BBM Implementasikan “m.uber”, Mungkinkan Pengguna Pesan Layanan Uber

Baru-baru Uber mengumumkan kerja sama strategisnya bersama BBM. Kerja sama ini memungkinkan pengguna layanan pesan BBM untuk menggunakan semua layanan Uber yang telah tersedia di Indonesia tanpa harus berpindah aplikasi, termasuk tanpa harus memasang aplikasi Uber di ponselnya. Layanan Uber ini dapat diakses pada opsi “Discover” di laman aplikasi BBM, selanjutnya pemesanan dapat dilakukan seperti pada umumnya.

“BBM adalah mitra pertama di Asia Pasifik yang menggunakan platform m.uber, sebuah web client untuk market global yang memungkinkan pengalaman seperti menggunakan aplikasi Uber terlepas dari lokasi di manapun mereka berada, kecepatan jaringan internet, maupun jenis ponselnya,” ujar perwakilan Uber Indonesia kepada DailySocial.

Terkait sistem pembayaran, pengguna di BBM tetap disuguhkan dengan opsi yang sebelumnya terdapat di aplikasi Uber, yakni melalui pembayaran tunai, kartu kredit, maupun kartu debit. Sejauh ini belum ada informasi seputar hadirnya model pembayaran baru, misalnya melalui kanal pembayaran yang sudah ada di BBM seperti DANA.

Kerja sama strategis seperti ini bukan yang pertama kali, karena sebelumnya Uber juga sudah bekerja sama dengan LINE untuk memungkinkan pengguna memesan layanan transportasi online melalui akun LINE@ yang dimiliki Uber. Integrasi tersebut sudah tersedia sejak akhir tahun 2016 untuk pengguna LINE di beberapa kota di Indonesia.

Di lain sisi, BBM juga cukup agresif membuka kesempatan kerja sama dengan mitra seperti Uber di platformnya. Terakhir ada versi beta dari DANA, sebuah platform pembayaran  hasil joint venture Emtek dan Ant Financial (Alipay). Selain itu ada kerja sama lain yang turut menghadirkan beberapa layanan baru di menu “Discover”, termasuk untuk pemesanan tiket, mencari pekerjaan, hingga berbelanja online.

Bagi BBM, kemitraan ini menjadikan aplikasinya semakin lengkap untuk menjadi sebuah all-in-one consumer platform. Sedangkan bagi Uber sendiri, penetrasi pasar seluas-luasnya menjadi kepentingan untuk tetap berpacu melawan dua pesaing besarnya di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Dinamika Layanan E-Commerce di Kawasan Asia Tenggara

Dalam laporan yang ditulis Bain & Company terungkap, pertumbuhan konsumen layanan e-commerce di Asia Tenggara pada tahun 2016 lalu mencapai hingga 50% dengan total konsumen mencapai 200 juta orang. Besarnya minat pasar membeli dan melakukan transaksi layanan e-commerce disebutkan dalam laporan tersebut sebagai pasar yang “hiperaktif” untuk kawasan Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri tercatat rata-rata sekitar 5,1 orang memanfaatkan platform layanan e-commerce per tahunnya. Sementara untuk pilihan pembayaran paling banyak dimanfaatkan adalah pilihan Cash on Delivery (COD).

Makin besarnya jumlah pengguna low cost smartphone di kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) menjadi salah satu faktor pendukung, mengapa layanan e-commerce, on-demand platform dan lainnya, menjadi favorit di gunakan setiap hari. Di Indonesia sendiri saat ini dikenal sebagai “mobile first country” di mana smartphone menjadi gadget rutin yang digunakan untuk bekerja, belanja hingga mencari hiburan.

Pertumbuhan layanan OTA di Asia Tenggara

Hal menarik lain yang juga disampaikan dalam laporan tersebut adalah, layanan terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh konsumen di Asia Tenggara adalah, layanan pariwisata dan perjalanan wisata ($22 miliar), diikuti dengan layanan e-commerce ($15 miliar) dan media serta hiburan ($3 miliar), advertising ($2 miliar), transportasi ($2 miliar) dan yang terakhir adalah gaming ($2 miliar), disusul dengan social/messaging ($0,2 miliar).

Terkait dengan makin meningkatnya pertumbuhan layanan travel dan turisme, di Indonesia selama tahun 2017 masih didominasi oleh Traveloka yang kini dikabarkan bervaluasi lebih dari $2 miliar dan menjadikannya startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia. Sebelumnya pada bulan Juli 2017, Expedia mengumumkan investasinya di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dengan mengambil saham minoritas di Traveloka senilai $350 juta (lebih dari 4,6 triliun Rupiah). Nilai valuasinya di Indonesia hanya kalah dari Go-Jek yang disebutkan mencapai $3 miliar pasca perolehan pendanaan dari Tencent.

