termasuk saya) bahwa 19 Februari adalah momen tersedianya Yakuza Kiwami di PC.

Yakuza Kiwami tetap mengusung gameplay action-adventure yang dipadu elemen role-playing seperti versi orisinalnya. Dunia permainan disuguhkan secara terbuka, diadaptasi dari lokasi sesungguhnya, yaitu distrik Kabukichō di kota Tokyo. Game punya sejumlah kesamaan dengan permainan open world lain, tetapi Yakuza Kiwami difokuskan pada aksi pertarungan jarak dekat. Di sana Anda mengendalikan karakter Kazuma Kiryu dalam perspektif kamera orang ketiga.

Yakuza Kiwami PC 1

Edisi Kiwami ini turut dibekali fitur baru, salah satunya bernama Majima Everywhere. Lewat fitur ini, tokoh Goro Majima yang menjadi rival Kazuma akan muncul secara acak untuk menantang Anda, baik lewat pertarungan serta mini-game (misalnya permainan dart atau boling). Jika berhasil melewati tantangan ini, Kazuma berkesempatan untuk membuka kemampuan bertarung baru.

Di PC, Yakuza Kiwami dilengkapi berbagai upgrade terutama pada aspek grafis dan kontrol. Game siap menunjang resolusi 4K, rasio layar lebar, serta tanpa ada restriksi frame rate. Anda bisa menikmati permainan dengan menggunakan controller atau keyboard serta mouse, dan semua input-nya dapat dikustomisasi.

Via Polygon.

Microsoft Minta Saran Anda Demi Meningkatkan Pengalaman Gaming di Windows 10

Apapun pendapat Anda mengenai Microsoft, satu fakta tidak bisa dipungkiri: raksasa teknologi asal Redmond tersebut saat ini adalah pemilik platform gaming terbesar di Bumi. Saya tak cuma mengacu pada Xbox, tapi juga PC. Mayoritas gamer PC menggunakan Windows buat menikmati hobi mereka, dan OS itu memungkinkan kita mengakses layanan distribusi digital berbeda, misalnya Steam, Epic Games Store, GOG, dan store punya Microsoft sendiri.

Signifikansi ranah gaming PC juga mendorong perusahaan untuk terus membubuhkan pembaruan terkait gaming di tiap update Windows. Setelah beberapa kali melepas fitur baru, kali ini Microsoft secara lebih terang-terangan meminta masukan dari pemain mengenai apa yang bisa developer lakukan buat meningkatkan pengalaman gaming di Windows 10. Program ini merupakan bagian dari prakarsa Xbox Ideas, yang didukung oleh UserVoice.

Microsoft membagi program pengumpulan saran dalam tiga fase. Pertama adalah pengumpulan ide. Selama periode ini berlangsung, kita dipersilakan buat mengajukan masukan. Periode selanjutnya adalah voting, yang kemudian ditutup dengan evaluasi. Untuk merangsang partisipasi gamer, tim Xbox sudah lebih dulu menyodorkan beberapa gagasan. Saran dari user sendiri perlu melewati proses moderasi agar muncul di sana.

Di sana sudah ada beberapa sampel ide menarik:

  • Ketika game dibuka, Windows seharusnya bisa mendeteksinya dan menonaktifkan app-app atau proses yang tidak dibutuhkan buat menjalankan permainan.
  • Microsoft diminta untuk menciptakan versi Windows yang dikhususkan serta dioptimalkan buat menangani game.
  • Mirip seperti gagasan nomer satu, tetapi fitur yang diinginkan adalah keleluasaan bagi pengguna buat mematikan proses serta aplikasi di background sehingga permainan berjalan lebih lancar.
  • Windows sebaiknya mempersilakan pengguna meluncurkan permainan dengan menggunakan controller, bukan keyboard atau mouse seperti cara standar.
  • OS punya fitur untuk men-stream  game dari PC ke console Xbox miliknya.
  • Proses kustomisasi fungsi controller Xbox di PC yang lebih sederhana. Di versi sekarang, prosedurnya terbilang panjang.
  • Windows sebaiknya punya kemampuan mengunduh driver (terutama driver kartu grafis) secara otomatis begitu user menginstal permainan.

Saat ini, saya belum mengetahui secara jelas gagasan-gagasan yang berasal dari tim Xbox dan ide-ide orisinal dari pengguna, tapi sepertinya proses voting sudah mulai berjalan. Belum jelas pula sampai kapan pengumpulan ide ini akan berlangsung, tapi tebakan saya, durasinya dibuat cukup panjang.

Yang terakhir, Microsoft memberitahukan bahwa jika Anda punya ide baru dan gagasan tersebut belum muncul di daftar voting, silakan gunakan search box terlebih dulu untuk melakukan pengecekan sebelum mengajukannya.

