eFishery Umumkan Pendanaan Seri B, Dipimpin Go-Ventures dan Northstar

Hari ini (12/8), startup aquatech eFishery mengumumkan pendanaan seri B dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan dipimpin Go-Ventures dan Northstar Group dengan keterlibatan Aqua-spark dan Wavemaker Partners. Bisnis yang dinakhodai Gibran Huzaifah tersebut akan menggunakan dana investasi untuk mengembangkan produk, menguatkan posisi bisnis, dan mengembangkan tim.

“Melalui pengenalan teknologi baru kepada pembudidaya ikan dan udang di Indonesia, kami memiliki tujuan meningkatkan hasil panen, menurunkan biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas mereka. Kami berharap pengembangan produk dari eFishery dapat mendukung ekosistem akuakultur secara menyeluruh, mulai dari proses budidaya hingga distribusi,” ujar Gibran Huzaifah.

Ia menambahkan, “Pendanaan baru ini membantu kami untuk menumbuhkan perusahaan, membuka akses untuk meluncurkan produk kami di seluruh Indonesia, dan mencapai visi kami untuk menjadi perusahaan aquaculture intelligence terkemuka di  Indonesia. Kami sangat antusias menyambut kolaborasi strategis dengan Gojek dan Northstar Group yang kami yakini akan menjadi nilai tambah pada platform kami.”

Sejauh ini eFishery memiliki empat produk utama. Pertama adalah eFisheryFeeder, yakni perangkat pemberi pakan otomatis. Kedua adalah eFisheryFeed, membantu petani ikan dan udang mendapatkan produk pakan dengan harga kompetitif. Kemudian ada eFisheryFund, merupakan program pinjaman untuk pembudidaya. Dan yang keempat ada eFisheryFresh, platform online grocery untuk bantu petani jual hasil panen mereka.

“Kami amat terinspirasi oleh dampak positif yang diberikan oleh eFishery terhadap rantai pasok sektor akuakultur. Kemampuan perusahaan untuk menyajikan perangkat pintar terbaru yang terintegrasi dengan analisis seluler berbasis cloud kepada para pembudidaya telah mentransformasi cara berbisnis yang amat tradisional di Indonesia,” ujar Co-founder Northstar Group Patrick Walujo.

Sementara itu VP of Investments Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan, “Solusi eFishery, yang secara langsung mendukung pembudidaya lokal, juga mengatasi permasalahan yang lebih luas, termasuk memperkuat rantai pasokan makanan, mengurangi kekurangan pangan global, dan membantu meningkatkan industri perikanan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kami berharap dapat melihat manfaat-manfaat tersebut tumbuh secara eksponensial ketika eFishery berkembang secara domestik saat ini dan secara regional di kemudian hari.”

eFishery berdiri tahun 2013 di Bandung, menjadi salah satu startup pionir yang mengembangkan produk berbasis internet of things. Saat ini produk mereka telah menjangkau di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya mereka mendapatkan pendanaan pra-seri A di tahun 2015, dilanjutkan penutupan seri A di tahun 2018. Perusahaan mengklaim, sejak dua tahun terakhir bisnis sudah capai profitabilitas, setelah mengalami pertumbuhan signifikan selama empat tahun belakang.

Rencana berikutnya

Beberapa rencana spesifik alokasi dana investasi baru sudah disampaikan. Perusahaan ingin membangun kapabilitas data dan algoritma yang lebih kuat untuk eFisheryFeeder, juga membuat perangkat pakan otomatis itu lebih kompatibel dengan berbagai tipe dan ukuran kolam. Guna mendukung proses bisnis, baru-baru ini eFisheryPoint juga dilunjurkan, untuk memudahkan pembudidaya mendapatkan produk perangkat, menjual hasil panen, dan berpartisipasi dalam kegiatan lainnya. Saat ini sudah ada di 30 titik dan akan dikembangkan hingga 100 lokasi sampai akhir tahun.

