Rencana Lazada Indonesia untuk Kanal Khusus Produk dari Marketplace Taobao

Sebagai layanan e-commerce yang sudah menjadi bagian dari Alibaba Group, pertengahan bulan September 2017 lalu Lazada Indonesia menghadirkan kanal khusus yang menjual produk murah dan beragam dari marketplace asal Tiongkok, Taobao. Selain di Lazada Indonesia, layanan khusus ini juga sudah hadir di Lazada Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Kepada DailySocial CMO Lazada Indonesia Achmad Alkatiri mengungkapkan, layanan ini sengaja dihadirkan untuk merangkul lebih banyak lagi konsumen di Lazada Indonesia. Untuk koleksi sendiri cukup beragam, mulai dari fesyen, elektronik hingga aksesoris.

“50% assortment dari Koleksi Taobao adalah produk fesyen, diikuti produk elektronik dan aksesoris, peralatan olahraga, anak dan bayi kemudian produk home and living,” kata Alkatiri.

Pengiriman langsung dan bebas ongkos kirim

Untuk memastikan produk yang dipesan bisa segera tiba di rumah pembeli, proses pengantaran produk koleksi Taobao memakan waktu maksimal 14 hari, sejak konfirmasi transaksi diterima. Semua produk Koleksi Taobao langsung dikirimkan dari para penjual di Tiongkok ke salah satu hub Lazada Indonesia sebelum dikirimkan ke masing-masing konsumen dalam satu paket sekaligus.

“Dengan proses ini memberikan kemudahan bagi konsumen yang membeli berbagai macam barang dalam 1 transaksi. Karena konsumen cukup menerima satu paket berisikan berbagai macam barang tersebut, tidak perlu menunggu datangnya barang berkali-kali,” kata Alkatiri.

Hal tersebut diklaim Lazada Indonesia membedakan proses pengantaran saat ini yang dilakukan jika pembelian dalam jumlah banyak di penjual yang berbeda. Untuk pembayaran, Lazada Indonesia juga menyediakan pilihan COD (cash on delivery) di seluruh Indonesia.

Selain harga yang terjangkau dan pilihan terbilang besar jumlahnya, Lazada Indonesia memberikan layanan lebih berupa bebas ongkos kirim kepada pembeli, dengan berbelanja minimal Rp. 150,000.

“Target kita adalah untuk terus menjadi situs destinasi belanja online terlengkap dan terkemuka di Asia Tenggara dan Indonesia, dengan menghadirkan berbagai pilihan produk terbaik dengan harga yang terjangkau untuk menjawab keperluan masyarakat kita yang majemuk,” kata Alkatiri.

Tantangan baru untuk layanan e-commerce lokal

Sebelumnya DailySocial sempat menanyakan pendapat investor hingga pimpinan startup layanan e-commerce terkait dengan kehadiran Taobao di Lazada Indonesia. Semua pendapat tersebut mengerucut kepada tantangan hingga gangguan yang bakal di hadapi layanan e-commerce lokal di Indonesia.

Dengan harga yang murah, pilihan produk beragam dalam jumlah yang besar hingga pengiriman yang cepat, hingga bebas ongkos kirim, tentunya menjadi penawaran yang lebih kepada konsumen.

Seperti yang diungkapkan oleh Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani.

“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”

Dengan strategi yang tepat dan lebih fokus kepada kualitas produk, menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda bisa menjadi cara tepat untuk bisa bersaing dengan produk asal Tiongkok tersebut.

“Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.

Application Information Will Show Up Here

Di Tiongkok, Anda Bisa Membayar di Restoran dengan Tersenyum ke Kamera

Di Tiongkok, Anda bisa bertahan hidup selama sehari penuh tanpa perlu membawa dompet sama sekali. Asalkan Anda membawa smartphone, platform pembayaran digital seperti Alipay dan WeChat Pay dapat sepenuhnya menggantikan peran uang tunai dan kartu kredit, bahkan ketika Anda sekadar membeli jajan dari pedagang kaki lima sekalipun.

Revolusi pembayaran ini dimungkinkan berkat pesatnya perkembangan teknologi biometrik. Belum lama ini, Alibaba malah menunjukkan bagaimana konsumen dapat melakukan pembayaran hanya dengan tersenyum di depan kamera. Fitur bertajuk “Smile to Pay” ini sekarang sedang diuji bersama KFC di kota Hangzhou, tempat markas besar Alibaba berdiri.

