Ovo PayLater Kini Bisa Dipakai untuk “Merchant Offline”

Ovo memperluas layanan pinjaman Ovo PayLater dan kini bisa dipakai untuk pembayaran merchant offline. Perluasan layanan ini diharapkan bisa memperluas akses kredit ke jutaan penduduk Indonesia, sekaligus mendukung pertumbuhan penjualan ritel.

Ovo PayLater sebenarnya pertama kali dihadirkan secara eksklusif di Tokopedia pada awal tahun 2019. Konsep ini sifatnya jadi terbatas, karena hanya bisa digunakan bertransaksi di dalam Tokopedia.

Head of Strategy and Innovation Lab Ovo Abraham Viktor menjelaskan, sekarang Ovo PayLater sudah hadir di aplikasi Ovo dan dapat dipakai untuk transaksi di merchant offline. PayLater yang berbentuk tile akan tersedia secara bertahap di aplikasi Ovo.

Abraham memastikan pada kuartal ketiga 2019 layanan ini dapat tersedia di seluruh perangkat pengguna. Dia berharap perluasan layanan Ovo PayLater ini dapat dimanfaatkan pengguna sebagai dana talangan untuk membayar transaksi sesuai limit yang diterima, mulai dari Rp10 ribu sampai Rp10 juta. Saat ini terdapat 115 juta perangkat yang telah terhubung dengan Ovo.

“Pengguna dapat memenuhi kebutuhan transaksi mereka, sambil mengelola cash flow menggunakan aplikasi Ovo. Layanan Ovo PayLater dapat digunakan di 200 ribu merchant modern,” terangnya, Jumat (10/5).

Untuk mengajukan Ovo PayLater, pengguna diharuskan memiliki akun Ovo dan sudah menjadi anggota Premier, lalu mengisi data diri sebelum submit ke pihak Ovo. Poses aktivasi diklaim hanya memakan waktu 5 menit dan untuk approval hanya 14 detik.

“Kami mendesain fitur ini dengan mengutamakan pengalaman konsumen tidak lebih dari 5 menit. Mulai dari aktivasi pertama sampai submit aplikasi. Lalu di bawah satu menit sudah ada approval-nya. Kami bisa cepat karena tidak ada intervensi manual untuk proses persetujuannya.”

Pengguna dapat memanfaatkan limit yang mereka terima untuk bertransaksi di merchant Ovo dan membayar seluruh tagihannya di tiap akhir bulan. Ketika akan memindai barcode di merchant, pengguna bisa mengganti opsi pembayaran ke Ovo PayLater.

Pada Juli 2019 mendatang, akan tersedia layanan cicilan dalam Ovo PayLater hingga 12 bulan. Bunga yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan kartu kredit. Opsi pembayaran tagihan bisa melalui saldo Ovo atau transfer bank. Abraham juga mengungkapkan Ovo PayLater segera digulirkan untuk di Grab dalam dua bulan mendatang.

Abraham menyebutkan, Taralite masih beroperasi dan tetap membuka bisnis di luar ekosistem Ovo. Ia menyebut dirinya masih menjabat sebagai CEO di perusahaan. Rumor akuisisi terhadap Taralite sudah beredar sejak pertengahan Maret lalu. Tidak ada konfirmasi detail soal akuisisi ini, tapi semua karyawan Taralite kini sudah berkantor di Ovo.

“Dengan adanya Ovo, tentunya cakupan bisnis kami jadi lebih luas. Tapi kami tetap membuka bisnis di luar Ovo,” katanya kepada DailySocial.

Application Information Will Show Up Here

Ovo Umumkan Kemitraan dengan Platform Fintech Bareksa, Taralite, dan Do-It

Ovo mengumumkan kemitraan strategis dengan tiga perusahaan fintech Bareksa, Taralite, dan Do-It dalam rangka merealisasikan ambisinya sebagai platform fintech dengan ekosistem terbuka. Dalam keterangan resmi, pihak Ovo tidak memberikan konfirmasi langsung terkait kabar berinvestasinya perusahaan ke Taralite.

