Yamaha YH-L700A Adalah Headphone Nirkabel Premium dengan ANC dan 3D Audio

Dewasa ini, headphone nirkabel tidak bisa hanya mengandalkan kualitas suara dan desain semata. Fitur ekstra macam active noise cancellation (ANC) perlahan juga mulai menjadi standar wajib yang harus dipenuhi, dan tidak jarang pabrikan turut menyematkan fitur lain yang tak kalah inovatif, seperti misalnya 3D audio berbasis head tracking.

Dua fitur inilah yang menjadi nilai jual utama headphone terbaru Yamaha, YH-L700A. Perangkat tak hanya dibekali fitur ANC yang efektif meredam suara di sekitar tanpa memengaruhi kualitas suara yang dihasilkan, melainkan juga kemampuan untuk mendeteksi pergerakan kepala penggunanya. Sederhananya, efek 3D audio yang dihasilkan bisa terkesan lebih immersive karena akan selalu disesuaikan dengan orientasi kepala pengguna secara real-time.

Teknologi 3D audio atau spatial audio berbasis head tracking bukanlah hal yang benar-benar baru. Produsen headphone Audeze bahkan sudah mengimplementasikannya sejak tahun 2018 pada sebuah headset gaming bernama Mobius, dan belum lama ini, Apple menyingkap AirPods Max yang juga mengunggulkan fitur serupa. Seperti yang kita tahu, Apple cukup sering memopulerkan suatu tren teknologi, dan sepertinya 3D audio bakal jadi yang selanjutnya.

Fitur lain yang ditawarkan YH-L700A mencakup Listening Optimizer, yang memanfaatkan mikrofon di bagian dalam earcup untuk mengukur seberapa kedap perangkat membungkus telinga. Dengan kata lain, optimasinya bakal berbeda untuk setiap pengguna karena bentuk telinga mereka berbeda satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya ada fitur Listening Care, yang pada dasarnya bakal menjaga konsistensi dynamic range yang dihasilkan di volume apapun. Harapannya adalah supaya pengguna tidak harus menyetel musik dalam volume yang keras untuk bisa mendengarkan seluruh detail suara dengan baik.

Seperti halnya headphone modern lain yang dibekali ANC, Yamaha YH-L700A juga dilengkapi fitur ambient mode agar pengguna dapat mendengarkan suara di sekitarnya tanpa perlu melepas headphone saat dibutuhkan. Semua fitur ini dapat diakses melalui aplikasi pendamping yang tersedia di platform Android maupun iOS.

Perihal baterai, Yamaha mengklaim daya tahan baterai hingga 34 jam nonstop dengan fitur ANC aktif. Angka tersebut cukup impresif dan selevel dengan yang ditawarkan Bang & Olufsen Beoplay HX. Yang jadi problem adalah ketika fitur 3D audio-nya diaktifkan, sebab daya tahan maksimumnya bakal langsung turun menjadi 11 jam saja.

Seperti yang sudah bisa diprediksi, semua fitur ini harus ditebus dengan modal yang tidak murah. Di Australia, Yamaha YH-L700A dijual seharga AU$700, atau kurang lebih sekitar 7,5 jutaan rupiah. Harga tersebut membuatnya berada jauh di atas level headphone ANC populer macam Sony WH-1000XM4, dan sudah mendekati level AirPods Max.

Sumber: What Hi-Fi.

Astell & Kern Kann Alpha Adalah Partner Ideal untuk Headphone Berharga Ribuan Dolar

Populer di kalangan penikmat audio, Astell & Kern menawarkan deretan pemutar musik portabel yang amat bervariasi. Salah satu yang kerap menjadi favorit datang dari seri Astell & Kern Kann, yang sejauh ini sudah terdiri dari tiga model, yakni Kann, Kann Cube, dan yang terbaru, Kann Alpha.

Baru-baru ini, Astell & Kern menyingkap varian warna baru untuk Kann Alpha. Jadi selain warna Onyx Black yang terkesan amat sleek, sasis aluminium Kann Alpha kini turut tersedia dalam varian warna Urbanely Blue yang tak kalah memukau. Kalau melihat tren terkini, jenis warna biru metalik seperti ini belakangan memang cukup sering diasosiasikan dengan kemewahan; lihat saja iPhone 12 Pro.

