Lewat Snapdragon 8cx Gen 3, Qualcomm Siap Usik Pasar Laptop di Tahun 2022

Awal Desember ini merupakan periode yang sibuk buat Qualcomm. Melalui acara tahunan Snapdragon Tech Summit, Qualcomm mengumumkan sederet chipset baru yang bakal mengotaki sejumlah perangkat di tahun 2022. Di samping chipset flagship anyar untuk smartphone dan chipset baru yang dikhususkan untuk konsol genggam, Qualcomm turut menyingkap generasi terbaru dari chipset laptop-nya yang membawa peningkatan yang amat signifikan.

Chipset yang dimaksud adalah Snapdragon 8cx Gen 3, yang kini dibangun di atas proses pabrikasi 5 nm. Dibandingkan pendahulunya (8cx Gen 2) yang bisa dijumpai di perangkat-perangkat seperti Microsoft Surface Pro X maupun HP Elite Folio, 8cx Gen 3 menjanjikan peningkatan performa single-core hingga 40%, multi-core hingga 85%, dan peningkatan kinerja GPU hingga 60%.

Peningkatan yang substansial ini dimungkinkan berkat sejumlah faktor. Yang pertama adalah kehadiran “Prime” performance core baru pada 8cx Gen 3. Juga tidak kalah penting adalah fakta bahwa efficiency core milik 8cx Gen 3 kini mampu menyamai kinerja dari performance core milik prosesor generasi sebelumnya.

Terkait kinerja GPU-nya, Qualcomm mengklaim perangkat yang ditenagai 8cx Gen 3 sanggup menjalankan game di resolusi 1080p dengan refresh rate hingga 120 fps. Respons perangkat saat dipakai untuk mengedit foto maupun video pastinya juga bakal lebih gegas ketimbang sebelumnya. Lalu kalau untuk urusan AI, Qualcomm bilang 8cx Gen 3 punya kapabilitas AI tiga kali lebih baik dari pendahulunya.

Sebagai prosesor berarsitektur ARM, 8cx Gen 3 tentu tetap menjunjung tinggi efisiensi daya. Menurut Qualcomm, perangkat yang ditenagai 8cx Gen 3 mempunyai daya tahan baterai yang sama awetnya seperti yang dibekali 8cx Gen 2, yang dalam kasus tertentu bisa mencapai angka 25 jam atau lebih.

Perihal konektivitas, 8cx Gen 3 menjanjikan koneksi 5G yang lebih reliabel berkat penggunaan modem baru. Qualcomm juga tidak lupa menyematkan modul Wi-Fi 6E generasi terbaru yang mendukung fitur Wi-Fi Dual Station demi menekan latensi lebih jauh lagi.

Selain 8cx Gen 3, Qualcomm turut memperkenalkan Snapdragon 7c+ Gen 3 yang ditujukan untuk perangkat di segmen harga yang lebih terjangkau. Dibandingkan generasi sebelumnya, chipset 6 nm ini menjanjikan peningkatan performa CPU hingga 40% dan GPU hingga 35%. Untuk pertama kalinya di seri 7c, ia kini juga kebagian jatah modem 5G, demikian pula chip Wi-Fi 6E seperti yang digunakan oleh kakaknya.

Qualcomm optimistis kedua prosesor laptop baru ini bakal merambah konsumen lebih cepat daripada sebelumnya. Menurutnya, deretan laptop yang ditenagai Snapdragon 8cx Gen 3 dan 7c+ Gen 3 akan hadir di babak pertama 2022.

Melihat peningkatan yang dijanjikan 8cx Gen 3 dan 7c+ Gen 3, Qualcomm semestinya punya potensi yang lebih besar untuk mengusik pangsa pasar yang dikuasai Intel dan AMD di tahun 2022. Semoga saja isu kompatibilitas yang melanda Windows versi ARM bisa segera ditangani, dan jumlah laptop yang menggunakan prosesor terbaru Qualcomm ini bisa lebih banyak daripada di tahun-tahun sebelumnya.

Sumber: Windows Central dan Qualcomm.

Kemendikbudristek Luruskan Isu Hadirnya Esports ke Kurikulum Nasional

Esports memang menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan seiring perkembangan zaman dan teknologi, salah satunya di lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Memang, pasca diakui sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di PON, esports kian sering dibicarakan. Selain sebagai wujud menerima kemajuan era teknologi, esports juga memiliki badan pemerintahan resmi yaitu Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI).