Saat ini eFishery memiliki sekitar 250 karyawan dan berencana akan ditambah untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang ditargetkan. Tahun ini fokusnya pada penguatan tim  product & engineer dan selling & customer experience.

“Walaupun kami telah memulai beberapa uji coba di Bangladesh, Thailand, dan Vietnam, fokus utama kami untuk tahun 2020 adalah memperkuat posisi di Indonesia dengan meningkatkan produk kami dan menciptakan kolaborasi yang lebih strategis. Setelah kami membangun model yang kuat dan dapat direplikasi di seluruh Indonesia, kami siap untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk ekspansi regional,” ujar Gibran.

Application Information Will Show Up Here

Jala Bersiap Ekspansi ke Thailand Tahun Depan

Jala Tech, startup aquatech untuk petambak udang, mengungkapkan bersiap untuk ekspansi kantor cabang ke Thailand pada tahun depan. Negara itu termasuk satu dari enam negara penghasil udang terbesar di dunia.

CEO Jala Liris Maduningtyas menjelaskan, sebenarnya sejak tahun lalu perusahaan sudah ekspansi bisnis ke Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Ekuador. Tapi itu masih sebatas ada kesepakatan bisnis antara perusahaan dengan klien B2B maupun B2C di negara tersebut.

Untuk negara di Asia Tenggara, solusi dari Jala berbasis IoT digunakan oleh petambak udang di sana; sementara di Ekuador memanfaatkan solusi aplikasi analitik dari Jala.

Keempat negara ini, bersama Indonesia, Tiongkok dan India, termasuk enam negara di dunia penghasil udang terbesar di dunia. Oleh karenanya, ekspansi ke negara-negara tersebut adalah bagian dari rencana bisnis perusahaan sekaligus menjelaskan kenapa melirik ke sana.

“Belum ada kantor representative di negara tersebut. Ke depannya ekspansi pertama ke Thailand tahun 2021 dengan buka cabang, juga hiring local talent untuk market penetration,” kata Liris kepada DailySocial, Jumat (10/7).

Di tengah pandemi ini, lanjutnya, perusahaan berinovasi dengan mengembangkan layanan penjualan hasil panen kepada konsumen. Solusi ini termasuk bagian dari perhatian perusahaan dalam membantu petani udang yang terdampak agar tetap mengembangkan usahanya.

Kendati, dari sisi bisnis keseluruhan, dia mengaku bahwa sebenarnya pandemi juga turut memengaruhi kinerja perusahaan.

Liris menuturkan layanan trading ini akan terus dikembangkan, tidak hanya ada selama pandemi saja. Rencananya akan ditambahkan dengan intervensi solusi digital. Selama ini bisnis utama Jala masih bergerak di analisis data berbasis aplikasi dan IoT.

Tim Jala / Jala
Tim Jala / Jala

“Tentunya ada banyak isu di lapangan yang memengaruhi industri udang secara keseluruhan. Kami terus berinovasi untuk memitigasi dampak pandemi ini. Meskipun berdampak dari sisi bisnis, kami tetap bertahan dengan mempertahankan target bulanan, meskipun growth tidak seperti diharapkan,” tutupnya.

Dia mengaku, pengguna solusi Jala kini sudah mencapai lebih dari 6 ribu petani dan lebih dari 100 perangkat hardware IoT dipakai.

Pada September 2019, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar Rp8 miliar dari 500 Startups.

DanaLaut Kenalkan “JaringLaut”, Marketplace untuk Pasarkan Komoditas Laut

DanaLaut memperkenalkan “JaringLaut”, marketplace yang disiapkan untuk memasarkan produk kelautan seperti rumput laut dan garam. JaringLaut juga menjalin kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Kesepakatan keduanya memungkinkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di puluhan Kabupaten untuk terhubung dengan JaringLaut.