Kata Developer Lokal tentang Pengembangan Game Premium vs Free-to-Play

Beberapa tahun terakhir, kita telah melihat semakin banyak developer Indonesia yang berhasil menerbitkan game di console. Sebut saja Mintsphere dengan Fallen Legion, Mojiken dengan Ultra Space Battle Brawl, Agate dengan Valthirian Arc: Hero School Story, dan yang belum lama ini muncul, Rage in Peace karya Rolling Glory Jam. Masing-masing game punya karakter tersendiri yang menunjukkan bahwa Indonesia punya dunia gamedev yang sangat kaya warna.

Menciptakan game premium berkelas seperti yang banyak kita mainkan ketika tumbuh besar dulu adalah impian banyak developer. Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut jelas tak mudah. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi, apalagi industri game kita masih tergolong baru. Hybrid berbincang-bincang dengan beberapa developer lokal untuk menggali pengalaman mereka menciptakan game premium, serta apa perbedaannya dengan mengembangkan game free-to-play. Simak di bawah.

Game sebagai brand ambassador

Pengembangan game di console memang butuh usaha besar. Akan tetapi, untuk sebuah perusahaan, game itu nantinya tidak hanya berfungsi sebagai produk untuk mendapatkan profit saja. Lebih dari itu, game juga bisa menjadi cara untuk branding dan menjadi portofolio perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Azizah Assattari, CEO dari Lentera Nusantara yang kini tengah mengembangkan game berjudul Ghost Parade untuk PS4.

Sebagai sebuah perusahaan kita harus punya satu produk ambassador yang mandiri. Yang mana si produk tersebut bisa menunjukkan secara keseluruhan kapabilitas kerja serta visi misi ideal dari perusahaannya. Dan si proyek mandiri ini juga sebenarnya proses belajar kita di internal secara SOP. Kalau ke klien kita bisa tinggal jelasin parsial prosesnya dari si proyek ambassador itu sendiri,” demikian tutur wanita yang akrab dipanggil Astri ini.

Lentera Nusantara sendiri bukan perusahaan developer game murni, melainkan perusahaan developer konten digital yang merambah berbagai macam media. Selain menciptakan properti intelektual (IP) seperti Ghost Parade, mereka juga menangani pembuatan konten sesuai keinginan klien. Adanya brand ambassador dapat membantu meyakinkan klien akan kemampuan serta alur kerja perusahaan ini. Karena itulah Lentera Nusantara memilih menciptakan game premium untuk console sebagai game pertama mereka.

Tentu tidak semua perusahaan punya visi yang sama dengan Lentera Nusantara. Akan tetapi banyak studio game di Indonesia yang juga mengambil pekerjaan proyek dari klien, baik berupa pembuatan game utuh ataupun outsourcing pembuatan aset. Kepemilikan brand ambassador bisa menjadi aset jangka panjang yang menguntungkan. “Si proyek jangka panjangnya juga dibuat dengan target proyeksi profit mandiri yang lebih terukur,” ujar Astri.

Lentera Nusantara juga punya rencana untuk mengembangkan game dengan skema free-to-play di masa depan. Salah satu alasannya adalah agar mereka bisa melakukan komparasi produk. Jadi kemungkinan besar game free-to-play tersebut nantinya tetap akan memiliki latar belakang dunia yang sama dengan Ghost Parade. “Cuma kalau kita tipenya memang one at a time biar fokus hehe…” kata Astri.

Besar komitmen sebanding dengan keuntungan

Contoh lain perusahaan game yang banyak menangani pesanan klien adalah Nightspade. Sepak terjang mereka telah dimulai sejak 2010, dan mereka menyebut diri sebagai studio spesialis outsourcing. Namun di tahun 2019 ini Nightspade juga tengah mengembangkan IP sendiri dalam wujud dua game, satu premium dan satu lagi free-to-play, yang sayangnya belum bisa diumumkan ke publik.

“Dari pengalaman sih, dan ngobrol-ngobrol sama developer lain juga, premium itu lebih ‘predictable’ buat yang indie. Market emang nggak akan gede banget, dan maintenance-nya lebih ‘murah’ karena seolah-olah jualan sekali bayar,” kata Garibaldy Wibawa Mukti alias Gerry, CEO Nightspade, kepada Hybrid.

Free-to-play, butuh biaya lebih besar, lebih gede risikonya juga. Tapi return-nya juga bisa jadi lebih besar. Apalagi kalau udah dapet user base-nya, di-maintain terus, bisa jadi cash cow. Mereka yang udah purchase, gede kemungkinan untuk melakukannya lagi. Tapi ya itu, dari sisi game-nya, itu ga bisa game yang sederhana. Perlu yang memang memiliki potensi untuk di-scale,” lanjutnya.

Definisi “indie” di sini sebenarnya masih agak rancu. Karena bila dibandingkan dengan developer luar negeri, sebuah game dengan anggaran 1 juta dolar saja masih bisa disebut indie. Secara harfiah sendiri indie berarti independen. Tapi apakah game sekelas Read Dead Redemption 2 bisa disebut indie karena game tersebut self-published? Tentu tidak. Jadi indie yang dimaksud di sini adalah game dengan skala relatif kecil.