Bukan hanya menjual kamar hotel, tiket pesawat, kereta api dan lainnya, kini Traveloka juga mulai menjual paket wisata. Layanan yang dinamai Aktivitas & Rekreasi ini memberikan kesempatan pengguna Traveloka membeli tiket tempat wisata di genggaman mereka, baik melalui web maupun melalui aplikasi.

Perusahaan lainnya yang mencoba untuk menjadi kompetisi Traveloka di Indonesia adalah Tiket, yang setelah diakuisisi Blibli makin gencar menjalankan kegiatan pemasaran, akuisisi pengguna, penjualan hingga menghadirkan fitur dan penawaran menarik lainnya.

Kebangkitan social commerce

Sementara itu, pembelian memanfaatkan media sosial juga mulai dilirik oleh konsumen di Asia Tenggara meskipun jumlahnya masih tergolong kecil. Dari data yang tercatat saat ini, negara seperti Thailand hingga Indonesia sudah mulai banyak yang memanfaatkan media sosial (Facebook, Instagram). Bukan hanya untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga, media sosial saat ini sudah banyak digunakan untuk menjual barang hingga layanan, memanfaatkan fitur “Shop” yang sengaja dihadirkan oleh masing-masing platform.

Platform tersebut diklaim juga memiliki data yang bisa dimanfaatkan oleh brand untuk melihat consumer behaviour mulai dari awal transaksi hingga pembayaran. Sehingga untuk kegiatan pemasaran selanjutnya bisa ditargetkan promo dan informasi terbaru yang lebih relevan. Aplikasi Chat dan Messenger saat ini juga makin banyak dimanfaatkan untuk melancarkan bisnis.

Pendekatan “agile” agar bisnis sukses di Asia Tenggara

Hal menarik yang terungkap dalam laporan tersebut adalah industri e-commerce di kawasan Asia Tenggara kerap berubah dan harus bisa mengadopsi inovasi baru dengan cepat. Pendekatan yang “agile” atau kemampuan untuk bisa bergerak dengan cepat selancar mungkin, merupakan mindset yang harus dimiliki oleh startup.

Selain itu berinvestasi di teknologi juga merupakan salah satu kunci sukses bagi startup bisa menjalankan bisnis secara sustainable di kawasan Asia Tenggara. Hal lain yang perlu dicermati adalah startegi yang harus dimiliki agar bisa tampil lebih unggul dari kompetitor dan terus berevolusi dalam lanskap digital.

Belum Direstui Bank Indonesia, Go-Jek Ajukan Proses Izin Akuisisi Perusahaan Fintech

Bank Indonesia mengungkapkan belum memberi restu terhadap aksi akuisisi Go-Jek untuk dua perusahaan fintech Midtrans dan Kartuku, lantaran belum mengajukan proses perizinan ke bank sentral. Go-Jek sendiri telah mengumumkan aksi ini pekan lalu ke publik.

Agar dapat restu, pihak Go-Jek telah secara resmi mengajukan rencana akuisisinya sesuai prosedur pada hari ini, (18/12). BI hanya meminta Go-Jek untuk melaporkan rencana akuisisinya terhadap Midtrans dan Kartuku, mengingat kedua perusahaan ini bergerak di ranah pengawasan bank sentral. Sementara Mapan ada di ranah OJK.

“Per hari ini, mereka sudah sampaikan bahwa mereka akan mengakuisisi. Ini sudah disampaikan ke kami. Mereka sedang melengkapi dokumen sesuai dengan apa yang kami inginkan. Berikutnya BI akan lakukan penelitian lanjutan sebelum izin diberikan,” terang Direktur Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo, Senin (18/12).

Menurut Pungky, dalam memberikan persetujuan, bank sentral selalu mempertimbangkan berbagai aspek seperti menjaga efisiensi nasional, menjaga kepentingan publik, menja pertumbuhan industri, dan menjaga persaingan usaha yang sehat.

BI juga akan melakukan pendalaman dalam sudut pandang yang lebih luas dengan menerapkan consolidated supervision apabila perusahaan tersebut bagian dari suatu grup usaha.

Seluruh proses penilian tersebut, akan dimulai dalam kurun waktu 45 hari kerja sejak dokumen dinyatakan lengkap. Sehingga, BI belum bisa memastikan kapan proses perizinan akuisisi akan selesai.

