AWS dan Midtrans Berkolaborasi Melahirkan Pojok Usaha, Dorong UKM Mengadopsi Teknologi Cloud

Amazon Web Service, Inc. (AWS) dan Midtrans sepakat melakukan kolaborasi bisnis yang kemudian melahirkan sebuah platform baru, Pojok Usaha. Platform baru ini dirancang untuk menyederhanakan penggunaan teknologi oleh pelaku bisnis kecil dan menengah di Indonesia.

Continue reading AWS dan Midtrans Berkolaborasi Melahirkan Pojok Usaha, Dorong UKM Mengadopsi Teknologi Cloud

5 Paparan Adopsi Digital di Industri Logistik Indonesia

Pandemi Covid-19 memaksa banyak pelaku bisnis di Indonesia untuk mengadopsi layanan digital, tak terkecuali industri logistik, baik di first mile, mid mile, maupun last mile. Dengan situasi saat ini, bagaimana upaya ekosistem digital dalam mendukung tren logistik ke depan?

Diskusi menarik di sesi #SelasaStartup bersama Co-Founder dan CEO Shipper Budi Handoko dan Startup Account Manager Amazon Web Services Nicolas Tjioe mencoba memahami upaya mempercepat laju industri logistik menuju digital selama pandemi dan pasca pandemi.

Tantangan pelaku logistik

Pasar logistik Indonesia diestimasi bernilai $221 miliar, di mana e-commerce menjadi salah satu pendorong pertumbuhan. Sementara, nilai industri e-commerce Indonesia di 2020 mencapai $40 miliar dan diprediksi meroket menjadi $88 miliar di 2025. Inipun baru kontribusi dari e-commerce saja yang diprediksi tumbuh 4-6 kali lipat.

Dengan melihat tren jasa logistik di Indonesia, pelaku startup logistik berupaya menjangkau cakupan rantai logistik di Indonesia mengingat kondisi geografis masih menjadi salah satu tantangan besar bagi pelaku bisnis.

Budi Handoko menilai bahwa saat ini pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur dan akses internet di seluruh Indonesia. Para pelaku logistik di Indonesia juga mulai mengadopsi teknologi dan solusi berbasis digital dengan tujuan untuk memberikan kemudahaan akses kepada mitra dan konsumen.

“Salah satunya melalui solusi cloud yang dapat memudahkan mitra dan konsumen untuk mengakses produk kami. Dengan begitu, semua jarak dapat tereleminasi baik dari sisi infrastruktur utama maupun produknya,” ujar Budi.

Momentum pandemi dan hari raya

Ada insight menarik lainnya yang ditangkap Shipper dan AWS, yaitu tren logistik di masa pandemi dan hari raya Lebaran. Menurut Budi, pandemi memberikan blessing in disguise terhadap industri logistik secara keseluruhan, termasuk Shipper. Permintaan terhadap pengiriman makanan, barang, dan alat-alat kesehatan memicu kenaikan jasa logistik selama masa pembatasan sosial.

Selama situasi ini, Budi mengaku tidak mengembangkan inovasi baru karena Shipper sudah lebih dulu membangun infrastruktur dan teknologi sebelum pandemi, termasuk mempersiapkan strategi untuk menekan kemungkinan cost yang lebih besar. Dengan kesiapan tersebut, pihaknya mengaku dapat mengakomodasi lonjakan permintaan yang tinggi.

“Pandemi menjadi turning point bagi kami karena jasa logistik meningkat seiring banyaknya permintaan pengiriman dan penjual yang beralih ke alat-alat kesehatan. Teknologi yang kami bangun sebelumnya menjadi berguna di masa pandemi,” ujar Budi.

Dari sisi adopsi digital, Nicolas Tjioe mengakui bahwa pandemi memunculkan tantangan efisiensi bagi pelaku bisnis. Dari situasi ini, AWS turut berperan untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku logistik yang banyak berkutat dengan proses bisnis manual.