Rachmad Imron dari Digital Happiness punya pandangan yang cukup mirip dengan Gerry. Kreator DreadOut ini merasa bahwa untuk short term income, premium lebih cepat untung karena uang lebih cepat masuk. Free-to-play atau freemium lebih menguntungkan di jangka panjang, namun butuh komitmen, maintenance, serta strategi monetisasi yang baik, dengan anggaran besar pula.

“Bukan berarti sebaliknya dengan premium game yah… namun untuk skala tertentu, maintenance, security, dan update akan lebih berat untuk freemium game. Sebagai gambaran untuk judul-judul AAA free-to-play beberapa banyak yang langsung ditutup servernya dikarenakan user terlalu sedikit, misal seperti LawBreakers-nya Cliff Bleszinski, bahkan Paragon-nya Epic Games,” kata Imron.

“Nah kalau kita ngomongin gamedev lokal, menurut saya pribadi sih saya lebih pede premium game yah… karena bujetnya sudah jelas. Dan pengalaman Digital Happiness untuk masuk ke ranah freemium belum ada,” lanjutnya. Digital Happiness sendiri memiliki strategi unik untuk DreadOut. Mereka merilis bagian awal (Act 0) secara gratis, kemudian Act 1 berbayar, dan Act 2 gratis kembali.

Memperlakukan game seperti sebuah startup

Baik premium ataupun freemium sama-sama punya risiko. Selain masalah persaingan dengan game lain, dan kualitas game itu sendiri, hal yang tak kalah penting adalah menciptakan game yang memang ada pasarnya. Karena sebagus apa pun sebuah produk, bila tidak ada orang yang butuh produk itu tentu tidak akan ada yang membeli.

Karena faktor risiko itulah, Agate merasa lebih nyaman mengembangkan game dengan skema free-to-play. Hal ini diungkapkan oleh Shieny Aprilia yang merupakan CMO dari studio asal Bandung tersebut. Agate sendiri hingga saat ini terus konsisten menyandang predikat studio game terbesar di Indonesia, dengan jumlah kru hingga 170 orang dan fokus di ranah mobile game free-to-play.

“Kita merasa lebih baik yang free-to-play, karena kita bisa lebih mengontrol kesuksesan produknya, karena kita bisa tes retention dulu, lalu monetization. Kalau metriknya OK, baru kita promote,” kata Shieny, “Kalau premium product kan harus nunggu produknya rilis dulu baru kita tahu sukses atau nggaknya, jadi lebih risky juga in a way.”

Alur pengembangan yang dilakukan oleh Agate ini mirip dengan strategi validasi produk sebuah startup. Bahkan Shieny berkata bahwa di Agate, jabatan seorang product manager sudah seperti seorang “CEO mini”. Ia menerima sejumlah anggaran, kemudian dituntut untuk mencapai target revenue tertentu. Ketika sebuah produk di iterasi awal sudah menunjukkan metrik yang jelek, Agate tidak akan ragu untuk membatalkan game tersebut, sebelum menunggu terlalu lama dan sebelum berkomitmen mengeluarkan anggaran untuk promosi.

“Kita invest di rekrut dan retain product manager yang bisa mencari opportunity di market, doing market validation and then develop the product. Kita juga selalu berusaha make decision di produk based on data, selain tentunya creativity juga. Decision itu maksudnya mau develop game apa, menarget segmen user apa, etc.,” tutur Shieny.

Faktor keberuntungan dan keseimbangan

Strategi pengembangan produk seperti ini memang cukup rumit dan mungkin terasa tak lazim untuk sebuah game. Akan tetapi menurut Shieny, Agate bukan satu-satunya studio yang menerapkannya. Ada beberapa studio lain yang memiliki strategi serupa, di mana segala keputusan diterapkan dengan dasar data, dan mereka melakukan berbagai tes sebelum memasukkan anggaran marketing.

Uniknya, meski sudah memiliki strategi sedemikian rupa, sebetulnya ada faktor X yang bisa membuat sebuah game sukses secara tak terduga. “Karena ini adalah produk karya seni, bisa aja jackpot juga. Coba bayangin, Minecraft, yang gambarnya kayak gitu, effort relatif ‘kecil’, ternyata jadi gede kayak sekarang,” kata Gerry. Ada juga beberapa contoh game indie lain di dunia yang sukses besar dengan sumber daya kecil, seperti Undertale atau Stardew Valley.

Ini menunjukkan bahwa produk yang didasari dengan visi kuat akan bisa merebut hati banyak penggemar. Tapi tentu berbahaya bila kita menjalankan perusahaan dengan berharap pada faktor X semata, di mana faktor X itu tidak bisa diukur dengan jelas. Imron menyarankan para developer untuk menjaga produk agar tetap memiliki keseimbangan.

