Aulia E. Marinto Leaves Blanja and Returns to Telkom Group

Founded in September 2012, Blanja is an e-commerce joint venture between Telkom Group and eBay. On Monday (5/28), Aulia E Marinto, CEO of Blanja, announces his departure to Telkom Group as the new VP Consumer, in charge for IndiHome business. The new CEO of Blanja will be appointed soon.

“My resignation was fully the shareholder’s decision. Later, I’ll be holding a new position in Telkom Group. I cannot mention my replacement yet, the new CEO of Blanja. Everything was set by Telkom Group. Please wait for the official announcement,” Marinto said.

As one of the leading porfolios of Telkom Group, Blanja has a positive record as one out of many e-commerce platform in Indonesia. He expects, under the new CEO, Blanja will make faster development.

Regarding his position as the Chairman of idEA, Marinto said to step down soon and wait for the election of the new Chairman in in the near future.

Blanja development

Under Marinto, Blanja is claimed to have increasing Gross Merchandise Value (GMV) two times per year, and the increase number of member over 70% since 2014. By putting the unique selling point in the front, Blanja has competence in group synergy, both with Telkom and other state-owned enterprises.

“The implementation of this synergy was proven capable of bringing up Blanja to this point. Either brand or SMEs recognize us to be the first choice in expanding business online,” he added.

Currently, there are 45,0000 registered SMEs as Blanja merchants in all over Indonesia.

Blanja had performed logo rebranding and launched a new feature last year and they increase the transaction value up to $150 million or about Rp2 trillion in 2017.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aulia E. Marinto Tinggalkan Blanja, Kembali ke Telkom Group

Berdiri September 2012 lalu, Blanja adalah layanan e-commerce hasil joint venture antara Telkom Group dan eBay. Senin (28/05), Aulia E Marinto mengumumkan pelepasan jabatan CEO Blanja. Ia akan kembali ke Telkom Group dan memegang jabatan baru sebagai VP Consumer, khususnya IndiHome. CEO baru Blanja akan ditunjuk Telkom Group dalam waktu dekat.

“Pengunduran diri saya sepenuhnya merupakan keputusan dari shareholder. Nantinya saya akan menduduki posisi baru di Telkom Group. Saya masih belum bisa menyebutkan siapa CEO baru Blanja pengganti dari saya. Semua adalah keputusan dari Telkom Group. Tunggu saja informasi resminya,” kata Aulia.

Sebagai salah satu portofolio unggulan Telkom Group, Blanja memiliki rekam jejak yang cukup positif sebagai salah satu layanan e-commerce di Indonesia. Aulia berharap di bawah kepemimpinan yang baru Blanja akan lebih cepat lagi pertumbuhannya.

Terkait posisinya sebagai Ketua Umum idEA saat ini, Aulia menyebutkan tidak akan meneruskan kepemimpinannya dan akan menunggu hasil pemilihan pimpinan iDEA yang baru dalam waktu dekat.

Pertumbuhan Blanja

Di bawah kepemimpinan Aulia, Blanja disebutkan telah berhasil mengalami kenaikan Gross Merchandise Value (GMV) dua kali lipat setiap tahunnya dan pertumbuhan anggota lebih dari 70% sejak tahun 2014. Dengan mengedepankan unique selling point, kekuatan Blanja adalah sinergi grup, baik Telkom Group dan sinergi BUMN.

“Implementasi dari sinergi ini sudah terbukti mampu membawa brand Blanja sampai di tahap ini. Brand maupun UKM mengenal kami sebagai salah satu pilihan utama memperluas bisnis mereka secara online,” kata Aulia.

Saat ini tercatat 45 ribu UKM menjadi merchant Blanja yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sempat melakukan rebranding logo dan fitur baru pada awal tahun 2017, Blanja meningkatkan total nilai transaksi menjadi $150 juta atau setara dengan Rp2 triliun pada tahun 2017.

Application Information Will Show Up Here

Associations Demand The Government to be Fair in Citing E-Commerce Taxes

Indonesia’s E-Commerce Association (idEA) demands Ministry of Finance act fairly regarding e-commerce tax regulation. It is expected to be applied in social media and other technology platforms of foreign companies.