“Selama ini banyak bisnis logistik menggunakan invoicing secara manual. Untuk menyelesaikan hal itu, mereka sebetulnya tidak perlu bangun tim IT atau data karena bisa pakai solusi managed services dari AWS. Solusi ini bantu mendigitalkan data menjadi softcopy. Ada banyak managed services yang dapat membantu tim logistik fokus di business growth tanpa perlu urus operasional,” jelas Nicolas.

Demikian juga di momentum Lebaran yang dapat memicu peningkatan pengiriman sebesar 5-10 kali lipat. Solusi yang ditawarkan AWS masih relevan dengan momentum tersebut. Dalam pengalamannya membantu pelaku bisnis, Nicolas menyebutkan bahwa solusi autoscaling dapat memprediksi tren scalability. 

Artinya, setiap ada lonjakan trafik, solusi ini secara otomatis dapat membaca tren kebutuhan yang diperlukan pelaku logistik secara akurat. Dengan solusi ini, time to market menjadi lebih cepat dan customer experience terhadap pelanggan tidak terganggu.

Teknologi untuk logistik

Dari sisi teknologi, Budi juga berbagi tentang inovasi yang dikembangkan Shipper. Pertama, inovasi untuk segmen retail. Menurutnya, teknologi ini dapat membaca tren logistik di area tertentu dan membantu pelaku bisnis untuk menemukan jasa pengiriman logistik yang sesuai dengan kebutuhan, tetapi tetap terjangkau.

Kedua, teknologi untuk fasilitas pergudangan. Pihaknya mengembangkan solusi yang sekiranya dapat membantu pengiriman barang dari jarak jauh, Makassar ke Jakarta misalnya, dengan biaya yang lebih murah. Ketiga, mengembangkan teknologi forecast kepada merchant ketika stok barang di gudang sudah mulai menipis.

Mencari pendanaan dari investor

Di industri manapun, termasuk logistik, investor akan selalu memikirkan return of investment (ROI). Dalam kasus investor yang sudah berinvestasi di perusahaan logistik dan mendapatkan keuntungan, tentu ada kemungkinan besar investor akan tertarik berinvestasi kembali.

Namun, Budi menilai mencari investor jangan hanya terbatas di dalam negeri saja. Menurutnya, penting untuk mencari investor luar karena skala bisnis logistik tidak hanya di Indonesiaa, tetapi juga di global. Artinya, ketika ingin melakukan ekspansi ke luar, pelaku bisnis dapat memanfaatkan jaringan investor global yang dimiliki.

“Masuknya Shipper ke Y Combinator membuat kami menjadi dikenal oleh global. Kendati begitu, saat ini kami masih fokus di Indonesia karena negara kita luas sekali. Bahkan cakupan logistik di Indonesia mungkin masih seperti piramida, masih banyak di atas,” tambahnya.

Apabila mendapat investor yang baru masuk ke logistik, ia menyebut bahwa open communication menjadi kunci penting untuk menjalankan bisnis ke depan.

Memulai transformasi digital

Bagi pelaku logistik yang ingin memulai transformasi digital, saat ini sudah banyak layanan cloud yang mengakomodasi kebutuhan ini. Di AWS, Nicolas memberikan contoh tiga opsi program yang dapat dipertimbangkan oleh pelaku logistik untuk memulai adopsi digital.

Pertama, opsi founder portoflio atau ditujukan bagi pelaku bisnis yang baru membangun minimum viable product (MVP). Kedua, opsi VC portfolio atau ditujukan bagi pelaku bisnis yang sudah menerima pendanaan dari investor. Dan ketiga, program SaaS factory yang menawarkan solusi bagi pelaku bisnis yang sudah masuk ke tahapan diversifikasi produk.