Namun apakah benar esports akan masuk ke kurikulum nasional?

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan di Kemendikbudristek yaitu Anindito Aditomo meluruskan isu tersebut. Menurutnya, kehadiran materi esports sifatnya opsional dengan kata lain diperbolehkan namun tidak diwajibkan.

“Esports tidak masuk kurikulum nasional. Sekolah boleh saja memasukkan konten tersebut jika dipandang relevan untuk kebutuhan dan konteksnya,” ujar Anindito, dikutip dari CNN.

Melengkapi pernyataannya, Anindito menilai bahwa kurikulum nasional harus mencerminkan standar pendidikan minimal. Dengan kata lain, materi yang dibawa setidaknya harus esensial dan relevan bagi perkembangan para siswa.

Sumber: PBESI

Namun Anindito menambahkan bahwa yang bisa menilai relevansi sebuah materi atau tidak adalah dari pihak sekolah. Karena faktanya operasional kurikulum dibuat oleh pihak sekolah, bukan dari Kemendikbudristek.

“Sebenarnya yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek bukanlah kurikulum sekolah, melainkan kerangka dan struktur dasar kurikulum. Sekolah-lah yang berwenang mengembangkan kurikulum operasional yang menjadi panduan bagi guru untuk melakukan pembelajaran di kelas,” ujarnya.

“Karena itu Kemendikbudristek tidak berencana memasukkan esports sebagai materi wajib di tingkat nasional,” tambah Anindito.

Kurikulum Esports Seberapa Penting?

Sumber: PON Papua

Tentu Anindito paham bahwa banyak pihak yang antusias mengenai kehadiran esports ke kurikulum nasional. Namun ruang dari kurikulum memang sangat terbatas dan harus menilai seberapa pentingnya esports sebelum dimasukan ke kurikulum oleh Kemendikbudristek.

Selain itu, kehadiran esports di kurikulum nasional akan menggeser beberapa pelajaran penting lainnya karena padatnya kurikulum.

“Jika semua materi yang dianggap penting oleh sebagian orang harus masuk kurikulum, yang menjadi korban adalah siswa,” ucapnya.

Kurikulum yang padat akan mendorong guru untuk mengajar ala kadarnya. Dengan kata lain, guru akan dipaksa mengajar secara verbal dan cepat tanpa sempat mengajak siswa berdiskusi.

“Tugas yang diberikan juga akan bertumpuk-tumpuk, namun tanpa umpan balik yang bermakna,” tutup Anindito.

Sejauh ini, Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) baru melakukan upaya agar esports setidaknya masuk ke kegiatan ekstrakurikuler untuk tingkat SMP dan SMA/sederajat.

Lebih dari Smartphone Gaming, Qualcomm Punya Chipset Snapdragon G3x Gen 1 Untuk Perangkat Gaming Handheld

ASUS ROG Phone 5, Xiaomi Black Shark 4S Pro, Lenovo Legion Duel 2, dan ZTE nubia Red Magic 6s Pro adalah beberapa nama smartphone gaming keluaran 2021 yang ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 888 series. Tahun depan, tentu giliran Snapdragon 8 Gen 1 yang akan menenagai smartphone flagship dan gaming 2022.

Di antara smartphone gaming dan konsol rumah seperti PlayStation dan Xbox, terdapat perangkat gaming handheld atau konsol genggam seperti Nintendo Switch atau Steam Deck dan Qualcomm telah mengumumkan chipset khusus yang dirancang untuk perangkat semacam itu.

Snapdragon G3x Gen 1 namanya, platform berbasis Android yang memungkinkan para gamer memiliki perangkat terbaik untuk bermain game Android, streaming game dari konsol di rumah atau PC Anda, serta bermain game melalui layanan cloud gaming.

Dasar dari platform gaming ini adalah chipset Snapdragon G3x Gen 1 dengan GPU Adreno dan teknologi Snapdragon Elite Gaming yang memungkinkan bermain game hingga 144 fps dan 10-bit HDR.

Chipset ini mendukung konektivitas Qualcomm FastConnect 6900 Mobile Connectivity yang membawa WiFi 6 dan 6E, serta 5G mmWave dan sub-6. Dengan teknologi Snapdragon Sound yang dapat mengurangi latensi saat bermain game menggunakan TWS.