Kepada DailySocial, Direktur Utama DanaLaut Niko Ariansyah menjelaskan bahwa JaringLaut akan bekerja dengan menghubungkan antara petani/nelayan dan pelaku usaha sektor kelautan dengan pembeli secara online. Gagasan JaringLaut sendiri berangkat dari permasalahan umum yang dijumpai yang kesulitan mencari pasar dengan harga yang wajar, sebaliknya industri kesulitan mencari bahan baku.

“DanaLaut yang selama ini telah menyalurkan pembiayaan kepada pelaku ekonomi kelautan menyadari pentingnya suatu platform yang dapat menghubungkan supplier dengan pembeli dalam hal ini nelayan atau petani dengan pabrikan secara langsung. Hadirnya JaringLaut kami harapkan dapat memberikan keseimbangan harga baru yang memberikan manfaat bagi produsen dan pembeli,” terang Niko.

Tim DanaLaut ketika turun ke lapangan / DanaLaut
Tim DanaLaut ketika turun ke lapangan / DanaLaut

Untuk bisa menjalankan fungsi dari JaringLaut pihak DanaLaut terjun langsugn ke lapangan dan berusaha menjalin kerja sama dengan para stakeholder yang terlibat. Seperti menjalin komunikasi dengan asosiasi, koperasi, dan BUMDes. Untuk saat ini sistem JaringLaut masih dalam tahap percobaan, rencananya selain menggunakan web juga akan bisa diakses melalui Google Play dan AppStore.

Fitur JaringLaut akan memiliki fungsionalitas layaknya marketplace kebanyakan, pengelolaan barang, harga, hingga transaksi. Ke depan pihak DanaLaut juga berencana menambahkan fitur manajemen gudang dan logistik, quality control, dan sistem pre-order yang memungkinkan pembeli memesan langsung ke BUMDes.

“Saat ini JaringLaut mengawali kegiatannya untuk Komoditas rumput laut dan garam. Hal ini karena produksi rumput laut dan garam yang sangat tinggi tiap tahunnya. Untuk target di awal ini kami menyasar pada BUMDes di kabupaten-kabupaten yang menjadi produsen rumput laut dan garam, nantinya kami juga menargetkan koperasi-koperasi dan pelaku usaha kelautan di bidang perikanan dan tambak. Selain itu di awal ini kami masih menargetkan produk kelautan ini B2B di tinggat nasional, namun ke depannya kami berusaha agar dapat memperluas pasar hingga ke internasional,” tutup Niko.

Nanobubble Ingin Tingkatkan Potensi Budidaya Perikanan Melalui Nanoteknologi

Besarnya potensi perikanan d Indonesia ternyata masih memiliki kendala dalam produktivitas budidaya, serangan virus atau penyakit, kondisi air tambak yang rusak, dan lainnya sehingga menyebabkan gagal panen di mana-mana. Di sisi lain, kebutuhan pasar lokal maupun ekspor sangat tinggi, khususnya udang.

Berawal dari riset, Nanobubble didirikan oleh CEO Hardi Junaedi, CBDO Dedi Cahyadi, dan CPO Rizki Nugraha Saputra. Startup ini memanfaatkan nanoteknologi yang berfokus meningkatkan produktivitas budidaya perikanan. Mereka disebut berhasil mematenkan dan membuat mesin yang dapat menginjeksi gas (baik oksigen, nitrogen, karbondioksida, maupun gas lainnya) ke dalam suatu air (atau larutan lainnya).

“Kelebihan mesin kami adalah gas yang diinjeksi akan dipecah dan dilarutkan dalam air di dalam milling zone (zona pemecahan) sehingga menghasilkan luaran air dengan kelarutan gas yang tinggi dengan ukuran gelembung (bubble) di kisaran 200-900 nanometer. Gas yang berada di dalam bubble akan mudah larut dalam air. Dampaknya kadar gas menjadi lebih tinggi daripada kondisi pada umumnya,” kata Hardi kepada DailySocial.

Gas yang dimaksud adalah oksigen dan bermanfaat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam tambak udang sehingga pada panen pertama mampu meningkatkan hasil panen hingga empat kali lipat.