Di samping itu, Kann Alpha juga kedatangan dukungan atas platform musik Roon. Jadi selama sudah menjadi pelanggan Roon, semua pengguna Kann Alpha dapat menikmati koleksi musik lossless-nya secara wireless dari layanan-layanan seperti Tidal, Qobuz, atau langsung dari koleksi pribadi mereka yang disimpan di dalam perangkat NAS. Format audio hi-res yang didukung tentu melimpah. Kann Alpha siap memutar file PCM 32-bit/384Hz, DSD256, atau file MQA (Master Quality Authenticated) yang diunduh dari Tidal.

Sebagai perangkat generasi ketiga, sudah sewajarnya Kann Alpha menyajikan performa yang lebih superior daripada dua pendahulunya. Komponen headphone amplifier yang tertanam di dalamnya punya output yang sangat besar, membuatnya mampu menenagai headphone dari kelas apapun tanpa memerlukan bantuan amplifier terpisah. Meski begitu, desainnya tetap tergolong ringkas, dengan tebal hanya 25 mm dan bobot 316 gram.

Astell & Kern mengklaim Kann Alpha sebagai produk pertamanya yang mengusung balanced output 4,4 mm yang bebas noise. Di saat yang sama, ia juga dibekali konektivitas Bluetooth 5.0 dengan dukungan atas codec LDAC maupun aptX HD, membuatnya makin fleksibel dalam hal skenario penggunaan. Dalam sekali pengisian, baterainya diperkirakan mampu bertahan selama 14,5 jam nonstop.

Di Singapura, Astell & Kern Kann Alpha saat ini sudah dijual dengan harga S$1.699, atau kurang lebih sekitar 18,2 jutaan rupiah.

Headset Nirkabel Razer Barracuda X Kompatibel dengan PC, PS5, Nintendo Switch, dan Perangkat Android

Semuanya akan lebih mudah dengan USB-C. Laptop, smartphone, tablet, drone, dan banyak perangkat elektronik lain kini dapat di-charge menggunakan satu kabel yang sama. Monitor kini dapat menerima output display dari bermacam perangkat via satu kabel yang sama. Namun ternyata bukan cuma dunia perkabelan yang diuntungkan oleh USB-C, dunia wireless pun juga.

Dongle wireless yang tadinya mengandalkan konektor USB-A perlahan telah digantikan oleh dongle USB-C, dan ini membuka potensinya untuk digunakan bersama lebih banyak perangkat. Kalau perlu contoh, coba tengok headset gaming nirkabel terbaru dari Razer yang bernama Barracuda X berikut ini.

Berbekal dongle USB-C, Barracuda X dapat disambungkan ke PC, PlayStation 5, Nintendo Switch, maupun perangkat Android secara seamless. Tidak ada proses pairing yang perlu dijalani, dan perangkat juga tidak memerlukan software atau driver tambahan. Cukup tancapkan dongle-nya ke port USB-C milik perangkat, maka headset dapat langsung menerima dan menyalurkan sinyal audio.

Seandainya PC yang digunakan tidak punya port USB-C, atau Nintendo Switch sedang berada pada dock-nya, pengguna bisa memanfaatkan bantuan kabel adaptor USB-C ke USB-A yang termasuk dalam paket pembelian Barracuda X. Alternatif yang terakhir, Barracuda X juga dapat disambungkan menggunakan kabel audio standar 3,5 mm.

Secara estetika, Barracuda X lebih kelihatan seperti headphone biasa ketimbang headset gaming. Ini wajar kalau melihat sifatnya yang platform-agnostic. Razer menjanjikan pengalaman penggunaan yang nyaman, terutama berkat bobot Barracuda X yang tergolong ringan di angka 250 gram. Kinerja audionya sendiri disokong oleh driver Razer TriForce berdiameter 40 mm.