Pungky menilai, Go-Jek cukup kooperatif dengan langsung melapor ke bank sentral saat disinggung BI lewat siaran pers yang disebar pada akhir pekan lalu (16/12), sehari setelah pengumuman dari Go-Jek. Go-Jek menunjukkan itikad baik dengan berusaha melengkapi dokumen dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin akuisisi.

Salah satu dari dua perusahaan yang akan diakuisisi Go-Jek juga sudah melaporkan ke BI sebelum akuisisi diumumkan.

Di sisi lain, Midtrans dan Kartuku belum mengantongi izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Keduanya diungkapkan sedang memproses sebagai PJSP untuk izin payment gateway, sesuai dengan aturan PBI PTP yang dikeluarkan BI pada akhir tahun lalu.

“Karena mereka sudah beroperasi jauh sebelum aturan PBI PTP baru keluar, jadi mendapat masa transisi untuk mengajukan permohonan izin sebelum 9 Mei 2017. Mereka sudah mengajukan sebelum batas tersebut dan sekarang masih proses,” tutup Pungky.

Manfaatkan Lisensi E-Money OVO, GrabPay Kembali Aktif

Grab memanfaatkan lisensi e-money yang sudah dikantungi OVO untuk mengaktifkan kembali layanan pembayaran GrabPay. Layanan ini resmi hadir per kemarin (14/12), setelah dibekukan sementara oleh bank sentral sejak 16 Oktober 2017.

“Mulai hari ini, penumpang Grab dapat mengisi GrabPay Credits mereka dan menggunakan GrabPay,” kata Managing Director GrabPay Southeast Asia Jason Thompson, dikutip dari Katadata.

Kembali GrabPay ini tidak lepas dari kolaborasi antar perusahaan di bawah naungan Lippo Group. OVO sudah mengantongi lisensi izin e-money Bank Indonesia sejak 22 Agustus 2017 dengan nama badan hukum PT Visionet International. Sebelum berkolaborasi dengan OVO, Grab juga membantu logistik pengiriman barang untuk MatahariMall.

Dengan kembali aktifnya GrabPay (dengan branding baru ‘GrabPay, powered by OVO’), pengguna Grab kini dapat melakukan top up dengan berbagai cara. Mulai dari mitra pengemudi, toserba, bank lokal dan ATM, hingga kartu debit.

Selain menyediakan opsi pembayaran secara online, Grab dan OVO akan bekerja sama memanfaatkan teknologi dan jaringan mitra masing-masing untuk mengembangkan platorm pembayaran mobile yang nyaman dan aman sesuai dengan kebutuhan konsumen.

OVO tidak hanya dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan, seperti pembayaran di merchant, isi ulang, pengecekan saldo. Juga menyediakan program loyalitas setiap transaksi di merchant rekanan.

“Lisensi e-money yang diberikan kepada OVO memberi kesempatan yang luar biasa bagi kami untuk dapat menciptakan beragam solusi keuangan guna turut andil dalam perkembangan gerakan nasional non tunai (GNNT) masyarakat Indonesia. Kami akan terus mendekatkan diri dengan pengguna, merchants dan regulator, untuk menghadirkan produk dan layanan e-money inovatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang dinamis,” sambut CEO OVO Adrian Suherman beberapa waktu lalu.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

GO-JEK Konfirmasi Akuisisi Terhadap Midtrans, Kartuku, dan Mapan

Hari ini GO-JEK memfinalisasi akuisisi tidak hanya satu, tidak juga dua, tetapi tiga startup fintech sekaligus. Mereka adalah Midtrans, Kartuku, dan Mapan dengan nilai yang tak disebutkan. Pasca akuisisi, ketiga perusahaan akan secara independen dikonsolidasi di bawah GO-JEK Group. Setiap CEO perusahaan akan melanjutkan peranannya sekarang, tetapi juga akan memegang posisi manajemen senior di GO-JEK Group. Secara garis besar, langkah ini akan membantu GO-JEK menyediakan ekosistem pembayaran inklusif untuk institusi finansial, korporasi, UKM, dan juga masyarakat yang sudah mengenal jasa perbankan atau belum.

Rumor tentang cerita akuisisi ini telah terdengar setidaknya selama tiga bulan terakhir. Sebelumnya saya berargumen akuisisi untuk Midtrans dan Kartuku bakal membantu GO-PAY, sistem pembayaran GO-JEK, untuk memiliki dukungan kuat dari payment gateway online dan offline. Penambahan Mapan, sebelumnya kita kenal dengan nama Ruma, bakal membantu GO-JEK untuk visi dealnya, mendorong inklusi finansial ke masyarakat yang lebih luas di Indonesia.