“Kemitraan ini merupakan bentuk nyata komitmen Ovo untuk menghadirkan layanan finansial yang mampu merangkul seluruh masyarakat Indonesia. [..] Ovo terus menghadirkan solusi untuk menjawab kebutuhan pengguna dan merchant serta tercapainya inklusi keuangan yang berkesinambungan,” kata CEO Ovo Jason Thompson, Selasa (19/3).

Langkah strategis ini, sambungnya, mempertegas cakupan layanan Ovo di luar pembayaran, menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia untuk memperoleh pembiayaan yang cepat dan dapat diandalkan. Demikian pula untuk pelaku UKM yang kini berkesempatan memperoleh modal pengembangan usaha.

Secara terpisah, Co-Founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra mengonfirmasi bahwa ini hanya sebatas kemitraan strategis, sehingga tidak ada investasi khusus yang diberikan Ovo kepada perusahaan.

“Ini dalam rangka kolaborasi atau sinergi bisnis. [Selain dengan Ovo] Kami beberapa waktu ini sedang melakukan penjajakan strategic partnership dengan beberapa pihak untuk scaling up bisnis Bareksa ke depan,” ujarnya kepada DailySocial.

Dia melanjutkan, teknis implementasi dengan Ovo masih dalam proses pematangan. Bareksa juga bermitra dengan Tokopedia untuk produk reksa dana online.

Buat Do-It, kemitraan ini menandai momen penting perusahaan untuk mempercepat laju pertumbuhan. Sementara Taralite, lewat kolaborasi antara Ovo dan Tokopedia (lewat Ovo PayLater), menjadi peluang untuk menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum memperoleh layanan finansial secara optimal.

“Sebagai platform pinjaman online terpercaya, kerja sama ini akan diharapkan mampu meningkatkan pemerataan akses terhadap ekonomi digital,” ujar CEO Taralite Abraham Viktor.

Ovo is Rumored to Acquire P2P Lending Platform Taralite

Ovo, one of the leading players in the digital payment sector, is rumored to acquire a peer-to-peer lending service Taralite. The acquisition is set to help Ovo provide various payment products for buyers and merchants in the Ovo ecosystem.

Taralite CEO, Abraham Viktor, is still the CEO as quoted from KrAsia. Although, he also involved in Ovo’s operational as the Head of Strategy & Innovation Lab.

Taralite is a fintech company founded in 2015. They offer solution that focuses on capital lending for online sellers/merchants without banking access.

The last time Taralite received a funding is in 2017 from SBI Group of Rp84 billion rupiah. They also formed partnerships with some online platforms, such as Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, and Jurnal.

Earlier this year, Ovo and Taralite partnered up to introduce Ovo PayLater for Tokopedia platform. According to our source, there will be more payment products delivered from these collaboration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ovo Dikabarkan Telah Akuisisi Platform P2P Lending Taralite

Ovo, salah satu pemain unggulan di sektor pembayaran digital, dikabarkan telah mengakuisisi Taralite, sebuah layanan peer-to-peer lending. Rencananya akuisisi ini akan membantu Ovo menyediakan berbagai produk pembiayaan bagi pembeli dan merchant dalam ekosistem Ovo.

CEO Taralite Abraham Viktor, seperti dikutip dari KrAsia, tetap menjadi CEO perusahaan. Meskipun demikian, ia juga terlibat di dalam operasional Ovo sebagai Head of Strategy & Innovation Lab.

Taralite sendiri merupakan perusahaan teknologi finansial yang berdiri sejak tahun 2015 silam. Solusi yang ditawarkan Taralite fokus pada pemberian pinjaman modal untuk pedagang online/merchant yang tidak dapat difasilitasi bank.

Taralite terakhir kali mendapatkan pendanaan pada tahun 2017 dari SBI Group senilai Rp 84 miliar rupiah. Taralite juga menjalin kerja sama dengan beberapa platform online seperti Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, dan Jurnal.

Awal tahun ini Ovo dan Taralite bekerja sama menghadirkan metode pembayaran Ovo PayLater untuk platform Tokopedia. Menurut sumber kami, akan lebih banyak lagi produk-produk pembiayaan yang akan dihasilkan dari kedua entitas ini.