Cara kerja Smile to Pay melibatkan sebuah mesin point-of-sale (POS) yang dilengkapi kamera 3D untuk mengidentifikasi wajah konsumen secara akurat, bahkan ketika konsumen sedang mengenakan make-up yang cukup tebal atau datang berkelompok. Prosesnya juga berlangsung cepat, dimana wajah bisa dikenali dengan benar hanya dalam waktu satu atau dua detik saja.

Kamera 3D tersebut turut dibantu oleh algoritma canggih guna memastikan konsumen tidak mencoba berbuat curang dengan menggunakan foto atau video wajah orang lain. Sebagai bentuk pengamanan ekstra, verifikasi kedua dilakukan melalui smartphone usai wajah konsumen diidentifikasi.

Alibaba pertama kali mendemonstrasikan cikal bakal Smile to Pay dua tahun silam. Fitur ini memanfaatkan teknologi Face++ dari startup bernama Megvii, yang ternyata juga dipakai oleh penyedia jasa transportasi online Didi Chuxing untuk memverifikasi identitas 1,35 juta mitra pengemudinya.

Lalu mengapa KFC yang dijadikan kelinci percobaan? Jawabannya simpel: Alibaba merupakan salah satu investor Yum China, perusahaan yang mengoperasikan sejumlah franchise makanan cepat saji macam KFC, Pizza Hut dan Taco Bell di Negeri Tirai Bambu.

Sumber: TechCrunch dan SCMP.

Raksasa E-Commerce JD Dikabarkan Investasi di GO-JEK

Perusahaan e-commerce Tiongkok JD dikabarkan terlibat dapat putaran investasi baru di GO-JEK senilai US$1 miliar, investor GO-JEK sebelumnya yakni Tencent juga disebut terlibat di dalamnya.

Dikutip dari The Information, sebenarnya babak investasi Tencent untuk GO-JEK terdiri atas dua ronde. Pertama, pada Juli 2017 senilai lebih dari Rp2 triliun. Rupanya, pada saat itu JD rupanya ikut berpartisipasi namun tidak dilaporkan. Untuk ronde kedua, kali ini JD yang memimpinnya.

Sebelum kabar ini beredar, JD juga santer disebut-sebut tertarik untuk berinvestasi di Tokopedia. Hanya saja, kabar tersebut akhirnya terbantahkan oleh CEO Tokopedia William yang secara pribadi mengumumkan langsung masuknya Alibaba dalam putaran investasi senilai lebih dari Rp14 triliun.

Kiprah investasi JD di Indonesia, sebelumnya terlihat dari partisipasi minornya untuk startup OTA Traveloka. Startup tersebut dalam setahun terakhir mendapatkan investasi hingga lebih dari Rp6,6 triliun dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Group. Traveloka pun baru-baru ini mendapat pendanaan baru dari Expedia dengan nilai lebih dari Rp4,6 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Jack Ma Resmi Jadi Penasihat E-Commerce Indonesia

Pendiri dan Executive Chairman Alibaba Group Jack Ma resmi menerima peran yang ditawarkan pemerintah Indonesia sebagai penasihat steering committee e-commerce. Hal tersebut disampaikan saat kunjungan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di kantor pusat Alibaba Group di Hangzhou, Tiongkok.

Sebelumnya di bulan September 2016 Presiden Joko Widodo sudah menawarkan peran tersebut ketika ia mengunjungi kantor pusat Alibaba Group tersebut. Meskipun demikian, sempat ada kabar bahwa “kesepakatan” ini gagal, setelah Jack Ma juga menerima peran yang serupa untuk pemerintah Malaysia.

Hari ini, pemerintah Indonesia mengukuhkan bahwa Jack Ma benar-benar menerima peran tersebut. Kepada pemerintah, Ma mengungkapkan sebagai negara kepulauan ia melihat urusan infrastruktur logistik dan informasi menjadi hal mendasar yang harus diselesaikan. Alibaba Group mengundang pemerintah mengunjungi kantor pusatnya untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Lima hari yang lalu, layanan C2C Tokopedia baru saja mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 14 triliun Rupiah yang dipimpin Alibaba Group, meskipun demikian raksasa Tiongkok ini disebutkan hanya mendapatkan kepemilikan minoritas. Sebelumnya, di level Asia Tenggara, Alibaba Group juga telah mengakuisisi layanan B2C Lazada.