“Kita sendiri juga masih belajar sih Mas, namun kalau boleh saya share tipsnya: mencoba untuk tetap menjaga produk yang dibuat sesuai dengan kapasitas produksinya, balance antara ego dan kapasitas produksi, serta jangan lupakan branding dan marketing dari produk itu sendiri, serta peka terhadap perkembangan industrinya.” Kapasitas produksi yang dimaksud Imron meliputi jumlah anggaran, SDM, serta skill yang dimiliki.

One small step at a time,” pungkasnya.

Sengketa Dengan Developer Fallout Shelter, Game Mobile Westworld Hengkang dari App Store

Memperluas jangkauan sebuah franchise hiburan ke medium lain, misalnya dari film ke video game, sudah sering dilakukan. Tersedia banyak judul tie-in di luar sana, dan sebagian di antara permainan-permainan itu diracik untuk smartphone karena ia adalah jenis perangkat yang paling tersebar luas. Namun di segmen ini, aspek orisinalitas kadang tidak terlalu dipikirkan.

Tidak sedikit game mobile yang ‘terispirasi’ dari seri-seri populer, contohnya ada Nova (Halo), Asphalt (Burnout), Modern Combat (Call of Duty), hingga The Ville (The Sims Social). Mayoritas dari mereka terbilang sukses hingga menghasilkan sekuel, namun langkah ini kadang menimbulkan masalah, seperti yang terjadi pada Westworld Mobile untuk Android dan iOS. Game milik Warner Bros. Interactive ini kena gugat Bethesda Softworks karena kemiripannya dengan Fallout Shelter.

Seperti spin-off seri Fallout itu, Westworld Mobile adalah permainan ber-genre strategi dan simulasi pengelolaan. Mengadopsi konsep dari film seri HBO, pemain ditantang untuk mengelola taman hiburan dewasa bertema koboi yang diisi oleh android (robot-robot menyerupai manusia). Westworld Mobile memang punya banyak kemiripan secara visual dengan Fallout Shelter, dan semuanya jadi jelas ketika kita mulai membangun fasilitas bawah tanah.

Bethesda mengklaim bahwa game Westworld Mobile merupakan tiruan terang-terangan dari Fallout Shelter. Sang pemilik seri The Elder Scrolls dan Fallout itu mengeluhkan kemiripan desain, animasi, fitur, arahan seni serta elemen-elemen gameplay lain di sana dengan kreasinya. Meski praktek ‘cloning‘ di ranah game bukanlah hal baru, Bethesda menuduh developer Behaviour Interactive menggunakan kode milik mereka.

Menggali lebih dalam, Behaviour Interactive ialah tim yang sempat dipekerjakan Bethesda Game Studios untuk membantu pengembangan Fallout Shelter. Bethesda menduga, Behaviour kembali menggunakan kode serta sejumlah aset yang sebetulnya dilindungi hak cipta buat menggarap Westworld Mobile.

Buat sekarang, baik pihak Bethesda dan Behaviour Interactive tampaknya sudah mencapai kesepakatan. Sesaat, semua terlihat berjalan normal. Tetapi mulai minggu ini, Westworld tidak lagi bisa diunduh dari Google Play maupun Apple App Store, dan sistem in-app purchase pun telah ditiadakan.

Dalam permintaan maaf dan ucapan perpisahan yang dipublikasikan Behaviour Interactive serta Warner Bros. Interactive via Twitter, Westworld Mobile dijadwalkan untuk ditutup pada tanggal 16 April 2019. Jika masih memiliki mata uang in-gamedeveloper menyarankan Anda buat menggunakannya sekarang sebelum permainan dinonaktifkan.

Via VentureBeat.

Mampukah PC Anda Menjalankan Far Cry New Dawn di Resolusi 4K?

Menyusul Fallout 76 dan Rage 2, Ubisoft akhirnya mencoba mengangkat tema pasca-kiamat di video game-nya. Tapi mereka tidak melakukannya lewat franchise baru, melainkan melalui seri yang sudah lama menjadi andalan sang publisher: Far Cry. Diumumkan di acara The Game Awards 2018, Far Cry New Dawn ialah spin-off sekaligus sekuel langsung dari permainan Far Cry kelima.

Berdasarkan informasi dari Ubisoft Montreal, formula New Dawn masih meneruskan pendahulunya. Game action-adventure ini disuguhkan dalam perspektif orang pertama, mempersilakan pemain untuk menjelajahi dunianya yang terbuka luas dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan. Seperti biasa, ada banyak aktivitas yang bisa Anda lakukan di sana selain merebut suatu lokasi dari tangan musuh, misalnya berburu.

