Go-Jek Akuisisi LeftShift India untuk Perkuat Tim Aplikasi Mobile

Go-Jek mengumumkan akuisisi terhadap LeftShift, sebuah konsultan pengembang aplikasi mobile yang berbasis di India. Dengan akuisisi, atau lebih tepatnya acqui-hire ini, para pengembang LeftShift akan bergabung dengan Go-Jek Engineering India yang berpusat di Bangalore. Hal ini bakal menambah kembali jajaran pekerjaan teknis yang “diekspor” ke India.

LeftShift sebelumnya merupakan konsultan Go-Jek dalam pengembangan aplikasi mobile. Managing Director Go-Jek Engineering India Sidu Ponnappa dalam pernyatannya mengungkapkan Go-Jek telah menjadi klien Leftshift selama setahun terakhir dan menyanjung Leftshift dalam jajaran pengembang aplikasi mobile terbaik di negara tersebut.

Go-Jek bukanlah satu-satunya startup Indonesia yang menggunakan jasa LeftShift. Tokopedia juga masuk ke dalam jajaran portofolionya.

Seperti dikutip dari e27, Pendiri dan CEO Leftshift Sudhanshu Raheja dalam pernyataannya mengungkapkan, “Peluang dan tantangan di Go-Jek sangat luar biasa. Memahami cara kerja operasionalnya, kami tahu bahwa sumberdaya dan teknologi kami bakal menjadi komplemen dan mengakselerasi pengembangan produk Go-Jek.”

Tidak pernah akuisisi layanan pengembang di Indonesia

Go-Jek setidaknya sudah 3 kali mengakuisisi layanan konsultan teknologi (dan satu layanan teknologi kesehatan) di India, sedang di Indonesia kemungkinan besar dia baru mengakuisisi sebuah pemilik lisensi e-money. Mengapa mereka memilih mengembangkan tim teknis di India dan tidak mengakuisisi konsultan lokal?

Dengan track record Go-Jek yang sebelumnya juga pernah menggandeng sejumlah konsultan lokal saat pengembangan aplikasi Go-Jek di masa awal, bisa jadi ada standar tertentu yang sayangnya tidak cocok dengan Go-Jek. Entah itu kualitas pekerjaan ataupun harga yang perlu dibayar, pendirian Go-Jek Engineering India merupakan sinyalemen kuat bahwa pekerjaan-pekerjaan teknis tersebut tidak akan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat.

Application Information Will Show Up Here

Setelah Moodstocks, Kini Giliran FameBit Dicaplok Google

Setelah mengakuisisi Moodstocks, sebuah startup asal Paris dan Anvato, Google kembali melakukan ekspansi instan dengan mengakuisisi perusahaan teknologi. Kali ini mereka mengonfirmasi telah membeli Famebit.

Famebit adalah sebuah platform marketplace yang menghubungkan pembuat video dengan para pemasar dan brand yang ingin mesponsori konten-konten mereka. Pasca akuisisi yang tak disebutkan nilainya ini, Famebit masih akan beroperasi sebagai perusahaan mandiri untuk menggarap sektor yang mereka geluti selama ini. Tapi masa depan FameBit masih mungkin berubah sesuai dengan keinginan pemilik barunya.

Bagi Google, bergabungnya Famebit dapat menjadi sentuhan baru bagi layanan video mereka, YouTube di mana monetasi menjadi hal paling dikhawatirkan oleh sang tuan. Sejak membeli YouTube, Google memang mengalami kesulitan “menguangkan” sekian banyak traffic yang berseliweran di sana.

Kepiawaian Famebit di ranah video konten marketing bisa menjadi wilayah baru bagi pencipta video untuk menghasilkan pendapatan melalui iklan dan konten-konten bersponsor. Memberikan akses kepada mereka untuk terhubung secara langsung ke merk dan juga menghadirkan solusi teknologi yang tepat bagi perusahaan untuk menemukan cara promosi yang efektif.  Di saat yang sama, platform ini membantu YouTube untuk mengoptimalkan sistem yang ada dan meraup lebih banyak profit.

FameBit sendiri dibekingi oleh starup asal Los Angeles, Science, Inc. dengan jumlah video brand berjumlah 250.000 dan masih akan terus bertambah. Keunikan FameBit, ia tidak hanya fokus pada bintang YouTube yang sudah punya nama besar, tapi juga YouTuber yang baru memulai namun punya ide yang orisinil dan yang terpenting konsistensi.