Untuk memudahkan pengoperasian, tombol power milik Barracuda X merangkap peran sebagai tombol pengaturan playback: klik satu kali untuk play/pause, dua kali untuk skip track, dan tiga kali untuk kembali ke track sebelumnya. Melengkapi aspek kontrolnya adalah kenop untuk mengatur volume dan tuas mute mikrofon. Alternatifnya, mikrofon tersebut juga bisa dilepas jika perlu.

Razer Barracuda X saat ini telah dipasarkan seharga $100. Di Indonesia, rencananya ia akan dijual dengan banderol resmi Rp1.699.000.

Sumber: Razer.

TWS Urbanista Seoul Andalkan Fitur Gaming Mode untuk Perangkat Android Sekaligus iOS

Urbanista, pabrikan audio asal Swedia yang sempat mencuri perhatian belum lama ini lewat sebuah headphone bertenaga surya, baru saja merilis TWS yang cukup menarik bernama Seoul. Salah satu fitur unggulannya adalah mode khusus dengan latensi rendah untuk keperluan gaming.

Fitur “Gaming Mode” pada TWS jelas bukan barang baru. Fitur ini bekerja dengan menekan angka latensi sambungan Bluetooth sampai serendah 40 milidetik, sehingga pada akhirnya audio dan visual yang tersaji bisa berjalan secara sinkron. Yang berbeda pada Seoul adalah bagaimana fitur ini dapat diwujudkan tanpa perlu mengandalkan codec aptX.

Mayoritas TWS yang menawarkan fitur gaming mode menggunakan codec aptX sebagai salah satu syarat agar fiturnya bisa terwujud. Ini jelas bukan syarat yang sulit buat para pengguna perangkat Android mengingat sebagian besar smartphone dan tablet Android memang sudah mendukung codec aptX. Masalahnya muncul ketika Anda menggunakan iPhone atau iPad, sebab dari dulu sampai sekarang memang belum ada satu pun perangkat iOS yang kompatibel dengan codec besutan Qualcomm tersebut.

Berhubung tidak memerlukan aptX, fitur gaming mode yang ditawarkan Urbanista Seoul juga dapat dinikmati oleh para pengguna iPhone dan iPad. Saat diaktifkan, Seoul bakal menurunkan latensinya sampai sekitar 70 milidetik. Memang tidak serendah yang ditawarkan TWS lain, tapi menurut Urbanista sudah cukup untuk meminimalkan delay antara audio dan visual.

Dari segi desain, Seoul hadir dalam bentuk bertangkai yang sangat familier. Tangkai tersebut dilengkapi panel sentuh untuk memudahkan pengoperasian, dan fisiknya secara keseluruhan tahan air dengan sertifikasi IPX4. Di balik masing-masing unitnya bernaung dynamic driver berdiameter 10 mm, dan Urbanista pun tidak lupa menyematkan mikrofon berteknologi noise cancelling. Sayang tidak ada fitur ANC di sini.

Dalam sekali charge, Seoul dapat beroperasi sampai 8 jam nonstop. Charging case-nya diklaim bisa mengisi ulang sampai tiga kali, memberikan total daya tahan baterai hingga 32 jam. Cukup mengesankan kalau melihat wujud charging case-nya yang tampak tipis dan ringkas. Selain menggunakan kabel USB-C, charging case-nya juga dapat diisi ulang menggunakan Qi wireless charger.

Saat ini Urbanista Seoul sudah dipasarkan dengan harga $90. Pilihan warna yang tersedia ada empat: hitam, putih, ungu, dan biru.

Sumber: Engadget.

Sony SRS-NB10 Wireless Neckband Speaker Adalah Alternatif Terhadap TWS Bagi Mereka yang WFH

Tren bekerja dari rumah alias WFH memang baru marak diadopsi setelah pandemi melanda. Namun ada kemungkinan tren ini masih akan terus berlanjut ke depannya walaupun penyebaran COVID-19 sudah mereda. Oleh karena itu, jangan heran seandainya ada suatu pabrikan teknologi yang meluncurkan produk baru yang benar-benar ditujukan untuk kalangan remote worker.

