Presiden Resmikan Pembangunan “Papua Youth Creative Hub” untuk Dongkrak Ekosistem Startup di Indonesia Timur

Denyut inovasi dan ekonomi kreatif terus didengungkan oleh pemerintah Indonesia. Terbaru, pemerintah meresmikan pembangunan pusat pengembangan kreativitas dan pengembangan bisnis startup di Papua yang diberi nama “Papua Youth Creative Hub”. Tempat ini nantinya diharapkan mampu menjadi pusat akselerasi dan inovasi bisnis pemuda setempat.

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya berharap muncul unicorn dan decacorn baru dari wilayah Indonesia bagian timur, khususnya Papua.

“Kita harapkan muncul unicorn baru dari Indonesia bagian timur, khususnya tanah Papua. Akan muncul decacorn dari sini, sehingga kemajuan anak-anak muda yang ada di tanah Papua betul-betul terwadahi di dalam creative hub yang segera kita bangun ini,” terang Presiden dalam siaran pers resminya.

Papua Youth Creative Hub ini rencananya akan dibangun di atas tanah seluas 1,5 hektar yang berada di wilayah Kotaraja. Selain dibangun ruangan-ruangan belajar tentang bisnis, teknologi, dan dasar-dasar pengembangan startup; di sana juga akan dibangun asrama untuk menampung pemuda-pemuda yang berasal dari luar Papua.

Ke depan pusat pengembangan ini akan dikelola oleh perusahaan yang didirikan oleh 21 pemuda asal Papua, PT Papua Muda Inspiratif.

“Saya sebagai salah satu dari pemuda Papua yang selama ini bergelut dalam bidang bisnis startup merasa bahwa ini merupakan sebuah gerakan yang baik untuk mendorong lebih banyak lagi anak-anak Papua untuk dapat mengembangkan kreativitasnya melalui bisnis, atau pergerakan sosial,” ujar Direktur Utama PT Papua Muda Inspiratif Billy Mambrasar.

Billy cukup optimis dengan hadirnya Papua Youth Creative Hub ini. Ia bisa menargetkan akan ada kurang lebih 100 pemilik startup atau pergerakan sosial yang bisa memberikan kontribusi mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua.

Dikutip dari wawancara Billy dengan Metro TV, ia menjelaskan bahwa Papua Youth Creative Hub akan jadi sebuah wadah lengkap, baik inkubator maupun akselerator.

“Jadi Papua Youth Creative Hub ini akan menjadi kedua-duanya, akselerator dan inkubator. Akselerator untuk mereka yang sudah punya social movement atau teknologi atau startup tetapi mereka ingin kemudian mengembangkan jaringan dengan mentor-mentor kami. Inkubator buat mereka anak Papua yang ingin membangun tanah air tetapi kesulitan memiliki kemampuan atau kapabilitas kita ajak sampai idenya jadi produk,” terang Billy.

Tiga Startup Indonesia Terpilih dalam Surge, Program Akselerasi Milik Sequoia

Surge, program akselerator dari Sequoia India, memperkenalkan tiga startup baru asal Indonesia yang menjadi bagian dari program akselerasi mereka pada 2019 ini.

Surge kini telah menjalankan dua gelombang program akselerasi. Gelombang kedua Surge menghadirkan 20 startup asal India dan Asia Tenggara, tiga di antaranya dari Indonesia yakni Storie, Chilibeli, dan Rukita.

Storie sendiri adalah platform yang berisi review produk gaya hidup untuk memberi referensi bagi konsumen. Sementara Chilibeli adalah platform social commerce yang menghubungkan petani dengan agen dalam memasarkan produknya. Sedangkan Rukita merupakan startup proptech yang membuat solusi co-living untuk milenial di perkotaan.

Gelombang sebelumnya yang diikuti 17 startup, Surge juga memilih dua startup asal Indonesia yakni Bobobox dan Qoala.

Dalam program ini Surge menggelontorkan US$1 juta hingga US$2 juta kepada masing-masing startup. Adapun pembekalan yang diberikan meliputi cara melakukan pendanaan, akses ke mentor kelas dunia, pengembangan talenta, hingga studi banding ke pusat-pusat teknologi dunia.

“Program ini membawa startup terpilih untuk belajar ke kota-kota seperti Singapura, Bengaluru, Beijing, hingga Silicon Valley,” ujar Director Surge Rajan Anandan.

Nama Sequoia Capital sebagai venture capital cukup harum di Indonesia karena sejumlah investasi besar yang ia berikan kepada startup ternama seperti Tokopedia, Gojek, atau Traveloka. Kehadiran Surge sebagai akselerator startup berusia dini jadi taring baru Sequoia.