Aulia E Marinto as idEA’s Chairman said on this matter, the government needs a clear vision of the fair treatment, including social media and other foreign platforms which presence is not even real in Indonesia.

Both platforms are making money out of Indonesia without having to pay any taxes. The distinct treatment is feared to make SME’s players left the marketplace and switch to social media.

“The regulation must be applied equally to create a balance,” said Marinto on Tuesday (1/30).

She admitted that the discussion on E-commerce tax regulation (RPMK) has been held several times by Directorate General of Taxation (DJP) and Fiscal Policy Agency (BKF) since last November.

However, the discussion is just a socialization of the taxation concept on e-commerce engaged in marketplace model, not the PMK Draft. Until recently, the association has not received any information regarding RPMK draft.

“We heard that the RMPK [Ministry of Finance Regulation (PMK) on the Tax Procedure for Electronic-based or e-commerce players] is getting released, but we have not received any draft. When it’s [draft] arrived, we can give further feedback.”

As idEA’s Head of Tax, Cybersecurity and Infrastructure, Bima Laga added that his team has heard the e-commerce regulation (PMK) will be issued at the end of this month or the beginning of February 2018.

“It [PMK] is said to be issued on January 31st or February 1st this year. Therefore, we demand public evaluation by holding this [press conference],” he explained.

He continued, demanding government’s guarantee to maintain level playing of field (same treatment), not only between online and offline SMEs but also among informal (social media) and formal (corporate) marketplace.

The marketplace is said to play a role in facilitating and assisting DJP to increase the number of new taxpayers, including tax deposits and online data transactions to the Central Bureau of Statistics (BPS).

“They are still looking for a way [citing tax from social media]. If there is no way, we’re ready to give inputs. Instead of issuing imbalance regulation, the price is not paid off,” he stated.

Selected as the taxpayer agent

In addition, the new regulation will require marketplace model as the taxpayer agent because it considered having implications for increasing compliance cost. As for Bima Laga, this regulation will take the marketplace at the burdened position to cut, deposit and report the final PPh.

The rise of compliance cost needs to get government’s attention because it can make a significant increase in taxpayer’s compliance. To fulfill the duty, the marketplace must prepare a number of infrastructures and additional cost.

To be illustrated, an SME’s seller from X marketplace is making a transaction worth Rp10 thousand. Whether he is not a Taxpayer Entrepreneur (PKP), there will be 0,5% tax cut. It will be reported and counted by the marketplace. What if there are issues with returns and others?

In this case, SME’s player of the marketplace will bear all risks. Whether the marketplace as a corporate, there will be no issue. It will be diverted to the seller.

“Marketplace initially used as wapu (compulsory collection) until finally become the tax agent. We are now collecting data and DJP function is our burden. There are lots of technical rules in being taxpayer agent, we do pity the sellers,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Asosiasi Minta Pemerintah Adil Mengutip Pajak E-Commerce

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan untuk berlaku adil terhadap pelaku e-commerce terkait mengutip pajak yang akan segera diterapkan. Hal ini diharapkan berlaku juga untuk platform media sosial dan platform teknologi lain yang berasal dari perusahaan asing.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto menuturkan perlakuan adil ini perlu didetilkan oleh pemerintah, termasuk untuk platform media sosial dan platform asal luar negeri lainnya yang bahkan kehadirannya tidak nyata ada di Indonesia.

Kedua platform tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dan sampai saat ini tidak dibebani kewajiban pajak apapun. Dikhawatirkan perlakukan yang berbeda ini membuat pelaku UKM meninggalkan model marketplace dan beralih ke media sosial.

“Peraturan yang sama itu mutlak dijalankan supaya terjadi keseimbangan,” ujar Aulia, Selasa (30/1).

Aulia mengaku, diskusi mengenai RPMK Pajak E-commerce sudah beberapa kali diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sejak November tahun lalu.

