Agrowing Fasilitasi Serba-Serbi Bisnis Agrikultur

Teknologi memegang peran penting dalam bisnis di era seperti sekarang. Contoh sederhananya pemanfaatan situs e-commerce dan teknologi internet untuk membantu memasarkan dan juga sebagai portal transaksi yang mudah dan cepat. Agrowing memahami potensi ini. Dengan platform yang dikembangkannya, Agrowing berusaha menyediakan berbagai macam produk dan jasa terkait pertanian dan peternakan yang berkualitas.

Memulai kiprahnya pada tahun 2017 dengan modal dari para co-founder-nya, Donnie Aqsha, Indra Destyono, Dimas A.P Putro, dan Maryono, Agrowing memiliki visi dan misi tak hanya menjadi platform e-commerce tetapi juga menyediakan berbagai macam jasa yang berkaitan dengan pertanian dan peternakan.

Di penghujung tahun 2018 Agrowing tercatat memiliki beberapa lini bisnis yang dijalankan. Tak hanya menyediakan produk hasil pertanian dan peternakan, Agrowing juga menyediakan perlengkapan berkebun seperti benih, bibit, media tanam, pupuk dan segala macamnya. Agrowing juga menyediakan produk peternakan hingga perikanan, menjual hewan ternak hingga ikan hias seperti Arwana.

Selain itu, Agrowing juga menyediakan berbagai macam jasa yang berkaitan dengan pertanian dan peternakan. Antara lain adalah jasa menyediakan hewan ternak untuk aqiqah dan paket agrowisata hingga pelatihan terkait pertanian dan peternakan, seperti budi daya.

Menurut penuturan Tim R&D Agrowing Septina Mugi Rahayu, produk yang memiliki peminat cukup tinggi adalah produk benih dan bibit tanaman hingga buku-buku terkait pertanian terbitan IPB Press.

“Agrowing saat ini memiliki mitra kebun BDB Farm seluas 10 hektar dan tergabung dalam Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia (KBHI). Produk yang dijual berasal dari mitra yang sudah kami verifikasi terlebih dahulu kualitas dan jenis produk serta ada garansi yang akan diberikan,” imbuh Septina.

Septina lebih jauh menjelaskan bahwa saat ini bisnis yang bermarkas di Bogor ini telah berhasil mendirikan mini packing house di lab Lapang Pertanian, Leuwikopo, IPB Darmaga. Di sana menyediakan produk buah segar siap saji seperti Nanas, Jambu Kristal, Mangga, dan produk olahan buah seperti jus buah dan asinan nanas.

Dengan target pelanggan seperti petani, pengelola kebun buah, reseller, perkantoran, retailer dan eksporter hingga reseller rumah tangga Agrowing terus berupaya untuk menggenjot kenaikan jumlah pelanggan melalui promosi di media sosial dan event offline.

Septina juga menjelaskan saat ini Agrowing dijalankan sesuai visi dan misi mengikuti milestone yang sudah ditetapkan. Tak hanya menjadi platform e-commerce tetapi juga menyediakan menyediakan aplikasi agriculture, membangun packing house hingg amenyediakan pelatihan.

“Target 2019 kami penambahan jumlah lahan yang dikelola untuk produk eksport, launching aplikasi kebun buah, dan penambahan produk olahan buah,” tutup Septina.

UMG Idealab Berencana Investasi ke 20 Startup Indonesia Tahun 2019

Setelah sebelumnya memberikan investasi kepada 11 startup asal Indonesia, UMG Idealab, sebuah Corporate Venture Capital (CVC) yang merupakan anak perusahaan UMG Myanmar, di tahun 2019 mendatang berencana untuk memberikan pendanaan kembali kepada startup asal Indonesia.

Rencananya UMG Idealab akan memberikan investasi ke 20 startup Indonesia yang menyasar sektor IoT, Big Data, AI, Voice Recognition dan tentu saja Agritech dengan ticket size $50.000 – $1.000.000.

Di bulan Oktober lalu, perusahaan telah memberikan investasi kepada Biotika dan bulan November kepada Bahasakita.