Sumber berita YouTubeBlog dan FameBit.

EMTEK Dikabarkan Akuisisi Layanan Sistem Pembayaran DOKU

Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, EMTEK dikabarkan telah mengakuisisi layanan sistem pembayaran DOKU. Kami masih berusaha mengkonfirmasi informasi ini ke kedua belah pihak dan bakal memperbarui artikel ini.

Raksasa media EMTEK dalam beberapa tahun terakhir ini memang sangat aktif mengeksplorasi dunia digital, melalui KMK Online, dalam bentuk investasi dan pembuatan platform sendiri, dari sektor e-commerce (Bukalapak, Kudo, Bobobobo), messaging (BlackBerry Messenger), dan video (Vidio). Langkah berinvestasi (atau akuisisi) di layanan sistem pembayaran adalah langkah menarik yang melengkapi sinergi produk digital yang dimiliki.

DOKU didirikan tahun 2007 dan merupakan layanan sistem pembayaran digital terdepan Indonesia dan telah melengkapi layanannya dengan produk wallet dan marketplace Popazop.

Di tahun 2014, DOKU mengungkapkan total transaksi yang dikelola selama setahun sebesar 6,5 triliun Rupiah. Sejak akhir tahun 2015 DOKU mencatat jumlah pengguna Doku Wallet sudah mencapai 850 ribu pengguna, sementara jumlah merchant saat ini 17 ribu. Terakhir DOKU bekerja sama dengan PayEase Tiongkok untuk mengakomodasi pembayaran menggunakan UnionPay. DOKU dipimpin oleh Thong Sennelius, Budi Syahbudin, Nabilah Alsagoff, dan Himelda Renuat.

Ketika Pendiri Memutuskan Menjual Startup-nya

Akuisisi dan merger perusahaan pada dasarnya adalah hal yang lumrah terjadi dalam dunia bisnis. Pun begitu, terkadang terlewat juga pertanyaan mengapa keputusan untuk menjual startup diambil pendiri bahkan ketika startup yang dibangun berada di jalur yang tepat. Meski ada beragam pendapat, namun kami mencoba untuk melihat dari sudut pandang pemain lokal yang pernah menjual startup-nya seperti Jason Lamuda (Co-Founder Disdus), Andry Suhaili (Founder PriceArea), dan Michael Saputra (Co-Founder Klik-Eat).

Skema akusisi dan merger memang terlihat mudah untuk dilakukan di atas permukaan, namun pada kenyataanya ada banyak hal perlu dipertimbangkan oleh pendiri ketika akan mengambil keputusan ini. Bukan hanya sekedar memiliki kesamaan visi, ingin perusahaan terselamatkan, ada kata sepakat, dan selesai begitu saja.

Apa yang harus ditanyakan kepada diri sendiri sebelum menjual startup?

Jason, yang sebelumnya membangun Disdus dan kini membangun Berrybenka, mengatakan, “Di saat ada offer untuk diakuisisi, harus ada pertimbangan seorang founder sebagai ‘management of the company’ dan sebagai ‘shareholder of the company’. Ini adalah dua hal yang berbeda dan belum tentu objektifnya sama.”

[Baca juga: Keputusan Mengambil Uang Tunai atau Saham Ketika Menjual Startup]

Lebih jauh, Jason juga menyampaikan lima hal yang harus dipikirkan oleh pendiri disaat akan mengambil keputusan untuk menjual startup-nya, yaitu:

  1. Apakah lebih baik bagi perusahaan untuk stay independent atau diakuisisi sekarang? Jika stay independent, financial gain-nya apa? ROI (Return of Investment) untuk shareholder berapa?
  2. Berapa likuiditas / cashout untuk akuisisi?
  3. Berapa lama lock-up­ period untuk continue menjadi manajemen setelah akuisisi?
  4. Apakah pendiri mau / bersedia untuk bekerja sama untuk acquirer?
  5. Apakah shareholders lainnya akan setuju? Berapa ROI mereka?

Pertimbangan peluang pribadi dan perusahaan

Setali tiga uang, Andry yang kini tetap membangun PriceArea setelah diakusisi Yello juga menyuarakan hal yang tidak jauh berbeda. Andry mengatakan bahwa pada dasarnya kesepakan akuisisi dan merger bisa terjadi karena memang ada benefit untuk pribadi dan perusahaan.