Application Information Will Show Up Here

Realisasi Visi Startup Fintech Taralite melalui Pengembangan Algoritma Analisis Pengguna

Salah satu kategori bisnis fintech paling bergema di lanskap digital tanah air adalah peer-to-peer lending. Dengan ragam spesifikasi layanan yang disajikan, bisnis ini memberikan solusi terpadu untuk peminjaman dana. Jika dilihat demografinya saat ini, antara satu pemain dengan pemain lainnya yang pekat membedakan adalah segmentasi pasar dituju. Dari beberapa layanan peer-to-peer lending yang kian eksis saat ini ada Taralite.

Taralite didirikan sejak tahun 2015 lalu, fokusnya memberikan pinjaman modal kepada segmen pedagang online yang umumnya tidak dapat difasilitasi oleh perbankan. Para merchant dari online marketplace C2C seperti Tokopedia, Lazada hingga penyedia jasa Travel yang menjadi bagian dari OTA seperti AiryRooms menjadi sasaran Taralite. Strategi ini nyatanya berjalan lancar, terbukti hingga saat ini lebih dari 1000 peminjam telah terjaring platform Taralite.

Keyakinan itu juga yang melandasi konglomerasi fintech asal Jepang SBI Group. Beberapa waktu lalu pihaknya menggelontorkan pendanaan kepada Taralite senilai $6,3 juta (atau senilai Rp 84 miliar rupiah).

Menjadi the next Capital One versi Indonesia

Pendanaan dari SBI Group tersebut akan difokuskan Taralite untuk mengembangkan tim Research & Development dengan tujuan mengembangkan algoritma pintar untuk menjadi one stop shop platform layanan peminjaman biaya modal.

“Yang dimaksud dengan R&D mengembangkan algoritma internal perusahaan yang bertujuan untuk menganalisis kredit. Alogirtma ini penting untuk dikembangkan supaya memberi hasil terbaik. Salah satu keuntungan algoritma yang akurat kita bisa kasih pinjaman dengan bunga yang lebih murah, karena yang gagal membayar jadi lebih sedikit. Algoritma yang akan dikembangkan menjadi penyempurnaan dari otomatisasi analisis kredit yang sudah dimiliki Taralite,” jelas CEO Taralite Abraham Viktor kepada DailySocial.

Alogoritma tersebut menjadi krusial bagi Taralite jika melihat pangsa pasar dan visi bisnis yang ditargetkan. Pihaknya menginginkan menjadi seperti Capital One di Amerika. Capital One beberapa dekade lalu mengeluarkan produk kartu kredit untuk golongan “sub-prime” –yakni kategori kalangan masyarakat yang sulit mendapatkan akses layanan perbankan seperti kartu kredit, biasanya bank menolak karena faktor kepercayaan dll.

Cara yang dilakukan Capital One tersebut menjadi inspirasi Taralite untuk pengembangan layanannya, menargetkan kepada kalangan “sub-prime” (atau Taralite sering menyebutnya under-served) yang membutuhkan pinjaman modal.

“Kami melakukan apa yang Capital One dan Ant Financials lakukan beberapa tahun yang lalu. Mereka berkomitmen untuk melayani segmen yang kurang terlayani dan tumbuh kuat dari sana. Mereka berkembang dari hanya satu penawaran produk ke dalam one stop shop untuk pelanggan yang mereka layani. Kami ingin mengikuti jejak mereka dan fokus untuk melayani segmen yang kurang terlayani di Indonesia,” sambut Viktor.

Terkait dengan regulasi, Viktor menyampaikan bahwa saat ini Taralite sedang dalam proses pendaftaran izin ke pihak terkait, dalam hal ini OJK. Peraturan untuk peer-to-peer lending sendiri juga sudah diterbitkan pemerintah sejak tahun Desember 2016 lalu.

“Terkait dengan regulasi pemerintah saat ini sudah memiliki aturan, artinya secara hukum sudah mengizinkan permain-permain seperti kita (peer-to-peer lending), dan saat ini kami sedang dalam proses untuk apply-nya,” pungkas Viktor.

Taralite Hadirkan Sistem KTA Online untuk Kebutuhan Spesifik

Bisnis keuangan digital kian bertumbuh di Indonesia dengan berbagai model yang disajikan. Beberapa startup juga sudah mulai mereplikasi cara tradisional yang biasa dilayani perbankan dalam sebuah layanan online. Contohnya adalah Taralite, sebuah layanan online yang menyediakan layanan kredit kepada penggunanya.