Seperti Far Cry 5, New Dawn kembali mengambil latar belakang Hope County, sebuah daerah fiktif di negara bagian Montana. Namun tempat ini telah berubah drastis semenjak ledakan nuklir di akhir cerita Far Cry 5. Kesamaan dua game juga diperlihatkan oleh hadirnya lagi sistem Guns/Fangs for Hire, yang memungkinkan kita merekrut pasukan atau mendapat bantuan dari hewan peliharaan, serta kebebasan untuk menentukan sendiri karakter utama permainan.

Far Cry New Dawn rencananya akan dirilis bulan depan, tepatnya pada tanggal 15 Februari 2019 di Windows, PlayStation 4 dan Xbox One. Versi PC sudah pasti menyajikan grafis tercantik dan juga didukung oleh resolusi 4K. Tapi syaratnya, sistem PC Anda harus mampu menanganinya. Dan inilah daftar kebutuhan hardware PC buat menjalankan New Dawn:

 

Minimal

  • OS: Windows 7 SP1, Windows 8.1, Windows 10 (64-bit)
  • Prosesor: Intel Core i5 2400 3,1GHz atau AMD FX 6350 3,9GHz
  • RAM: 8GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 670 (2GB) atau AMD Radeon R9 270X (2GB)
  • Resolusi: 720p
  • Preset video: Low
  • DirectX: June 2010 Redistributable
  • Suara: Sound card yang kompatibel dengan DirectX 9.0c plus driver terbaru
  • Hard drive: 30 GB
  • Periferal: Keyboard, mouse, headset yang didukung Windows

 

Rekomendasi

  • OS: Windows 7 SP1, Windows 8.1, Windows 10 (64-bit)
  • Prosesor: Intel Core i7-4790 3,6GHz atau AMD Ryzen 5 1600 3,2GHz
  • RAM: 8GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 970 (4GB) atau AMD Radeon R9 290X (4GB)
  • Resolusi: 1080p
  • Preset video: High
  • DirectX: June 2010 Redistributable
  • Suara: Sound card yang kompatibel dengan DirectX 9.0c plus driver terbaru
  • Hard drive: 30 GB
  • Periferal: Keyboard, mouse, headset yang didukung Windows

 

Konfigurasi 4K 30FPS

  • OS: Windows 10 (64-bit)
  • Prosesor: Intel Core i7-6700 3,4GHz atau AMD Ryzen 5 1600X 3,6GHz atau setara
  • RAM: 16GB
  • Kartu grafis: Nvidia GeForce GTX 1070 (8GB) atau AMD RX Vega 56 (8GB)
  • Resolusi: 2160p
  • Preset video: High
  • DirectX: June 2010 Redistributable
  • Suara: Sound card yang kompatibel dengan DirectX 9.0c plus driver terbaru
  • Hard drive: 30 GB
  • Periferal: Keyboard, mouse, headset yang didukung Windows

 

Konfigurasi 4K 60FPS

  • OS: Windows 10 (64-bit)
  • Prosesor: Intel Core i7-6700K 4,0GHz atau AMD Ryzen 7 1700X 3,4 GHz atau setara
  • RAM: 16GB
  • Kartu grafis: Nvidia GeForce GTX 1080 SLI (8GB) atau AMD RX Vega 56 CFX (8GB) atau yang lebih baik
  • Resolusi: 2160p
  • Preset video: High
  • DirectX: June 2010 Redistributable
  • Suara: Sound card yang kompatibel dengan DirectX 9.0c plus driver terbaru
  • Hard drive: 30 GB
  • Periferal: Keyboard, mouse, headset yang didukung Windows

Bersama Tobii, Alienware Luncurkan Alienware Academy

Menjadi atlet esports memang bukanlah hal yang mudah. Kadang-kadang untuk menjadi lebih hebat pun bukan hanya sesederhana mengulang permainan secara terus-menerus sampai menjadi lebih jago. Nyatanya, para calon atlet esports juga butuh informasi cara main yang benar dan tentunya mentor yang bisa membantu menyadari kesalahan yang mungkin tak disadari oleh sang calon atlet esports tersebut.

Walau hal tersebut penting untuk dapat menciptakan bakat-bakat baru di dalam dunia esports, namun nyatanya belum banyak organisasi ataupun perusahaan yang menciptakan hal tersebut. Maka dari itu salah satu brand peripheral gaming ternama Alienware pun melihat hal tersebut sebagai peluang dan meluncurkan sebuah tempat pelatihan bernama Alienware Academy.

Sumber: windowscentral.com
Sumber: Windows Central

Pelatihan atlet esports ini tercipta berkat kerjasama antara Alienware dengan Tobii sebuah perusahaan yang menciptakan teknologi untuk merekam arah pergerakan mata kita selama melihat monitor PC saat sedang bermain. 

Sejak dari peluncurannya, situs ini sudah menawarkan satu arsip berisi berbagai hal yang bisa membantu Anda meningkatkan kemampuan bermain, seperti tips dan trik, serta tutorial interaktif yang bisa dipelajari oleh berbagai gamers dari berbagai level.