Perangkat gaming dengan Snapdragon G3x Gen 1 juga bisa dihubungkan ke layar lain yang lebih besar seperti TV dan monitor dengan output 4K. Serta, mendukung tethering ke headset mixed reality melalui port USB-C.

Selain itu, dukungan dari AKSys memberikan sentuhan presisi pada controller mapping technology yang memungkinkan penggunaan pengontrol bawaan pada beragam game.

Untuk menunjukkan platform tersebut, Qualcomm bekerja sama dengan Razer untuk membangun Snapdragon G3x handheld gaming developer kit pertama yang tersedia secara eksklusif untuk para developer mulai hari ini.

Perangkat handheld developer kit khusus ini dirancang untuk platform Snapdragon G3x untuk menghasilkan kinerja tanpa kompromi. Hadir dengan layar OLED 6,65 inci Full HD+ HDR 10-bit dan refresh rate 120hz.

Memiliki webcam 5MP/1080p60 dengan dua mikrofon yang dapat digunakan oleh gamer untuk live streaming. Konektivitas 5G mmWave dan sub-6, serta WiFi 6E untuk memberikan koneksi tercepat dengan latensi rendah.

Juga hadir dengan kontrol yang seimbang dan mudah digenggam, untuk permainan yang nyaman dalam durasi yang lama. Semoga saja, OEM lain dapat segera mengadopsi chipset Snapdragon G3x Gen 1 dan merilis konsol genggam tahun depan.

Sumber: Qualcomm, TheVerge

Game City Building Townscaper Kini Dapat Dimainkan Secara Gratis Lewat Browser

Townscaper merupakan salah satu mutiara terpendam yang saya temukan di Steam beberapa bulan lalu, dan yang hingga kini masih menjadi andalan saya di kala penat melanda. Game ini merupakan sebuah city building sederhana dengan grafik low poly yang tidak memiliki narasi maupun tujuan; cuma sebatas sandbox untuk bermain-main dan menumpahkan kreativitas.

Kecintaan saya terhadap game ini semakin menguat setelah melihat sifat dermawan pengembangnya, Oskar Stålberg. Lewat Twitter, Oskar mengumumkan bahwa Townscaper kini dapat dimainkan secara cuma-cuma langsung melalui browser komputer.

Versi web-nya ini memang cuma sebatas demo, tapi saat saya coba, pengalaman yang saya dapat benar-benar identik seperti ketika memainkan versi penuhnya di Steam. Yang berbeda hanyalah luas area yang dapat dibangun; pada versi web-nya ini, kita hanya bisa membangun di atas area yang lebih kecil ketimbang di versi penuhnya.

Cara bermain Townscaper luar biasa mudah: klik kiri untuk membangun, klik kanan untuk menghapus. Sudah itu saja, namun berkat teknik procedural generation yang diterapkan, variasi bangunan yang bisa diciptakan di game ini benar-benar sangat beragam, dan tidak jarang saya menghabiskan waktu berjam-jam memainkannya selagi mendengarkan playlist favorit di Spotify. Seiring bermain, perlahan Anda juga pasti mulai hapal dengan pola-pola tertentu untuk menciptakan model bangunan yang spesifik.

Menurut saya pribadi, game ini bahkan lebih mudah dimainkan ketimbang menyusun balok-balok Lego. Bahkan anak saya yang masih berusia tiga tahun (dan yang baru saja bisa mengoperasikan mouse) pun mampu menciptakan kreasi-kreasi yang menarik di Townscaper. Kalau mau lebih santai, versi Steam-nya yang dapat dibeli seharga Rp48.999 juga mendukung pengoperasian via gamepad.

Selain di PC, Townscaper juga tersedia di Nintendo Switch, dan belum lama ini port versi Android sekaligus iOS-nya pun juga telah dirilis. Buat yang penasaran, sekarang Anda bisa mencobanya dulu di browser sebelum membeli. Percayalah, Anda bakal berterima kasih pada saya sudah meluangkan waktu sejenak untuk menjajalnya.

Via: Destructoid.