Taralite mengklaim bahwa model bisnis digital yang kini dilakukan adalah yang pertama di Indonesia. Kendati demikian, saat ini juga sudah ada UangTeman, yang menjalankan sistem bisnis di sektor yang sama, hanya saja dengan jumlah pinjaman dan jangkauan yang lebih kecil. Layanan Taralite juga memberikan pinjaman sesuai dengan spesifikasi kebutuhan, misalnya untuk kebutuhan pendidikan, kredit usaha, persalinan, ataupun umroh.

Modal untuk pinjaman Taralite menggunakan dana yang dimiliki perusahaan dan bekerja sama dengan beberapa rekanan perbankan. Hal ini yang disebut Co-Founder Taralite Abraham Viktor (Bram) sebagai simbiosis mutualisme yang dijalin oleh layanan fintech dengan institusi keuangan yang sudah ada. Kerja sama ini penting bagi Taralite karena saat ini operasionalnya sudah meliputi daerah-daerah di luar Jawa. Bahkan sudah sampai Papua.

Bram mengatakan bahwa sampai saat ini Taralite belum mengucurkan alokasi khusus untuk pemasaran besar, sistem agen masih menjadi cara yang dinilai efektif untuk melebarkan bisnis. Taralite saat ini membuka kemitraan kepada masyarakat untuk dapat menjadi agen yang memasarkan pinjaman dengan imbal balik berupa komisi.

Dengan bunga mulai dari 0.9% per bulan dan proses yang diklaim lebih efisien, diyakini Taralite akan menjadi solusi terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman seara cepat. Hal ini terbukti, saat ini Taralite rata-rata menghimpun 100-200 pengajuan pinjaman dari masyarakat untuk diseleksi dan ditindaklanjuti.

Ketika ditanya tentang bagaimana Taraline mengantisipasi risiko para peminjam nakal, Bram menjawab:

“Sebenarnya yang kami lakukan hanya mendigitalkan proses umum yang ada di sistem pinjaman konvensional. Jika di bank ada survei untuk menentukan besarnya pinjaman, kami memiliki sistem scorecard yang juga digunakan untuk menentukan kebutuhan tersebut. Jika di bank ada penyerahan berkas-berkas, di Taralite pun sama, hanya saja prosesnya online. Dan untuk pengingat peminjam harus melakukan pembayaran, itupun kami lakukan dengan pendekatan digital. Pada dasarnya konsep yang diterapkan sama.”

Secara khusus saat ini Taralite juga telah bermitra dengan Uber. Hal ini untuk mempermudah pengguna ketika ingin mendapatkan pinjaman dana untuk pembelian mobil yang akan digunakan bisnis. Taralite bekerja sama dengan Uber untuk membantu calon driver Uber (Uber Partner) baru maupun yang sudah menjadi Uber Partner memiliki mobilnya sendiri.

Bram juga menanggapi bahwa untuk industri fintech di Indonesia saat ini yang menjadi tantangan terbesar adalah regulasi. Oleh karenanya saat ini pihaknya terus mengkonsolidasikan langkah bisnisnya kepada OJK.

Kepada DailySocial, pria yang juga masuk dalam daftar “The Top Young Asian Venture Capitalists And Fintech Entrepreneurs versi Forbes” ini menyampaikan:

“Kebetulan sebelum wawancara ini saya juga baru meeting dengan OJK. Artinya kami masih selalu mencoba terus berdiskusi dengan pihak terkait. Regulasi bagi kami penting, untuk menjadi sebuah landasan. Di Indonesia menurut saya regulasi lahirnya cukup lama. Jika dibandingkan di Amerika, ketika industri fintech berjalan sudah 3 tahun, pemerintah segera mengeluarkan regulasi terkait. Di Indonesia prosesnya belum secepat itu. Tapi kami selalu mengupayakan untuk mengikuti aturan yang ada.”

Sebelumnya pada November tahun lalu, Taralite berhasil membukukan pendanaan dari ANGIN. Kala itu pendanaan difokuskan pada perekrutan talenta dan pemekaran layanan.