UMG Idealab memiliki dua lini bisnis. Yang pertama di Myanmar adalah inkubator yang membantu para startup memulai bisnis mereka. Sementara yang kedua berada di Indonesia berupa Corporate Venture Capital (CVC) yang mendanai startup dengan pendanaan seed funding.

Upaya UMG Idealab untuk fokus ke startup Indonesia ditunjukkan secara serius dengan memberikan seed funding kepada startup, sesuai dengan fokus mereka sebagai CVC yang bersifat agnostik, meskipun bisnis startup agriculture akan selalu mempunyai nilai lebih terhadap perusahaan. Hingga saat ini UMG Idealab telah mendanai startup di Myanmar, Indonesia dan Thailand.

Rencana lanjutan UMG Center of Excellence

Sesuai dengan rencana sebelumnya, UMG Idealab berencana mendirikan UMG Center of Excellence di Indonesia. Nantinya fasilitas ini akan dibangun di daerah Bangunkerto, Kec. Turi, Sleman. Fasilitas ini akan difungsikan sebagai laboratorium berbagai kegiatan penelitian Agro-Biotech, riset alat-alat pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian berbagai hal terkait teknologi sektor pertanian. Jika sesuai dengan target, tahun 2019 mendatang sudah dibangun UMG Center of Excellence di Indonesia.

“Sekarang kita sedang menyelesaikan izin-izinnya untuk didirikan di Yogyakarta dan akan segera membangun bangunannya, namun untuk project / research saat ini sudah berjalan,” kata Founder UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Agriculture Market Sikumis Receives Funding from Telkom’s Subsidiary

Agrotech startup, Sikumis, announces further funding from Metralog, a Telkom Group’s subsidiary. It is following the previous one four months ago. The amount isn’t disclosed.

Sikumis, using the fresh funding, will enhance product development in its platform. Currently, they’re not only focused on the agriculture sector but also to reach partners in animal husbandry and marine sectors. Its mission is to provide a platform which integrates players from the beginning to the end.

Previously, Sikumis had introduced e-commerce platform selling various products for the agricultural industry. As per 2016, they transformed into a marketplace by hoping to provide a broader choice of products and business models.

In helping farmers, Sikumis has introduced fintech-based service as credit finance, p2p lending, and SRG-based (warehouse receipt system) online auction market. Metralog will also support another digitization in providing efficiency in the agricultural product distribution chain.

Recently, Sikumis has formed a strategic partnership with Kredivo. It was taken to provide credit options in helping farmers purchasing their need in Sikumis service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Marketplace Pertanian Sikumis Dapatkan Pendanaan dari Anak Usaha Telkom

Startup agrotech Sikumis mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dari Metralog, anak usaha Telkom Group. Pendanaan ini menyusul perolehan sebelumnya yang didapatkan empat bulan lalu. Detail nilai pendanaan tidak diinformasikan lebih lanjut.

Dengan suntikan modal baru, Sikumis akan menggenjot pengembangan produk di platformnya. Saat ini Sikumis tidak hanya fokus sektor di pertanian, tetapi juga menjangkau mitra di bidang peternakan dan kelautan. Misinya untuk menghadirkan platform yang mengintegrasikan para pemain dari hulu ke hilir.

Sebelumnya Sikumis menghadirkan platform e-commerce yang menjual berbagai kebutuhan untuk industri pertanian. Per tahun 2016 lalu, mereka bertransformasi menjadi sebuah marketplace dengan harapan dapat menghadirkan pilihan produk dan model bisnis yang lebih luas.

Untuk membantu para petani, saat ini Sikumis telah menghadirkan layanan berbasis fintech berbentuk pembiayaan kredit, p2p lending, dan pasar lelang online berbasis sistem resi gudang (SRG). Hadirnya Metralog juga akan turut mendukung digitalisasi lain dalam memberikan efisiensi pada rantai distribusi hasil pertanian.