“Efisiensi dan menaikkan daya saing adalah manfaat yang dapat diperoleh dari transformasi digital. Dalam konteks industri logistik, transformasi ini dapat mengurangi biaya dan membangun long-term growth. Yang ingin kami tekankan, tidak semua harus dibangun dari scratch karena AWS support dari sisi inovasi,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Alpha JWC: Kota Tier 2 dan 3 Menjadi Kunci Lompatan Ekonomi Digital di Indonesia

Alpha JWC Ventures bersama Kearney menerbitkan laporan terbaru terkait potensi pertumbuhan digital non-metropolitan di Indonesia. Laporan berjudul “Unlocking the next wave of digital growth: beyond metropolitan Indonesia” ini merupakan hasil kolaborasi dengan Credit Suisse, Amazon Web Service (AWS), dan Xiaomi Indonesia.

Dalam paparannya, Co-Founder dan General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe mengatakan, pihaknya ingin memberikan pemahaman lebih dalam mengenai potensi pertumbuhan digital di kota-kota tier 2 dan 3 Indonesia. Tujuannya tak lain untuk menarik minat investor global sehingga dapat membantu mempercepat pertumbuhan digital di area tersebut.

Laporan ini disusun berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) di berbagai industri yang tersebar di 13 kota tier 2 dan 3, serta hasil survei terhadap 2.100 responden consumer dan 1.100 retailer di 23 kota di Indonesia.

Investasi digital Indonesia di 2020

Sebagai pembuka, laporan ini mengungkap investasi digital di Indonesia naik dua kali lipat di 2020 dengan total nilai $4,4 miliar (Rp64,1 triliun) dari $2,1 miliar di 2019. Menariknya, meski total nilai investasi digital naik secara tahunan, jumlah kesepakatan (deal) tercatat turun dari 221 menjadi 173 deal.

“Pandemi Covid-19 membuat investasi startup di early stage hingga Pra Seri A menurun. Startup di later stage dan sudah punya traction bagus, mendapat alokasi pendanaan yang besar. Contoh, Ajaib menerima pendanaan Seri A yang saya pikir terbesar di Indonesia,” ujar Jefrey.

Menurut Jefrey, investor mengucurkan banyak investasi di Indonesia, tetapi masih menahan diri dan berhati-hati. Terlebih due diligence masih sulit dilakukan di situasi pandemi Covid-19. Kendati demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan 15 investor, sebanyak 80% mengaku optimistis investasi di sektor digital bakal kembali naik di Indonesia.

Hal ini diperkuat sejumlah faktor, antara lain meningkatnya pertumbuhan marko ekonomi, adopsi layanan digital, hingga upaya pemerintah mendorong ekosistem startup digital di kota tier 2 dan 3.

Potensi digital non-metropolitan

Salah satu temuan menarik yang turut disoroti dalam laporan ini adalah potensi dan proyeksi kontribusi kota-kota di tier 2 dan 3 terhadap ekonomi digital Indonesia. Untuk memberikan paparan mendalam, Nielsen turut berpartisipasi memetakan informasi yang diperoleh di lapangan.

Berdasarkan klasifikasi laporan ini, tier 1 (metropolitan) terdapat 15 kota, tier 2 (rising urbanites) ada 76 kota, tier 3 (slow adopter) ada 101 kota, dan tier 4 (rigid watchers) ada 322 kota di Indonesia. Periset menggunakan beberapa skor parameter untuk mengklasifikasikan kota, antara lain expenditure per capita (35%), ukuran populasi (25%), penetrasi internet (20%), GDP provinsi (10%), dan kepadatan penduduk (10%).

Secara umum, pertumbuhan ekonomi digital di kota-kota tier 2 dan 3 diestimasi naik lima kali lipat dalam lima tahun ke depan. Dari sejumlah wawancara dengan responden C-Level di startup SME, fintech, dan social commerce, konsumen di tier 2 dan 3 tumbuh signifikan sehingga ekspektasi pertumbuhan dalam 1-2 tahun ke depan diharapkan 50% datang dari luar Pulau Jawa.