“Dari sisi pribadi, ini seperti peluang emas untuk loncat ke pencapaian karier yang lebih tinggi. Bisa lebih cepat belajar dan juga mengalami dan memperluas networking. Faktor lainnya juga dari segi keuangan yang saya terima, karena mencairkan saham,” ujar Andry.

Andry menambahkan, “Dari sisi perusahaan, saya melihat peluang untuk mendapatkan direct access ke resource yang mungkin sulit saya capai jika [hanya] berjalan bersama investor. Resources yang saya maksud adalah, Know-how, Teknologi, Keuangan, Manajemen, dan lainnya. Waktu itu saya juga berpikir kalau bergabung dengan tim yang jauh lebih kuat pasti bisa mengakselerasi growth yang saya inginkan, lebih cepat ketimbang bila saya lakukan sendiri.”

Andry juga menceritakan bahwa sebelum diakuisisi waktunya lebih banyak tersita untuk kegiatan fund raising ke VC demi mengangkat nilai perusahaan dan mencari modal kerja. Kini, setelah proses akuisisi, pihaknya bisa lebih fokus dalam membangun perusahaan (produk dan tim) bekerja sama secara langsung dengan tim internal dari parent company.

In the end, startup is a business that need return value

Pandangan yang tak jauh berbeda juga disampaikan oleh Michael yang sebelumnya membangun Klik-Eat dan kini membangun Black Garlic. Menurut Michael, sudah menjadi tugas seorang pendiri atau CEO untuk memberikan nilai balik terbaik kepada shareholder perusahaan, karena membangun startup adalah bisnis.

Michael mengatakan, “Startup itu bisnis, dan seperti bisnis lainnya, dia perlu menghasilkan pemasukan atau nilai balik investasi terbaik untuk para shareholder. Sebagai CEO [atau pendiri], sudah jadi tugas saya untuk memberikannya. Jadi ketika ini berkaitan dengan menjual startup, proses pengambilan keputusan utama harus diarahkan untuk menjawab pertanyaan itu. […] Jika penawaran tidak merefleksikan nilai perusahaan dan perusahaan bisa menghasilkan nilai yang lebih baik di masa depan, tidak perlu menjualnya.”

[Baca juga: 5 Kesalahan yang Kerap Dilakukan Entrepreneur Saat Menjual Startup]

“Tentu pada kenyataannya tidak akan sesederhana itu karena yang namanya buyout offer itu ada banyak macamnya, dari jenis buyout-nya (all cash, all stock, combination of them, etc) sampai terms lainnya seperti payout tranches, future performance based payment, etc. That’s where the water becomes muddy and experience is needed,” ujar Michael lebih jauh.

Ketika keputusan untuk menjual startup harus diambil, alasan ataupun latar belakangnya akan kembali kepada masing-masing individu pendiri. Ada yang menjual startup karena dia sudah merasa cukup dan ingin beristirahat, ada juga yang ingin mengakselerasi pertumbuhannya seperti Andry, dan tak jarang juga yang memulai sebuah lembaran baru seperti yang dilakukan oleh Jason dan Michael. Toh pada akhirnya startup adalah bisnis dengan merger dan akusisi yang menjadi bagian jalan ceritanya.

Go-Jek Akuisisi Marketplace Layanan Kesehatan India Pianta

Go-Jek kembali melakukan akuisisi startup asal India dalam jumlah yang tidak diungkap. Berbeda dengan proses akuisisi sebelumnya yang menitikberatkan untuk membenahi back-end Go-Jek, kali ini startup yang diakuisi adalah marketplace untuk layanan kesehatan bernama Pianta. Sebagai informasi, Go-Jek sendiri merupakan bagian dari grup investor di HaloDoc, startup Indonesia yang bergerak di sektor kesehatan.

Sebelum mengakuisisi Pianta, di bulan Februari 2016 kemarin Go-Jek telah mengakuisisi dua startup asal India bernama C24 Engineering dan CodeIgnition. Tujuan dari akuisisi tersebut adalah untuk membenahi sistem back-end Go-Jek yang sering mengalami glitch ketika pengguna melakukan order.