Namun menurut Rajan, Sequoia sudah lama aktif mendukung startup berusia dini. Adapun alasan mereka membentuk Surge adalah besarnya peluang yang tercipta dari startup baru yang kerap diikuti oleh besarnya kendala yang harus dihadapi.

“Memulai sebuah perusahaan sangat sulit, ada begitu banyak tantangan seperti fundraising, hiring, membangun fondasi perusahaan, mencari mentor yang tepat, hingga menggelar pendanaan baru. Pengumpulan dana jauh lebih berat ketika perusahaan masih berstatus seed,” imbuh Rajan.

Selesai dengan gelombang kedua, Surge mengumumkan pendaftaran program gelombang berikutnya sudah bisa diikuti. Surge tidak menargetkan jumlah startup yang akan mereka bina namun menekankan startup ideal adalah founder yang andal dan industri yang masih punya ruang cukup besar untuk dieksplorasi.

Program akselerasi Surge berlangsung selama sepekan dalam empat bulan. Sistem yang mereka gunakan pun bersifat open architecture, artinya investor lain bisa ikut dalam putaran pendaan Surge yang pertama.

Seperti dalam laporan Google & Temasek 2019, Asia Tenggara masih menjadi kawasan seksi bagi para pelaku ekonomi digital. Dalam laporan terbaru itu, ekonomi yang dimotori internet di kawasan Asia Tenggara mencapai US$100 miliar dan angka itu diprediksi terus meroket hingga US$300 miliar pada 2025.

Vietnam dan Indonesia menjadi poros utama pertumbuhan tersebut dengan tingkat pertumbuhan mencapai 40 persen per tahun.

Cerita Startup Indonesia yang Ikut Program Akselerasi Y Combinator

Menjelang akhir tahun 2017, Y Combinator (YC) sebagai program akselerasi startup kenamaan asal Mountain View menyambangi Jakarta untuk memperkenalkan diri. Di acara tersebut hadir Partner YC Gustaf Alströmer menyampaikan beberapa informasi, mendorong startup yang hadir untuk mendaftarkan diri ke program.

Nama-nama seperti PayFazz, Xendit, Nusantara Technology, Shipper sampai yang terbaru Eden Farm akhirnya bergabung ke YC. Kami turut mengamati perkembangannya pasca akselerasi. Sejauh ini yang bisa disimpulkan, para startup berhasil memikat investor (minimal) untuk meningkatkan seed round mereka. Lantas kami tertarik untuk mendalami, sebenarnya apa yang didapat para startup dari pendidikan di Silicon Valley tersebut?

Terlebih dulu kami menghubungi pihak YC untuk menanyakan dasar-dasar program mereka. Director of Communications Lindsay Amos secara singkat menjelaskan bahwa program tersebut memberikan dukungan kepada menyeluruh. Misalnya melalui “Startup School“, para founder diajarkan tentang cara mengembangkan bisnis yang relevan di era digital seperti saat ini. Mereka juga mengarahkan kepada startup untuk memanfaatkan kanal YC Network guna menemukan pengguna produk mereka.

Proses pendaftaran akselerasi

Steven Wongsoredjo adalah Founder & CEO Nusantara Technology, melalui produknya SuperApp.id ia bergabung pada program YC di periode Winter 2018. Ada juga Co-Founder & CEO Eden Farm David Gunawan yang berpartisipasi dalam YC periode Summer 2019. Mereka bercerita kepada DailySocial tentang mekanisme teknis yang harus dilalui untuk bergabung.

Eden Farm
Para founder Eden Farm saat mengikuti rangkaian acara Y Combinator di Mountain View / Dok. Pribadi David

Pada dasarnya, ketika startup dinyatakan lolos seleksi awal –melalui formulir online—mereka akan diwawancara daring melalui sambungan video call. Jika lolos, akan diadakan wawancara yang lebih intensif di Silicon Valley –di tahap ini YC akan membantu akomodasi perjalanan. Wawancara kadang dilakukan secara paralel oleh mentor/pakar dari berbagai bidang untuk memastikan penilaian menjadi lebih objektif.

Setelah tahap tersebut dilalui dan startup lolos, mereka akan bersiap untuk melanjutkan program akselerasi selama 3 bulan di Silicon Valley. Bagi startup tahap awal, mereka diwajibkan untuk mendirikan badan usaha di Amerika Serikan (US INC) dan Indonesia (PT), sehingga perlu mencari pengacara atau firma hukum yang dapat membantu mematuhi aturan hukum tersebut.

Jaringan bisnis yang luar biasa

Turut bergabung dalam wawancara Co-Founder Shipper Budi Handoko yang tergabung di YC periode Winter 2019. Ketiga founder memaparkan bahwa salah satu hal signifikan yang mereka dapat dari YC adalah tergabung ke jaringan bisnis global yang kuat dan partisipatif. David menceritakan, setiap alumni dididik untuk dapat saling mendukung, berbagi kepada startup lainnya dalam berbagai hal –termasuk pengalaman penanganan isu bisnis ataupun teknis.