Nanobubble mendapatkan pengetahun ini setelah melakukan studi banding ke Jepang.

“Alhamdulillah sepulang dari Jepang tim kami terinspirasi untuk mengembangkan teknologi Nanobubble dengan teknologi yang dimodifikasi menggunakan material lokal dan terjangkau. Harapannya Nanobubble ini bisa menjadi bisnis teknologi yang mampu menghilirisasi hasil penelitian Nanobubble selama dua tahun ke belakang dan bisa dikomersialkan,” kata Hardi.

Fitur Nanobubble

Mesin yang dikembangkan Nanobubble secara otomatis menginjeksi oksigen ke dalam tambak saat kondisi kadar oksigen rendah dan mesin dengan timer otomatis. Diharapkan dalam waktu 2-3 bulan ke depan Nanobubble mampu melengkapi fitur dan menyelesaikan kontrol otomatis parameter DO (oksigen), suhu, dan pH sehingga petambak dan pengguna mampu mengontrol secara real time kondisi budidaya udang pada aplikasi di smartphone.

“Tim kami, selain berfokus pada fitur mesin Nanobubble untuk menunjang kadar oksigen pada air tambak udang sehingga produktivitas meningkat, juga pernah bekerja sama dengan BUMN untuk penerapan Nanobubble nitrogen untuk pengawetan ikan tuna. Hasilnya pun sangat memuaskan dan menambah masa kesegaran ikan,” kata Hardi.

Tahun ini ada beberapa target yang ingin dicapai Nanobubble. Di antaranya adalah bisa merevolusi dunia budidaya perikanan dengan meningkatkan produktivitas dengan luasan tambak yang lebih kecil sehingga mendukung terciptanya optimalisasi lahan tambak di Indonesia. Kemudian membantu penyediaan stok udang atau ikan untuk pasar lokal maupun ekspor, serta mampu meningkatkan kesejahteraan petambak atau buruh tambak yang terlibat dalam proses budidaya.

“Selain itu tim research & development kami juga masih dalam tahapan penelitian penerapan di dunia pertanian, terutama terobosan pupuk cair nitrogen ataupun untuk mendukung oksigen dan nutrisi pada budidaya sistem hidroponik. Pada tahun 2017 kami sebenarnya juga sudah pernah berhasil menerapkan Nanobubble nitrogen untuk pengawetan ikan tuna. Sehingga besar harapan kami untuk mampu menjadi solusi permasalahan perikanan dan pertanian dengan terobosan nanoteknologi,” kata Hardi.

Rencana penggalangan dana

Meskipun masih baru, Nanobubble telah memiliki strategi monetisasi, yaitu berkolaborasi dengan komunitas dan praktisi budidaya udang. Untuk kegiatan pemasaran, Nanobubble memanfaatkan media sosial, situs, seminar dan workshop, serta forum berbagi teknologi lainnya.

“Untuk model bisnis kami saat ini adalah skema persewaan mesin Nanobubble dan bagi hasil kerja sama budidaya,” kata Hardi.

Nanobubble berhasil mengumpulkan pendanaan dari dewan juri Thinkubator sebesar Rp825 juta sebagai pemenang utama program. Modal tersebut nantinya akan dimanfaatkan perusahaan untuk menambah demonstration plot (demplot) ukuran tambak 1000m2, menambah talenta di bidang perikanan dan IoT, serta memproduksi sekitar 18-20 mesin untuk penerapan di tambak daerah Sukabumi dan Situbondo.

Terkait penggalangan dana, Nanobubble saat ini sedang dalam komunikasi dengan tiga mitra. Selain dari Grab, Nanobubble juga telah mendapatkan tambahan modal dari research grant PPTI Kemenristek DIKTI dan Coremap CTI LIPI.

DStour #59: Konsep “Go-Green” di Kantor eFishery

Di edisi #DStour kali ini, DailySocial mengunjungi kantor pusat eFishery di Bandung, Jawa Barat. Berlokasi di kawasan Dago, Bandung, kantor eFishery sarat pemandangan alam dan udara segar alami.

