DycodeX Cari Pendanaan Baru Seri A dan “Scale Up” SMARTernak

DycodeX, startup pengembang hardware berbasis Internet of Things (IoT), tengah mencari pendanaan baru untuk mendukung rencana pengembangan bisnisnya di tahun depan.

Hal ini diungkapkan CEO DycodeX Andri Yadi saat DailySocial menyambangi kantornya di Bandung beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan bahwa pendanaan baru ini nantinya akan mendukung segala fokus bisnis DycodeX ke depan.

“Akhir tahun ini kami mau raise (pendanaan) lagi dari venture capital. Investor potensial sudah ada, dari lokal. Dengan (rencana cari pendanaan) ini, kami mencari fokus produk dan thankfully sudah ada,” ujar Andri.

Fokus produk yang dimaksud adalah pengembangan produk IoT untuk lima kategori, antara lain Asset Tracking, Agriculture Livestock Farming, Safety and Security, Custom Hardware Design, dan Industrial.

Sebelumnya DycodeX telah mengantongi pendanaan dengan nilai yang tidak diketahui dari angel investor bernama Edo Okandar. Di awal tahun ini, startup bermarkas di Bandung ini kembali memperoleh pendanaan dari angel investor berbeda.

“Pendanaan awal tahun ini tidak bisa saya sebutkan nilainya, tetapi valuasinya sampai satu juta dollar (per Januari 2018). Bisa dikatakan pendanaan ini pra-seri A,” ujarnya.

Incar nilai pasar 233 miliar Rupiah

Andri mengungkap sejumlah pengembangan produk baru di masa depan. Namun, rencana tersebut belum dapat dirilis kepada publik. Untuk saat ini, SMARTernak menjadi salah satu fokus pengembangannya di masa depan.

Solusi peternakan SMARTernak sendiri telah mendapat dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Pertanian.

SMARTernak menawarkan solusi peternakan berbasis IoT secara end-to-end. Tak sekadar hardware, SMARTernak menyediakan layanan untuk memantau hewan ternak, mulai dari melacak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan.

“Model bisnisnya sudah jelas, pasarnya ada, dan mau scale up juga. Bahkan kami sudah siapkan target yang ingin kami incar. Saat ini ada sekitar 16 juta sapi di Indonesia, kami mau incar 1 persen atau 160 ribu sapi dalam dua tahun. Nilai dari 160 ribu itu sebesar 16 juta dollar (Rp233 miliar),” ungkap Andri.

Menurut Andri, nilai bisnis yang dipatok cukup besar karena produk yang ditawarkan DycodeX tak hanya berupa perangkatnya saja, tetapi layanan secara end-to-end.

Ia mengaku optimistis dapat mencapai target karena hingga akhir tahun ini SMARTernak bakal mendapat 10.000 sapi. Diungkapkan Andri, 10.000 sapi ini diperoleh dari peternakan milik anak usaha Astra Group.

“Hingga akhir tahun kita sudah dapat 10.000, itu saja tanpa marketing dan funding baru. Artinya dengan effort lebih banyak, dengan funding dan marketing bagus, sebetulnya target 160.000 sapi itu sudah di depan mata,” katanya.

Andri menambahkan, peternakan sapi yang dikelola korporasi itu hanya 1,6 juta atau 10 persen dari total 16 juta sapi di Indonesia. Bicara perusahaan berskala menengah hingga besar, ada belasan ribu sapi yang dikelola. Artinya, masih ada peluang besar di level peternakan daerah.

“Makanya, kami nanti mau tambah resource lagi untuk fokus pada pengembangan ini,” katanya.

Survei IoT Forum: Ada Ekspektasi dan Minat Cukup Tinggi terhadap Laboratorium IoT

Industri Internet of Things (IoT) di Indonesia belum begitu sepopuler industri e-commerce maupun fintech. Namun dalam beberapa tahun belakangan mulai banyak pengembang yang melakukan riset, bergabung dengan komunitas atau pun workshop dan seminar bertajuk IoT. Cukup banyak kebutuhan bagi para pengembang maupun pebisnis IoT di Indonesia, salah satunya adalah adanya laboratorium IoT.

Dari survei yang diadakan IoT Forum, kebanyakan narasumber menginginkan keberadaan adanya laboratorium IoT untuk membantu mengembangkan produk IoT dan mempercepat komersialisasi solusi IoT di Indonesia.

Survei disampaikan Founder IoT Forum Teguh Prasetya dalam rangka mewujudkan upaya menggapai pasar IoT yang diperkirakan akan tumbuh mencapai Rp 444 Triliun di tahun 2022 dan dengan kebutuhan perangkat perangkat atau sensor sebesar 400 juta di tahun 2022. Hasil riset yang melibatkan 112 responden dari berbagai latar belakang seperti pegawai perusahaan, pengusaha, mahasiswa, dosen, peneliti, dan regulator yang bergerak di industri TIK menunjukkan ada ekspektasi dan minat yang cukup tinggi akan peran laboratorium IoT untuk membantu membuka akses ke pasar potensial.