Saat ini, metropolitan tercatat masih berkontribusi besar (24%) terhadap GDP nasional. Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi di area non-metropolitan juga meningkat pesat. Apabila potensi digital di tier 2 dan 3 dapat dikembangkan secara signifikan, kontribusi GDP-nya dapat naik 3-5% di 2030, dan GDP Jakarta otomatis bakal menyusut 5-6%.

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 80% dari total populasi di area non-metropolitan merupakan segmen yang terlambat mengadopsi teknologi (laggards). Karena dominasi laggards di tier 2 dan 3, sebanyak 50% responden mengaku tidak tahu (aware) dengan sejumlah aktivitas digital.

Sumber: Nielsen, Kearney analysis
Sumber: Nielsen, Kearney analysis

Laporan ini menemukan bahwa e-commerce (66%) merupakan aktivitas yang paling dikenali responden. Sementara, awareness untuk aktivitas digital lain tidak sampai 50%, antara lain ride hailing (47%), food delivery (41%), edtech (30%), payment (24%), lending (11%), dan healthtech (5%).

Rendahnya awareness digital di tier 2 dan 3 disebabkan oleh sejumlah faktor. Sebanyak 53% responden mengaku sulit menggunakan layanan, 44% responden menyebut faktor harga dan promosi, dan 41% terkait ketersediaan produk. Menariknya, beberapa aktivitas digital di kota tier 1 kurang dikenali responden, yaitu lending (15-20%), edtech (<10%), healthtech (<10%). Sementara, awareness ketiga kategori layanan tersebut di tier 2 tak sampai 5%.

Menurut laporan ini, saat ini kota tier 2 dan 3 baru di tahapan memulai adopsi digital dan tertinggal 4-5 tahun adopsinya dari kota tier 1. Namun dalam analisisnya, adopsi di tier 2 dan 3 bakal meningkat di 2025 seiring dengan semakin familiar dan terbiasa konsumen menggunakan layanan digital.

Sumber: Nielsen, Kearney analysis
Sumber: Nielsen, Kearney analysis

Lebih spesifik lagi, kota tier 2 dinilai lebih siap mendongkrak pertumbuhan digital dibandingkan tier 3 dan 4. Hal ini karena semakin banyak pemain dan enabler yang fokus di area tersebut. Pemerintah juga dinilai mulai menyebarkan fokus pengembangan infrastruktur di luar Jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan provinsi di Indonesia Timur lainnya.

Yang perlu dipertimbangkan startup dan investor

Menurut Shirley Santoso, Partner dan Presiden Direktur Kearney, kunci untuk bisa melakukan leap frog ekonomi digital di Indonesia terletak pada area tier 2 dan 3. Terlebih dengan situasi pandemi, adopsi digital meningkat signifikan. “Hal ini memicu adopsi di tier 1 menjadi lebih matang dan ruang pertumbuhan mengecil. Ini membuat pelaku startup mulai ‘lari’ ke tier 2 dan 3,” tambah Shirley.

Laporan ini juga mengungkap temuan lainnya yang dapat menjadi pertimbangan startup dan investor dalam mengembangkan fokus bisnisnya ke depan. Responden di Jawa menilai ada tiga perhatian utama dalam  mengadopsi digital, yaitu (1) kemudahaan penggunaan, (2) promosi dan harga, serta (3) ketersediaan produk.

Sebaliknya, responden non-Jawa justru lebih memperhatikan aspek (1) keamanan, (2) kemudahan penggunaan, dan (3) pengiriman dalam menggunakan layanan digital.

Apabila para stakeholder dapat menyelesaikan berbagai concern di atas, termasuk peningkatan infrastruktur, porsi ekonomi digital di tier 2 dan 3 dapat meningkat di 2025. Jika dirinci, kontribusi e-commerce bisa naik dari 30% di 2020 menjadi 48% di 2025. Kontribusi payment dapat melesat dari 22% menjadi 41%, dan ride and delivery naik dari 21% ke 35%.