Titanfall Resmi Ditarik dari Peredaran, Namun Server-nya Masih Akan Tetap Aktif

Game FPS multiplayer Titanfall resmi ditarik dari peredaran mulai hari ini. Lewat Twitter, Respawn Entertainment selaku pengembangnya turut menjelaskan bahwa game Titanfall yang pertama ini juga akan dicabut dari berbagai layanan subscription pada tanggal 1 Maret 2022. Kendati demikian, Respawn memastikan bahwa server Titanfall masih akan terus aktif buat para penggemar loyalnya.

Respawn memang tidak mengelaborasi alasan di balik keputusannya menyetop penjualan Titanfall orisinal, namun besar kemungkinan ini berkaitan dengan serangan DDoS yang rutin diterima server Titanfall selama dua tahun terakhir (dan yang sampai menjalar ke Apex Legends), sehingga game-nya sering kali jadi tidak dapat dimainkan sama sekali.

Problemnya pun terus berkelanjutan karena Respawn hanya bisa mengalokasikan 1-2 orang untuk menangani Titanfall orisinal. “Kalau game-nya tidak bisa dimainkan, lalu kenapa masih dijual?” Kira-kira begitulah keluhan yang dilontarkan fans loyal Titanfall selama ini, dan tampaknya EA selaku publisher-nya pun akhirnya sudah tobat.

Tentu saja kita juga tidak boleh lupa akan fakta bahwa Titanfall sudah cukup berumur. Game ini pertama dirilis di bulan Maret 2014, dan dalam kurun waktu tujuh tahun pasca peluncurannya, Titanfall sudah menerima satu sekuel beserta dua game spin-off (salah satunya Apex Legends itu tadi).

Jumlah pemainnya yang masih aktif juga sudah tersisa sangat sedikit. Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah terbanyak pemain yang online secara bersamaan dalam 24 jam terakhir cuma 9 orang (pastinya lebih banyak kalau ditambah pemain yang online via Origin, tapi semestinya tidak akan signifikan).

Di titik ini, tidak berlebihan jika kita menganggap bahwa masa hidup Titanfall sudah tamat. Namun para penggemarnya tidak perlu bersedih, sebab mereka masih punya Titanfall 2. Sekuelnya itu memang juga tidak luput dari serangan DDoS yang sama, tapi setidaknya ia masih punya single-player campaign yang fenomenal, satu elemen krusial yang absen pada Titanfall orisinal.

Bagaimana dengan Titanfall 3? Sebaiknya jangan terlalu berharap banyak, mengingat mayoritas tim Respawn masih akan terus berfokus ke Apex Legends, yang sendirinya merupakan salah satu anak emas EA dengan pemasukan yang luar biasa.

Sumber: IGN.

Nvidia Luncurkan RTX 2060 12 GB, Performa Sedikit di atas Versi Standarnya

Februari lalu, Nvidia mengungkap rencananya untuk memproduksi kembali RTX 2060 dan GTX 1050 Ti sebagai salah satu solusi untuk mengantisipasi isu kelangkaan stok kartu grafis yang terus berkelanjutan. Ketimbang sebatas berwacana, Nvidia rupanya sudah siap untuk mengeksekusi rencana tersebut dalam waktu dekat.

Kepada The Verge, Nvidia mengonfirmasi bahwa mereka akan segera merilis varian baru RTX 2060 Founders Edition yang dibekali VRAM sebesar 12 GB, dengan pemasaran yang dijadwalkan berlangsung mulai 7 Desember 2021. Selain versi Founders Edition, nantinya juga akan ada versi custom dari pihak OEM.

Kenapa kapasitas VRAM-nya harus didobel? Nvidia memang tidak memberi penjelasan, tapi bisa diasumsikan ini demi mengantisipasi tuntutan game yang semakin tinggi. Di game seperti Battlefield 2042 misalnya, pengujian yang dilakukan Tom’s Hardware menunjukkan bahwa GPU Nvidia dengan VRAM 6 GB atau kurang kerap mengalami stuttering apabila setelan texture quality-nya dalam posisi mentok — meski perlu diingat juga bahwa game itu memang masih dilanda banyak kendala teknis.

Namun yang ditingkatkan rupanya bukan cuma kapasitas VRAM-nya saja. Dibandingkan varian standarnya, RTX 2060 12 GB turut mengemas jumlah CUDA core yang lebih banyak (2.176 dibanding 1.920) dan base clock speed yang lebih tinggi (1.470 MHz dibanding 1.365 MHz), sehingga performanya pun dipastikan bakal lebih baik. Juga sedikit bertambah adalah konsumsi dayanya, dari 160 W menjadi 185 W.