Namun diskusi tersebut baru berupa sosialisasi konsep pengenaan pajak pada layanan e-commerce yang berbisnis di model marketplace, bukan berupa draft PMK yang dimaksud. Hingga kini, asosiasi mengaku belum menerima draft soal isi RPMK tersebut.

“Yang kita dengar RPMK [Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik] ini mau keluar, tapi sampai sekarang kita belum terima draftnya. Kalau kami sudah terima [draft], kami bisa beri masukan lebih lanjut.”

Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, dan Infrastruktur idEA Bima Laga menambahkan pihaknya mendengar isu PMK pajak e-commerce akan diterbitkan pada akhir bulan ini atau awal Februari 2018.

“Katanya [PMK] akan terbit 31 Januari atau 1 Februari 2018. Makanya kami minta diuji publik, dengan mengadakan ini [konferensi pers],” terang Bima.

Bima melanjutkan, pihaknya juga meminta jaminan pemerintah untuk menjaga level playing of field (perlakuan sama), tak hanya antar pelaku UKM online dan offline, tapi juga antar marketplace informal (media sosial) dan marketplace formal (sudah berbadan hukum).

Disebutkan marketplace mendapat tugas agar turut berperan dalam memfasilitasi dan membantu DJP dalam meningkatkan jumlah wajib pajak baru, termasuk di dalamnya menyetorkan pajak dan memberikan data transaksi secara online ke Badan Pusat Statistik (BPS).

“Mereka sendiri mengaku masih mencari cara [mengutip pajak dari media sosial]. Kalau memang belum menemukan cara, kami siap beri masukan. Daripada aturan diterbitkan jadi memberatkan sepihak, harga yang harus dibayar terlalu mahal dikorbankan,” pungkas Bima.

Ditunjuk jadi agen penyetor pajak

Selain itu, dalam aturan terbaru ini nantinya pemerintah akan mewajibkan model marketplace sebagai agen penyetor pajak karena dinilai memiliki implikasi meningkatkan compliance cost atau biaya kepatuhan. Menurut Bima, kebijakan ini akan menempatkan marketplace pada posisi dibebani kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh final.

Peningkatan biaya kepatuhan perlu mendapat perhatian pemerintah karena dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak jadi naik relatif signifikan. Lantaran untuk melaksanakan kewajiban tersebut marketplace harus menyiapkan sejumlah infrastruktur dan biaya tambahan.

Bila diilustrasikan, ada transaksi dari penjual UKM dari marketplace X senilai Rp10 ribu. Jika dia bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), artinya dipotong dulu PPh 0,5%. Kemudian dilaporkan dan dihitung oleh perusahaan marketplace. Sementara ada isu kalau terjadi retur dan lain sebagainya?.

Dalam hal ini yang menanggung semuanya adalah pelaku UKM dari marketplace itu sendiri. Kalau marketplace sebagai korporasinya, tidak ada isu pajak. Justru akan kasihan ke penjual UKM.

“Wacana awalnya marketplace dijadikan sebagai wapu (wajib pungut) kemudian akhirnya jadi agen penyetor pajak. Jadi kita yang sekarang collect data, fungsi DJP dibebankan ke kita. Ada banyak sekali aturan teknis yang terjadi saat kami menjadi agen penyetor pajak, yang kasihan adalah penjual UKM,” pungkas Bima.

Roadmap E-Commerce: Asosiasi Soroti Isu Perpajakan

Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menyoroti isu tentang persamaan perlakuan perpajakan antara pemain asing dan lokal, termuat dalam Peraturan Presiden No.74/2017 tentang Roadmap E-commerce. Sebagai langkah awal untuk mengatasi isu tersebut, asosiasi akan melakukan kajian bersama tim Pelaksana dan Project Management Office (PMO) e-commerce untuk menentukan patokan.

Patokan (benchmark) perlu dibuat agar aturan yang dilahirkan tidak memberatkan pemain lokal ataupun menguntungkan asing. Contohnya yang dilakukan pemerintah Tiongkok untuk meringankan beban pajak pemain e-commerce hanya diberlakukan bila mereka fokus pengembangan UKM lokal.