Belum lama ini Sikumis juga baru saja menjalin kerja sama strategis dengan Kredivo. Langkah ini diambil untuk memberikan opsi kredit dalam membantu petani mendapatkan kebutuhan yang dibeli di layanan Sikuis.

eFishery Raup Dana Seri A Senilai 58 Miliar Rupiah, Berencana Ekspansi ke Negara Asia Tahun Depan

Startup pemberi pakan ikan otomatis asal Bandung, eFishery, mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $4 juta (sekitar 58 miliar Rupiah). Investasi baru ini akan dimanfaatkan untuk memantapkan rencana ekspansinya ke negara-negara Asia pada 2019.

Pendanaan baru ini didapat dari tujuh investor baru, antara lain Wavemaker, 500 Startups, Unreasonable Capital, Social Capital, Northstar Group, Triputra Group, dan Maloekoe Ventures. Dua investor terdahulu, Aquaspark dan Ideosource juga turut berpartisipasi.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah mengungkapkan, rencana strategisnya untuk membuka pasar baru di bisnis hardware untuk kawasan Asia. Ada tiga negara yang diincar, yakni Thailand, Bangladesh, dan Vietnam.

Saat itu, menurut Gibran, ekspansi di tiga negara tersebut baru sebatas pilot project dan belum sepenuhnya komersial. Dengan raihan pendanaan baru, pihaknya akan mengomersialkan bisnis tersebut pada pertengahan 2019.

“Pendanaan ini fully untuk ekspansi bisnis kami saat ini (hardware solution). Kami ingin tingkatkan pasarnya di Indonesia dan mulai open market baru di luar negeri,” ungkapnya ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

eFishery mengembangkan solusi berbasis Internet of Things (IoT) melalui Smart Feeder, yakni perangkat pemberi pakan ikan otomatis. Salah satu fungsinya adalah memberikan pakan ternak ikan secara terjadwal. Saat ini, Smart Feeder telah digunakan peternak ikan di Jawa Barat dan Lampung.

Pada ekspansi ini, eFishery akan bekerja sama mitra lokal di ketiga negara. “Kita cari pemain besar dan kita sudah dapat partner di sana. Jadi kita tawarkan peluang bisnis dengan large corporation-nya. Misalnya, channel (distribusi) kita, bisa dipakai sebagai channel mereka. Nanti bikin perusahaan patungan (JV),” jelas Gibran.

Sebetulnya, permintaan layanan tak hanya datang dari ketiga negara tersebut. Menurut Gibran, permintaan lain juga datang dari negara-negara Asia lainnya, seperti Sri Lanka, Kamboja, dan Myanmar.

Gibran sendiri menyebut lebih memilih pasar negara besar, seperti India dan negara-negara Amerika Selatan. Di sana peluangnya sangat besar mengingat budidaya ternak udang juga besar.

“Tapi kami mau fokus di tiga negara dulu. Kalau nanti sudah proven di negara-negara tersebut, ini bisa jadi story buat kami untuk push di negara lain dan tumbuh lebih jauh lagi. Semisal, kami mau raise [pendanaan Seri B], itu bisa untuk region expansion dengan model bisnis apapun,” tambah Gibran.

Monetisasi data dengan credit scoring

Selain membuka pasar baru, eFishery juga fokus di pasar dalam negeri untuk memantapkan posisinya di rantai pasokan perikanan. Pihaknya akan mengutilisasi dan memonetisasi data yang diambil dari Smart Feeder untuk engage ke lebih banyak peternak ikan hingga stakeholder terkait di ekosistem perikanan.

Hardware yang kami deploy itu mengambil banyak data berbagai macam. Kami mau leverage dan utilisasi sehingga bisa kasih value ke customer atau klien. Contohnya, kami ingin buat semacam credit scoring yang menghubungkan petani dengan bank,” ucap Gibran.

Selama ini ia melihat banyak perbankan dan asuransi ragu untuk memberikan pinjaman atau produk asuransi kepada peternak ikan dan tambak udang karena risiko besar. Dengan data yang dimiliki, eFishery dapat mengelola dan menganalisis risiko sehingga bank mau memberikan pinjaman.

Menurutnya, hal ini dapat menguntungkan kedua belah pihak. Perbankan mendapatkan pasar pengguna baru dan petani juga mendapat akses pendanaan untuk ekspansi. eFishery melihat ini sebagai value chain baru karena dapat menawarkan Smart Feeder kepada mereka.