Secara potensi nilai, GMV e-commerce di tier 2 dan tier 3 diproyeksi naik lima kali lipat dari $9 miliar di 2020 menjadi $45 miliar di 2025, sedangkan GTV payment diestimasi tumbuh tujuh kali lipat menjadi $20 miliar di periode sama dari $3 miliar di 2020. Kemudian, porsi ride hailing and delivery diprediksi naik dari $2 miliar ke $5 miliar.

Sumber: Alpha JWC, Kearney analysis
Sumber: Alpha JWC, Kearney analysis

Sejumlah startup tier 1 sebetulnya sudah melakukan ekspansi besar-besaran ke tier 2 dan 3. Dalam catatannya, GrabKios mulai memperluas cakupan di 500 kota, Bukalapak mengklaim telah memiliki 5 juta mitra warung yang terpusat di tier 2 dan 3, serta Tokopedia yang mulai memperluas jangkauan hingga ke pedesaan .

“Krisis yang kita hadapi itu tidak hanya krisis ekonomi, tetapi juga krisis kesehatan. Situasi ini memacu kita bagaimana Indonesia dapat mengurus krisis kesehatan dan ekonomi at the same time. Indonesia sudah mulai melakukannya lewat protokol 5M, vaksinasi, dan lainnya. Ini penting untuk bisa melalui krisis dan mendorong kembali segmen travel dan transportasi,” ucap Shirley.

AWS Indonesia’s Country Leader Talks on Data Sovereignty and Investment in the Region

Digital service development should not be separated from supporting services such as cloud technology. Amazon Web Services (AWS) as one of the cloud computing service providers in Indonesia revealed to DailySocial on the landscape of cloud business in the country and its challenges.

The cloud services are getting popular since conventional business shifted to digital. However, for several reasons, Indonesia’s adoption of cloud technology is relatively slow. AWS Indonesia’s Country Leader, Gunawan Susanto said, one of the reasons is that business practitioners’ lack of understanding on the importance of public cloud technology.

Susanto said, it was seen from the way digital service providers see how cloud computing works. Some people said the cloud infrastructure requires advance payment with a minimum contract for a few years that once violated can be subject to penalties.

“Cloud computing by definition doesn’t work like that. The system used is to pay as you go,” he said.

Another challenging factor is the quality of talents that haven’t met market demands. He shows concern about the low dissemination of information technology, particularly in the cloud business, affecting the public’s understanding of how important this service is.

AWS investment for the digital ecosystem

Dealing with these various challenges, AWS invests in various kinds of forms. Some of those include the AWS Training Certification program as free digital training for IT workers, including machine learning, artificial intelligence, also big data analysis; AWS Educate as a cloud computing training in educational institutions; AWS Activate as a place of consultation for startup engineers in the country.

He also said the training was mandatory to equally adjust HR skills, especially towards cloud computing. Even so, he admitted the investment was not enough that required a longer commitment.

“Is that enough? No, we want more. We also involved in Bekraf program as speakers in developer day, providing tech materials, collaborated with ITB for training, hackathon, and partnership with local partners and communities to extend cloud skills,” he added.

In another aspect, AWS reiterated their investment commitments in building cloud computing infrastructure in Indonesia. Gunawan explained that they’re soon to have a Region in Indonesia consisting of 3 Availability Zones.

Previously, Amazon has promised $1 billion investment or around Rp14 trillion in September 2018. It was for the next 10 years, said Amazon representative while visiting President Joko Widodo.

Local data center in the late 2021

As a cloud computing service provider, the security level has become the main concern. Susanto said the company focused on building a system for user’s data to stay secure. The plan is to build a local data center by the end of 2021 or early 2022

The important role of a local data center is affecting some businesses to doubt moving to the public cloud. By having data center in the country, they’ll be less insecure due to the protection of government regulations.