Tokopedia Umumkan Perolehan Dana Baru 14 Triliun Rupiah yang Dipimpin Alibaba (UPDATED)

Dalam acara ulang tahun Tokopedia yang ke-8 hari ini (17/8), Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 1,1 miliar dollar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah) yang dipimpin Alibaba. Alibaba masuk menjadi pemegang saham minoritas dan William menegaskan tidak akan menjual perusahaan.

Masuknya Alibaba ke Tokopedia menegaskan cengkeraman raksasa teknologi Tiongkok ini di Asia Tenggara, setelah sebelumnya mengakuisisi Lazada tahun lalu. Lazada dan Tokopedia bisa dibilang adalah dua marketplace online terbesar di tanah air saat ini.

Tidak ada informasi soal berapa valuasi Tokopedia pasca akuisisi, tapi investasi ini memantapkan posisi Tokopedia sebagai unicorn bersama Go-Jek dan Traveloka. Secara resmi, ini adalah pendanaan terbesar yang pernah diperoleh startup Indonesia dalam satu putaran. Go-Jek sebelumnya dirumorkan memperoleh pendanaan $1,2 miliar (16 triliun Rupiah) yang dipimpin Tencent tapi tidak belum ada konfirmasinya.

Penegasan ini mementahkan rumor masuknya rival terdekatnya, JD.com, yang juga berminat berinvestasi di Tokopedia. Awalnya di bulan Mei JD.com memang berminat berinvestasi, bahkan mengakuisisi, tapi akhirnya Tokopedia memilih Alibaba sebagai investornya.

Dalam acara tersebut William juga mengumumkan sejumlah pencapaian perusahaan, seperti 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan. Perusahaan pun kini memiliki 1500 pegawai dan bekerja di Tokopedia Tower yang terletak di bilangan Jalan Prof Dr. Satrio.

William mengatakan Alibaba dipilih karena mereka ingin belajar dari guru yang memiliki jam terbang tinggi (di sektor e-commerce global). Ia juga menyebutkan dana yang diperoleh akan digunakan untuk memperkuat dan mengakselerasi bisnis mereka saat ini, membangun pusat R&D teknologi terbaik di Asia Tenggara dan mendatangkan kembali putra-putri terbaik bangsa yang ingin berkontribusi di tanah air.


Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Application Information Will Show Up Here

Menyimpulkan Kondisi Bisnis E-Commerce Indonesia di Paruh Pertama 2017

Bisnis e-commerce mulai memuncak di lanskap digital Indonesia setidaknya sejak tahun 2014 lalu. Nama seperti Bhinneka, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak makin santer didengar, senada dengan pemasaran masif melalui berbagai saluran, seperti televisi, untuk menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Faktor eksternal, seperti logistik dan regulasi, juga mendukung terciptanya bisnis e-commerce yang lebih kondusif.

Dinamika antar pemain bisnis terjadi tatkala investasi besar mengucur, akuisisi pelanggan gencar dilakukan dengan beragam cara. Sebut saja Shopee, online marketplace besutan Sea (dulu bernama Garena) yang berambisi menjadi C2C marketplace terbesar di Indonesia. Sebelumnya sudah ada SaleStock yang mengusung konsep sejenis. Gencar melakukan akuisisi pelanggan, insentif seperti gratis ongkos kirim dan publikasi besar-besaran dilakukan Shopee yang dinahkodai Chris Feng, berbekal pengalamannya di Zalora dan Lazada.

[Baca juga: GDP Venture Berpartisipasi dalam Pendanaan Baru untuk Induk Shopee Senilai 7 Triliun Rupiah]

Akuisisi Lazada oleh Alibaba turut menghadirkan tremor untuk pemain lokal. Kendati eksistensi Alibaba sebagai raksasa e-commerce belum tampak hadir di Indonesia, namun secara bisnis Lazada di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berdasarkan data SimilarWeb, Lazada masih menjadi yang tertinggi dalam kaitannya dengan kunjungan web, yakni mencapai 58,3 juta pada kuartal pertama tahun 2017 ini. Masih di atas Tokopedia sebagai pemain lokal yang digadang-gadang sebagai jawara dalam negeri dengan jumlah kunjungan mencapai 50,6 juta.