Secara bersama-sama, perusahaan-perusahaan ini telah memproses transaksi finansial sebesar 67,5 triliun Rupiah (sekitar $5 miliar) per tahunnya, melalui kartu kredit, debit, maupun dompet elektronik.

“Kini, saatnya GO-JEK melangkah maju memasuki babak baru. Melalui akuisisi ini, GO-JEK akan berkolaborasi dengan tiga perusahaan fintech nasional terdepan di Indonesia yang memiliki visi dan etos kerja yang sama dengan kami. Inisiatif ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat pondasi dan langkah kami di industri fintech Indonesia,” ujar Founder dan CEO GOJEK-Group Nadiem Makarim dalam pernyataannya.

Ia melanjutkan, “Kami sangat antusias menyambut Kartuku, Midtrans, dan Mapan ke dalam keluarga besar GO-JEK. Kami sudah bekerjasama dan mengikuti perkembangan mereka selama beberapa tahun terakhir dan sangat menantikan kolaborasi lebih lanjut untuk mewujudkan misi yang sama mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui semangat inklusi keuangan. Hal ini sejalan dengan aspirasi Pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara di tahun 2020.”

CEO Mapan Aldi Haryopratomo akan memegang posisi baru di dalam GO-JEK Group untuk memimpin GO-PAY, CEO Midtrans Ryu Suliawan akan memimpin platform merchant Group, sedangkan CEO Kartuku Thomas Husted akan menjadi Group CFO yang baru.

Inklusi finansial sebagai pendorong

Sistem pembayaran memegang peranan penting bagi perusahaan digital saat ini untuk menambah konsumen baru, apalagi dengan kenyataan bahwa kepemilikan kartu kredit hanya kurang dari 4% dari total populasi. GO-PAY bukanlah satu-satunya pemain di segmen ini, tetapi ia merupakan salah satu metode pembayaran terpopuler di antara konsumen digital karena kemudahan yang ditawarkan untuk pembayaran non-tunai di sarana transportasi, pengantaran makanan, pengantaran paket, dan segmen lainnya di bawah kelolaan GO-JEK.

Presiden GO-JEK Group Andre Soelistyo mengatakan, “Tahun 2018 akan menjadi tahun di mana GO-PAY akan berkembang di luar ekosistem GO-JEK, menyediakan layanan pembayaran yang aman, nyaman, mudah, dan terpercaya baik secara offline maupun online.”

“Akuisisi ini akan mengakselerasi penetrasi dan jangkauan GO-PAY ke ranah pembayaran offline melalui Kartuku, ranah pembayaran online melalui Midtrans, serta meningkatkan inklusi finansial bagi masyarakat unbanked melalui Mapan. Kolaborasi antara perusahaan fintech nasional di dalam GO- JEK Group ini akan mendorong percepatan inklusi finansial untuk jutaan orang Indonesia serta meningkatkan produktivitas ekonomi di seluruh penjuru negeri.”

“Setelah akuisisi ini, tim manajemen dan seluruh karyawan dari masing-masing perusahaan akan beroperasi sebagaimana sebelumnya, namun dapat mengambil manfaat sinergi sebagai bagian dari GO-JEK Group,” ujarnya.

Akhir bulan lalu GO-JEK baru saja meluncurkan GO-BILLS. Konsumen bisa menggunakan GO-PAY untuk membayar tagihan, awalnya untuk tagihan listrik dan BPJS Kesehatan.

Di bulan Agustus, GO-JEK juga telah mengakuisisi Loket, sebuah platform analitik dan manajemen event, yang kini mengelola GO-TIX, platform tiket dan hiburan GO-JEK. Langkah strategis ini membantu Loket berinovasi secara agresif di segmen event.

GO-JEK mengungkapkan saat ini pihaknya melayani 15 juta pengguna aktif mingguan dengan 900 ribu pengemudi di seluruh Indonesia, lebih dari 125 ribu merchant, dan lebih dari 100 juta transaksi yang diproses di dalam platform per bulannya.

GO-JEK disebutkan tahun depan akan berekspansi ke Filipina.

Secara independen mengejar visi

Walaupun sekarang berada di bawah GO-JEK Group, Ryu dan Aldi mengkonfirmasi kepada DailySocial bahwa setiap perusahaan akan terus mengejar visinya secara independen. Go-Pay, menurut mereka, akan membantu mereka untuk melayani konsumennya secara lebih baik dan mengakselerasi setiap misi mereka.