Sedangkan proses akuisisi Pianta kali ini memiliki tujuan yang berbeda, yakni untuk mendukung langkah Go-Jek yang ingin terjun di sektor kesehatan. Go-Jek sendiri adalah investor HaloDoc, startup Indonesia yang bergerak di sektor kesehatan. Go-Jek berkolaborasi dengan Apotik Antar untuk menghadirkan layanan Go-Med dan akuisisi ini diharapkan bisa memperkuat langkah Go-Jek masuk ke layanan kesehatan on-demand.

[Baca juga: Go-Jek Bukukan Rp. 7.3 Triliun Pendanaan Baru Untuk Dominasi Pasar]

Dikutip dari ETtech, Managing Director Go-Jek Engineering India Sidu Ponnappa mengatakan, “Go-Jek [sedang] bergerak untuk meluncurkan produk on-demand kesehatan yang masih memiliki isu di pengiriman dan logistik, sedangkan itu merupakan keahlian Pianta.”

“Tim inti Pianta berasal dari Ola dan Flipkart, dan pengalaman mereka di sektor logistik dan pembayaran sangat sejalan dengan tujuan kami dan apa yang kami rencanakan untuk dicapai di kuartal mendatang,” lanjutnya.

Pianta didirikan pada tahun 2015 oleh  Swaminathan Seetharaman (ex-Ola), Ganesh Subramanian (ex-Ola), dan Nitin Agarwal (ex-Flipkart) dan telah menerima seed funding dalam jumlah yang tidak diungkap dari pendiri Freecharge Kunal Shah dan Sandeep Tandon di awal tahun ini.

Melalui akuisisi ini, delapan orang anggota tim Pianta akan bergabung dengan engineering center Go-Jek di Bangalore, India. Dengan demikian, jumlah tim engineering Go-Jek yang akan membantu operasional Go-Jek di Asia akan menjadi enam puluh orang.

Application Information Will Show Up Here

Apple Dirumorkan Bakal Akuisisi Produsen Supercar Asal Inggris, McLaren

Desas-desus mengenai Apple sedang menggarap sebuah mobil secara rahasia sudah menyebar luas di internet selama beberapa bulan. Hingga kini memang tidak ada yang bisa mengonfirmasi, tapi seandainya benar, Apple mungkin perlu bermitra dengan sosok yang berpengalaman di bidang otomotif.

Kini muncul rumor baru yang mengatakan bahwa Apple sedang bernegosiasi dengan McLaren dan berencana mengakuisisi produsen supercar asal Inggris tersebut. Laporan yang datang dari Financial Times ini juga menyebutkan bahwa negosiasi antara kedua perusahaan telah berlangsung selama beberapa bulan.

Financial Times memprediksi nilai akuisisinya berada di kisaran $1,3 miliar sampai $2 miliar. Lebih kecil dari akuisisi Beats senilai $3 miliar, tapi toh McLaren memang bukan perusahaan sebesar Porsche atau Ferrari – meski namanya selalu diasosiasikan dengan supercar berwajah garang dan ajang balapan Formula One.

Namun kabar ini segera ditampik oleh McLaren. Kepada BBC, juru bicara McLaren mengonfirmasi bahwa mereka tidak sedang berdiskusi dengan Apple mengenai celah investasi apapun. Oke, mungkin memang bukan investasi, tapi ya akuisisi itu tadi – dua hal yang sangat berbeda secara definisi.

Terlepas dari itu, kehadiran tim engineer McLaren akan sangat membantu progress pengembangan mobil buatan Apple, seandainya semua ini benar. Apple mungkin sudah punya prototipe software untuk sistem kemudi otomatis, tapi mereka sepertinya masih butuh banyak bantuan dalam hal produksi dan perakitan mobil.

Sumber: TechCrunch.

Logitech Akuisisi Saitek Senilai $13 Juta dari Mad Catz

Penggemar game Flight Simulator dan sejenisnya tentu saja tidak asing dengan nama Saitek. Selama bertahun-tahun, pabrikan tersebut setia mengeluarkan produk peripheral yang unik dan dirancang secara spesifik untuk gamegame simulator maupun balap.

Kini Saitek harus mengucapkan selamat tinggal, bukan kepada penggemarnya, melainkan kepada Mad Catz selaku perusahaan induknya. Konsumen sebenarnya tidak perlu khawatir, sebab Saitek tidak akan menghilang begitu saja, mereka hanya akan berpindah rumah ke Logitech, dengan nilai akuisisi mencapai $13 juta.