“Orang-orang di YC itu semuanya entrepreneur. Dengan bergabung di program itu kita makin banyak dikenal mitra, investor. Ini kesempatan bagi kami untuk memvalidasi bisnis kepada top entrepreneurs. Di sana kami belajar cara presentasi bisnis dengan sangat efisien dan efektif,” ujar Budi menambahkan.

Budi Handoko
Budi Handoko saat singgah di Silicon Valley untuk mengikuti pelatihan selama 3 bulan / Dok. Pribadi Budi

Terkait jaringan bisnis Steven turut berujar, “Para alumni YC sangat membantu. Kami saling menjaga dan berbagi sumber daya untuk tumbuh bersama. Selain itu, para mitra memberikan dukungan besar setelah kami mencapai tonggak bisnis, khususnya saat melakukan penggalangan dana.”

Setiap startup yang sudah melalui tahap pendidikan akan melakukan presentasi di acara Demo Day. Menariknya, hampir setiap startup selalu mendapatkan pendanaan awal dari sana. Panggung tersebut memang difokuskan untuk menghubungkan para peserta dengan investor potensial di jaringan YC. Sekarang mereka juga mengadakan program khusus “YC Series A”, “YC Growth”, dan “YC Continuity” untuk para lulusannya, guna meningkatkan bisnis mereka ke tahap lanjutan.

Pelatihan intensif pengembangan produk

Selama tiga bulan program akselerasi, banyak pelatihan yang diberikan oleh mentor-mentor bisnis kenamaan. Mulai dari materi bisnis, kepemimpinan, hingga teknis pengembangan produk disampaikan.

“Slogan YC dari Paul Graham adalah ‘membuat sesuatu yang diinginkan orang’. Dalam 3 bulan pelatihan, mereka mendidik kami tentang cara membangun versi produk yang sangat sederhana tetapi dapat dengan cepat mendapatkan penilaian tentang kecocokan pasar,” terang Steven.

Para mentor selalu menegaskan, perusahaan besar seperti AirBnB atau Drobox juga dimulai dari kecil. Sehingga untuk fase awal tidak perlu membuat produk menjadi rumit, karena justru akan membuat pengguna sulit memahami tujuannya.

“Selama agenda YC, kami punya 2 jam kantor dengan mitra yang ditugaskan untuk mengawasi kami setiap minggu. Setelah itu kami bisa juga memesan kepada mitra yang dipilih untuk memberikan umpan balik. Para mitra hadir dari perusahaan papan atas, misalnya ada Creator Gmail dan Google AdSense [Paul] Buchheit atau ex-CEO Twitch Michael Seibel,” lanjut Steven.

Steven Wongsoredjo
Steven Wongsoredjo bersama mentornya yang juga merupakan CEO AirBnB Brian Chesky / Dok. Pribadi Steven

Pembentukan mental founder juga menjadi hal yang dirasakan betul manfaatnya, tak terkecuali oleh David. Pelatihan di Silicon Valley benar-benar membuat setiap partisipan selalu berorientasi dengan produk dengan pengukuran berbasis data.

Direkomendasikan, bagi startup tahap awal yang mau tumbuh besar

Shipper adalah startup asal Singkawang Kalimantan Barat, keterlibatannya di YC memberikan dampak yang sangat signifikan. Menurut Budi, pasca program ia memiliki lebih banyak referensi mengenai bisnis serupa di luar negeri. Ini penting digunakan untuk studi banding maupun kesempatan perluasan kemitraan. Kesempatan bergabung di program akselerasi tersebut juga membuat startup lebih banyak dikenal, tidak sekadar level nasional tapi juga global.

Steven juga merekomendasikan bagi startup –khususnya di tahap awal untuk bergabung di program ini. Sebelum bergabung, ia mengaku seorang pendiri yang idealis, sangat perfeksionis terhadap pengembangan produk. Sebelum diluncurkan, ia harus selalu memastikan semua berjalan sempurna. Namun padahal tidak demikian prosesnya, validasi pasar justru perlu dilakukan sedini mungkin. Pengajaran YC memberikan perspektif baru yang diterapkan pada SuperApp.id.

“Pengalaman YC benar-benar mengubah pola pikir saya. Mereka mengajarkan untuk membuat versi paling sederhana dari produk dan meluncurkan secepat mungkin. Tujuannya untuk menguji apakah tesis kami memiliki kecocokan di pasar. Waktu adalah komoditas paling berharga, jadi kita harus secepat mungkin memastikan itu semua, bukan sekadar berasumsi,” tutup Steven.