Ryu juga mengatakan bahwa Prism, dan juga produk lain yang berada di bawah kelolaan Midtrans, akan terus melayani pasar e-commerce. “Kami tetap berkomitmen membantu mengakselerasi e-commerce di Indonesia,” ungkapnya.

Aldi menambahkan, Mapan akan terus dikembangkan untuk membantu lebih banyak keluarga Indonesia mendapatkan peluang menikmati layanan finansial berbasis komunitas. Sebagai bagian GO-JEK Group, Mapan dapat mengakselerasi inklusi finansial ke masyarakat unbanked, terutama mereka yang hidup di daerah-daerah pedesaan yang GO-JEK sendiri belum sepenuhnya tersedia.

GO-PAY akan memiliki peranan penting pasca akuisisi, tetapi metode pembayaran lainnya akan tetap didukung oleh Mapan dan Midtrans. Hal ini akan membantu masyarakat untuk tetap memiliki berbagai pilihan pembayaran yang mudah dan nyaman.

“Sebagai negara mobile first, kami percaya pembayaran digital akan semakin banyak masyarakat yang dapat dijangkau, baik di kota maupun yang ada di pelosok desa. Ini adalah upaya GO-JEK Group untuk mendukung dan mengakselerasi program pemerintah terkait inklusi keuangan dan juga ekonomi digital.”

Application Information Will Show Up Here

Jenius Co.Create Diluncurkan untuk Libatkan Nasabah dalam Pengembangan Produk

Jenius, produk keuangan digital dari BTPN, menghadirkan platform kolaborasi ide dengan nasabah dinamai Co.Create. Wadah ini jadi inisiatif untuk memancing ide baru dalam mengembangkan fungsi Jenius sehingga makin selaras dengan prinsip gaya hidup digital.

“Jenius itu dibangun dengan dua pilar, life finance dan co-creation. Jadi setiap fitur yang ada di aplikasi merupakan hasil kokreasi dengan para nasabah. Kami ingin Jenius terus berevolusi untuk menyesuaikan gaya hidup para digital savvy yang begitu dinamis. Maka semangat kokreasi terus kami lakukan agar Jenius tetap relevan,” ucap Digital Banking Head BTPN Peterjan van Nieuwenhuizen, Kamis (14/12).

Untuk konsepnya, di dalam Jenius Co.Create ada empat komponen yang saling mengisi satu sama lain, yaitu situs Co.Create itu sendiri, ruang berbagi, artikel, dan workshop. Situs Co.Create bertugas untuk menampung seluruh informasi workshop yang akan diadakan Jenius dan mitranya.

Sementara, untuk ruang berbagi dapat digunakan nasabah atau komunitas berkumpul dan mengadakan workshop. Dari situs maupun workshop, setiap nasabah akan dimintai masukan tentang pengalamannya dari menggunakan Jenius dan ide layanan finansial seperti apa yang mereka inginkan.

Seluruh masukan akan dipajang di forum Co.Create, setiap ide bisa di-vote oleh nasabah sebagai tambahan pertimbangan pihak Jenius untuk mengembangkan lebih lanjut.

Di saat yang sama, kehadiran Co.Create akan membantu tim memutuskan pertimbangan lebih cepat fitur mana yang bisa dikembangkan terlebih dulu. Secara berkala, tim Jenius rutin memberikan pembaruan aplikasi setiap dua minggu sekali.

Saat ini ruang berbagi Co.Create baru tersedia di tiga lokasi di sekitar Jakarta. Dua lokasi berkolaborasi dengan restoran kasual The Goods Cafe (terafiliasi dengan The Goods Dept) di Pondok Indah Mall 3 dan Mal Kelapa Gading. Satu lagi berlokasi di kantor BTPN berlokasi di Kuningan, Jakarta.

Kemungkinan besar, Co.Create akan merambah ke Bandung pada tahun depan seiring Jenius telah hadir di kota tersebut baru-baru ini.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Yuna Resmi Meluncur sebagai Asisten Virtual Kebutuhan Fesyen

Besarnya minat kalangan perempuan di Indonesia mengonsumsi produk fesyen dan kecantikan membuat banyak layanan startup lokal hingga asing melirik peluang tersebut. Salah satu startup lokal yang baru meluncur memanfaatkan peluang tersebut adalah Yuna. Yakni dengan menghadirkan aplikasi mobile yang didukung teknologi Artificial Intelligence.