“Mayoritas mereka ingin bergabung dengan Lab IoT untuk belajar dan merasakan pengalaman mengembangkan produk IoT sembari membangun jejaring dengan stakeholders dalam industri ini. Sebanyak 72,3% responden bahkan sudah memiliki ide dan berniat mengembangkan produk mereka sendiri,” terang Teguh.

Laboratorium IoT juga disebut mampu menawarkan ekosistem yang mampu mengumpulkan pengembang, pengguna akhir, dan inovator untuk menjalin kolaborasi atau kerja sama demi menghadapi tantangan nyata menuju pasar komersial.

Teguh menjelaskan regulator bisa membantu dengan memberikan proteksi atau pun insentif, salah satunya dengan menerapkan kebijakan sandbox, khususnya untuk perkembangan IoT yang fleksibel sehingga memberikan ruang bagi para pengembang, mulai dari ide, perencanaan, pengembangan, sampai dengan komersialisasi.

Laboratorium IoT idaman

Hasil survei yang telah dilakukan mencatat mayoritas responden mengharapkan laboratorium IoT yang dimiliki murni oleh swasta atau pemerintah, kemudian prioritas selanjutnya adalah independen dan yang terakhir adalah laboratorium milik institusi pendidikan.

Dari hasil survei terlihat bahwa responden menginginkan laboratorium yang komplit, baik dari segi teknologi maupun dari segi industri. Ada 87,5% yang berpendapat IoT bisa memberikan manfaat khususnya untuk akses terhadap pasar komersial dan kesempatan bekerja sama dengan multi stakeholder. Harapan lainnya juga soal kesempatan mendapat pendanaan hingga kemudahan mengenai legal atau regulasi.

Untuk teknologi, responden terlihat menginginkan laboratorium yang canggih yang mendukung penerapan teknologi mutakhir. Mulai dari lingkup tersedianya platform, jaringan, perangkat dan aplikasi menjadi keinginan para responden. Untuk lokasi laboratorium, mayoritas (77% responden) menginginkan berlokasi di tengah kota dan mudah dijangkau oleh sarana transportasi publik.

spesifikasi IoT forum

Penerapan teknologi mutakhir seperti perangkat pengukuran dan uji coba, NB-IoT (Narrow Band) atau LoRa, AI, Big Data, Cloud, Wearable device dan lainnya juga menjadi harapan bagi 90% responden. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden menginginkan “kemewahan” dari segi teknologi.

Disampaikan Founder DyCodeX Andri Yadi, sebagai maker atau pengembang IoT, laboratorium IoT sebaiknya tidak hanya fokus pada riset dan pengembangan, namun juga bisa membantu produksi dalam volume terbatas.

“Perlu ada fasilitas untuk melakukan produksi dalam jumlah terbatas untuk memproduksi perangkat IoT seperti sensor atau actuators, guna memenuhi kebutuhan piloting atau trial atau Proof of Concept. Hal ini sangat mahal kalau dilakukan di luar negeri,” ujarnya.

Prediksi Perkembangan Internet of Things dan Drone di Indonesia Tahun 2017

Perkembangan teknologi memasuki level perangkat yang saling terhubung atau akrab di sebut dengan IoT (Internet of Things). Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, perkembangan IoT berkembang pesat baik dari segi perangkat maupun pemanfaatannya. Di Indonesia pun demikian. IoT mulai dilihat banyak orang sebagai bentuk inovasi sebagai generasi selanjutnya perkembangan teknologi. Banyaknya perusahaan telekomunikasi yang berinvestasi dan startup-startup yang hadir bertema IoT menjadi tanda bahwa IoT akan terus tumbuh.

Industri IoT secara umum membutuhkan persediaan perangkat dan infrastruktur yang memadai, baik dari segi ketersediaan server, cloud, maupun koneksi yang mumpuni untuk mendukung penggunaan secara maksimal. Di level perusahaan, perusahaan telekomunikasi menjadi salah satu yang terlihat gencar berinovasi di segmen IoT ini. Nama-nama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren menjadi nama yang sering diberitakan terkait inovasi mereka di segmen IoT.

Indosat Ooredoo mengembagkan Vessel Monitoring System, sebuah layanan yang dirancang untuk memonitoring pergerakan kapal dan aktivitasnya. Telkomsel juga menguji cobakan jaringan NB-IoT (Narrowband Internet of Things) di jaringan 4G yang dirancang khusus untuk menyambut tren IoT di Indonesia.

Tak jauh beda, Smartfren pun demikian. Melalui wawancara beberapa waktu lalu, Smartfren mulai fokus ke bisnis M2M (machine to machine) meski masih dalam tahap “siap-siap” meluncur di tahun ini.

Prediksi di 2017

Co-Founder IoT.co.id Martin Kurnadi berpendapat bahwa tren IoT di Indonesia di tahun 2017 akan lebih fokus ke arah B2B. Solusi akan dibutuhkan perusahaan dalam membantu memudahkan operasional, alasan lainnya karena dapat memangkas anggaran dan meningkatkan efisiensi kerja. Solusi dari IoT pun diprediksi akan dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti pengolahan data dan kecerdasan buatan.