Mad Catz yang mengakuisisi Saitek senilai $30 juta di tahun 2007 belakangan ini rupanya mengalami krisis finansial. Tidak tanggung-tanggung, krisis tersebut menyebabkan tiga petingginya turun dari jabatan CEO, direktur dan senior vice president. Maka dari itu, suntikan dana $13 juta dari Logitech tentunya bisa membantu Mad Catz untuk ‘bangun’ kembali.

Untuk Logitech sendiri, portofolio Saitek merupakan aset yang amat bernilai bagi mereka sebagai salah satu produsen peripheral terbesar sejagat. Sejauh ini peripheral untuk game simulasi Logitech baru sebatas tiga produk saja, dan kehadiran Saitek bisa dipastikan akan mengisi kekosongan tersebut.

Di sisi lain, akuisisi ini bisa dilihat sebagai langkah Logitech dalam mengantisipasi meledaknya tren virtual reality. Seperti yang kita tahu, game VR banyak yang menawarkan gameplay bertema simulasi, dan produk-produk buatan Saitek bakal menjadi incaran para konsumen.

Sumber: Tom’s Hardware dan Logitech.

Google Akuisisi Tim Ahli Location Analytics Urban Engines untuk Google Maps

Mungkin tidak banyak yang tahu, akan tetapi Google Maps awalnya bermula dari akuisisi Google terhadap sebuah perusahaan bernama Where 2 Technologies di tahun 2004. Seiring perkembangannya, Google Maps sendiri telah mengakuisisi beberapa startup guna menyempurnakan layanannya, dan baru-baru ini, mereka menggaet Urban Engines.

Ada dua hal menarik yang perlu disorot dari Urban Engines. Pertama, mereka mempunyai keahlian di bidang analytics berbasis lokasi dan telah berkontribusi atas pembangunan smart city di berbagai kawasan di dunia. Kedua, dua dari empat pendirinya merupakan mantan karyawan Google, yang berarti mereka bakal kembali ke rumah lamanya.

Terlepas dari relasi unik tersebut, sepak terjang Urban Engines dalam menganalisa pola lalu lintas kota dan bagaimana pengguna berpindah dari satu titik ke yang lainnya merupakan aset yang bernilai buat Google Maps.

Sejauh ini belum ada rencana konkret terkait peran tim Urban Engines dalam pengembangan Google Maps ke depannya. Kalau melihat portofolio Urban Engines yang melibatkan analisis aktivitas komuter, kemungkinan nantinya fitur Traffic di Google Maps bisa ditingkatkan dan dibuat lebih mendetail.

Sumber: Engadget dan VentureBeat.

Female Daily Akuisisi Pengembang Teknologi Mobile J-Technologies

Platform komunitas online perempuan Female Daily baru-baru ini mengabarkan telah mengakuisisi sebuah perusahaan pengembang teknologi mobile J-Technologies (J-TECH). Dengan pengalamannya selama lebih dari 30 tahun dalam pengembangan perangkat lunak, J-TECH akan memfokuskan pada inovasi berbagai platform teranyar Female Daily. Bersama dengan akuisisi ini, CEO J-TECH Han Kao kini telah bergabung di Female Daily sebagai Chief Product Officer.

Terkait dengan akuisisi ini, Hanifa Ambadar selaku Co-Founder dan CEO Female Daily berujar:

“Perjalanan kami selalu didasari oleh kepentingan audiens, bagaimana memenuhi kebutuhan mereka dan mempermudah keseharian mereka dalam hal dunia kecantikan. Semua yang kami kerjakan akan selalu dibangun atas filosofi tersebut dan tidak akan pernah berubah. Kami percaya Han dan timnya memiliki pengalaman dan semangat besar yang akan membantu mengangkat Female Daily melalui aplikasi mobile terdepan dan menarik bagi perempuan Indonesia.”

Mengembangkan aplikasi mobile dan platform e-commerce

Dengan adanya divisi produk teknologi, Female Daily berencana akan mematangkan aplikasi mobile untuk Android dan iOS. Rencananya aplikasi tersebut akan diterbitkan pertengahan bulan Oktober nanti. Setelah itu, tim tersebut juga akan didayakan untuk merevisit platform dan infrastruktur teknologi Female Daily. Seperti diungkapkan Hanifa, sebelumnya platform teknologi Female Daily dikelola secara outsource. Dengan adanya tim internal, diharapkan akan mampu memfokuskan pengembangan secara lebih gesit sehingga menghasilkan platform yang lebih scalable.