Dalam acara temu media hari ini (13/12), CEO Yuna & Co Winzendy Tedja mengungkapkan, bahwa ide dibuatnya aplikasi fesyen yang berfungsi seperti “matchmaker” ini berawal dari pengalaman pribadinya melihat kebiasaan dan tren di kalangan perempuan terkait dengan fesyen.

“Untuk bisa membuat style lebih personal saya pun kemudian bersama dengan co-founder lainnya memutuskan untuk membuat aplikasi yang bisa mempertemukan brand dengan pengguna berdasarkan kesukaan dan preferensi.”

Aplikasi yang saat ini sudah bisa diunduh di platform Android dan iOS ini menampilkan pilihan gaya sesuai dengan selera dari pengguna. Nantinya berdasarkan gaya personal tersebut, data yang dikumpulkan oleh Yuna akan mencocokkan pengguna dengan produk dari sekitar 40 brand yang saat ini sudah terdaftar di Yuna.

“Secara keseluruhan brand yang bergabung di Yuna adalah brand premium, atau mereka yang memiliki toko di layanan e-commerce hingga toko fisik. Kami sengaja menghadirkan koleksi yang premium menargetkan kalangan perempuan yang membutuhkan asisten pribadi dalam hal menentukan fesyen yang sesuai,” kata Winzendy.

Asisten virtual Yuna berbentuk chatbot

Berbasis chat message, mulai proses awal pendaftaran, pemilihan gaya yang sesuai, hingga memandu ke brand yang sesuai, chatbot Yuna cukup aktif tampil di aplikasi, membantu pengguna layaknya asisten pribadi yang sesungguhnya.

Disinggung tentang perbedaan yang signifikan antara personal assistant Yuna dengan layanan e-commerce, Winzendy menegaskan fitur chatbot Yuna bisa dimanfaatkan brand untuk berkomunikasi secara langsung dengan pengguna atau calon pembeli.

“Dengan demikian memungkinkan untuk brand mengetahui dengan langsung keinginan dan selera dari calon pembeli dari aplikasi,” kata Winzendy.

Dengan fitur yang tergolong unik, aplikasi fesyen dengan konsep matchmaking ini diklaim merupakan yang pertama di Indonesia. Aplikasi Yuna bisa digunakan secara gratis oleh pengguna. Sementara untuk melancarkan monetisasi, Yuna akan memberlakukan subscription fee untuk brand, yang membutuhkan data serta fitur menarik lainnya dari Yuna.

“Berapa komisi yang kami dapatkan dari brand tidak bisa saya ungkapkan, namun kami menjamin brand bisa mendapatkan akses yang akurat seputar consumer behaviour dan fitur menarik lainnya yang bisa membantu mendorong penjualan,” kata Winzendy.

Target Yuna tahun 2018

Sejak meluncurkan aplikasi versi iOS bulan Mei 2017, fokus Yuna saat ini masih kepada peningkatan jumlah brand yang bergabung di Yuna. Ditargetkan pada kuartal kedua 2018 mendatang, Yuna bisa mendapatkan sekitar 100 brand lokal dan asing yang terdaftar. Secara keseluruhan hingga kini terdapat 50 ribu SKU dengan 1 juta kombinasi produk di Yuna.

“Selain itu kami juga akan menghadirkan fitur-fitur terbaru, melakukan kolaborasi dengan influencer, fashion blogger, brand dan komunitas terkait lainnya untuk memperluas bisnis kami,” tutup Winzendy.

Application Information Will Show Up Here

Platform E-Voucher Fave Hadirkan Layanan Dompet Elektronik FavePay

Fave, platform penjualan e-voucher diskon, mengumumkan kehadiran layanan dompet elektronik bernama FavePay yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk membayar transaksi di platform Fave dengan teknologi pemindaian kode QR.

Dompet elektronik ini juga jadi upaya Fave untuk memberi nilai tambah bagi pelanggan loyal, karena setiap transaksi menghasilkan poin dan chasback yang dapat dimanfaatkan pada merchant Fave. Untuk sementara, FavePay baru bisa menerima pembayaran dengan sumber dana berasal dari kartu kredit.

FavePay ini sebenarnya sudah dihadirkan terlebih dahulu untuk pengguna yang ada di Malaysia dan Singapura. Indonesia menyusul dengan peluncuran perdana di Bali pada 15 November 2017.