Mengutip Esports Marketing Blog, Alienware Academy ini termasuk sebuah video latihan yang diajarkan oleh pro playernya sendiri termasuk Jordan ‘n0thing’ Gilbert untuk CS:GO. Ada juga sebuah map gameplay challenge custom yang memungkinkan pemain melatih skill mereka dan tentunya informasi tambahan bagi mereka yang menggunakan Tobii eye-tracking.

Sumber: techhive.com
Sumber: TechHive

Terkait peluncuran ini, Jonas Jerebko selaku pemilik tim Renegades Esports memberi komentar kepada Esports Marketing Blog mengatakan, “dengan peluncuran Alienware Academy, Alienware dan Tobii membuktikan komitmen kami terhadap perkembangan ekosistem esports. Dengan peralatan serta konten eksklusif, Alienware Academy menawarkan konten yang cocok bagi gamer kompetitif yang mau belajar lebih jauh dari para profesional.”

Alienware sendiri merupakan brand yang bergerak di peripheral serta pembuatan komputer yang fokus kepada pasar gaming. Terbentuk sejak 24 Oktober 1996, Alienware ini merupakan sub-brand dari salah satu brand komputer terkemuka yaitu Dell. Sementara Tobii sendiri adalah salah satu brand pionir dalam pembuatan teknologi eye tracking. Tobii Pro merupakan salah satu dari tiga bagian unit bisnis Tobii yang memang fokus kepada teknologi eye tracking, salah satunya digunakan untuk gaming.

Penjualan Valthirian Arc Capai Rp7 Miliar, Balik Modal dalam Waktu 3 Bulan

Sebuah kabar baik datang dari Agate, developer asal Bandung yang juga merupakan studio game terbesar di Indonesia. Melalui siaran persnya, Agate baru-baru ini mengumumkan bahwa game terbaru mereka yaitu Valthirian Arc: Hero School Story telah berhasil mencapai penjualan senilai US$500.000. Dengan kurs saat ini (US$1 = Rp14.195) artinya angka tersebut setara dengan kurang lebih Rp7,1 miliar.

Pencapaian tersebut diraih oleh Valthirian Arc: Hero School Story dalam waktu cukup singkat, hanya tiga bulan sejak perilisannya. Angka sedemikian besar juga menandakan bahwa game ini telah mencapai break event point, alias balik modal. Agate melaporkan bahwa keuntungan terbesar diperoleh dari penjualan game fisik dari region 2, yaitu Inggris dan Eropa. Khususnya di platform PC, game ini sempat menduduki peringkat 2 best-seller di Steam wilayah Inggris Raya.

Valthirian Arc: Hero School Story | Screenshot 5
Valthirian Arc: Hero School Story

Salah satu cara Agate untuk mendongkrak popularitas Valthirian Arc: Hero School Story adalah dengan rajin membawa game mereka ke berbagai ajang pameran luar negeri. Salah satunya seperti MCM Comic Con di kota London, pada bulan Oktober 2018 lalu, di mana Valthirian Arc mendapat cukup banyak peminat. Agate juga pernah memamerkan game ini di acara Tokyo Game Show 2018 serta PlayStation Experience SEA (PSX SEA) 2018 di Bangkok. Selain itu, Agate pun gencar mengirimkan publikasi ke berbagai media, baik media lokal ataupun luar negeri.

Dalam distribusi Valthirian Arc: Hero School Story, Agate bekerja sama dengan penerbit asal Inggris yang sudah cukup senior, yaitu PQube. PQube telah lama menangani game untuk berbagai platform, termasuk judul-judul ternama seperti seri BlazBlue, Harvest Moon, serta Senran Kagura.

Valthirian Arc - PlayStation Experience SEA
Valthirian Arc dan beberapa game lokal lain dalam PSX SEA 2018 | Sumber: Duniaku.net

Dengan kesuksesan seperti ini, Agate telah membuktikan bahwa developer Indonesia juga mampu menciptakan produk yang memiliki daya saing di pasar video game global. Valthirian Arc: Hero School Story bisa Anda dapatkan secara fisik ataupun digital di PS4 dan Switch, juga di PC via Steam. Anda dapat membaca ulasan kami tentang Valthirian Arc: Hero School Story di tautan berikut.

Alasan Mengapa Microsoft Begitu Percaya Diri Dengan Project xCloud, Yaitu Netflix-nya Video Game

Fase akhir siklus hidup console game current-gen sudah dimulai, dan dalam waktu dekat, kita dipastikan akan menyaksikan penyingkapan produk-produk generasi selanjutnya. Baik Sony dan Microsoft sudah mengonfirmasi bahwa mereka tengah menggodok hardware gaming baru, namun penyajian konten-kontennya nanti boleh jadi sedikit berbeda dari sistem lawas.