Salah satunya adalah produk terbaru dari Sony berikut ini. Dijuluki SRS-NB10 Wireless Neckband Speaker, perangkat ini dirancang untuk memudahkan pengguna mengikuti sesi conference call maupun sebatas mendengarkan musik selagi berjalan-jalan di dalam kediamannya.

Namanya speaker, jelas tidak ada satu pun bagian darinya yang menutupi atau membungkus telinga. Alhasil, pengguna sama sekali tidak akan merasa terisolasi dari sekitarnya. Di saat yang sama, mereka tetap dapat berkonsentrasi karena suara yang dihasilkan perangkat bakal langsung terarahkan ke telinganya dan diklaim tidak akan mengganggu orang lain yang sedang berada di ruangan yang sama.

Bisa dikatakan perangkat ini merupakan hasil kawin silang dari TWS dan speaker Bluetooth. Buat yang sering merasa tidak nyaman setelah mengenakan TWS selama berjam-jam, neckband speaker semacam ini tentu bisa menjadi alternatif yang cukup menarik. Supaya lebih nyaman, bagian belakangnya yang menggantung di leher dibuat fleksibel agar dapat disesuaikan oleh masing-masing pengguna.

Sebagai bonus, NB10 mengemas sebuah passive radiator untuk meningkatkan kualitas bass yang dihasilkan. Fitur multi-point connection memungkinkan NB10 untuk terhubung ke dua perangkat secara bersamaan, semisal smartphone dan laptop. Jadi Anda bisa mendengarkan musik dari smartphone, lalu langsung memindah sambungannya ke laptop ketika sesi conference call telah dimulai.

Dari sisi output, NB10 menjanjikan tangkapan suara yang jernih berkat dua mikrofon beamforming. Saat belum waktunya untuk berbicara, pengguna bisa dengan mudah mematikan mic lewat tombol mute yang terdapat di ujung tangkai sebelah kanan perangkat.

Dalam sekali pengisian, baterai NB10 diyakini dapat bertahan sampai 20 jam pemakaian. Charging-nya mengandalkan USB-C, dan pengisian selama 10 menit saja sudah bisa memberikan daya yang cukup untuk pemakaian selama satu jam. Secara keseluruhan, fisik NB10 tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4, yang berarti pengguna tidak perlu was-was selagi menggunakannya selama mencuci piring.

Di Amerika Serikat, Sony SRS-NB10 Wireless Neckband Speaker bakal dijual seharga $150 mulai bulan September mendatang. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni abu-abu atau putih.

Sumber: PR Newswire.

Logitech G335 Adalah Headset Gaming Ringkas dengan Harga Relatif Terjangkau

Logitech meluncurkan headset gaming baru, yaitu Logitech G335. Sepintas namanya memang terdengar mirip seperti earphone Logitech G333, akan tetapi ia sebenarnya mengusung desain yang nyaris identik dengan Logitech G733.

Awalnya saya sempat mengira G335 sebagai versi wired dari G733 (yang memang cuma tersedia dalam varian wireless). Namun ternyata ada sejumlah perbedaan lain di samping tipe konektivitasnya itu. Dari segi ukuran misalnya, G335 sedikit lebih kecil daripada G733. Bobotnya juga lebih ringan di angka 240 gram, dan Logitech tidak segan menyebutnya sebagai salah satu headset gaming paling ringan yang tersedia di pasaran.

G335 hadir dalam tiga kombinasi warna yang tampak ekspresif: hitam, putih-biru, dan mint-ungu. Karet headband-nya yang elastis dapat disesuaikan tingkat kelonggarannya, sama seperti G733. Bantalan telinganya sedikit lebih tipis daripada milik G733, tapi sama-sama dilapisi bahan kain yang breathable.

Berbeda dari G733 yang mengemas detachable mic, mikrofon milik G335 tidak dapat dilepas-pasang, tapi bisa di-mute dengan mudah dengan cara dilipat ke atas. Secara teknis, G335 dibekali sepasang driver neodymium berdiameter 40 mm, dengan respon frekuensi 20-20.000 Hz. Pada earcup sebelah kiri, tepatnya di sisi belakang, pengguna bisa menemukan kenop kecil untuk mengatur volume.