“Selain itu, kami bisa utilisasi data ke buyer. Data yang kami punya bisa memprediksi hasil panen dan kapan. Jadi sebelum ikan terjual, kita tawarkan hasil panen ke buyer. Dua-duanya kami sedang lakukan pilot project, tinggal tentukan model bisnisnya dan roll out di area mana dulu,”

Gibran meyakinkan bahwa pihaknya tidak menjual data, melainkan mengambil fee dari setiap transaksi pinjaman yang berhasil dari setiap data yang dihubungkan ke bank.

Terakhir Gibran menambahkan, eFishery akan memperluas pangsanya di pasar domestik dengan membuka kanal distribusi baru di area sentra perikanan di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera hingga akhir tahun ini. Targetnya, eFishery akan ada di 35 area di Indonesia dari tujuh area saat ini.

25 Startup Ramaikan Acara Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day 2018

Sesuai komitmen yang ingin diwujudkan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk melahirkan 1000 startup hingga tahun 2020, kegiatan Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day digelar di Jakarta. Acara inagurasi yang mendatangkan 15 startup asal Korea Selatan dan 10 startup Indonesia tersebut ditutup dengan pitching session di hadapan investor dan venture capital dari Korea Selatan, Indonesia, dan beberapa negara lainnya.

Dalam sambutannya Duta Besar Korea untuk Indonesia, KIM Chang Beom, mengungkapkan pemerintah Korea Selatan didukung oleh Bekraf, Kedutaan Besar Korea Selatan, Korea Trade Association (KITA), Korea Creative Contents Agency (KOCCA) memberikan kesempatan bagi startup asal Korea Selatan untuk mengembangkan bisnis di Indonesia.

“Startup Indonesia paling cepat pertumbuhannya di Asia Tenggara dengan fokus memberikan solusi kepada masyarakat. Hal penting yang juga wajib dilakukan adalah scale up, salah satunya dengan bermitra dengan berbagai partner, investor dari faktor pendukung lainnya.”

Selama satu minggu, 25 startup tersebut juga telah mendapatkan mentoring dan memperluas jaringan dengan bertemu langsung investor dari Korea Selatan. Diharapkan dengan kegiatan ini, bisa menjembatani hubungan baik antara startup asal Korea Selatan dengan Indonesia.

Didominasi oleh startup IoT dan healthtech

Yang menarik dalam sesi pitching tersebut adalah banyaknya startup asal Korea Selatan yang menyediakan teknologi hingga software untuk IoT. Mulai dari gadget khusus untuk mendeteksi penyakit hingga aplikasi dan perangkat gaya hidup untuk kesehatan dan kecantikan.

Sektor healthtech juga banyak dihadirkan oleh startup asal Korea Selatan, sementara untuk startup asal Indonesia, masih didominasi oleh layanan fintech, gaya hidup, hingga agritech. Berikut adalah daftar startup yang hadir dalam kegiatan Indonesia – Korea Tech Startup Demo Day.

Korea Selatan:

Medi Whale (AI solution for screening eye & cardiovascular disease), PayPerse (big data platform for mobile payment service), Zeus Tech (linear motor 3D printer, drone, robot), Ad Design Co (aqua drain technology), Earback (wearable bone conduction device), Paintpam (screen paint manufacturing), Xcrisp (content development & distribution), Hope (character licensing business), MH Mind (mobile billing service), Davin (natural skin care), Wayner (OS Based on Chrome OS for PC), Tripeaks Games (online e-sport game developer), Softgear (super directional speaker for vehicles), Stylepill (cross border commerce community), Diamond Tools Solutions (safe cutting diamond tool).

Indonesia:

Qiwii (aplikasi manajemen antrian untuk industri), Ponja (marketplace peminjaman barang), Vaxcorp (digital health portal & vaccination provider), Bizshare (equity crowdfunding), Gudang Voucher (electronic voucher sebagai e-money), Svara (radio platform), Hellobly (marketplace untuk penjual dan personal shopper), MSMB Indonesia (agritech & protection), Manpro (SaaS project management platform), Ailesh power (biomass manufacturing).