Sinar Mas Sets Up BSD Innovation Labs Completing Its Digital Ecosystem

Sinar Mas Land, GK Plug and Play, and Digitaraya partnered up to create the accelerator program named BSD Innovation Labs. It’s to be focused on supporting startups in property technology (proptech) industry.

Sinar Mas Land is getting closer to achieve a fully digital ecosystem in the independent city, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. Irwan Harahap as the Project Leader for Digital Hub at Sinar Mas Land said the BSD Innovation Lab is to take the role of startup accelerator that considered lacking in BSD.

“We’re to complete this ecosystem with the accelerator program due to most of the accelerators only exist in Jakarta, and we’re to focus on proptech first,” Harahap said at the Green Office Park, BSD.

He said the accelerator program is to start working by corporate partner requests. When there’s a company in need for a solution, Plug and Play will find the right startup, next, Digitaraya will provide help to develop solutions from selected startups.

If the solution works, BSD Innovation Labs will set the meeting with related investors to consider a demo day.

“As the founder, we have a privilege to chip in earlier than others,” he added.

However, not all startups are within our coverage, only those which focuses on the property industry and the series A+ from any country. He also mentioned that they’re not here to take a risk with early stages due to all issues come from the big corporates.

“Therefore, we’re not to invest in the early-stage startups. Imagine the big companies such as Unilever and Sinar Mas Land to work with the minors,” he emphasized.

Although it has been launched, BSD Innovation Labs is yet to make a move. The program is to function on February or March 2020. The related parties will have each responsibility on this.

Let’s say Sinar Mas in charge to provide space around Green Office Park, Plug and Play is to train and facilitate startups with investors, and Digitaraya to provide mentoring in terms of business and technology, supported by Google.

BSD Innovation Labs has added to BSD’s digital ecosystem through the Digital Hub. Digital Hub is a 26 acres lot dedicated to the tech-business from startups to the multi-national companies.

The Rp7 trillion project has been delayed for some time, but it’s to be done in 2021. When it’s finished, Sinar Mas will move all the digital businesses in BSD here, including the Innovation Labs.

One thing based the BSD Innovation Labs is a great potential in the property technology sector. Proptech, smart city, and connected home is projected to rise within the next few years.

As we all know, BSD has been a home for some technology entities, particularly in the human resource industry, such as Apple Academy, Binar Academy, Purwadhika Startup & Coding School, Creative Nest, NXL E-Sport Center, Sale Stock, 99.co, Orami, vOffice, Go Work, Grab Innovation Lab, Sirclo, Amikom, Geeks Farm Dimension Data, HP, Cohive, and Qlue. Sinar Mas also mentioned two more academies to join their ecosystem.

On the other side, Digitaraya has been involved in two accelerator programs within the past two days. Yesterday, with Gojek, Digitaraya just announced their accelerator program called Gojek Xcelerate.

“Talking about Digital Hub, the long term objective is for job vacancy. There are talents, when ready, they can create a new startup, or getting hired by tech-company, or whether the company has issues, they can come to the accelerator. It’ll create many job opportunities, income, talents, academy, such as Silicon Valley,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

 

Sinar Mas Bangun BSD Innovation Labs, Lengkapi Ekosistem Digitalnya

Sinar Mas Land, GK Plug and Play, dan Digitaraya bekerja sama menggelar program akselerasi startup bernama BSD Innovation Labs. Program akselerasi ini akan berfokus mengembangkan startup yang bergerak di bidang property technology (proptech).

Sinar Mas Land kian mendekati ambisinya dalam membangun ekosistem digital yang menyeluruh di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. Project Leader Digital Hub Sinar Mas Land, Irwan Harahap, mengatakan pembentukan BSD Innovation Labs mengisi peran akselerasi startup yang menurutnya belum ada di BSD selama ini.

“Kita ingin melengkapi ekosistem ini dengan akselerator karena kebanyakan akselerator adanya di Jakarta dan kita mau fokus di proptech dulu,” ujar Irawan di Green Office Park, BSD.

Menurut penuturan Irawan, cara kerja akselerator mereka akan diawali oleh permintaan corporate partner Sinar Mas. Ketika ada perusahaan yang butuh solusi atas masalah yang dihadapi, Plug and Play akan berperan mencarikan startup yang mumpuni, lalu Digitaraya akan membantu mengembangkan solusi yang ditawarkan oleh startup-startup terpilih.

Jika solusi yang ditawarkan tadi dianggap memuaskan, BSD Innovation Labs akan mempertemukan startup terkait dengan para investor dengan menggelar demo day.

“Di kita untungnya sebagai yang punya BSD Innovation Labs, kita bisa chip in lebih awal,” imbuh Irawan.