Martin lebih jauh menjelaskan ada beberapa faktor yang akan berpengaruh pada perkembangan industri IoT di tanah air, yakni faktor teknis dan non teknis. Dari segi teknis, ketersediaan perangkat dan kompetisi dari pemain luar menjadi tantangan berarti. Ketersediaan komponen untuk perangkat masih jarang di Indonesia. Dari segi non teknis, Martin menilai masih ada kesulitan mencari model bisnis.

Salah satu penggiat IoT tanah air Andri Yadi, yang juga merupakan pendiri Dycode X, bercerita ada beberapa hal yang akan mempengaruhi industri IoT tanah air. Andri menyoroti ketersediaan jaringan yang membutuhkan low power sehingga perangkat tidak membutuhkan daya yang besar atau bisa memanfaatkan daya dari batere.

Belum lagi masalah frekuensi. Diharapkan pemerintah bisa mengatur frekuensi-frekuensi yang nantinya digunakan untuk perangkat IoT agar tetap terkendali dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Selain itu ketersediaan perangkat “mentah” masih menjadi masalah bagi para pengembang-pengembang IoT tanah air. Harapannya pemerintah bisa membantu memudahkan import perangkat-perangkat mentah ini untuk membantu inovasi para pengembang.

Untuk permasalahan lainnya, Andri melihat keamanan akan tetap menjadi concern utama. Meski para pengembang sudah sangat memperhatikan keamanan, baik dari segi data, firmware, atau perangkat mereka, keamanan perangkat-perangkat IoT ini masih tetap harus menjadi fokus seiring mulai banyaknya implementasinya.

Sofian Hadiwijaya, seorang profesional yang juga mengamati dunia IoT, menganggap pergerakan industri IoT di tanah air masih belum terlihat signifikan. Hanya saja pendidikan dan inovasi akan semakin luas mengingat semakin banyak maker di Indonesia. Untuk inovasi, Sofian melihat smart home dan smart farming masih menjadi dua sektor yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini.

Seperti dikutip dari laporan Computer Weekly, tren IoT di Asia Tenggara akan menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. Beberapa di antaranya adalah latency dan pengelolaan data.

Global Vertical Strategy and Marketing Equinix Tony Bishop dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa akses ke jaringan, cloud, dan kemampuan bekerja di berbagai lingkungan aplikasi adalah faktor sukses sebuah solusi IoT. Hanya saja semakin banyak perangkat IoT yang terhubung dan mengharuskan koneksi real time mengakibatkan permasalahan latency dan performa. Kaitannya tidak hanya dengan kecepatan akses tapi juga ketahanan.

Infrastruktur adalah salah satu jalan utama bagi inovasi dan terobosan teknologi di era sekarang. Peran pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sangat dibutuhkan di sini. Semakin baik infrastruktur yang dibangun semakin mungkin Indonesia akan mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan teknologi IoT.

Fenomena bernama drone

Wearinasia, startup yang secara khusus menjual perangkat-perangkat wearable dan drone bercerita kepada DailySocial bahwa pertumbuhan transaksi pembelian drone meningkat 100% secara YoY untuk tahun 2015-2016. Prediksinya tahun ini akan terus meningkat.

Harga drone diprediksi akan mulai membumi dengan semakin banyaknya pilihan drone di entry level, drone mini misalnya. Drone mini saat ini paling banyak dicari di Wearinasia.

CMO Wearinasia Andrew Gunawan lebih lanjut memaparkan drone ke depannya tidak hanya digunakan untuk industri hiburan, tetapi juga untuk keperluan lain yang lebih teknis.

“Saat ini penggunaan drone intensitasnya makin tinggi di industri media dan perfilman. Belakangan ada beberapa calon mitra yang menawarkan produk produk drone untuk keperluan industri, misalnya drone instalasi listrik sampai drone yang dilengkapi tear gas,” ujarnya.

Menekankan Pemanfaatan Cloud untuk Bisnis Online

Kemarin (7/12), Microsoft Indonesia dan Bhinneka menyelenggarakan talkshow bertajuk “Optimize and Accelerate Your Online Business With Microsoft Cloud Solution”. Juga, turut mengundang perwakilan dari DyCode, perusahaan pengembang perangkat lunak lokal. Bhinneka dan DyCode merupakan pengguna platform komputasi awan dari Microsoft, yakni Microsoft Azure.

Microsoft Azure adalah salah satu solusi cloud computing platform yang melayani kebutuhan Infrastructure as a Service (IaaS) maupun Platform as a Service (PaaS), khusus menangani lonjakan traffic tidak tidak terduga. Juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi pendukung dari Microsoft lainnya.

Rudy Sumadi, Channel Sales SMB Microsoft Indonesia, menerangkan komputasi awan ke depannya akan menjadi hal yang lumrah bagi seluruh bisnis online. Pasalnya, kini teknologi tidak harus dibangun secara sendiri-sendiri karena sudah ada pihak yang menyediakan layanan tersebut.

Mereka hanya tinggal membayar dan memilih teknologi mana saja yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Untuk mendukung layanan komputasi awan ini, Microsoft sudah menaruh banyak kocek dalam hal pengadaan data center.