Menariknya, jumlah CUDA core dan base clock speed-nya itu sama persis seperti yang dimiliki RTX 2060 Super. Yang berbeda adalah spesifikasi memory bus width dan total memory bandwith-nya. Terkait dua hal ini, RTX 2060 Super masih lebih unggul dengan bus width 256-bit dan total bandwith sebesar 448 GB/detik, sehingga performanya secara keseluruhan semestinya tetap bakal lebih kencang daripada RTX 2060 12 GB.

Sayang sekali Nvidia sejauh ini belum mengungkap harga jual resmi RTX 2060 12 GB. Mereka cuma bilang bahwa berhubung ini merupakan versi premium dari RTX 2060 6 GB, harganya pun bakal menyesuaikan. Sebagai konteks, RTX 2060 6 GB dihargai $349 saat pertama dirilis di tahun 2019.

Sumber: The Verge.

Menjajal Game Rocket League Sideswipe, Sudah Tersedia untuk Perangkat Android & iOS

Pernah bermain Rocket League sebelumnya? Game yang menyatukan sepak bola dan mobil-mobilan akrobatik (soccar) bertenaga roket ini dirilis pertama kali oleh Psyonix pada tahun 2015.

Pengembangnya (Psyonix) diakusisi oleh Epic Games pada 2019. Rocket League kemudian menjadi game free-to-play di 2020 dan bisa dimainkan secara gratis di semua platform, baik PC dan beberapa konsol seperti PS4, Xbox One, dan Nintendo Switch.

Kini Psyonix Studios telah mengumumkan bahwa versi mobile-nya yakni Rocket League Sideswipe telah tersedia di seluruh dunia. Baik untuk smartphone Android yang bisa diunduh lewat Google Play Store dan iOS alias iPhone di Apple App Store.

Game ini berukuran sekitar 700MB-1GB tergantung pada platform dan spesifikasi perangkat, serta tersedia secara gratis. Tentu saja, saya juga amat penasaran dan menginstal Rocket League Sideswipe di OPPO Reno6 dengan ukuran file 876MB. Perangkat ini mendukung kualitas preset grafis tinggi dengan maksimal frame rate 60 fps.

Setelah masuk ke dalam game, selain bisa dimainkan secara online multiplayer dengan login menggunakan akun Epic Games, Rocket League Sideswipe ternyata juga bisa dijalankan secara offline. Biar lebih seru, saya memilih bermain secara online.

Saat pertama kali masuk, kita harus melewati proses training terlebih dahulu yakni tutorial menggunakan kontrol sentuhnya. Ya, kontrol permainannya telah disesuaikan agar optimal dimainkan pada layar smartphone yang relatif kecil.

Mulai dari joystick virtual di sebelah kiri yang bisa digerakkan ke kanan kiri atau atas bawah, tombol boost untuk mendorong, dan tombol jumping untuk melompat. Gameplay Rocket League Sideswipe menggunakan konsep dasar yang sama dengan versi original-nya, intinya menggiring bola dengan mobil dan mencetak angka ke gawang lawan.

Perbedaannya besarnya adalah Rocket League Sideswipe dimainkan dalam bidang 2D (tetapi dengan elemen 3D), bukan stadion tiga dimensi yang penuh dengan gerakan 360 derajat seperti versi original-nya. Jadi, Anda hanya perlu mengendalikan mobil Anda di dua sumbu.

Selain itu, boost mobil beregenrasi secara otomatis dan tidak perlu mencari recharging pad. Anda bisa mulai bermain dalam match kompetitif, tersedia duel 1v1, doubles 2v2 atau mode sepak bola standar, dan Hoops 2v2 dengan gaya bola basket.

Permaianan tim dibatasi maksimal dua orang per sisi, sistem akan secara otomatis melakukan pencocokan dan menemukan player untuk bermain satu tim dengan Anda. Biar tidak penasaran, silahkan langsung mencobanya sendiri. Rocket League Sideswipe cukup menyenangkan untuk dimainkan berkat kombinasi kontrol sederhana, tetapi pastikan Anda memiliki koneksi internet yang stabil untuk menikmati keseruan mode multiplayer-nya.