Fenomena ini bisa kita lihat dari awal penyediaan PlayStation Now dan Xbox Play Anywhere. Melalui fitur-fitur ini, para produsen mulai menawarkan game sebagai layanan – bukan sekadar produk. Dan ke depannya, kemungkinan akan ada lebih banyak platform cloud gaming bertebaran, apalagi setelah para raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft diketahui begitu serius menggarapnya.

Di bulan Oktober 2018 silam, Microsft resmi mengumumkan pengembangan layanan gaming on demand bernama Project xCloud. Seperti platform cloud gaming sekelasnya, xCloud memperkenankan pelanggan bermain game tanpa dibatasi oleh spesifikasi perangkat yang mereka miliki. Dan dalam sebuah acara yang dilakukan di markas utama Microsoft hari Senin kemarin, CEO Satya Nadella mendeskrpsikan xCloud sebagai Netflix-nya video game.

Visi di belakang pembuatan xCloud sebetulnya cukup simpel, yaitu menyuguhkan gamer permainan-permainan blockbuster berkualitas tinggi. Namun proses penyajian tidak sesederhana teorinya. Berbeda dari streaming film atau musik, video game menuntut sistem input dengan responsitivitas tinggi/seketika secara konsisten. Hal ini jadi sulit ketika data dan informasi disalurkan lewat internet.

Namun Nadella tidak khawatir. Berbeda dari Google dan Amazon (sang eCommerce juga sedang menggodok layanan gaming on demand-nya sendiri), Microsoft punya pengalaman lebih lama di ranah gaming, bahkan jauh sebelum mereka memasarkan console. Dengan Xbox, Microsoft punya keunggulan strategis, termasuk di sisi teknologi maupun konten. Sang CEO sendiri sangat membanggakan katalog permainan Xbox, terutama pada franchise-franchise besar eksklusif seperti Halo dan Forza.

Kita perlu ingat bahwa Microsoft sudah menghimpun banyak sekali pelanggan Xbox Live. Kemudian, cengkeraman Microsoft di gaming bukan hanya melalui Xbox, tapi juga PC. Seperti yang terungkap oleh survei hardware Steam, mayoritas penikmat permainan di komputer personal memanfaatkan OS Windows.

Nadella sempat bilang bahwa komunitas gamer saat ini mencapai dua miliar jiwa, namun banyak di antara mereka yang tidak memiliki televisi, console serta PC sendiri. Yang mereka punyai hanyalah smartphone. xCloud adalah cara Microsoft menggapai mereka semua.

Buat sekarang, status Project xCloud masih berada di tahap pengembangan. Microsoft berencana buat melangsungkan sesi tes publik di tahun ini.

Sumber: Business Insider.

Segala Macam Laptop, Teknologi dan Strategi Baru yang MSI Singkap di CES 2019

Seperti apapun prediksi para analis dulu, kehadiran PC yang bergitu kuat di CES 2019 memperlihatkan bagaimana perangkat ini masih menjadi pilihan utama konsumen untuk bekerja ataupun bermain. Segmen laptop sendiri sendiri tengah dihebohkan oleh kehadiran kartu grafis berteknologi real-time ray tracing Nvidia, dan MSI ialah salah satu perusahaan yang sigap mengadopsinya.

DailySocial menjadi salah satu media yang sangat beruntung dipilih untuk menyaksikan langsung peluncuran sejumlah perangkat baru serta produk-produk pemenang CES 2019 Innovation Awards racikan Micro-Star International. Di sana, sang produsen hardware PC asal Taiwan itu telah menyiapkan sejumlah varian anyar serta update dari laptop yang sudah dipasarkan sebelumnya.

MSI 5 7

Di ranah gaming, MSI mengawali tahun dengan peluncuran laptop-laptop ber-GPU GeForce RTX. Pembaruan diterapkan pada tiga keluarga seri gaming, yaitu sang monster GT, si ramping GS, serta GE yang menawarkan kombinasi seimbang antara harga dan performa. Perhatian para pengunjung CES 2019 sendiri tertuju pada GS75 Stealth, yakni laptop ultra-thin 17-inci bersenjata RTX 2080 Max-Q.

MSI 5 4

Jika layar 17-inci terasa terlampau lebar buat Anda, MSI turut menyiapkan tipe 15-inci GS65 Stealth – yang merupakan penerus langsung dari GS65 Stealth Thin 8RF (model ini diperkenalkan tahun lalu). GeForce RTX juga dapat Anda temukan di model GT75 Titan, GT63 Titan, GE75 Raider serta GE63 Raider RGB. Dari sisi desain, penampilan mereka serupa dengan versi sebelumnya.

MSI 5 1

Di luar produk gaming, MSI memperkuat formasi lini Prestige yang dikhususkan bagi para pekerja dan profesional. Setelah sukses dengan PS42, produsen mencoba merapikan branding dengan memberinya nama belakang: Modern untuk ser PS dan Creator buat P. Di kelas ini, Prestige PS63 Modern ditunjuk sebagai primadona serta perwujudan dari kolaborasi unik antara MSI dan Discovery Channel.