Akan tetapi tak semua startup bisa dilirik akselerator ini. Startup yang dapat mengambil kesempatan di BSD Innovation Labs adalah mereka fokus di bidang properti dan minimal sudah mendapat pendanaan seri A dari negara mana pun. Irawan mengaku tak ingin ambil risiko dengan menggaet startup yang masih berusia dini karena masalah yang harus dipecahkan di akselerasi ini datang dari korporasi besar.

“Jadi kita enggak mau startup yang masih early stage. Bayangin dong sekelas Unilever, Sinar Mas Land, tapi yang ngerjain ecek-ecek,” lengkap Irawan.

Kendati sudah diperkenalkan ke publik, BSD Innovation Labs sejatinya masih belum beroperasi. Akselerator ini baru akan berjalan pada Februari atau Maret 2020. Masing-masing pihak akan punya peran berbeda dalam kerja sama ini.

Misalnya saja Sinar Mas yang diserahi tugas menyediakan lahan di sekitar Green Office Park, Plug and Play berperan membina dan menghubungkan startup dengan investor serta korporasi besar, terakhir Digitaraya yang berperan memandu startup dari aspek bisnis dan teknologi yang juga dibantu oleh Google.

Pembentukan BSD Innovation Labs ini menambah panjang upaya Sinar Mas membangun kawasan ekosistem digital di BSD lewat proyek Digital Hub mereka. Digital Hub merupakan kawasan seluas 26 hektar yang didedikasikan khusus untuk bisnis teknologi mulai dari startup hingga perusahaan multinasional.

Pengerjaan proyek Digital Hub bernilai Rp7 triliun ini sempat tertunda sesaat namun diperkirakan akan tuntas pada 2021. Saat pembangunan Digital Hub ini rampung, Sinar Mas berencana memindahkan pelaku industri digital di kawasan BSD ke sana termasuk Innovation Labs yang baru mereka umumkan tadi.

Salah satu yang melandasi pembentukan BSD Innovation Labs ini adalah potensi teknologi di sektor properti yang masih luas. Proptech, smart city, dan connected home diyakini kian berkembang dalam beberapa tahun ke depan.

Seperti diketahui BSD sudah menjadi markas sejumlah entitas teknologi khususnya di bidang pengembangan sumber daya manusia seperti Apple Academy, Binar Academy, Purwadhika Startup & Coding School, Creative Nest, NXL E-Sport Center, Sale Stock, 99.co, Orami, vOffice, Go Work, Grab Innovation Lab, Sirclo, Amikom, Geeks Farm Dimension Data, HP, Cohive, dan Qlue. Sinar Mas bahkan mengatakan akan ada dua akademi teknologi baru yang akan bergabung di ekosistem mereka.

Di sisi lain, Digitaraya sudah terlibat dalam dua pembentukan akselerator dalam dua hari terakhir ini. Kemarin Digitaraya bersama Gojek baru saja mengumumkan program akselerasi bernama Gojek Xcelerate.

“Kalau ngomong Digital Hub, jangka panjangnya adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Jadi ada talent-nya, ketika siap bisa bikin startup atau diserap perusahaan teknologi atau kalau company punya masalah bisa ke akselerator. Jadi ada penciptaan lapangan pekerjaan, ada uangnya, ada talent, ada sekolah, benar-benar Silicon Valley,” pungkas Irawan.

Techstars Bawa Program Akselerasi ke Asia

Pekan lalu, DailySocial menghelat sesi Meet & Greet yang dipimpin akselerator global asal Amerika Serikat, Techstars. Kedatangan Techstars ke Indonesia merupakan bagian dari tur pengenalan program akselerasi yang bakal berlangsung di Abu Dhabi pada Januari 2020 mendatang.

Techstars sendiri adalah akselerator startup tahap awal (seed) yang berbasis Boulder, Colorado, Amerika Serikat. Techstars telah beroperasi di 16 negara dengan total venture capital market cap mencapai $65,7 miliar.

Saat ini, Techstars telah mengakselerasi dan mendanai sebanyak 2.400 perusahaan yang tersebar di 170 negara. SendGrid, DigitalOcean, Sphero, dan ClassPass adalah sejumlah startup yang sukses mengikuti program ini. DigitalOcean malah menjadi startup dengan total penerimaan pendanaan tertinggi, $123 juta, yang pernah dibina Techstars.

Selain startup, Techstars juga berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan berskala besar untuk menjalankan corporate innovation lewat sejumlah program, seperti program akselerasi dan innovation bootcamp. Beberapa di antaranya adalah Ford, IBM, Verizon, dan SAP.

Techstars Hub71 Accelerator

Baru-baru ini, Techstars melawat ke sejumlah kota di Asia dalam rangka memperluas cakupan akselerasinya yang selama ini terpusat di Amerika Serikat.