Taralite dan KitaBisa Dapatkan Pendanaan Tahap Awal dari ANGIN

Di hari yang sama dengan digelarnya ajang “Raising Giant: Celebrating Indonesian Startups” oleh Ciputra GEPI Incubator kemarin (6/11), ANGIN mengumumkan telah memberikan pendanaan untuk Taralite dan KitaBIsa dalam jumlah yang tidak diungkapkan. Taralite sendiri merupakan satu dari enam startup yang telah lulus dari program inkubasi GEPI.

Kemarin, Ciputra GEPI Incubator (CGI) menggelar sebuah ajang dengan tajuk “Raising Giant: Celebrating Indonesian Startups”. Melalui ajang tersebut, CGI ingin membangkitkan semangat kewirausahaan anak muda di Indonesia.

Di hari yang sama, CGI juga menggelar Graduation Day bagi enam startup yang telah mengikuti masa inkubasi selama enam bulan di CGI. Enam startup tersebut adalah Jurnal.id, Taralite (yang memayungi Wedlite), Hexaday, SquLine, LiveOlive, dan Nusantara Development Initiative (NDI).  Di sini, diumumkan bahwa Taralite berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari ANGIN bersama dengan KitaBisa.

Pada dasarnya, Taralite adalah startup yang menyediakan layanan pinjaman online untuk berbagai kebutuhan. Melalui layanan Taralite, pengguna bisa memperoleh pinjaman untuk biaya pendidikan, pernikahan, persalinan, renovasi rumah, kredit usaha, hingga umrah. Taralite juga menjadi payung bagi Wedlite, startup yang menyediakan dana pinjaman untuk pernikahan.

Terkait pendanaan, Co-Founder Taralite dan Wedlite Abraham Viktor mengungkapkan bahwa dana segar yang baru diperoleh akan dimanfaatkan untuk upaya pemasaran dan merekrut talenta potensial. Sementara itu, KitaBisa akan lebih fokus untuk mengembangkan platform dan juga untuk ekspansi jangkauan wilayah layanan.

Co-founder dan CMO KitaBisa Vikra Ijas mengatakan, “Rencana utamanya, growing the platform. Dari segi produk masih banyak yang harus ditingkatkan seperti kemudahan pembayaran, kemudahan untuk orang bisa sharing kampanye mereka, dan yang lebih penting [adalah] bagaimana kita expand market di Indonesia dulu.”

“Kami sudah memfasilitasi kampanye, dari Aceh ada Papua pun ada. Tetapi, kebanyakan, mayoritas kampanye KitaBisa saat ini masih di Jakarta dan Jawa Barat. Dengan pendanaan ini, harapannya kami bisa lebih memperluas our reach ke kota-kota besar lain di Indonesia,” lanjut Vikra.

KitaBisa sendiri merupakan situs crowdfunding yang fokus pada proyek-proyek sosial. Sederhananya, situs ini adalah wadah kolaborasi sosial dalam berbagai bentuk mulai dari donasi hingga aksi sukarelawan.

Dengan investasi yang baru diberikan kepada KitaBisa dan Taralite, maka bertambah panjang pula portofolio investasi yang diberikan oleh ANGIN–jaringan angel investor besutan GEPI. Sebelumnya, ANGIN telah berinvestasi di Wangsa Jelita, BerryKitchen, Margurite Nougat, dan Kakoa Chocolate.

Saat ini ANGIN sendiri telah memiliki 26 angel investor yang tergabung sebagai anggota. Sebelas di antaranya adalah anggota baru, yang beberapa waktu lalu diumumkan oleh ANGIN.

Wedlite Bantu Beri Pinjaman Dana untuk Biaya Pernikahan

shutterstock_149934743

Menikah adalah impian dari sebagian besar orang dalam hidupnya, namun untuk menyelenggarakan pernikahan perlu persiapan yang matang, termasuk dari sisi biaya. Jumlah dana yang digelontorkan pun tidak sedikit dan banyak yang sering terkendala karenanya. Menyadari hal tersebut, Wedlite mencoba hadir sebagai solusi untuk memberikan bantuan pinjaman dana bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan.

Continue reading Wedlite Bantu Beri Pinjaman Dana untuk Biaya Pernikahan