Crowde Announces Fresh Funding From GREE Ventures

An agritech startup engaged in Crowde’s investment segment announced fresh funding from GREE Ventures. There’s no value mentioned on the secured funding in this round. The fresh funding is planned to be used for broader reach of farmers having capital issues to develop business and to turn farmers into agropreneur in order to create an efficient agricultural ecosystem. It’s part of Crowde’s objective.

Yohanes Sugihtononugroho, Crowde’s CEO said the additional funding is GREE Venture’s form of trust with other investors to the agritech startup.

Earlier this year, Crowde has launched a special app to facilitate investors in providing loans. It allows investors to select a project to invest in and to monitor the investment output.

“The fresh funding is to be used to acquire more farmers using additional capital. We’re aware of many farmers with capital issues, it’s often hard for them to get loans from financial institutions,” he explained.

As a platform running the business in the agriculture sector, Crowde strives to understand farmers deeper. They want to make a sustainable agriculture ecosystem by gathering farmers with various parties to facilitate a better project. During 2018, Crowde has succeeded in distributing funds worth Rp30 billion raised from 24,000 investors to 10,00 farmers in 276 villages in Indonesia focused on agriculture, livestock, and fishing projects.

“We expect with the additional capital to be distributed to farmers, they can improve the agricultural products quality, therefore, capable to earn more,” he added.

In its attempts to build a sustainable ecosystem, Crowde focuses and prioritizes education to farmers in terms of technology and financial management. It is also the main issue for farmers to develop business. Crowde also partners with farm shops and off-taker (in all over Indonesia) to perceive zero cash society for farmers no longer have to accept capital in cash.

“We determine to facilitate up to 100 thousand farmers with Rp70 billion worth of capital distribution in 2018, we’ll keep trying to be the agricultural capital platform with trust and cooperative spirit,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Crowde Umumkan Perolehan Pendanaan dari GREE Ventures

Startup agritech yang bergerak di segmen pendanaan Crowde mengumumkan penerimaan pendanaan dari GREE Ventures. Tidak ada keterangan berapa dana yang berhasil diamankan dalam putaran pendanaan kali ini. Rencananya dana baru ini akan dimanfaatkan Crowde untuk memperluas jangkauan petani-petani yang mengalami kesulitan modal dalam mengembangkan usahanya dan menjadikan petani sebagai agropreneur demi terciptanya ekosistem pertanian yang efisien. Sesuatu yang menjadi tujuan Crowde.

CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho mengatakan, pemberian dana tambahan ini merupakan bentuk kepercayaan GREE Ventures dan investor-investor lainnya kepada startup pertanian tersebut.

Awal tahun ini Crowde meresmikan aplikasi khusus untuk memudahkan investor dalam memberikan pinjaman. Aplikasi tersebut dapat digunakan investor untuk memilih proyek yang mau didanai dan memantau hasil investasinya.

“Dana tambahan ini akan kami gunakan untuk meningkatkan jumlah petani yang dapat kami raih melalui tambahan modal. Karena kami menyadari bahwa masih banyak petani yang memiliki masalah utama dalam permodalan mereka sulit mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan,” terang Yohanes.

Sebagai platform yang bergerak di sektor pertanian, Crowde mencoba memahami petani lebih jauh. Crowde ingin membentuk sebuah ekosistem pertanian yang berkelanjutan dengan cara mempertemukan pelaku usaha tani dengan berbagai pihak yang dapat mempermudah proyek petani. Sepanjang tahun 2018 pihak Crowde telah berhasil menyalurkan dana sebesar Rp30 miliar yang terhimpun dari 24.000 investor kepada 10.000 petani di 276 desa di Indonesia dengan fokus pada proyek pertanian, peternakan dan perikanan.

“Kami berharap dengan adanya tambahan modal yang dapat kami salurkan kepada petani, mereka dapat meningkatkan kualitas hasil dari usaha pertaniannya sehingga pendapatan mereka pun juga mereka pun juga meningkat,” imbuh Yohanes.