Headset ini mengandalkan sambungan kabel 3,5 mm, jadi ia dipastikan kompatibel dengan perangkat apapun yang memiliki colokan audio standar tersebut. Untuk pengguna PC yang memiliki input audio dan mikrofon terpisah, Logitech turut menyertakan aksesori PC splitter pada paket penjualannya.

Di Amerika Serikat, Logitech berencana menjual G335 dengan harga $70. Mereka juga akan menjual strap headband-nya secara terpisah bagi yang ingin mengganti strap bawaannya. Ada delapan pilihan warna strap yang tersedia, masing-masing seharga $10. Kalau melihat selisih harganya yang cukup lumayan dibanding G733 ($130), sudah sewajarnya konsumen mengekspektasikan kinerja yang berbeda dari G335.

Sumber: Logitech.

JBL Luncurkan Tune 115TWS, Mungil dan Relatif Terjangkau

JBL Indonesia resmi memperkenalkan produk terbarunya untuk segmen true wireless stereo, yakni JBL Tune 115TWS. Varian baru seri Tune ini menawarkan keseimbangan antara style dan kinerja dalam harga yang relatif terjangkau.

Fisik perangkat ini tergolong cukup ringkas, dengan bobot tidak lebih dari 5,15 gram per earpiece. Masuk kategori TWS, otomatis tidak ada seutas kabel pun yang menancap ke bodinya. Ukuran charging case-nya pun juga kecil dan mudah sekali disimpan di dalam saku celana. Berat case-nya sendiri berada di kisaran 41,5 gram.

Masing-masing earpiece-nya ditenagai oleh sebuah dynamic driver berdiameter 5,8 mm. JBL menjanjikan suara bass yang mantap terlepas dari ukurannya. Secara teknis, driver ini mempunyai respon frekuensi sebesar 20-20.000 Hz. Untuk meminimalkan kebocoran suara sekaligus membuatnya terasa lebih pas dan stabil di telinga, pengguna dapat memilih di antara tiga ukuran eartip yang terdapat pada paket penjualannya.

Satu fitur yang absen dari perangkat ini adalah active noise cancellation (ANC), tapi setidaknya ia masih menawarkan fleksibilitas ekstra berkat fitur Dual Connect, sehingga pengguna bebas menggunakan hanya satu (mono) atau kedua earpiece-nya (stereo). Konektivitasnya sendiri sudah menggunakan Bluetooth 5.0.

Untuk menerima atau mengakhiri panggilan telepon, pengguna hanya perlu menyentuh sisi luar earpiece dengan satu jari. Gestur yang sama juga bisa diterapkan untuk memanggil voice assistant pada perangkat yang terhubung.

Dalam sekali pengisian, JBL Tune 115TWS diyakini mampu beroperasi sampai 6 jam nonstop, sedangkan charging case-nya mampu menyuplai daya ekstra hingga 15 jam pemakaian, memberikan total daya tahan baterai sebesar 21 jam. Pada charging case-nya, pengguna bisa menemukan indikator LED sehingga mereka tidak perlu menebak-nebak kapan harus mengisinya menggunakan kabel USB-C.

Di Indonesia, JBL Tune 115TWS saat ini telah dipasarkan dengan harga Rp899.000 di Tokopedia, sebelum akhirnya merambah platform e-commerce lain dan outlet fisik JBL mulai tanggal 21 Juni mendatang. Pilihan warna yang tersedia ada empat: hitam, hitam dengan aksen merah, putih, dan putih dengan aksen biru.

Ikea dan Sonos Samarkan Speaker Nirkabel Sebagai Sebuah Lukisan

Dua tahun lalu, Ikea dan Sonos menyingkap hasil kolaborasinya berupa speaker yang merangkap peran sebagai rak buku dan lampu meja. Ide menyamarkan perangkat audio sebagai perabot rumah itu masih terus dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut. Yang terbaru, kemitraan kedua perusahaan melahirkan sebuah speaker nirkabel yang menyamar sebagai lukisan.