MSI 5 8

Selain mengusung desain menawan. PS63 Modern dibekali beragam fitur baru dan upgrade esensial. Di sana, produsen memperluas dan membuat touchpad-nya jadi lebih halus, memodifikasi keyboard agar lebih nyaman, serta melengkapinya dengan fitur Qualcom Quick Charge 3.0 pada port USB sehingga laptop bisa mengisi ulang baterai smartphone Anda dalam waktu singkat.

MSI 5 5

Selain itu, ada banyak teknologi menarik MSI pamerkan di panggung CES 2019. Di antaranya meliputi sistem Cooler Boost Trinity+ yang memungkinkan laptop berdesain ultra-thin menjinakkan panas dari GeForce RTX, dukungan Amazon Alexa sehingga notebook mampu memahami perintah suara, sampai panel berkapabilitas high-dynamic range yang [menariknya malah] dibawa oleh laptop P65 Creator.

MSI 5 6

Semua perangkat anyar dan teknologi unik ini merupakan cara MSI merealisasikan misi mereka di 2019 serta tahun-tahun berikutnya, yakni demi membahagiakan para gamer serta kreator.

8 Pembaruan yang Valve Terapkan Pada Steam di 2019

Ada banyak hal yang Valve singkap terkait Steam di awal tahun ini. Kabarnya dalam sebulan, layanan distribusi digital ini telah berhasil menghimpun 90 juta user aktif, lalu Steam juga sempat diakses oleh 18,5 juta pengguna secara berbarengan. Diketahui pula bahwa tersedia lebih dari 30 ribu pilihan permainan di sana, belum termasuk software non-game dan DLC.

Tapi meski menjadi platform distribusi game terbesar di dunia, Valve tidak mau berdiam diri, apalagi setelah munculnya pesaing baru garapan Epic Games. Store mereka menawarkan pembagian keuntungan yang begitu menggoda, hingga membuat sejumlah developer bermigrasi. Tentu saja, Steam masih punya banyak keunggulan dibanding Epic Games Store, terutama pada kelengkapan fitur, jumlah konten, hingga jangkauan pasar.

Valve sendiri sudah menyiapkan tidak kurang dari delapan upgrade pada Steam demi memastikan layanan mereka lebih seksi di mata konsumen.

 

Kemudahan menemukan konten

Valve tengah mengembangkan sistem rekomendasi baru yang ditunjang oleh machine-learning. Gunanya adalah untuk mempertemukan user dengan game-game yang sesuai minatnya. Namun developer tak cuma fokus pada algoritma demi menyuguhkan solusi ‘discoverability‘ ini, mereka juga turut membangun lebih banyak sistem broadcasting serta kurasi dan secara terus menerus memperbaiki desain Steam store.

 

Steam China

Setelah sempat diblokir di Tiongkok (pengguna di sana tidak bisa mengakses forum, inventory dan sejumlah fitur lain), akhirnya Valve mendapatkan lampu hijau untuk memasukkan Steam di negara itu melalui kolaborasi bersama Perfect World. Valve berjanji akan mengungkap info lebih lengkapnya dalam waktu dekat.

 

Update library Steam

Versi baru Steam Library dibangun berdasarkan teknologi yang Valve gunakan untuk menggarap Steam Chat. Dengannya, developer mencoba menghadirkan sejumlah kapabilitas yang sudah lama diminta oleh pengguna.

 

Sistem event baru

Developer memperbarui sistem event di Steam Community sehingga memungkinkan kita untuk menandai aktivitas-aktivitas menarik yang berkaitan dengan game favorit, misalnya turnamen, video stream, atau tantangan mingguan.

 

Steam Chat

Fitur chat di Steam mendapaatkan perombakan besar-besaran di bulan Juli lalu, sehingga penggunaan jadi lebih menyenangkan dan juga mempermudah pengelolaan daftar teman. Kali ini, Steam Chat anyar akan dihadirkan di perangkat bergerak.

 

Steam TV

Valve tengah berupaya memperluas fungsi Steam TV agar ia tidak cuma berguna untuk menayangkan turnamen atau acara secara spesifik, sehingga dapat mendukung semua game.

 

Steam Trust

Teknologi di belakang Trusted Matchmaking di Counter-Strike: Global Offensive memperoleh pembaruan, serta diangkat menjadi fitur native Steam yang tersedia buat semua permainan. Itu berarti, pengguna bisa lebih mudah mengetahui apakah lawan bermain mereka itu seorang cheater atau bukan.

 

Program Steam PC Cafe

Developer berencana untuk mulai meluncurkan PC Cafe Program, supaya pemakaian Steam di warnet serta game center di mana pun Anda berada tetap nyaman dan aman.

Silakan kunjungi laman Steam jika Anda masih penasaran mengenai apa saja pencapaian platform distribusi ini di tahun lalu.