Sumber: GSMArena

Tepati Janji, Rockstar Mulai Perbaiki Sederet Problem di GTA Trilogy Definitive Edition

Grand Theft Auto: The Trilogy – The Definitive Edition yang dirilis pada 11 November 2021 kemarin benar-benar dilanda segudang masalah. Saking parahnya, Rockstar sampai memutuskan untuk meminta maaf secara terbuka, dan mereka berjanji untuk memperbaiki versi remastered dari tiga game legendaris tersebut secara bertahap.

Kabar baiknya, janji tersebut sudah mulai ditepati oleh Rockstar. Mereka baru saja merilis update anyar (versi 1.03) untuk GTA Trilogy Definitive Edition yang membenahi banyak problem sekaligus; dari yang paling mengganggu seperti efek hujan yang super-jelek dan bermasalah, sampai yang sepele seperti typo pada beberapa objek yang memiliki teks di dalam game.

Versi 1.03 ini juga mengembalikan efek kabut yang tampak di kejauhan. Seperti diketahui, salah satu penyempurnaan visual yang ditawarkan versi remastered ini adalah peningkatan draw distance sehingga pemain bisa melihat lebih banyak di kejauhan. Masalahnya, hal ini justru membuat dunia di dalam ketiga game jadi terasa begitu kecil (karena bagian ujungnya bisa kelihatan dengan jelas dari kejauhan).

Tampilan kabut di kejauhan pada GTA: San Andreas pasca update versi 1.03 / Sumber: GTA Forums

Pada versi orisinalnya di PlayStation 2, efek kabut ini diterapkan demi mengakali keterbatasan performa hardware terkait draw distance, tapi di saat yang sama itu juga memberikan efek artistik yang membuat dunia di dalam game jadi terasa masif.

Salah satu keluhan terbesar lain dari para pemain GTA Trilogy Definitive Edition adalah terkait penampilan sejumlah karakter yang jadi sangat berbeda dari versi aslinya. Rockstar diam-diam rupanya mendengarkan masukan-masukan semacam itu, terbukti dari kembalinya penampilan asli seorang karakter minor di GTA: San Andreas bernama Old Reece. Saat versi remastered-nya pertama dirilis, wajah karakter tersebut tampak jauh berbeda dari yang ada di versi aslinya.

Update versi 1.03 untuk GTA Trilogy Definitive Edition juga mengembalikan penampilan karakter Old Reece sesuai versi orisinalnya / Sumber: Twitter

Tak hanya problem yang terlihat secara kasatmata, Rockstar rupanya juga memperbaiki isu-isu lain yang mungkin tidak begitu mengganggu buat para pemain yang baru pertama kali menikmati trilogi GTA ini, seperti misalnya perkara sound effect saat mengakses menu.

Saat pertama diluncurkan, ketiga game dari GTA Trilogy Definitive Edition menggunakan sound effect yang sama yang diambil dari GTA: San Andreas. Berkat update baru ini, tiap game kini telah dilengkapi sound effect-nya masing-masing seperti versi orisinalnya. Sepele, tapi krusial bagi mereka yang sempat menikmati versi aslinya dua dekade silam.

PR yang harus dikerjakan Rockstar memang masih banyak, dan kondisi GTA Trilogy Definitive Edition pasca update versi 1.03 pun masih jauh dari apa yang diharapkan banyak penggemarnya. Kendati demikian, ini tetap merupakan awal yang baik sekaligus menunjukkan komitmen Rockstar dalam menepati janjinya.

Saya sendiri masih akan terus menunggu sampai game-nya benar-benar dalam kondisi ‘sehat’ sebelum membelinya, sama halnya seperti saya menunggu expansion pack Cyberpunk 2077 sebelum memainkannya kembali. Kalau ingin tahu daftar lengkap problem yang diperbaiki di versi 1.03 ini, silakan langsung berkunjung ke laman support Rockstar.

Sumber: Game Informer dan IGN.

5 Mouse Pad Gaming Pilihan untuk Semua Tipe Gamer

Berhubung sebagian besar mouse sudah bisa berfungsi secara normal di atas permukaan meja, mouse pad mungkin tidak bisa dikategorikan sebagai produk yang esensial. Namun kalau dalam konteks gaming, terutama jika sudah masuk dalam ranah kompetitif, menggunakan mouse pad adalah cara termudah untuk memaksimalkan kapabilitas mouse gaming sekaligus skill bermain kita.