Akuisisi pengguna menjadi segalanya, ketika kini setiap platform telah menawarkan berbagai keunggulan layanan dan produk yang nyaris sama.

Penguasa bisnis e-commerce dunia

Memboyong penemunya menjadi jajaran orang terkaya di dunia, meski hanya dalam beberapa saat, tak salah jika Amazon ditempatkan di level puncak pemain e-commerce dunia, kendati lini bisnisnya pada akhirnya berkembang ke berbagai arah. Pola yang sama dilakukan raksasa Tiongkok Alibaba, mengawali debutnya dari IPO dengan layanan e-commerce kini penguasaan bisnis dilakukan di beragam lini bisnis, mulai dari logistik hingga penyediaan layanan komputasi awan. Keduanya bersiap hadir dan menguasai pasar di Asia Tenggara.

JD.com tak tinggal diam, dirumorkan “berebut” dengan Alibaba, akhirnya JD.com dikabarkan berhasil memboyong Tokopedia. Tak lain tujuannya adalah pasar Indonesia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan. Indonesia akan menyumbangkan separuh dari total nilai tersebut, menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan yang sangat fantastis.

[Baca juga: Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce]

Kondisi bisnis e-commerce dalam negeri

Di Indonesia sendiri, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah terkait dengan bisnis digital, termasuk aturan tentang pendanaan, perpajakan dan lainnya. Indonesia menargetkan sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar.

Menurut Menkominfo Rudiantara, Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan.

Menurut riset yang dilakukan iPrice tentang perbandingan pemain e-commerce yang ada di Indonesia, Tokopedia selalu berada di posisi jajaran teratas dari berbagai parameter Peta E-Commerce Indonesia, yaitu pengunjung per bulan, instalasi aplikasi, aktivitas Twitter, ativitas Facebook dan juga karyawan.

Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice
Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice

Tren menarik yang ada, pemain e-commerce –khususnya online marketplace—berusaha menghadirkan layanan all-in-one pada layanannya. Model dompet digital juga menjadi salah satu inovasi masif yang banyak dikembangkan. Dapat ditarik sebuah benang merah arah inovasinya, yakni membuat pengguna betah memenuhi seluruh kebutuhan di satu tempat dengan mengakomodasi perputaran uang di platform yang sama.

Pembayaran, logistik dan segmentasi menjadi hal yang coba dioptimalkan penyedia layanan e-commerce di Indonesia untuk menjadi pemenang di negeri sendiri. Konsolidasi dan akuisisi diperkirakan bakal terus santer terdengar hingga akhir tahun. Setelah Alfacart dan Cipika, siapa lagi pemain yang bakal mengibarkan bendera putih tahun ini?

Menyimak Prediksi dan Analisis Masa Depan Teknologi dari Futurist Gerd Leonhard

Dalam kunjungannya ke Jakarta, futurist dan humanist asal Jerman Gerd Leonhard menyampaikan beberapa hal menarik terkait dengan teknologi, tren masa depan dan bagaimana peranan manusia melengkapi semua hal tersebut. Dikenal cukup cerdas melakukan pengamatan dan analisis, Gerd Leonhard memaparkan secara jelas hal-hal yang perlu dicermati saat ini, bagaimana teknologi di masa depan, dan bagaimana cara terbaik menyikapi semua perubahan tersebut.

Artikel berikut akan merangkum beberapa poin menarik yang dibagikan oleh Gerd Leonhard.

Kebangkitan personal assistant

Saat ini Apple, Google hingga Microsoft telah menghadirkan personal assistant yang memanfaatkan teknologi. Meskipun saat ini masih banyak kekurangan dari teknologi tersebut (kurangnya akurasi) namun tidak dapat dipungkiri fungsi dan ide dari asisten pribadi secara perlahan mulai digemari oleh orang. Kemudahan serta kecepatan yang diberikan oleh teknologi ini, mampu memangkas waktu dan effort dari orang, sekedar untuk mencari dan menemukan sesuatu atau rekomendasi. Personal asisstant ke depannya bakal menjadi primadona.