“Dengan FavePay, pelanggan dapat menikmati cashback dari merchant untuk digunakan di merchant yang sama. Kami juga akan terus berinovasi untuk memberikan kenyamanan bagi pelanggan kami dengan memberikan pilihan penawaran terbaik,” ujar General Manager Fave Indonesia Yew Wai Kong, Rabu (13/12).

Kinerja dan rencana bisnis Fave

Selain mengumumkan layanan dompet elektronik, pihaknya juga mengumumkan kinerja yang berhasil dicapai Fave selama satu tahun ini. Dalam kurun waktu empat bulan terakhir, monthly active user (MAU) naik 50% dengan jumlah unduhan meningkat hingga tiga kali lipat. Fave juga memperkuat posisinya dengan ekspansi ke kota besar lainnya, yaitu Bandung, Surabaya, dan Bali.

Merchant Fave yang ada di Bandung dan Surabaya menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang luar biasa dengan meningkatnya hasil penjualan sebesar 3 kali lipat. Merchant yang tergabung di Bali juga diklaim berkembang pesat. Saat ini terdapat lebih dari 400 merchant F&B bergabung dengan Fave.

Sepanjang tahun ini, Fave telah menyediakan lebih dari 5.500 penawaran dari 1.700 merchant seluruh Indonesia.

Untuk rencana tahun depan, Yew berkomitmen untuk terus memperkuat posisinya sebagai aplikasi konsumen nomor satu dalam kategori F&B. Caranya bermitra dengan brand besar dan industri lokal, seperti Time Zone, Krispy Kreme, Pizza Marzano, dan lainnya.

“Banyak hal hebat dan menarik yang berhasil kami raih di tahun ini. Tahun depan kami menargetkan untuk memberikan penawaran, produk, dan layanan yang lebih baik untuk pelanggan,” pungkas Yew.

Application Information Will Show Up Here

Capaian dan Rencana Carousell Indonesia Pasca Tiga Tahun Beroperasi

Merayakan HUT-nya yang ketiga, layanan mobile classified app asal Singapura, Carousell, menjabarkan pencapaian dan rencana di tahun 2018. Dari data yang disampaikan terungkap, sebanyak 2,1 juta barang telah terjual di Carousell hingga kuartal ketiga tahun 2017. Kategori terpopuler adalah gadget dan barang elektronik, pakaian pria dan wanita, barang kesehatan dan kecantikan, serta produk perlengkapan bayi.

Di Indonesia sendiri Carousell yang dikenal sebagai platform jual beli barang bekas telah memiliki sekitar 8,8 juta listing, dengan rata-rata sekitar 100 barang preloved yang didaftarkan ke platform dalam waktu satu menit. Dari jumlah keseluruhan pengguna yang ada di Carousell kebanyakan adalah kalangan individu dan hanya sedikit pemilik toko yang menjual barang bekas pakai memanfaatkan Carousell.

“Di usia ke tiga kehadiran Carousell di Indonesia, kami ingin memberikan inspirasi lebih banyak kepada masyrakat Indonesia untuk melakukan jual beli barang bekas memanfaatkan platform Carousell,” kata Co-Founder Carousell Marcus Tan .

Meluncurkan fitur baru memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence

Untuk memberikan layanan lebih maksimal dan proses penjualan lebih cepat, pada tahun 2018 mendatang Carousell berencana untuk meluncurkan fitur-fitur terbaru memanfaatkan teknologi AI. Mulai dari Smart Listing yang bisa memberikan rekomendasi lebih relevan untuk masing-masing pengguna, tampilan Home Screen baru yang didesain lebih personal mengikuti minat dan kesukaan dari pengguna, hingga memperbarui In-App Chat yang saat ini sudah disematkan dalam aplikasi Carousell.

“Semua fitur baru tersebut kami harapkan bisa mempercepat proses pendaftaran barang, penjualan dari sekitar 30 detik hingga menjadi 3 detik sekaligus memperlancar komunikasi antara penjual dan pembeli,” kata Marcus.

Belum melakukan monetisasi

Masih fokus kepada akuisisi pengguna (penjual dan pembeli), Carousell Indonesia hingga kini belum melakukan monetisasi. Hal ini dilakukan menyesuaikan rencana dari Carousell Indonesia yaitu mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pengguna aktif. Saat ini Carousell telah tersedia di Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Bandung.

“Berbeda dengan Singapura yang pasarnya lebih luas, kami selama 5 tahun terakhir sudah mulai melakukan monetisasi dengan fitur iklan dan tambahan lainnya, sementara di Indonesia kami belum melancarkan kegiatan monetisasi tersebut,” kata Marcus.