“The principle is to always have conversations on all regulations in each country. Therefore, we’ll keep helping our customers to comply with the current regulation. After all, by having data center in Indonesia, AWS customers should have easier access, particularly in the highly regulated industry,” Susanto said.

Regarding this issue, the government has prepared a revision of the Government Regulation No. 82 of 2012 on the Implementation of Electronic Transactions and Systems (PSTE). The latest news said the revised version has signed by the President. There’s one article said that overseas data storage allowed in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Country Leader AWS Indonesia Bicara Kedaulatan Data Hingga Investasi di Tanah Air

Perkembangan layanan digital tak bisa lepas dari layanan pendukung seperti teknologi cloud. Amazon Web Services (AWS) sebagai salah satu penyedia jasa komputasi awan (cloud computing) di Indonesia kepada DailySocial menjelaskan tentang lanskap bisnis cloud di Indonesia dan tantangan yang mereka hadapi.

Layanan cloud sejatinya sudah populer semenjak bisnis konvensional bergeser ke arah digital. Namun, karena beberapa alasan, adopsi teknologi cloud berjalan lebih lambat di Indonesia. Country Leader AWS Indonesia Gunawan Susanto mengatakan, salah satu sebabnya adalah pemahaman pelaku bisnis mengenai pentingnya teknologi public cloud relatif masih rendah.

Menurut Gunawan, hal itu bisa dilihat dari cara penyedia layanan digital melihat definisi cloud computing itu sendiri. Tak sedikit yang menilai bahwa memakai infrastruktur cloud harus bayar di depan dengan minimal kontrak sekian tahun yang kalau dilanggar dapat terkena penalti.

“Kalau cloud computing by definition harusnya enggak begitu. Seharusnya mereka pakai ya bayar, enggak pakai ya enggak bayar [pay as you go],” ujar Gunawan.

Faktor lain yang menjadi kendala adalah kualitas sumber daya manusia yang belum memenuhi tuntutan pasar. Gunawan memandang rendahnya penyebaran pengetahuan teknologi informasi, khususnya soal cloud, berpengaruh terhadap pemahaman publik akan pentingnya layanan ini.

Investasi AWS untuk ekosistem digital

Menghadapi berbagai macam tantangan tersebut, AWS berinvestasi dalam berbagai bentuk. Sejumlah investasi itu di antaranya adalah program AWS Training Certification sebagai pelatihan digital gratis untuk pekerja IT meliputi machine learning, artificial intelligence, hingga analisis big data; AWS Educate sebagai pelatihan cloud computing di institusi pendidikan; dan AWS Activate sebagai tempat konsultasi bagi engineer startup di Tanah Air.

Gunawan menyebut pelatihan tersebut dibutuhkan guna pemerataan kemampuan SDM terutama mengenai komputasi awan. Kendati begitu, ia mengaku investasi itu belum cukup sehingga butuh komitmen lebih panjang.

“Apakah cukup? Belum, kami mau lebih banyak lagi. Kami juga ikut program Bekraf sebagai pembicara di developer day, memberi materi khusus, bersama ITB membuat training, hackathon, dan kerja sama dengan local partner dan komunitas untuk memperluas skill cloud lebih banyak lagi,” imbuh Gunawan.

Di aspek lain, AWS mempertegas komitmen investasi mereka dalam membangun infrastruktur komputasi awan di Indonesia. Gunawan menjelaskan pihaknya segera memiliki Region di Indonesia yang terdiri dari 3 Availability Zones.

Perlu diketahui sebelumnya, Amazon menjanjikan investasi sebesar $1 miliar atau sekitar Rp14 triliun pada September 2018. Komitmen investasi untuk 10 tahun ke depan itu disampaikan perwakilan Amazon ketika mengunjungi Presiden Joko Widodo.