Terhitung, Microsoft memiliki lebih dari 100 data center yang tersebar di 38 lokasi di seluruh dunia, namun belum di Indonesia. Di kawasan Asia Pasifik, Microsoft menyediakan 11 jaringan data center. Yang terbaru, pada Mei 2016 Microsoft mengumumkan penambahan data center untuk Azure di Seoul, Korea Selatan.

“Berbisnis cloud itu artinya berbicara tentang trust, sama halnya dengan perbankan. Trust itu adalah DNA-nya Microsoft. Kami juga sangat serius mengenai keamanan data pengguna, yang bisa mengakses data hanyalah pemilik saja. Kami juga aktif bangun data center,” ucap Rudy.

Keseriusan Microsoft menggarap lahan bisnis ini juga terlihat dari berbagai jenis sertifikat yang sudah diperolah, mulai dari skala global, nasional, hingga kepemerintahan.

Microsoft Azure sebagai pendukung bisnis online

Mengenai kesan-kesannya sebagai pengguna Microsoft Azure, Lodewijk Christoffel Tanamal selaku CTO Bhinneka mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera melakukan migrasi penuh ke Azure pada tahun depan. Kurang lebih, Bhinneka menjadi pengguna Azure sejak November 2015.

Lodewijk menjelaskan sebelum beralih ke Azure, penyimpanan data di cloud masih menggunakan server on premise. Dulunya, saat antisipasi menjelang momen flash sale, Bhinneka masih menggunakan cara manual yakni membeli server atau menggunakan server yang secara otomatis akan meningkatkan daya tampungnya ketika traffic melebihi ambang batas untuk mencegah terjadinya error.

Kedua cara ini memang masih digunakan oleh pelaku bisnis online pada umumnya. Akan tetapi, cara tersebut memiliki banyak kelemahan. Pasalnya, membeli server dalam jumlah banyak, penggunaannya hanya saat tertentu saja. Sementara pada hari normal, server tersebut akan jadi idle.

Di sisi lain, menggunakan server yang otomatis meningkatkan kapasitas juga terbilang terlambat. Hal ini disebabkan untuk menambah kapasitas butuh waktu yang tidak sebentar.

Menurut dia, ketika traffic sedang tinggi, Microsoft Azure memungkinkan Bhinneka untuk memperbesar skalabilitasnya secara otomatis. Ketika traffic sedang normal, skalabilitas juga akan kembali ke normal. Kemampuan seperti ini sangat membantu Bhinneka dalam memaksimalkan kenyamanan pelanggan dalam bertransaksi.

“Kami membayar resource di Azure sesuai kebutuhan karena Bhinneka ini kan layanan e-commerce jadi nature traffic-nya beda. Yang terpenting bagi bisnis e-commerce itu adalah menjaga proses bisnis tetap berjalan, terutama saat pembayaran online yang harus terekam. Itu yang terpenting,” terang Lodewijk.

Andri Yadi, CEO DyCode, menambahkan selain menggunakan Microsoft Azure untuk penyimpanan data, pihaknya juga menggunakan layanan pendukung lainnya seperti Azure Website, Mobile, Logic App, Azure Blob Storage, Azure IoT Hub, Azure Bot Service, dan lainnya.

Biaya yang dikeluarkan oleh pihaknya untuk mendapatkan seluruh layanan dari Microsoft Azure diklaim tidak lebih dari $500 per bulannya.

Menurutnya, keberadaan Microsoft Azure sangat membantu bisnisnya semisal Jepret yang membutuhkan integrasi real time antara device pengguna, cloud server, dan printer Jepret Allegra. Cara kerja Jepret ialah pengguna memotret foto dari perangkat mobile mereka dan mengunggah ke sosial media dengan menggunakan hashtag tertentu yang sebelumnya sudah ditentukan.

Setelah diunggah, foto akan otomatis melakukan printing. Ketiga unsur utama dalam Jepret membutuhkan cloud server yang besar untuk menampung seluruh foto. Printer pun harus secara otomatis bisa membaca data di server untuk mencetak foto.

“Untuk memproses jutaan foto, perlu kemampuan dan storage yang sebenarnya tidak perlu harus capai-capai bangun sendiri. Sudah ada layanan dari perusahaan teknologi yang menyediakan hal itu semua, tinggal pilih sesuai kebutuhan bisnisnya,” pungkas Andri.


Disclosure: DailySocial adalah media partner talkshow “Optimize and Accelerate Your Online Business With Microsoft Cloud Solution”. Pertanyaan mengenai paket untuk bisnis bisa diajukan ke [email protected].

BlackInnovation Developer Meetup Bandung: Berbagi Ide di Kota Kreatif

Malam itu, Bandung menampakan wujud aslinya; dingin dan sejuk, dua hal yang dipicu oleh hujan deras yang membasahi tanah parahyangan. Meski begitu, ada kehangatan yang hadir di satu sudut kota berjuluk Paris Van Java ini, tepatnya di Eduplex, Dago. Bukan, kehangatan ini bukan disebabkan oleh surabi hangat atau bajigur panas khas Bandung. Kehangatan ini muncul dari sebuah acara bernama BlackInnovation Developer Meetup pada hari Kamis (22/9).