Managing Director Techstars Hub71 Accelerator Vijay Tirathrai mengungkap, ia membawa misi untuk bertemu dengan para founder dan ekosistem startup, tak terkecuali di Indonesia. Tujuannya tak lain untuk membantu industri startup di Asia agar dapat berkembang.

Di Indonesia, Techstars baru masuk melalui program Startup Weekend yang berbasis di Jakarta. Tirathrai menyebutkan Techstars telah menghelat 4.000 event Startup Weekend dalam setahun di seluruh dunia.

“Startup di sektor teknologi sangat berbeda dan sulit menjalankannya. Bahkan kami telah melihat 200 perusahaan exit. Selama ini kita sering dengar kisah sukses startup, seperti Gojek. Tetapi kita jarang mendengar kisah [startup] yang gagal. Kami beruntung 90 persen perusahaan [yang kami akselerasi] bertumbuh,” tuturnya di kantor DailySocial, Kamis (5/9).

Untuk menggelar program akselerasi ini, Techstars berkolaborasi dengan global hub Hub71 dan perusahaan investasi Mubadala Investment Company berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab.

Pendaftaran aplikasi sudah dibuka sejak hari ini dengan batas waktu hingga 13 Oktober 2019. Adapun program akselerasi dimulai pada Januari 2020 dan Demo Day pada 13 April 2020.

Techstars

“Kami tidak mencari startup yang memiliki pendapatan Rp1 miliar sebelum datang dan berbicara dengan kami. Kami mencari tim [startup] yang cerdas,” ujarnya.

Tirathrai menjelaskan ketentuan dan kritera yang dicari pada Mentorship Driven Accelerator Program ini. Pertama, ada sepuluh startup yang dipilih yang akan menerima pendanaan hingga $120 ribu (setara Rp1,68 miliar) dan menjalani bootcamp selama tiga bulan.

Selama tiga bulan ini, startup terpilih akan mengikuti program mentor engagement and feedback, execution and rapid iteration, dan preparation fundraising and demo day.

Sementara untuk kriteria lainnya, startup setidaknya memiliki tim 2 sampai lebih dari 20 orang dan idealnya memiliki Chief Technology Officer (CTO). Startup yang dicari berada di tahap pra-seed, seed, dan seri A ke atas yang sudah memiliki pre-product dan pre-revenue hingga yang sudah mengantongi jutaan dolar pendapatan.

“Kriteria ini sebetulnya tak wajib, hanya preferensi. [..] Saya pikir startup perlu skill set teknologi untuk bisa membangun teknologi. Ada case [di Techstars] yang berhasil tanpa CTO. Tetapi punya CTO itu krusial. Untuk kesuksesan jangka panjang, startup harus punya sosok yang memilki engineering skill,” jelasnya.

Sektor yang dicari pun terbuka untuk berbagai jenis, mulai dari ICT & semikonduktor, real estate & infrastruktur, manufaktur, petroleum, energi terbarukan, metal dan mining dengan fokus pada solusi teknologi AI/digital interface, AR/VR mixed, blockchain, cybersecurity, Internet of Things (IoT), teknologi pembayaran, dan robotic.

Untuk menunjang program akselerasi ini, lebih dari 10.000 mentor di seluruh dunia bergabung dengan Techstars. Tirathrai berujar bahwa pihaknya mencari sosok yang memiliki skill set dan pengetahuan. Tak kalah penting, mentor harus memiliki semangat berbagi dan mau meluangkan waktu.

“Kriteria lain yang perlu dimiliki mentor adalah sebuah mindset dan kultur untuk mau berbagi pengetahuan dan waktu tanpa meminta imbal balik,” ujarnya.

Gojek Introduces “Gojek Xcelerate” Program, Aiming for the Early Stage Startups

Gojek and Digitaraya have launched an accelerator program named Gojek Xcelerate. The name implies the objective to support Indonesia’s startups to level up from the early stage.

Aside from Digitaraya, Gojek also supported by Google Developer Launchpad, UBS, and McKinsey & Company. Each company has contributed to this accelerator program.

In the pers conference at Digitaraya tower on Tuesday (9/10) this afternoon, the accelerator program aims for 20 startups in 4 batch within the next 6 months. The first one is to held from 10 – 27 September 2019.

Digitaraya’s Managing Director, Nicole Yap emphasized on the startup they’re going to invest must be a running business, even though a small one. “We’re currently focused on the early-stage startups,” she said.

She also mentioned the gap between the rising number of startups and the low rate of funding. It is the main issue we’ve tried to solve through this accelerator program.