Setelah mendapatkan pendanaan Seri B tahun 2016 lalu yang dipimpin oleh Rakuten Ventures bersama dengan Sequia India, Golden Gate Ventures, dan 500 Stratups, sebesar $35 juta (sekitar Rp 458 miliar), saat ini Carousell mengklaim belum memiliki rencana untuk melakukan kegiatan penggalangan dana. Selanjutnya Carousell masih mengembangkan teknologi dan meningkatkan aplikasi mobile agar bisa berfungsi lebih advance.

Application Information Will Show Up Here

Experience Store Jadi Strategi Ramayana Gaet Konsumen E-Commerce

Ramayana menjadi salah satu ritel yang terdampak dari menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Tahun 2017 sekurangnya sudah ada delapan toko yang ditutup. Namun baru-baru ini Ramayana membuka gerai baru, kali ini dengan strategi yang lebih kekinian.

Pihaknya cukup menyadari kekuatannya saat ini ada di offline store, namun demikian harus sigap menyiasati pangsa pasar yang sudah mengarah digital. Pendekatan yang dilakukan bersama toko barunya ialah dalam bentuk Experience Store, bekerja sama dengan Lazada Indonesia.

Konsep Experience Store ialah sebagai toko fisik yang menyajikan produk yang dijual dari layanan e-commerce. Untuk yang pertama ini, akan difokuskan ke produk-produk elektronik, dengan harapan memfasilitasi pelanggan yang merasa kurang yakin dengan bentuk atau harga barang yang ditemukan di situs online.

Dikutip dari CNN Indonesia General Marketing Ramayana Jane Melinda Tumewu menyampaikan, “Memang, zaman sekarang kita beli barang elektronik secara online, tapi karena itu harganya tinggi, orang perlu toko fisik sebagai perbandingan. Karena itu, Ramayana kerja sama bareng Lazada mengembangkan Experience Store.”

Selain itu, ada kemitraan lain yang dilakukan Ramayana dengan Lazada, yakni dengan membuka Official Store Ramayana di Lazada. Hal ini diharapkan dapat menjadikan Ramayana turut bisa mamksimalkan momentum Harbolnas. Melinda menyampaikan, “Lewat acara (kerja sama) ini, kami juga ingin menunjukkan kepada konsumen online bahwa dengan perubahan menuju zaman kekinian, Ramayana tetap eksis di zaman now.”

Lantas apakah benar gara-gara e-commerce?

Selain Ramayana, sebenarnya ada beberapa gerai ritel lain yang juga bernasib kurang baik beberapa waktu terakhir. Yang juga sempat menutup gerainya termasuk 7-Eleven, Matahari, juga Lotus Departement Store. Ketika orang-orang banyak yang mengatakan penyebabnya karena konsumen beralih ke online, CEO Tokopedia William Tanuwijaya berpendapat lain.

Menurut William tidak benar jika ritel offline yang tutup karena tergusur pangsa pasar e-commerce, karena menurut data yang ia miliki baru 1 persen transaksi ritel di Indonesia yang masuk ke online. Sehingga konsentrasi pengamatan harus tertuju di kondisi makro ekonomi secara umum.

“Menurut saya trennya toko online dan offline justru akan saling membutuhkan ke depan,” ujar William.

Pun demikian menurut Ketua Umum iDEA Aulia Ersyah Marinto. Ia menampik jika bisnis online penyebab tumbangnya beberapa bisnis ritel offline saat ini. Menurutnya mereka tutup karena tengah melakukan reposisi, bukan karena pasarnya diambil sepenuhnya oleh pemain online.

Sinergi online-offline sudah mulai terlihat bentuknya

Model Experience Store sebenarnya sudah menjadi tren di Indonesia, kendati bukan dalam bentuk formal. Sebagai contoh, beli kopi di Startbuck melalui GO-FOOD, secara operasional itu adalah sebuah model sinergi antara offline dan online. Yang seperti tampaknya akan banyak diaplikasikan ke depan –kecuali untuk perusahaan yang memilih membangun sistemnya sendiri.

Tapi tak dielakkan jika ada tantangan yang menghadang perusahaan ritel. Misalnya, adanya e-commerce dan marketplace dapat memberikan kesempatan kepada brand untuk memberikan supply langsung produk yang dimiliki dalam bentuk Official Store, seperti yang sudah banyak dilakukan saat ini. Lantas jika produsen bisa langsung menjual, peran ritel offline harus dipikirkan secara lebih matang, demi memberikan pengalaman lebih bagi konsumen.