“Saya melihat bukan hanya di Amerika Serikat, namun negara lainnya mulai bermunculan startup yang menghadirkan layanan personal assistant, termasuk tentunya di Indonesia,” kata Leonhard.

Investasi pada teknologi

Perubahan teknologi yang selalu cepat bukan hanya memberikan pilihan baru dan kemudahan untuk orang banyak namun juga sebagai faktor pengukur seperti apa tren dan perubahan yang bakal terjadi selanjutnya. Selain memiliki fungsi dengan baik, teknologi juga telah memungkinkan orang banyak untuk menciptakan suatu inovasi yang efisien dan berfungsi. Salah satu bukti kesuksesan teknologi yang cukup advance hadir saat ini adalah, teknologi mobil elektrik yang tengah dikembangkan oleh Elon Musk di Tesla.

“Kesuksesan yang telah diraih oleh Elon Musk saat ini sebagian besar berasal dari pemikiran seorang Elon Musk untuk berinvestasi sepenuhnya kepada teknologi,” kata Leonhard.

Sejak lima tahun terakhir, perusahaan besar yang sebelumnya memiliki nama besar dan berada di peringkat atas, saat ini mulai tergantikan dengan teknologi baru yang cerdas dan sangat efisien. Dari data yang ada, perusahaan papan atas yang menduduki peringkat terbaik saat ini didominasi oleh perusahaan seperti Apple, Google Alphabet, Amazon, Facebook, Tencent hingga Alibaba. Membuktikan bahwa saat ini peranan teknologi untuk merubah tren pasar pun, sudah mampu menggeser perusahaan konvensional secara global.

“Secara perlahan tapi pasti business as usual sudah mulai usang, kita sudah melihat apa yang terjadi dengan radio, surat kabar dan majalah hingga televisi. Mereka yang dulunya dikonsumsi setiap hari oleh banyak orang sudah mulai ditinggalkan.”

Perusahaan yang saat ini masih belum memanfaatkan teknologi sudah harus bergerak memanfaatkan semua kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi agar tetap relevan.

Ketergantungan terhadap data

Poin menarik lainnya yang dibagikan oleh Leonhard adalah kebiasaan dari perusahaan untuk melihat, menganalisis, dan mencermati kebiasaan dari orang berdasarkan data. Sudah banyak layanan e-commerce, agensi dan pihak terkait lainnya yang memanfaatkan teknologi tertentu untuk bisa memberikan pilihan yang relevan sekaligus beriklan kepada orang. Sistem tersebut memungkinkan mesin untuk menganalisis dan bertindak sebagai perwakilan atas apa yang disukai dan dicari oleh orang.

Dari sisi bisnis, teknologi tersebut merupakan cara paling canggih yang bisa membantu brand untuk melakukan pekerjaan dengan baik, namun di sisi lain Leonhard melihat ketika semua data telah mendominasi pasar dan disebarkan kepada orang banyak akan mengurangi personalisasi dan humanis.

“Intinya adalah manusia bukan hanya sekedar algoritma dan data, namun tidak bisa dipungkiri saat ini kita hidup saat data memiliki fungsi dan peranan yang penting.”

Ciptakan keseimbangan antara data dengan hubungan langsung kepada orang, saat brand mulai melancarkan kegiatan pemasaran atau penjualan. Jangan selalu bergantung dengan data dan menghiraukan kontak langsung dengan orang.

Peranan etika dan kemanusiaan dalam teknologi

Dalam riset yang telah dilakukan World Economic Forum, disebutkan tahun 2020 nanti terdapat terdapat 4 kemampuan yang wajib dimiliki oleh orang menghadapi berbagai tantangan dan perubahan dari teknologi. Mereka adalah pemikiran yang kritis, kreativitas, inteligensi emosi, dan keterampilan yang bisa dilatih atau Cognitive flexibility.

“Meskipun teknologi dan hal-hal terkait lainnya dapat menggantikan pekerjaan yang monoton dan sederhana, namun terkait dengan etika dan kemanusiaan tetap tidak bisa tergantikan oleh teknologi,” kata Leonhard.

Teknologi tidak bisa menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh manusia. Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan dan sebagai alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan interaksi antar manusia. Teknologi telah mampu menjadi penghubung antar manusia, dalam waktu yang cepat di berbagai media. Meskipun demikian dalam hal mengambil suatu keputusan, ide, dan inovasi, teknologi tidak bisa menggantikan peranan dari manusia.