Dalam upayanya membangun ekosistem yang berkelanjutan, Crowde memfokuskan dan memprioritaskan edukasi kepada para petani, dalam hal teknologi dan manajemen keuangan. Hal tersebut yang merupakan masalah utama petani dalam mengembangkan usahanya. Crowde juga menjalin kerja sama dengan toko tani dan off-taker (di seluruh Indonesia untuk mewujudkan zero cash society sehingga petani tidak lagi menerima permodalan dalam bentuk tunai.

“Tekad kami bisa membantu hingga 100 ribu petani dengan nilai penyaluran modal mencapai Rp70 miliar di tahun 2018 ini, Kami terus berupaya untuk menjadi platform permodalan pertanian dengan semangat gotong royong dan terpercaya,” tutup Yohanes.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Pengalaman SmarTernak Ikuti “Google Demo Day Asia” di Shanghai

Menjadi satu-satunya startup asal Indonesia yang dipilih Google Asia Pacific untuk acara Demo Day Asia merupakan pengalaman yang berharga buat DycodeX. Melalui SmarTernak, perusahaan pengembang software asal Bandung ini, mendapatkan kesempatan untuk bersaing dengan 9 startup dari negara lainnya di Asia dalam acara Demo Day Asia di Shanghai bulan September 2018 lalu.

Kepada DailySocial, CEO DycodeX Andri Yadi mengungkapkan, dipilihnya SmarTernak mewakili Indonesia mengikuti acara Google Demo Day Asia 2018, merupakan validasi dan justifikasi tersendiri buat DycodeX yang membuktikan bahwa teknologi yang dikembangkan telah diakui dan memberikan impact untuk orang banyak.

“Sesuai dengan misi kami, ketika mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari kegiatan ini, adalah untuk bisa melakukan scale up dengan bantuan dari mentor dan sumber daya dari Google,” kata Andri.

Bersaing dengan 9 startup lainnya di Asia, tim SmarTernak mendapatkan kesempatan bertemu dengan para founder startup lainnya dan bertemu secara langsung dengan mentor Google. Selain kesempatan untuk memberikan pitching kepada para juri, SmarTernak juga mendapatkan masukan menarik untuk produk yang dikembangkan.

Potensi scale up SmarTernak

Andri mencatat terdapat sekitar 16 juta ternak di Indonesia, namun faktanya Indonesia masih melakukan impor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tanah air. Menurut Andri, persoalan ini terjadi karena adanya mismanagement, yang ternyata juga di-highlight para mentor Google Demo Day Asia.

“Dalam kegiatan pitching tersebut, kami dari SmarTernak diminta untuk melihat peluang dan potensi yang ada. Intinya adalah bagaimana SmarTernak bisa melakukan scale up dari sisi cakupan produk dan layanan juga negara,” kata Andri.

Lanjut Andri, tidak hanya teknologi untuk ternak saja yang bisa dikembangkan DycodeX. Para mentor juga melihat perlindungan dan pengawasan terhadap satwa liar juga bisa dijadikan peluang untuk dikembangkan secara teknologi.

“Saat ini negara lain sudah banyak menerapkan teknologi hingga sensor untuk ternak hingga hewan. Di Indonesia sendiri masih belum banyak startup yang mengembangkan teknologi tersebut,” kata Andri.

Masih dalam proses penjajakan bertemu dengan investor lokal dan asing, Andri dan tim sempat bertemu dengan beberapa perusahaan venture capital. Kesempatan tersebut dimanfaatkan memperluas jaringan dan melakukan diskusi dengan VC yang tertarik untuk berinvestasi.

“Sesuai dengan target kita, hingga akhir tahun 2018 diharapkan kita sudah memiliki pendanaan baru tahapan Seri A agar bisa dimanfaatkan untuk scale up dan ekspansi ke negara lainnya,” ujar Andri.

Tips mengikuti kegiatan Demo Day

Setelah mengikuti acara Google Demo Day pertama di Asia (sebelumnya di Amerika Serikat dan Eropa), Andri melihat kesempatan yang diberikan Google kepada DycodeX, sejalan dengan rencana perusahaan, yaitu fokus scale up dan memberikan layanan yang berguna untuk orang banyak.

“Saya melihat startup yang siap melanjutkan ke tahap scale up, telah memiliki revenue, dan telah melakukan fundraising bisa menjadi bagian dari Demo Day Asia selanjutnya. Fokus kepada layanan yang berguna untuk orang banyak,” kata Andri.