Data center lokal akhir 2021

Sebagai penyedia layanan komputasi awan, tingkat keamanan jadi salah satu perhatian utama. Gunawan menegaskan bahwa pihaknya banyak berinvestasi membangun sistem agar data yang disimpan oleh pelanggan aman. Rencananya data center di dalam negeri ditargetkan beroperasi pada akhir 2021 atau awal 2022.

Pentingnya data center di dalam negeri ditengarai jadi salah satu faktor sejumlah entitas bisnis ragu untuk berpindah ke layanan public cloud. Dengan berada di dalam negeri, mereka merasa datanya lebih terjamin berkat perlindungan regulasi pemerintah.

“Prinsipnya kami selalu berdialog untuk comply semua peraturan di tiap negara. Jadi kami akan selalu membantu customer kami untuk comply mengenai apa pun regulasi yang berlaku di setiap negara. Toh dengan nanti AWS punya data center di Indonesia, harusnya bisa mempermudah customer–customer terutama di industri yang regulasinya ketat,” tutur Gunawan.

Sebagai informasi, Pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Kabar terakhir menyebutkan revisi PP PSTE sudah ditandatangani presiden. Ada satu pasal yang memperbolehkan penyimpanan data di luar wilayah Indonesia.

Tim Amazon Temui Presiden, Janjikan Investasi 14 Triliun Rupiah

Amazon semakin serius memasuki pasar Indonesia. CTO dan VP Amazon Werner Vogels menemui Presiden Joko Widodo dan menjanjikan investasi 10 tahun ke depan dengan nilai $1 miliar (lebih dari 14 triliun Rupiah). Sektor cloud, melalui Amazon Web Service (AWS), menjadi sasaran perdananya. Tidak ada informasi lebih lanjut apakah layanan e-commerce-nya juga bakal hadir.

Saat menerima perwakilan Amazon tersebut Presiden didampingi Menkeu Sri Mulyani dan Kepala BKPM Tom Lembong. Sebelumnya pihak Amazon telah membahas sisi perpajakan dengan Sri Mulyani.

Sri Mulyani, seperti dikutip dari Viva, mengatakan, “Mereka menyampaikan [janji] investasi Rp14 triliun di Indonesia dalam waktu 10 tahun ke depan. [Pelaksanaan investasi] dimulai secara baik, dari sisi cloud services yang mereka lakukan.”

Vogels datang ke Indonesia dalam rangka AWS Startup Day 2018 di Jakarta. Di sela-sela acara tersebut Vogels menyatakan tidak memiliki rencana membangun server lokal di Indonesia dan bakal meningkatkan edukasi terkait teknologi cloud dengan inisiatif AWS Academy. AWS sendiri telah mendirikan kantor dan merekrut tim lokal sejak Desember 2017 lalu.

Amazon Web Service Tidak Memiliki Rencana Bangun Server di Indonesia

Sehari setelah pemberitaan potensi masuknya layanan e-commerce Amazon ke Indonesia, di ajang AWS Startup Day 2018, CTO & VP Amazon Werner Hans Peter Vogels menegaskan, Amazon tidak bisa menjawab pertanyaan dan membenarkan pemberitaan yang berupa spekulasi atau rumor.

Di hadapan media, Vogels mengingatkan kembali bahwa kedatangannya ke Indonesia fokus untuk mempromosikan Amazon Web Service (AWS) dan bagaimana startup bisa memanfaatkan teknologi cloud yang saat ini harganya sudah sangat terjangkau, untuk startup juga UKM.

“Kita memastikan teknologi yang AWS miliki adalah relevan untuk startup, UKM hingga enterprise. Kami juga telah menurunkan harga hingga 70 kali lebih murah untuk menjangkau lebih banyak pelanggan,” kata Vogels.

Tidak ada rencana server lokal

Untuk memperkuat kegiatan pemasaran, AWS memiliki tim dan kantor di Indonesia yang hadir sejak bulan Desember 2017. Disinggung apakah ada rencana membangun server di Indonesia, terkait peraturan yang membutuhkan ketersediaan server lokal di banyak sektor, Vogels menegaskan kembali hingga saat ini pelanggan AWS asal Indonesia merasa cukup puas dengan layanan yang ada, meskipun server bukan berada di Indonesia, namun di Singapura.