Gojek’s SVP of Product Management, Dian Rosanti said, their team has done some mentoring and training to startups.  However, they believe it’s not enough to hold the accelerator program alone, therefore they have Digitaraya.

In this program, Gojek Xcelerate has set the curriculum with partners. It is said to include all subjects from growth hacking, machine learning, data science, the right business model for startup, and how to calculate business valuation.

Participants will get the opportunity for a consulting session with the experts in the global tech industry. Gojek also mentioned that startups with a related solution will have space in their ecosystem.

“Therefore, we provide opportunities for those in our program to create a solution for Gojek partners and consumers to step into the ecosystem,” Dian said.

Indonesia is said to have great potential for startup expansion. It was shown at Google and Temasek research that Indonesia’s projected to contribute at US$100 billion or Rp1,400 trillion in the SEA economy by 2025. There are 46 of the 847 registered startups have raised funding worth of Rp57 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Program Akselerator “Gojek Xcelerate” Diluncurkan, Sasar Startup Tahap Awal

Gojek bersama Digitaraya meluncurkan sebuah program akselerator yang diberi nama Gojek Xcelerate. Seperti namanya, program tersebut bertujuan membantu startup di Indonesia untuk membesarkan bisnisnya yang masih berusia dini.

Selain Digitaraya, Gojek juga mendapat dukungan dari Google Developers Launchpad, UBS, dan McKinsey & Company. Masing-masing perusahaan tersebut menyumbangkan keahliannya dalam program akselerasi ini.

Dalam jumpa pers yang digelar di Menara Digitaraya pada Selasa (10/9) siang tadi, program akselerator ini akan mencari 20 startup dalam 4 angkatan selama 6 bulan ke depan. Gelombang pertama program ini dijadwalkan berlangsung dari 10 September hingga 27 September.

Managing Director Digitaraya Nicole Yap menegaskan bahwa startup yang dicari dalam program ini harus yang bisnisnya sudah berjalan meskipun masih berskala kecil. “Fokus kita ke startup yang masih early stage,” kata Nicole.

Nicole juga menambahkan bahwa saat ini ada jarak antara jumlah startup yang makin banyak di Indonesia dengan aliran pendanaan yang hanya masuk segelintir startup. Jarak tersebut yang menurut Nicole diusahakan teratasi lewat program akselerator ini.

SVP of Product Management Gojek Dian Rosanti menyebut, pihaknya sejatinya punya riwayat mentoring dan pembinaan ke sejumlah startup. Namun ia mengakui pihaknya belum punya cukup pengalaman untuk menggelar program akselerasi sehingga menggandeng Digitaraya.

Dalam program ini Gojek Xcelerate menyusun kurikulum bersama mitra mereka. Kurikulum itu memuat sejumlah materi mulai dari growth hacking, penggunaan machine learning, data science, pengembangan model bisnis yang tepat untuk startup, serta cara mengukur valuasi perusahaan.

Peserta juga akan diberi kesempatan konsultasi tatap muka dengan mentor yang punya pengalaman industri teknologi global. Gojek bahkan menjanjikan startup yang memiliki solusi yang cocok diaplikasikan untuk mitra atau konsumen Gojek untuk masuk ke dalam platform mereka.

“Maka dari itu kita memberi kesempatan bagi peserta program kami yang bisa menemukan solusi bagi mitra atau konsumen Gojek untuk masuk dalam platform Gojek,” ucap Dian.

Indonesia masih dinilai sebagai negara dengan potensi yang besar bagi perkembangan startup. Riset Google dan Temasek memperlihatkan Indonesia diprediksi berkontribusi US$100 miliar atau Rp1.400 triliun dalam ekonomi Asia Tenggara pada 2025. Dari 847 startup terdaftar, 46 di antaranya tercatat meraup pendanaan sebesar Rp57 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Program SIAP Kembali Hadir, Sajikan Pelatihan Intensif untuk Social Enterprise di Indonesia

Social Innovation Acceleration Program (SIAP) kembali menyelenggarakan SIAP Bootcamp 2019. Program ini menawarkan pelatihan terpadu untuk pelaku startup di bidang sosial –mulai dari validasi produk atau layanan, hingga pengembangan model bisnis.

SIAP Bootcamp merupakan program antara SIAP sebagai akselerator bisnis sosial dan Social Value UK yang didukung oleh British Council. Keduanya akan bersinergi dalam mengakselerasi pertumbuhan bisnis sosial di Indonesia melalui program Social Enterprise Development (SED) Bootcamp dengan tema Developing Inclusive and Creative Economics (DICE).

DICE sendiri merupakan program untuk meningkatkan ekonomi inklusif di negara berkembang. Tiga fokus utamanya adalah lapangan pekerjaan bagi anak muda, pemberdayaan perempuan, serta pemberdayaan kaum difabel dan marginal.