Ikea dan Sonos menjuluki produk ini dengan nama “Symfonisk Picture Frame WiFi Speaker”. Namun sebenarnya akan lebih akurat jika ia dikategorikan sebagai lukisan ketimbang bingkai foto, sebab kita tidak bisa menyelipkan foto atau gambar milik kita sendiri. Beruntung panel depannya masih bisa dilepas dan diganti dengan yang lain, yang akan Ikea jual secara terpisah seharga $20 per panel.

Saat panel depannya dilepas, kita pun bisa langsung melihat jeroan speaker-nya, yang sayangnya belum dijabarkan secara merinci oleh Ikea maupun Sonos. Perangkat ini dapat digantungkan ke tembok dalam posisi horizontal maupun vertikal, dan sisi belakangnya dilengkapi banyak celah untuk membelok-belokkan kabel penyalur dayanya.

Alternatifnya, perangkat juga dapat diberdirikan sendiri di atas lantai atau meja berkat kaki-kaki kecil yang dapat dilipat ke dalam maupun ke luar. Selain supaya perangkat dapat berdiri dengan stabil, kaki-kaki tersebut juga berfungsi untuk meredam getaran, sehingga pada akhirnya suara bass bisa terdengar lebih bulat. Ikea tampaknya benar-benar memanfaatkan pengalaman panjangnya di dunia desain produk dalam mengembangkan perangkat ini.

Untuk mengoperasikan speaker, pengguna dapat memakai aplikasi Sonos di smartphone, atau bisa juga dengan mengklik tombol-tombol yang berada di sisi kiri untuk mengatur volume maupun playback. Seperti halnya produk Sonos lain, perangkat ini juga bisa diikutkan ke dalam setup multi-room. Pengguna perangkat iOS maupun macOS juga dapat meneruskan audio secara nirkabel ke speaker ini dengan memanfaatkan protokol AirPlay 2.

Dijual seharga $199, speaker jadi-jadian ini semestinya bisa menjadi alternatif yang menarik bagi mereka yang ingin mempunyai speaker nirkabel sekaligus menghiasi kediamannya dengan sebuah karya seni. Belum diketahui kapan perangkat ini bakal mendarat di Indonesia, namun pemasarannya di Amerika Serikat bakal berlangsung mulai pertengahan bulan Juli.

Sumber: The Verge dan Ikea.

Beats Studio Buds Dirilis, Unggulkan ANC dan Kompatibilitas Penuh dengan Perangkat Android

Kalau rumor yang beredar akurat, Apple semestinya bakal merilis AirPods baru tahun ini. Namun sebelum itu terjadi, kita rupanya disuguhi alternatif dari Beats terlebih dulu. Anak perusahaan Apple itu baru saja merilis TWS anyar bernama Beats Studio Buds.

Desainnya sudah pasti sangat berbeda dari AirPods, dan penampilannya juga tidak se-sporty Powerbeats Pro yang dilengkapi pengait telinga. Wujud Beats Studio Buds secara keseluruhan terkesan sangat mungil, dengan bobot tidak lebih dari 5,1 gram per earpiece. Perangkat diklaim tahan air dengan sertifikasi IPX4.

Di dalamnya tertanam driver berdiameter 8,2 mm dengan dual-element diaphragm. Dipadukan dengan desain akustik yang melibatkan sepasang bilik terpisah, Beats mengklaim separasi suara stereo yang sangat baik. Bagi para pelanggan Apple Music, Beats Studio Buds bakal secara otomatis memutar versi Dolby Atmos pada sejumlah lagu.

Beats tidak lupa membekali TWS barunya ini dengan fitur active noise cancellation (ANC) dan mode ambient, yang masing-masing dapat diaktifkan dengan menekan dan menahan tombol “b” pada sisi luar earpiece. Tombol yang sama juga berfungsi untuk navigasi playback, sebab Beats Studio Buds memang tidak dilengkapi kontrol sentuh sama sekali.

Tidak seperti AirPods yang hanya dioptimalkan untuk perangkat iOS, Beats Studio Buds dipastikan bakal tetap optimal meski dipakai bersama perangkat Android berkat dukungan terhadap fitur-fitur seperti Fast Pair maupun Find My Device. Di iOS, ia bakal berfungsi layaknya sebuah AirPods, lengkap dengan dukungan “Hey Siri” untuk memanggil sang asisten virtual, serta integrasi pada jaringan Find My.