Hadirnya Amazon di Pasar Asia Tenggara

Kabar tentang rencana ekspansi Amazon ke Asia Tenggara sudah mulai terdengar sejak tahun lalu. Rencana tersebut menguat pasca Alibaba secara resmi mengakuisisi Lazada. Dari rencana awal yang sempat terendus, Amazon memang menargetkan untuk melakukan proses ekspansi Asia Tenggara secara berangsur, dengan estimasi dua tahun. Memulai di Singapura, lalu ke negara lainnya.

Rencana tersebut kini makin gamblang, Amazon dikabarkan akan membuka layanannya di Singapura tidak lama lagi. Seperti yang diinformasikan TechCrunch, beberapa layanan yang akan diboyong pada fase awal ekspansi ini adalah layanan e-commerce Amazon, Amazon Prime dan Amazon Prime Now. Realisasi ini mundur dari rencana awal yang menyatakan Amazon akan hadir di Asia Tenggara pada kuartal pertama tahun 2017.

Desas-desus investasi besar Alibaba ke Tokopedia menjadi kode

Belum lama ini media bisnis teknologi juga santer mengabarkan tentang negosiasi antara Alibaba Group dengan Tokopedia. Dikabarkan raksasa e-commerce Tiongkok tersebut berminat untuk mengucurkan pendanaan baru untuk Tokopdia. Angkanya ditaksirkan mencapai Rp6,66 triliun. Hal ini tentu membuat persaingan e-commerce memanas, pasalnya beberapa bulan sebelumnya JD.com juga dikabarkan berminat untuk berinvestasi di Tokopedia.

Tentu Alibaba dan JD.com tidak mau menyia-nyiakan momentum pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara saat ini, terlebih jika debutnya terlampaui oleh pemain yang notabenenya bukan berasal dari Asia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan.

Indonesia sendiri akan menyumbangkan separuh dari persentase tersebut. Hal tersebut berarti jika mampu menguasai pasar lokal, dapat menjadi modal kuat untuk meletakkan akar bisnis e-commerce di wilayah Asia Tenggara.

Menetapnya Amazon di Asia Tenggara menjadi babak baru

Mudah diprediksikan bahwa hadirnya Amazon dengan basis di wilayah Asia Tenggara akan membawakan dampak besar pada persaingan e-commerce. Selain sudah memiliki “nama besar”, bisnis yang dimotori Jeff Bezos tersebut tergolong ke dalam perusahaan yang paling inovatif. Apa yang dilakukan tidak hanya mengerucut pada komponen sistem e-commerce yang dimiliki, melainkan menggarap kebutuhan dukungannya, sebut saja layanan komputasi awan dan logistik. Hal serupa yang juga kini diaplikasikan oleh Alibaba.

Sementara itu di dalam negeri kini batasan menjadi sangat tipis antara pemain e-commerce dan online marketplace, setelah sebelumnya memiliki peranan yang cukup berbeda. Sistem bisnis di dalamnya digarap sedemikian rupa, tidak hanya lagi bergantung pada penyediaan platform jual beli, namun merambah ke yang lain. Paling dominan saat ini ialah layanan digital payment yang memudahkan layanan e-commerce mendulang dana publik.

Alibaba Cloud Ajak Startup Berkompetisi dan Menguasai Bisnis Internet

Pasca diinisiasi pada tahun 2015, Alibaba Cloud kembali menyelenggarakan rangkaian kontes untuk teknopreneur di seluruh dunia lewat kompetisi bernama Create@Alibaba Cloud Startup Contest (CACSC). Ini adalah pertandingan startup-startup unggulan yang disponsori Alibaba Innovation Center (AIC) dan berkolaborasi dengan media, venture capitalist, dan partner-partner terbaik di bidang teknologi.

Di CACSC, startup yang kamu kembangkan berkesempatan untuk memenangkan tiga kategori award: Chinese Division Championship, World Champion, dan International Division Champion.