Dibuka pada pukul 19.00 oleh MC, BlackInnovation Developer Meetup malam itu sudah dihadiri puluhan IT developer asal Kota Kembang, yang bergelut di bidang teknologi dengan berbagai peran, seperti pelaku startup dan mahasiswa Teknik Informatika. Para peserta mengikuti acara ini dengan santai, sembari menyeruput kopi atau teh dan menikmati camilan yang telah disediakan.

Sesuai dengan tema “Inspiring People to Innovate and See the Future of IoT”, BlackInnovation Developer Meetup Bandung kali ini menghadirkan pembicara-pembicara yang sudah malang-melintang di antara tiga hal; bidang IoT, dunia inovasi, atau keduanya. CEO DyCode Andri Yadi, pakar IT sekaligus technopreneur Budi Rahardjo, dan CEO Redbuzz Mediatama, Organizing Committee Blackinnovation 2016, Arifin Bong adalah tiga pembicara malam itu dan diskusi panel dibawakan oleh Chief Editor DailySocial Lifestyle Wiku Baskoro selaku moderator.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, meski hujan tak hentinya membasahi Bandung, acara malam itu, khususnya di sesi diskusi panel, berlangsung hangat. Materi-materi yang dikupas habis malam itu berkenaan dengan IoT dan segala manfaatnya, baik untuk hari ini maupun masa depan.

Pembahasan dari BlackInnovation Developer Meetup Bandung memang tidak begitu teknis. Dengan demikian, pembahasan IoT dapat dibawakan dengan lebih ‘ringan’. Bahkan terkadang tidak melulu soal IoT. “Inovasi itu berawal dari mimpi,” ujar Budi Rahardjo membicarakan soal awal proses kreatif dalam IoT, dengan gaya bicara dan pembawaannya yang khas. “Dan, mimpi itu gratis lho!” lanjutnya.

Menyambung apa yang disampaikan Budi, Andri Yadi punya pandangan juga mengenai tips berinovasi dalam aspek IoT.

“Seharusnya, inovasi itu berawal dari keresahan diri sendiri,” kata Andri. “Karena itu, saya percaya kalau orang yang banyak masalah, harusnya punya banyak ide untuk berinovasi.”

Dari keresahan itu, pihak Blackxperience.com sangat berharap bahwa BlackInnovation Developer Meetup dapat memicu rekan-rekan IT developer bisa berinovasi dan punya manfaat bagi masyarakat lewat inovasinya, dengan mendaftar ke blackinnovation.blackxperience.com.

“Kenapa BlackInnovation kali ini dibuka untuk dua bidang? Karena saya percaya bahwa di masa depan, desain produk dan Internet of Things itu perlu terkoneksi di masa depan,” ucap Arifin Bong.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlackInnovation 2016

Hackster Live Pertama di Indonesia Digelar di Bandung

Sulit untuk tidak mengatakan bahwa pengembangan dan industri Internet of Things (IoT) di Indonesia terus bergeliat. Bukti terbaru adalah adanya acara di Indonesia, sebuah acara global yang diinisiasikan oleh Hackster.io untuk mendukung gerakan positif terhadap penguasaan hardware dan software termasuk melakukan edukasi untuk para makers atau pengembang hardware dan komunitasnya. Acara ini sendiri telah berlangsung Sabtu pekan lalu bertempat di DILo Bandung, Bale Motekar Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat.

Dalam acara yang mengikutsertakan 70 orang pengembang hardware yang sudah lama berkecimpung di dunia IoT Indonesia diisi oleh pemateri-pemateri yang memang sudah akrab dengan pengembangan hardware dan industri IoT tanah air Mereka adalah Andri Yadi, penggagas DycodeEdu sekaligus duta Hackster.io, Yugie Nugraha dari Microsoft Indonesia, Rendara Toro dari Intel Innovator dan Fadhil dari Gravicode. Pembicara-pembicara yang hadir memberikan materi yang tidak lepas dari pembahasan IoT, seperti halnya membahas mengenai ESP8266-based development boards, Azure for IoT, Intel Edison dan .NETGadgeteer.

“Selain untuk menumbuhkan minat para makers Indonesia untuk berkarya di bidang IoT, acara ini juga merupakan rangkaian acara resmi dari Hackster Live untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dari Indonesia,” tutur Andri Yadi.

Selain itu Andri juga menjelaskan bahwa acara Hackster Live ini sebenarnya bisa diadakan oleh semua pihak, selama acara tersebut terdaftar di Hackter.io.

“Siapa saja bisa mengadakan acara ini, hanya saja status terdaftar atau tidaknya di Hakster.io ini yang harus diperjelas. Saya melihat DycodeEdu mampu mendukung pergerakan IoT ini, kenapa tidak untuk mengikutsertakan DycodeEdu dalam acara Hackster Live ini,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama Andri Yadi sebagai perwakilan komunitas maker dan stakeholder lainnya meluncurkan Makestro, sebuah tempat yang diperuntukkan bagi semua pihak untuk turut berpartisipasi dalam pergerakan maker ini. Secara konsep Makestro memberikan kesempatan semua orang yang bergabung untuk dapat berbagi, belajar, dan menjual karya-karya IoT buatan mereka untuk mendapatkan exposure, baik dari komunitas maupun stakeholder.