Kantor baru eFishery ini juga memiliki lounge room dan balkon yang bisa dinikmati pegawai bekerja dan bermain. Dipandu CPO eFishery Krisna Aditya, berikut liputan #DStour selengkapnya.

eFishery Berencana Luncurkan Tiga Produk Baru Tahun Ini

Setelah mengumumkan perolehan dana segar seri A senilai $4 juta (sekitar 58 miliar Rupiah) beberapa waktu yang lalu, eFishery meningkatkan produksi solusi berbasis Internet of Things (IoT), dalam bentuk smart feeder, hingga 300-500 alat per bulannya.

Pendanaan tersebut juga akan digunakan eFishery untuk menambah talenta baru di dalam perusahaan, termasuk engineer, produk, customer relation, marketing, dan sales. Langkah ini untuk mendukung target 2019 yang berharap meluncurkan tiga produk baru untuk petani.

“Masih fokus kepada petani, sekitar kuartal kedua 2019 kami akan meluncurkan produk baru kepada petani,” kata Chief of Product eFishery Krisna Aditya kepada DailySocial.

Tidak disebutkan lebih jauh produk apa saja yang akan dihadirkan pertengahan tahun 2019 mendatang, namun Krisna menegaskan masih ada hubungan dengan smart feeder yang menjadi touch point bagi petani.

eFishery ingin memperkaya aplikasi untuk petani, tidak sekedar sebagai pengatur smart feeder. Diisi dengan informasi yang relevan, diharapkan pengembangan aplikasi ini bisa menjadi “super app” yang bisa menghadirkan pilihan, seperti penyediaan kebutuhan pangan ikan untuk petani, informasi budidaya hingga penjualan ikan dan lainnya.

“Saya tidak bisa menyampaikan seperti apa tiga produk baru tersebut, namun secara garis besar tiga produk itu akan berhubungan dengan smart feeder, farm management, dan marketplace,” kata Krisna.

Menambah kemitraan

Setelah dengan Telkomsel, Pemprov Jawa Barat, dan pabrikan pangan ikan “Kampung Perikanan Digital” di Desa Losarang, Kabupaten Indramayu, tahun ini eFishery ingin menambah jumlah kemitraan dengan pihak yang relevan. Tujuan utamanya mendukung upaya petani meningkatkan produksi mereka memanfaatkan teknologi.

eFishery sendiri mengklaim cukup berhasil mengajak petani ikan untuk melek teknologi, dimulai dari smart feeder dan aplikasi pendukungnya. 

“Yang menarik adalah ketika kita bertemu langsung dengan petani. Banyak di antara mereka yang hanya menggunakan smartphone hanya untuk feeder saja. Ketika mereka mengetahui smartphone bisa digunakan untuk menonton YouTube misalnya, banyak para petani yang belajar lebih dalam soal budidaya ikan,” kata Krisna.

eFishery juga terus secara agresif mengembangkan teknologi. Salah satu contohnya adalah uji coba penggunaan teknologi 5G menggandeng Telkomsel sebagai pilot project untuk petani ikan di Jawa Barat.

Meskipun telah tersebar di seluruh Indonesia, hingga kini Jawa Barat masih menjadi kawasan paling banyak yang memberikan kontribusi kepada perusahaan. Kawasan timur Indonesia, khususnya di luar Sulawesi, masih kesulitan untuk dirangkul oleh eFishery, karena kendala logistik.

Sementara itu untuk kategori hewan yang dipelihara, hingga kini adalah lima jenis yang menjadi favorit, yaitu ikan mas, lele, patin, nila, dan udang.

“Untuk ikan lainnya akan mengikuti perkembangan yang ada. Kita juga mulai menambah kategori ikan bandeng, namun demikian jumlahnya hingga kini masih belum signifikan,” kata Krisna.

Application Information Will Show Up Here