Chinese Division Championship

Kontestan akan berlomba untuk mendapatkan workspace berukuran 40 – 60 m² di salah satu kota di Tiongkok dan juga tiket pulang-pergi ke tempat kompetisi. Selain berkesempatan emas untuk mengikuti pelatihan sebelum kompetisi berlangsung, di divisi kompetisi ini startup-mu akan mendapatkan akses secara langsung ke investor-investor ternama di Tiongkok.

World Championship

Dengan terlibat di World Championship, startup akan terlibat dalam program strategis Alibaba Innovation Center untuk memperoleh akses menyeluruh dari semua lini bisnis Alibaba Group.

Pemenang juga akan diundang untuk menghadiri kegiatan seremonial di Computing Conference Hangzhou Summit 2018, sebuah konferensi saat 60.000 entrepreneur dan developer skala internasional berkumpul dan merayakan pencapaian mereka.

International Division Championship

Tim International Division akan mengantongi akses istimewa untuk melakukan wawancara dalam proses investasi tahap pertama di grup Alibaba. Mereka akan mendapatkan voucher 50.000 dollar menggunakan produk cloud dari Alibaba Cloud International Department, tiket pulang-pergi menuju kompetisi, pelatihan mendalam sebelum pertandingan, dan mendapatkan akses secara langsung ke investor-investor Tiongkok.

Dengan para tech business expert yang mengisi kursi dewan juri (seperti Jun Shao dari DT Capital, Jun Lou dari IDG Capital, dan Zhe Wei dari Jiayu Fund), CACSC 2017 akan menjadi salah satu kompetisi yang penting bagi pegiat startup internasional.

Nah, apakah kamu salah satu juaranya?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Alibaba Cloud.

Tmall Genie Adalah Pesaing Amazon Echo Besutan Alibaba

Tren smart speaker dengan integrasi asisten virtual belum mau meredup, apalagi setelah Samsung juga dikabarkan sedang menggarap versinya sendiri. Namun yang mungkin menjadi pertanyaan banyak orang adalah, siapa sih yang memulai tren ini? Amazon jawabannya.

Menjelang akhir tahun 2014, retailer online terbesar itu merilis Amazon Echo, sebuah speaker berwujud silinder yang dapat dioperasikan via perintah suara berkat integrasi asisten virtual bernama Alexa. Tiga tahun berselang, satu fitur Echo yang belum tersaingi oleh rival-rivalnya adalah bagaimana Alexa bisa membantu pengguna membeli barang dari Amazon hanya dengan beberapa ucapan saja.

Fungsionalitas Echo terkesan sangat masuk akal jika melihat peran Amazon sebagai retailer online. Hal ini tampaknya memicu retailer online besar lain untuk mengembangkan smart speaker-nya sendiri. Perusahaan yang saya maksud adalah Alibaba, yang didirikan oleh Jack Ma yang merupakan orang terkaya nomor satu se-Asia.

Tmall Genie

Pesaing Echo besutan Alibaba tersebut dijuluki Tmall Genie. Dari namanya saja sudah bisa kita tebak apa fungsi utamanya, yakni untuk memesan barang dari Tmall, situs belanja online kepunyaan Alibaba, hanya dengan menggunakan perintah suara. Kalau Echo ditenagai oleh Alexa, Tmall Genie mengandalkan bantuan asisten virtual bernama AliGenie.

Untuk mengaktifkan beragam fungsinya, pengguna tinggal mengucapkan frasa “Tmall Genie” dalam bahasa Mandarin, diikuti instruksinya. Untuk urusan keamanan, Tmall Genie diklaim mampu mengenali suara pemiliknya demi memastikan tidak ada orang asing yang memesan barang dari Tmall tanpa izin.

Hardware-nya sendiri mengadopsi gaya desain serupa dengan Echo: silindris, dengan speaker grille mengitari bagian bawahnya, diikuti oleh LED di bagian dasar perangkat yang menyala ketika perangkat diaktifkan. Ia dibekali total enam mikrofon yang dapat menangkap suara dari jarak sejauh lima meter, bahkan ketika ada musik yang mengalun dalam volume 75 desibel.

Juga senasib dengan Echo saat pertama dirilis, Tmall Genie awalnya hanya akan tersedia untuk konsumen terpilih. Harganya dipatok 499 yuan, atau hampir 1 juta rupiah, dan dijadwalkan dikirim ke konsumen mulai 17 Juli mendatang.

Sumber: The Verge.