Seperti pernah kami beritakan sebelumnya salah satu permasalahan pengembangan hardware di Indonesia selain membutuhkan modal dan perangkat untuk mulai berkreasi kemungkinan mendapatkan harga yang layak juga menjadi permasalahan. Dihadirkannya acara Hackster Live dan Makestro ini sendiri seolah menjadi jawaban bagi para pengembang hardware di Indonesia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Hackster Live 2016

Menilik Inovasi Lewat Peluang IoT dan Arduino di Echelon Indonesia 2016

Echelon Indonesia 2016 tidak hanya akan membahas startup berbasis software. Perkembangan startup software dan hardware juga menjadi perhatian, tren IoT dan perangkat seperti Arduino juga bisa ikut ambil serta dalam perkembangan ekosistem digital.

Salah satu panggung di Echelon Indonesia 2016 akan menampilkan Andri Yadifounder dan CEO DyCode. Dalam panduannya, DyCode telah menghadirkan dua produk yaitu Movreak dan Jepret. Andri juga dikenal sebagai Microsoft Most Valuable Profesional sejak 2007 dan aktif di berbagai komunitas termasuk MUGI, .Net, dan juga id-Objective C.

ECID2016_AndriYadi690x390

Salah satu produknya, Jepret dikembangkan dan dilengkapi dengan elemen IoT. Allegra adalah nama produknya yang dikembangkan sendiri di dapur Dycode di kota Bandung.

Jika mengikuti Andri di media sosial, pasti melihat berbagai upload foto terkait pengembangan atau eksperimen terkait Arduino serta implementasi IoT. Di acara Echelon nanti Anda akan bisa mendapatkan paparan tentang inovasi yang hadir melalui peluang yang ada pada IoT dan Arduino.

Tren IoT memang masih memasuki babak awal namun peluang inovasi dan bisnis yang dibawanya tidak bisa dipandang sebelah mata. Mulai dari implementasi sederhana untuk meningkatkan pengalaman penggunaan perangkat keras, smart home sampai dengan smart city. Beberapa produk konsumen pun telah dikembangkan dengan konsep Internet of Things.

Andri akan hadir pada acara Echelon yang digelar tanggal 5-6 April di Balai Kartini Jakarta. Anda bisa menggunakan kode “EMPOWER20” dan mendapatkan potongan diskon 20%. Informasi lengkap acara bisa dilihat di tautan ini.

DyCode Resmikan DycodeX, Sambut Tren IoT di Indonesia (UPDATED)

Perusahaan pengembang software kenamaan asal Bandung DyCode menyambut tren positif Internet of Things (IoT) di Indonesia. DyCode siap menempuh jalan panjang ekosistem IoT yang sangat belia di Nusantara dengan meluncurkan anak perusahaan, yakni DycodeX, sebagai pengembangan bisnisnya.

CEO DyCode dan DycodeX Andri Yadi menuturkan kepada DailySocial bahwa langkah ini merupakan momen terbaik untuk mulai mengikuti arus tren IoT yang kini mulai hangat diperbincangkan. Diakui ekosistem itu sendiri masih muda, berdasarkan pengalaman mobile app bubble beberapa tahun silam DyCode justru ingin kembali menjadi pionir kali ini.

Dipersenjatai pengalaman dan kapasitas mumpuni menyambut vertikal baru yang hot

Andri saya temui di kantornya yang terletak di wilayah kota Bandung dalam perbincangan kasual tentang pembaruan terkini dari bisnis mereka. Markas besar DyCode ini dipenuhi sekitar 37 orang yang sekitar sepertiganya adalah pegawai DycodeX. Di kesempatan kali ini, Andri memulai kisah dengan memaparkan kilas balik dari keterlibatan DyCode dalam tren aplikasi mobile beberapa tahun silam yang mulai mencuat.

“Tren IoT ini, kejadiannya persis seperti bubble mobile apps di tahun 2010. Kami embraced [trennya] pada saat itu, begitu juga dengan saat ini [untuk mengadopsi IoT], sekaligus menjadi penyedia solusi IoT. Namun jika masih dalam satu payung DyCode, takutnya akan berantakan, resource yang ada saat itu juga kurang, itulah mengapa diciptakan DycodeX,” kata Andri.

DycodeX

Lebih jauh, Andri merekrut tim baru yang diperkuat dengan talenta yang kabarnya tidak hanya paham bahasa pemrograman, tetapi juga mengerti perihal microcontroller, ataupun pemahaman tentang teknik mesin yang baik. Amunisi baru ini didukung oleh dana dari Edo Okandar, seorang angel investor yang juga menggeluti dunia startup lokal. Perihal kepemilikan DycodeX ini, Edo memiliki sekitar ¼ saham, sementara sisanya dikucurkan oleh DyCode sendiri.