Rencana masuk ke platform e-commerce pun menjadi salah satu inovasi yang akan segera digalakkan. Tahun depan estimasinya. Karena platform ini menjadi salah satu yang ditunggu-tunggu di komunitas Female Daily.

“Kami juga kan punya relationship yang baik dengan pemilik brand, jadi mereka juga sudah dari lama mempertanyakan kapan kami bisa menjual produk-produk mereka. Dalam 2 minggu terakhir, kami membuka http://shop.femaledaily.com, baru ada 1 brand saja di situ karena kami juga masih beta testing, tapi ternyata responnya bagus banget dan kami akan menambah beberapa brand dalam minggu ini. Jadi filosofi Female Daily dari dulu seperti itu, berevolusi sesuai dengan membaca keinginan komunitas,” ujar Hanifa.

Keyakinan Female Daily untuk mendirikan platform e-commerce juga salah satunya didasarkan pada akurasi dan statistik pengguna yang dimiliki. Jumlah registered member saat ini ada di 300.000 pengguna dan Female Daily tahu betul terkait dengan apa yang mereka inginkan untuk produk kecantikan. Insight tersebut yang akan dibawa dan ditawarkan kepada para brand sehingga mampu menjangkau target pengguna yang pas.

Semenjak tahun 2014 lalu mendapatkan pendanaan Seri A dari Convergence Ventures, Ideosource dan Sinar mas Digital Ventures (SMDV), Female Daily telah berkembang begitu pesat. Hingga kuartal terakhir tahun ini, traksi pengunjung mencapai 10 juta pengguna, dengan unique visitors bulanan mencapai 2,3 juta pengguna. Pihaknya pun berkomitmen untuk senantiasa memaksimalkan investasi pada konten berbobot, pengelolaan komunitas dan platform inovatif untuk selalu bisa menghasilkan layanan yang memberikan dampak kepada penggunanya.

“Target tahun ini mendapatkan investasi Seri B,” pungkas Hanifa memaparkan target Female Daily setelah proses akuisisi ini.

Bercerita tentang akuisisi J-TECH, awalnya Female Daily dipertemukan dengan Han oleh salah Managing partner Convergece Ventures Adrian Li. Setelah perbincangan dan penyatuan visi, akhirnya keduanya sepakat untuk bersatu memperlebar cakupan terjang Female Daily. Han menanggapi positif terkait akuisisi ini, karena ia meyakini bersama Female Daily akan mampu melahirkan produk inovatif yang memperkuat loyalitas pengunjung Female Daily.

Pinterest Akuisisi Layanan Simpan Artikel Instapaper

Pionir layanan simpan artikel Instapaper lagi-lagi berpindah rumah. Setelah diakuisisi Betaworks pada tahun 2013, layanan tersebut kini resmi berpindah tangan ke Pinterest – tidak ada informasi mengenai nilai akuisisinya.

Sekadar informasi, Instapaper sendiri awalnya dibuat di tahun 2008 oleh Marco Arment, yang merupakan mantan developer Tumblr. Awalnya Instapaper hanya berupa sebuah web service sederhana, dimana sebuah bookmarklet “Read Later” bisa digunakan untuk menyimpan sebuah artikel secara offline.

Dari situ Instapaper kemudian terus dikembangkan hingga menjadi aplikasi iOS dan Android. Dan sejak diakuisisi oleh Betaworks, fiturnya bertambah semakin banyak; mencakup text-to-speech, speed reading maupun highlight.

Akuisisi yang dilakukan Pinterest ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, mengingat Pinterest sendiri punya fungsi yang serupa sebagai sebuah visual bookmarking tool. Baik Instapaper dan Pinterest sama-sama punya misi untuk mempermudah pengguna menemukan dan menyimpan konten web yang menarik.

Berdasarkan penjelasan di blog resminya, tim pengembang Instapaper memastikan bahwa ke depannya tidak akan ada yang berubah bagi para pengguna. Instapaper akan terus beroperasi sebagai aplikasi terpisah, hanya saja fitur-fitur yang ditawarkannya kemungkinan juga bakal diintegrasikan ke dalam Pinterest – salah satunya implementasi teknologi parsing pada fitur Rich Pin.

Sumber: Instapaper.