 

DataHub.id Permudah Survei Pertanian, Lakukan Pendataan Lapangan Berbasis Aplikasi

Kegiatan riset untuk berbagai kebutuhan kini semakin mudah dengan solusi pendataan lapangan berbasis aplikasi. Setelah satu tahun berjalan, PT 8Villages Indonesia akhirnya meresmikan kehadiran DataHub yang menawarkan solusi pendataan lapangan secara real time.

PT 8Villages Indonesia merupakan startup yang bergerak di bidang TIK dengan visi memodernisasi dunia pertanian. Selain DataHub.id, perusahaan juga mengembangkan social network Layanan Informasi Desa (LISA) dan Rego Pantes yang merupakan layanan jual-beli produk pertanian.

Head of DataHub.id Gia Pratama mengatakan, saat ini DataHub.id fokus untuk sektor di riset pertanian. Sektor ini dipilih karena perusahaan memiliki visi untuk mendorong sektor pertanian di Indonesia. Apalagi, menurut data Badan Pusat Statistik periode 2003-2010, Indonesia telah kehilangan sebanyak 5,1 juta petani.

“Kami punya visi untuk memodernisasi sektor pertanian di Indonesia, maka itu perlu sentuhan teknologi dengan solusi pendataan lapangan DataHub.id,” ujar Gia ditemui di Media Briefing DataHub.id.

Gia memaparkan ada sejumlah masalah yang acap kali ditemui saat pendataan di lapangan terjadi. Misalnya, rendahnya kualitas data akibat manipulasi, validasi, dan salah input. Kendala lainnya adalah sulitnya memonitor kinerja tim di lapangan serta tingginya biaya dan yang dibutuhkan dalam mengolah data dalam bentuk digital.

Kehadiran DataHub.id diharapkan dapat mempermudah kegiatan riset karena pengumpulan data tidak lagi menggunakan material kertas. Semua informasi dicatat di aplikasi dan tanpa koneksi internet. Solusi ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan bisnis maupun studi akademis, mulai dari institusi, komunitas, hingga mahasiswa.

Keuntungan lainnya adalah tim yang melakukan riset dapat dimonitor, hasil riset dapat dilaporkan secara otomatis, serta DataHub.id dapat digunakan dengan kustomisasi (white label) baik dari sisi flow, laporan, fitur, hingga logo.

“Kami akan mengembangkan sistem cerdas yang dapat menjadi standar agar dapat di-push ke tim kapangan. Selain itu, kami juga membekali pelatihan aplikasi kepada 300 penyuluh lapangan dan administrasi dari pemerintah,” tambah Gia.

Perlu diketahui, pengumpulan data memang dilakukan menggunakan aplikasi (mobile-based). Sementara pengolahan data dapat diakses lewat situs web (web-based). Dalam mengakses pengeolahan data, DataHub.id menyediakan dashboard yang  juga dapat menunjukkan perkembangan distribusi data di lapangan secara real-time.

Saat ini, DataHub.id sudah digunakan Komunitas Lada di wilayah pertanian Bangka Belitung untuk memonitor standar pertanian yang berdampak terhadap pada kualitas hidup para petaninya dan juga untuk mengukur efektivitas asuransi petani jagung di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Mencari model bisnis

Gia menuturkan, pihaknya masih mencari model yang tepat untuk bisa memonetisasi bisnisnya. Saat ini, DataHub.id menjalankan bisnisnya berbasis proyek yang diterima (project based). Ada insentif diberikan kepada para penyuluh dan surveyor.

Ia mencontohkan, untuk proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), penyuluh mendapatkan insentif apabila mencapai target, meskipun mereka sebetulnya telah mendapat gaji dari pemerintah. Untuk non penyuluh, insentif yang diberikan berdasarkan per data yang masuk.

“Kami sedang mencari model bisnis yang tepat, makanya saat ini kami masih berjalan dari proyek. Apabila dari proyek-proyek ini, kami menemukan temuan baru, seperti fitur, kami mau kembangkan sistem yang independen,” tutur Gia.

Application Information Will Show Up Here