DyCode team / DailySocial

Layanan photo editing dan cetak Jepret yang dimiliki DyCode akhirnya bermigrasi ke DycCodeX dengan nama Allegra. Intinya Allegra merupakan penyempurnaan dari segi kenyamanan dan mobilitas yang lebih baik dari keseluruhan layanan Jepret. Tak hanya itu, sejak peresmian DycodeX pada bulan April lalu mereka berhasil membangun tiga prototipe produk lainnya, seperti: project name button, gallon, dan lamp.

Tantangan baru di vertikal baru

It’s another world, selama ini industri startup terkait dengan software. Begitu masuk ke hardware, tantangannya banyak sekali. Dari segi resource, IoT membutuhkan additional skillset yang gak hanya bisa paham mesin, tapi juga bisa coding. Secara makro, masalah ekosistemnya jauh lebih ‘mentah’,” ungkap Andri.

Disebutkan pula bahwa komponen fisik memiliki keterbatasan suplai yang harus diimpor dari negara Tiongkok. Rapid prototyping tidak memiliki pabrik perakitan dan fasilitas yang mendukung. Andri sendiri percaya di tahun 2016 nanti IoT akan mendapat perhatian jauh lebih besar dari sebelumnya. Namun perihal bisnisnya sendiri, seluruh pemainnya masih akan meraba pendekatan yang memungkinkan untuk dijajaki. Tapi semua hanya perihal waktu, dan yang jelas dukungan dari pemerintah.

“IoT ini adopsinya tentang kemulusan implementasi, bagaimana  support-nya ketika pengadopsiannya sudah masif akan menjadi tantangan lain. Salah satu yang mengganjal juga regulasi pemerintah, karena nyaris seluruh solusi IoT membutuhkan perangkat nirkabel. Sementara setiap perangkat nirkabel baru wajib melalui proses sertifikasi. Ini bisa menghambat produksi massal,” tutupnya.

Jepret Allegra by DyCodeX / DailySocial

 

Update:
Kami meralat penamaan DyCodeX menjadi DycodeX, serta tautan menuju dycodex.com

Bandung IoT Developer Day Episode 1 Ajak Pengembang Muda Indonesia Mengenal IoT Lebih Dalam

Sabtu kemarin (14/11), DyCodeEdu bersama dengan komunitas IoT4Bandung menggelar kegiatan Bandung IoT Developer Day. Di kegiatan pertamanya ini, yang mereka sebut Episode 1, tema yang diangkat adalah “Developing for IoT with Web Technologies”. Melalui acara ini, para peserta diharapkan mendapat insight yang lebih mendalam tentang Internet of Things (IoT), pengembangan IoT, dan juga peluangnya.

Bertempat di Bale Motekar, Bandung IoT Developer Day ini berhasil menarik perhatian 60 peserta yang berasal dari berbagai daerah. Bukan hanya Bandung saja, tetapi ada pula yang berasal dari Bogor dan Purwokerto. Kegiatan dengan konsep seminar ini sendiri mendapat dukungan penuh dari DyCode, Geeknesia, dan DiLo Bandung.

Sebagai pembicara, hadir Senior Technical Evangelist Microsoft Indonesia Norman Sasono, CEO DyCode Andri Yadi, CEO Geeknesia Martin Kurnadi, dan para pengurus Komunitas IoT4Bandung. Para pembicara tersebut membawakan beragam topik seperti, pengenalan IoT, pengembangan IoT (menggunakan Rasperberry Pi 2, Windows 10 IoT Core, dan Node.js), penggunaan Espruino pada microcontroller, sharing bersama komunitas IoT4Bandung, dan pengenalan beberapa perangkat IoT yang telah berfungsi dengan cloud platform.

P51114-163003

Terkait dengan latar belakang digelarnya kegiatan ini, Andri menjelaskan, “Ekosistem Industri IoT di Indonesia masih sangat awal, tidak banyak support yang bisa didapatkan. […] Melihat kondisi tersebut, DyCode melalui DycodeEdu berniat untuk sedikit berkontribusi melalui aktivitas-aktivitas yang bersifat grassroots dan langsung menyentuh hal-hal fundamental, yaitu sumber daya manusia. Harapannya, sedikit kontribusi tersebut [dapat] bersifat nyata dan langsung berdampak baik pada ekosistem.”

Peluang pengembangan bisnis IoT

Bersama dengan istilah lainnya seperti Big Data dan Cloud Computing, Internet of Things juga digadang-gadang sebagai adopsi teknologi masa depan sejak dua puluh tahun lalu. Namun, adopsinya kini masih berada pada tahap awal di Indonesia, meski sudah mulai terlihat. Paling kentara terkait adopsi IoT ini bisa kita lihat dari konsep smart city yang sedang digodok di mana-mana.

(Baca juga: Kesiapan Indonesia Mengadopsi Internet of Things)

Dengan kondisi seperti ini, artinya masih banyak peluang bagi IoT untuk tumbuh. Menurut Norman, IoT ini memiliki potensi sebesar 70 persen untuk bisnis dengan model B2B dan 30 persen sisanya adalah untuk model B2C.