Mouse pad tentu ada banyak macamnya, dari yang halus sampai yang kasar, dan dari yang murah sampai yang mahal. Menentukan satu mouse pad gaming yang terbaik merupakan tugas yang hampir mustahil, sebab masing-masing gamer punya selera dan kebutuhannya sendiri-sendiri. Jenis game yang dimainkan pun juga menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan saat memilih mouse pad gaming.

Di artikel ini, saya telah merangkum 5 mouse pad gaming pilihan untuk semua tipe gamer. Silakan tentukan sendiri mana yang terbaik buat Anda, sesuai dengan kebutuhan dan bujet masing-masing.

1. Zowie G-SR

Zowie G-SR merupakan salah satu opsi terfavorit para pro player CS:GO. Ukurannya cukup besar (47 x 39 cm) buat yang terbiasa menggunakan sensitivitas (DPI) rendah, sementara permukaan kainnya yang sedikit kasar sangat ideal untuk memaksimalkan kontrol. Tipe mouse pad seperti ini memungkinkan Anda untuk langsung menyetop pergerakan mouse begitu melihat ada musuh lewat, bahkan ketika menggunakan mouse yang paling ringan sekalipun.

Sebagai produk premium, tentu saja sekelilingnya telah dijahit dengan rapi. Mouse pad ini memiliki ketebalan 3,5 mm, dan sisi bawahnya dilapisi bahan karet yang 100% rata demi memastikan ia tidak mudah bergeser selagi tangan pengguna bermanuver di atasnya. Di angka Rp649.000, harganya memang tidak bisa dibilang murah, tapi layak dipertimbangkan jika Anda rutin bermain game FPS kompetitif.

Link pembelian: Zowie G-SR

2. Logitech G440

Di sisi sebaliknya, jika Anda menginginkan permukaan yang paling mulus dan nyaris tanpa friksi supaya mouse bisa terasa seperti meluncur di atas es, Anda bisa melirik mouse pad dengan bahan yang kaku seperti Logitech G440 ini. Berkat permukaan yang terbuat dari plastik polietilena, mouse pad ini memungkinkan pergerakan mouse yang sangat cepat dengan tenaga yang minimal.

Di harga Rp339.000, mouse pad dengan dimensi 34 x 28 cm dan tebal 3 mm ini tergolong cukup kompetitif. Buat penggemar genre RTS atau MOBA yang memprioritaskan kecepatan respons, Logitech G440 bakal cocok buat Anda. Mereka yang memiliki permukaan meja tidak rata juga bisa mempertimbangkan mouse pad berbahan kaku semacam ini.

Link pembelian: Logitech G440

3. Razer Strider – Large

Bingung harus memilih antara yang berbahan kain atau plastik? Mouse pad besutan Razer ini boleh jadi pertimbangan. Razer mendeskripsikan permukaannya sebagai model hybrid; tingkat kemulusannya mendekati mouse pad berbahan kaku, akan tetapi materialnya tetap cukup lentur untuk digulung dan dibawa-bawa dengan mudah. Best of both worlds kalau kata Razer.

Razer Strider diciptakan untuk memberikan keseimbangan antara kecepatan sekaligus kontrol, dan ukurannya cukup besar (45 x 40 cm) untuk mengakomodasi setelan DPI berapapun. Tertarik? Siapkan dana Rp549.000 untuk meminangnya.

Link pembelian: Razer Strider – Large

4. Corsair MM1000

Alternatif lain buat yang mengincar mouse pad berbahan kaku, Corsair MM1000 cukup istimewa karena ia punya peran kedua, yakni sebagai Qi wireless charger. Gambar lingkaran di pojok kanan atasnya itu menandakan posisi koilnya; letakkan perangkat apapun yang mendukung teknologi Qi wireless charging di atas lingkaran tersebut, maka baterainya otomatis akan terisi. Cukup membantu selagi bekerja sambil menunggu jam main tiba.

Ponsel Anda tidak kompatibel? Tidak masalah, sebab paket penjualannya yang seharga Rp699.000 turut menyertakan adaptor dengan tiga macam konektor (Micro USB, USB-C, Lightning) sehingga perangkat yang tidak mendukung pun tetap bisa diisi ulang secara nirkabel. Sebagai bonus, MM1000 juga punya satu port USB 3.0 pass-through. Saat tiba waktunya untuk push rank Dota 2, permukaan plastik seluas 35 x 26 mm miliknya bakal membantu pengguna beraksi dengan lebih responsif.