“Untuk mengakali persoalan tersebut, kami menawarkan solusi lain berupa struktur teknologi yang bisa diikuti dengan menggunakan koneksi langsung atau menggunakan private line di Singapura untuk mendapatkan akses langsung atau kami menempatkan tim lokal untuk bertemu langsung dengan regulator untuk bisa memenuhi peraturan yang ada,” kata Werner.

Werner menambahkan, saat ini AWS memiliki pelanggan dari kalangan startup, enterprise, hingga perusahaan finansial yang dituntut menerapkan peraturan tersebut, namun bisa diatasi dengan memanfaatkan panduan arsitektur misalnya menerapkan enkripsi.

“Jadi saya bisa mengatakan saat ini kami belum mendapatkan feedback dari pelanggan yang mengharuskan AWS untuk membangun server di Indonesia. Namun kami menyadari semua negara menginginkan akses secara private,” kata Werner.

Edukasi melalui AWS Academy

Wawancara eksklusif dengan Nick Walton dan Werner Vogels dari Amazon Web Service

Salah satu kendala yang dihadapi AWS saat ini adalah edukasi yang mendalam terkait dengan teknologi cloud, penerapan dan persoalan teknis lainnya. Untuk itu perusahaan melalui AWS Academy, melancarkan rangkaian kegiatan berkolaborasi dengan universitas, salah satunya dengan ITB dan universitas lain di Singapura.

Dengan kegiatan ini, diharapkan calon engineer yang masih berstatus mahasiswa bisa mendapatkan edukasi yang tepat dan menyeluruh soal teknologi cloud, sehingga ketika lulus bisa memahami teknologi cloud dengan tepat.

“Kegiatan tersebut sudah menjadi short dan long term plan dari AWS. Untuk memberikan pengetahuan yang mendalam, AWS Academy juga menyiapkan tenaga pengajar profesional dari Amerika Serikat hingga Eropa terkait dengan teknologi cloud,” kata Vogels.

Saat ini Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi cukup baik di Asia Tenggara, dilihat dari pertumbuhan entrepreneur, startup hingga penetrasi internet. Hal tersebut menjadikan AWS ingin berinvestasi lebih dan fokus menempatkan account manager yang siap membantu perusahaan untuk mengadopsi teknologi cloud-nya.

“AWS sudah hadir sejak 12 tahun lalu sebelum kompetitor hadir menawarkan layanan yang serupa. Untuk itu dengan teknologi dan jaminan keamanan yang kami miliki serta harga yang terjangkau, kami fokus membantu pelanggan menciptakan teknologi cloud yang tepat untuk kebutuhan mereka,” kata Vogels.

Layanan Cloud Amazon Down, Situs-Situs Besar Bertumbangan

Sejumlah situs besar seperti Reddit, Foursquare dan Pinterest mengalami gangguan pada Senin sekitar pukul 11.00 waktu Pasific Standard Time (PST) atau Selasa dini hari, pukul 1.00 WIB. Gangguan ini terjadi karena adanya penurunan performa pada pusat data Amazon yang berada di Virginia, Amerika Serikat. Continue reading Layanan Cloud Amazon Down, Situs-Situs Besar Bertumbangan

Amazon Bebaskan Public Data Set

Amazon merilis web service Public Data Sets siang tadi. Proyek ini mendorong para pengembang, peneliti, kalangan akademik dan bisnis untuk mengunggah data dalam jumlah besar ke Amazon. Data – data yang diharapkan seperti data sensus, demografi, genome, dan lain – lain. Data – data ini kemudian dapat diintegrasikan ke aplikasi lain yang mengandalkan Amazon Web Service.

Continue reading Amazon Bebaskan Public Data Set