“Dengan mengikuti program Social Enterprise Development Bootcamp, para founder dapat belajar berbagai kurikulum seperti business model innovation, sustainability scheme, growth planning, impact management, dll, dengan mentor-mentor dan fasilitator yang telah berpengalaman di industri startup dan social enterprise,” ujar Managing Director SIAP Aghnia Banat.

Setiap peserta yang mengikuti program ini akan merintis dan membangun bisnis yang memiliki dampak dan berkelanjutan. Para sociopreneur inilah yang akan menjadi fondasi ekosistem perubahan positif menuju perubahan sistemik dan berkelanjutan. Dalam sinergi ini, SIAP dan British Council akan menyelenggarakan 4 SED Bootcamp di 4 kota, yaitu Jakarta, Makassar, Malang, dan Solo untuk 120 social enterprise terpilih.

Setelah sukses menyelenggarakan 4 program dan menginkubasi lebih dari 50 social entrepreneur di Jakarta, bootcamp kali ini akan terbagi menjadi 5 tahapan utama, yaitu: Online Onboarding, Kick-Off Bootcamp, Online Support, Technical Bootcamp dan Demo Day, serta Post Bootcamp.

Durasi kegiatan intensif selama 1,5 bulan. Para founder akan mendapat kesempatan untuk mendapatkan hands-on mentoring dari para expert, networking dan akses kerja sama dengan stakeholder di bidang sosial.

Untuk rangkaian kegiatan bootcamp, berikut agendanya:

  • Solo: 8 Juli – 23 Agustus 2019 (deadline pendaftaran 23 Juni)
  • Malang: 26 Agustus – 18 Oktober 2019 (deadline pendaftaran 10 Agustus)
  • Makassar: 7 Oktober – 29 November 2019 (deadline pendaftaran 27 September)
  • Jakarta: 21 Oktober – 6 Desember 2019 (deadline pendaftaran 5 Oktober)

Mengenai informasi selanjutnya, bisa didapatkan di www.socialinnovation.id atau melalui instagram @socialinnovation.id.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Innovation Acceleration Program

BlueChilli Buka Program Akselerator untuk Startup di Bidang Kesehatan

Venture studio BlueChilli meluncurkan akselerator healthtech berbasis di Singapura. Bekerja sama dengan Enterprise Singapore, mereka membuka kesempatan untuk membantu pengembangan healthtech di Asia Tenggara, termasuk dari Indonesia.

“Ada potensi besar bagi healthtech untuk secara signifikan meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara. BlueChilli percaya bahwa Indonesia sudah siap untuk teknologi dan inovasi yang dapat mentransformasi layanan kesehatan dalam memenuhi tantangan kesehatan yang dihadapi populasi negara ini,” terang Program Director Health BlueChilli Seow Hui Hong.

Ia juga mengatakan, Indonesia adalah pasar yang menjanjikan untuk platform healthtech. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa pemerintah Indonesia telah mengalokasikan 5% dari anggaran negara untuk mendukung kemajuan healthtech di Indonesia.

Para founder yang terpilih nantinya akan berkumpul di Singapura selama periode akselerasi. Namun untuk proses karantina, para founder bisa tetap tinggal di kota asalnya. BlueChilli akan memberikan dukungan menggunakan platform digital untuk menyiasatinya.

“Kami membantu para pendiri yang tidak memiliki latar belakang teknologi atau startup untuk membangun produk pertama mereka, menumbuhkan daya tarik pasar untuk memperoleh pelanggan pertama mereka, memiliki jalur untuk mendapatkan investasi serta panduan untuk mengembangkan tim mereka,” imbuh Hui Hong.

Healthtech di Indonesia

Dalam sebuah laporan survei yang diterbitkan Gallen Growth Asia, industri healthtech di Asia Pasifik di paruh pertama 2018 nilai investasinya mencapai $3.3 miliar. Angka tersebut membuat regional ini menjadi terbesar kedua di dunia untuk nilai investasi.

Indonesia turut serta dalam menyumbang dalam pertumbuhan nilai investasi tersebut, hanya saja angkanya masih jauh di bawah jika dibandingkan dengan India, Tiongkok, Singapura, dan Jepang. Hanya saja di Indonesia inovasi untuk startup teknologi kesehatan mulai banyak bermunculan dengan ide yang beragam.

Sejauh ini ide-ide menarik pun mulai bermunculan. Sebut saja CekMata.com sebuah platform yang memanfaatkan teknologi untuk mendeteksi katarak dan luka diabetes. Ada juga Homecare24 yang mengusung konsep mendatangkan perawat ke rumah. Selain itu masih ada Alodokter, Halodoc, Sehati TeleCTG, Medi-Call dan lainnya.