Link pembelian: Corsair MM1000

5. SteelSeries QcK Prism 3XL

Satu model mouse pad umumnya terdiri dari beberapa varian ukuran agar konsumen dapat mencocokkannya dengan ukuran meja masing-masing. Tidak jarang, sebagian orang juga memilih mouse pad yang berukuran sangat panjang sehingga bisa menjadi alas untuk keyboard sekaligus. Opsi lainnya, Anda juga bisa mendapatkan mouse pad gaming yang luar biasa luas sampai-sampai bisa dikategorikan sebagai taplak meja.

SteelSeries QcK Prism 3XL adalah salah satunya. Dengan ukuran 122 x 59 cm dan tebal 4 mm, ia bisa menutupi permukaan meja secara menyeluruh, sehingga tidak ada lagi alasan ruang pergerakan mouse yang terbatas. Seperti yang bisa dilihat, sekelilingnya juga dihiasi pencahayaan RGB yang terbagi menjadi dua zona, menjadikannya sebagai aset yang berharga buat para streamer. Mouse pad ini jelas bukan untuk semua orang, dan harganya pun jauh dari kata murah: Rp1.650.000.

Link pembelian: SteelSeries QcK Prism 3XL

Gambar header: Rebekah Yip via Unsplash.

GOG Alami Kerugian Meskipun Penjualan CD Projekt Meningkat

CD Projekt memang tengah pulih dari berbagai masalah yang mereka alami pada perilisan Cyberpunk 2077 tahun lalu. Dalam laporan finansialnya pun CD Projekt juga mengumumkan bahwa mereka mengalami peningkatan pada sisi pengembangan bisnis, namun terhambat pada sisi ritel.

Sisi ritel yang dimaksud adalah platform distribusi game digital milik mereka yaitu GOG.com. CD Projekt mengumumkan bahwa GOG mengalami kerugian hingga sekitar $2,21 juta atau sekitar Rp31,6 miliar. Hal ini membuat CD Projekt membuat ubahan besar-besaran pada GOG.

“Yang pertama dan terpenting, kami telah memutuskan bahwa GOG harus lebih fokus pada aktivitas bisnis intinya, yang berarti menawarkan pilihan game yang dipilih khusus dengan filosofi unik bebas DRM. Sejalan dengan pendekatan tersebut, juga akan perubahan pada struktur tim.” Ungkap CFO CD Projekt, Piotr Nielubowicz kepada para investor.

Image credit: GOG

Perubahan struktur tim GOG yang dimaksud adalah menarik kembali beberapa developer CDPR yang bekerja pada GOG online solution ke proyek CD Projekt yang lain. Sebaliknya, GOG juga akan meninggalkan pengembangan lanjutan game kartu dari The Witcher, yaitu Gwent. Sebelumnya, CD Projekt memang menyebut bahwa Gwent adalah proyek terpenting bagi GOG.

GOG pada awalnya diluncurkan pada 2008 sebagai akronim dari Good Old Games, platform yang memang dibangun untuk menjual game-game klasik yang bebas DRM. Tidak lama kemudian, CD Projekt mengakuisisi GOG karena melihat adanya potensi pada platform ini.

Setelah akuisisi tersebut, GOG memang terus berkembang dari sekedar toko digital game-game klasik, yang kini juga menjual game baru pihak ketiga. GOG juga menjadi toko digital utama bagi game-game andalan milik CD Projekt Red seperti The Witcher 3 dan Cyberpunk 2077.

Image credit: CD Projekt Red

Namun, ketatnya persaingan platform game digital seperti Steam dan Epic Games Store membuat GOG terus merugi dan bahkan harus mengurangi hingga 10 persen karyawannya pada 2019 silam. Selain itu, kegagalan peluncuran Cyberpunk 2077 pada 2020 lalu juga ikut andil dalam kerugian yang dialami oleh GOG dan CD Projekt.

Ke depannya, GOG akan bertransformasi kembali untuk berusaha bangkit. Namun sayangnya CD Projekt tidak menjelaskan bagaimana strategi yang akan diterapkan pada GOG tersebut akan mengubah fitur atau katalog yang dimiliki oleh GOG nantinya.

Sumber: gameindustry.biz, The Verge