Norman mengatakan:

IoT bukan hanya meliputi alat atau benda saja, melainkan meliputi perpaduan dari alat atau benda, konektivitas, data, dan analisis. […] IoT memiliki potensi sebesar 70 persen untuk bisnis secara B2B (Business To Business) dan 30 persen B2C (Business To Consumer). Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan bagi para pelaku industri untuk mengefisiensikan inventaris mereka.”

P51114-121426

Setali tiga uang, Andri dan Martin mengemukakan hal yang tidak jauh berbeda. Menurut Andri, bagaimana IoT berkembang akan bergantung pada pendekatan yang dilakukan. Contoh yang diberikan Andri adalah perangkat Allegra yang dikembangkan oleh Dycode yang diklaim sudah mendapatkan klien dan revenue.

(Baca juga: Masih Banyak PR Untuk Sukseskan Adopsi Internet of Things di Tanah Air)

Sementara itu Martin menyebutkan bahwa IoT bisa juga sebagai tools, bukan tampak muka produk atau layanannya. “Jadi tampak muka di depannya bisa apa saja, namun ‘alat’ untuk menjalankan atau mendukungnya dengan IoT,” ujarnya.

Menurut Andri, acara dan kegiatan seperti  Bandung IoT Developer Day ini direncanakan untuk menjadi kegiatan rutin dan lebih terstruktur dari sisi tema, bila dibandingkan dengan acara lain dengan tema sama. Tak menutup kemungkinan juga tema yang diangkat pun akan lebih spesifik dan berbeda dengan tema-tema sebelumnya yang sudah diangkat.

(Baca juga: Memasyarakatkan Perangkat Wearable dan Internet of Things di Indonesia)

Penetrasi IoT di Indonesia memang belum begitu terasa layaknya penetrasi internet dan mobile itu sendiri. Pun demikian, kegiatan-kegiatan seperti Bandung IoT Developer Day dan pendekatan komunitas bisa dijadiakan sebagai saluran untuk dapat bantu meningkatkan penetrasi IoT . Setidaknya, di tahap awal yang sedang dialami oleh Indonesia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner acara Bandung IoT Developer Day 

Ingin Mendalami Internet of Things? Bandung IoT Developer Day Segera Digelar

Dengan kianbanyaknya perangkat yang terhubung, terbukalah metode baru dalam komunikasi antar mesin ke mesin, atau manusia ke device. Evolusi Internet of Things jadi pesat berkat kemunculan teknologi komunikasi wireless serta embedded systems. Tibanya IoT di ‘gerbang industri IT Indonesia’ ditandai oleh diangkatnya tema tersebut di acara Indocomtech 2015.

Banyak peluang baru tercipta berkat implementasi Internet of Things di berbagai ranah. Prospek manfaat tak cuma untuk konsumen biasa, namun juga buat para penyedia infrastruktur internet dan telekomunikasi, serta developer konten. Kita tahu istilah IoT masih tergolong sangat baru, dan butuh sedikit upaya pengenalan lebih jauh pada khalayak. Kabar baiknya, ajang Bandung IoT Developer Day rencananya segera digelar pada akhir minggu ini.

Di fase pertama Bandung IoT Developer Day, diberi istilah Episode 1 oleh tim pelaksana, acara akan fokus pada pembahasan ‘Developing for IoT With Web Technologies’ atau mengupas pengembangan konten Internet of Things berbekal teknologi web, disajikan dalam bentuk seminar. Event ditujukan bagi ‘penggiat’ dan developer software yang tertarik meramu aplikasi IoT.

Setelah bagian utama rampung, acara akan dilanjutkan dengan kompetisi Bandung IoT Challenge. Tentu tujuannya adalah menantang para peminat Internet of Things serta pengembang untuk menciptakan app yang sanggup memberikan solusi atas beragam kendala di sekitar kita. Kontes tersebut dibuka secara umum, tak hanya buat peserta seminar. Di press release, belum ada info rinci mengenai IoT Challenge, dan penyelenggara berjanji segera mengungkapnya di waktu dekat.

Event ini merupakan kerjasama DyCode Edu dan Komunitas IoT4BDG. Mereka mengundang sejumlah pakar terkemuka untuk jadi pembicara, antara lain ialah Norman Sasono (Senior Technical Evangelist Microsoft Indonesia), Andri Yadi (CEO DyCode), Martin Kurnadi (CEO, Geeknesia) dan Danny Ismarianto Ruhiyat (IoT4BDG).

Sebagai pembuka, diskusi diarahkan pada tajuk pengembangan IoT buat developer web. Kemudian mulai masuk pada utak-atik kombinasi Raspberry Pi 2 plus Windows 10 IoT Core dan Node.js. Selanjutnya peserta diajak bermain-main dengan Arduino menggunakan Visual Studio, lalu mengoprek JavaScript di Microcontroller Espruino dan ESP8266, serta meracik plaform cloud untuk device IoT.

Bandung IoT Developer Day akan dilangsungkan pada hari Sabtu tanggal 14 November 2015 pukul 9:00 sampai 14:00 siang; dilaksanakan di Bale Motekar, Jalan Banda No. 40 Bandung.

Bandung IoT Developer Days 02