Dalam sekali pengecasan, Beats Studio Buds mampu beroperasi selama 8 jam nonstop tanpa ANC, sedangkan charging case-nya siap mengisi ulang sampai dua kali berturut-turut, memberikan total waktu pemakaian selama 24 jam. Kalau ANC-nya dinyalakan, daya tahan baterainya turun menjadi 5 jam per charge, dan 15 jam untuk charging case-nya.

Beats Studio Buds turut mendukung fitur fast charging; pengisian selama 5 menit mampu memberikan daya yang cukup untuk 1 jam pemakaian. Satu fitur yang absen adalah dukungan wireless charging, yang berarti charging case-nya cuma bisa diisi ulang menggunakan kabel. Untungnya, jenis colokan yang digunakan adalah USB-C, bukan Lightning.

Di Amerika Serikat, Beats Studio Buds akan segera dijual dengan harga $150 dalam tiga pilihan warna: hitam, putih, merah. Seperti biasa, paket penjualannya mencakup tiga pasang eartip silikon dalam ukuran yang berbeda-beda.

Sumber: Business Wire.

Razer Opus X Adalah Headphone Seharga $100 dengan ANC dan Gaming Mode

Razer punya headphone nirkabel baru yang cukup menarik. Namanya Opus X, dan ia ditujukan untuk semua konsumen ketimbang hanya menyasar kalangan gamer saja. Kendati demikian, perangkat ini masih sangat ideal seandainya hendak dipakai selama sesi gaming.

Secara mendasar, Opus X merupakan versi lebih terjangkau dari Razer Opus yang diluncurkan tahun lalu. Harga kedua perangkat terpaut sekitar $50, tapi menariknya, perbedaan di antara keduanya tergolong cukup minimal.

Dari segi desain, Opus X tampak sangat mirip dengan Opus, hanya saja ia hadir dalam tiga pilihan warna yang jauh lebih mencolok. Ketimbang mengandalkan kontrol sentuh, Razer lagi-lagi lebih memilih menyematkan sejumlah tombol fisik. Pada Opus X, semua tombolnya diposisikan di earcup sebelah kanan.

Kesamaan selanjutnya adalah integrasi fitur active noise cancellation (ANC) sekaligus mode ambient. Cara mengaktifkan ANC atau mode ambient-nya agak berbeda di sini. Ketimbang mengandalkan tombol khusus untuk masing-masing mode, pengguna Opus X dapat mengklik tombol power untuk berganti-ganti antara ANC dan mode ambient.

Beralih ke perbedaannya, ada tiga yang termasuk cukup signifikan. Yang paling utama, Opus X tidak mengemas sertifikasi THX seperti kakaknya yang lebih mahal. Selanjutnya, Opus X juga tidak dilengkapi fitur auto-pause dan auto-play, yang akan aktif dengan sendirinya ketika perangkat dilepas atau dikenakan kembali. Terakhir, Opus X hanya dilengkapi Bluetooth 5.0 dan USB-C, tidak ada jack 3,5 mm sama sekali.

Relevansinya di kalangan gamer diwujudkan oleh fitur Gaming Mode, yang dapat diaktifkan dengan mengklik dan menahan tombol multifungsinya. Selagi aktif, latensi koneksi Bluetooth-nya akan ditekan sampai serendah 60 milidetik, sama seperti yang ditawarkan oleh seri TWS Razer HammerHead.

Terkait daya tahan baterai, Opus X justru lebih unggul ketimbang kakaknya. Ia bisa beroperasi selama 30 jam nonstop dalam sekali pengisian, atau malah sampai 40 jam kalau fitur ANC-nya dimatikan. Saat perangkat sedang tidak digunakan, earcup-nya bisa diputar 90°.

Di Amerika Serikat, Razer Opus X saat ini sudah dijual dengan harga $100, cukup terjangkau untuk ukuran headphone yang dibekali ANC serta mode khusus gaming untuk memangkas latensi.

Sumber: The Verge.