Mengingat isu ini cukup sensitif dan bersinggungan dengan aturan-aturan sebelumnya yang sudah berlaku, pihak idEA mendorong agar seluruh stakeholder saling sinkron satu sama lain.

“Di Indonesia hal ini [pajak e-commerce] belum ada dan tidak gampang untuk mengubah aturan, khususnya tentang perpajakan. Makanya kami butuh benchmark dan perlu lakukan kajian bersama tim PMO, mudah-mudahan kita bisa sama-sama merumuskan,” terang Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur dan Cyber Security idEA Bima Laga, Rabu (16/8).

Dalam Perpres Roadmap E-Commerce, hanya disebutkan pada Februari 2018 pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, merealisasikan inisiasi persamaan perlakuan perpajakan atas pelaku e-commerce asing dan lokal sesuai ketentuan yang berlaku.

Tidak hanya soal persamaan perlakukan dan insentif untuk investor, dalam aturan juga disebutkan inisiasi penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Inisiasi ini menyebutkan arahan kepada pemerintah untuk menyederhanakan tata cara perpajakan bagi pelaku usaha e-commerce dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

Pekerjaan berat

Ketua Umum idEA Aulia E. Marinto melanjutkan terbitnya aturan ini menjadi awalan untuk melanjutkan pekerjaan berikutnya mewujudkan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara senilai US$130 miliar pada 2020.

“Kita bekerja saja. Harus dicoba dan optimis untuk mencapai itu,” terang Aulia.

Meski begitu, prediksi tersebut bisa saja direvisi. Pasalnya angka tersebut masih sebatas proyeksi saja.

“Kita fokusnya potensi itu belum tereksplorasi. Yang sekarang [data valid] saja belum terungkap. Soal angka itu bisa revisi lagi. Tapi mengatakan angka itu sudah menggambarkan potensi, that’s good.”

Untuk itu dia mendorong seluruh pihak saling sinkron satu sama lain, agar aturan turunan yang dilahirkan dari perpres tidak merugikan salah satu pihak saja.

Siasat aCommerce, Blanja, dan Pinjam Menjaga Retensi Karyawan

Karyawan itu adalah aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, menjaga karyawan untuk tetap betah bekerja adalah suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pemimpin perusahaan. Tidak perlu menyediakan fasilitas yang “wah” bila pembagian kerja dengan tim tidak jelas. Bukan juga memberikan fleksibilitas kerja, yang tanpa mempertimbangkan fasilitas tunjangan lainnya.

Sebenarnya, hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan founder startup untuk menjaga karyawannya agar tetap betah? DailySocial merangkum hasil wawancara singkat dengan tiga founder startup dari aCommerce, Pinjam, dan Blanja. Berikut hasilnya:

Buat program pengembangan talenta terstruktur

Menurut CEO aCommerce Hadi Kuncoro, solusi yang dilakukan perusahaan untuk menjaga retensi karyawannya dengan fokus pada membangun budaya organisasi korporat dengan semangat “hybrid startup”. Ini diimplementasikan dalam program pengembangan talenta terstruktur untuk seluruh lapisan pekerjaan.

Agar karyawan tetap puas bekerja di aCommerce, pihaknya rutin mengadakan kegiatan mentoring dan konseling, serta melatih talenta jiwa kepemimpinan untuk seluruh divisi. Tujuannya agar tingkat kepuasan bekerja tetap tinggi.

Dari sisi penilaian kinerja, sambung Hadi, perusahaan menerapkan standar manajemen kinerja yang tepat. Untuk karyawan dengan kinerja terbaik, terbuka kesempatan baginya melanjutkan ke jenjang berikutnya.

“Dalam berkomunikasi, kami juga menerapkan sesi one-on-one untuk seluruh lapisan kerja. Ini penting untuk menjaga hubungan baik antara karyawan dengan atasannya,” terangnya.

Lakukan komunikasi terbuka

CEO Blanja Aulia E Marinto menjelaskan dirinya melakukan komunikasi terbuka dan konstruktif dengan tim. Aulia menyediakan waktunya untuk diakses oleh seluruh karyawannya, kapanpun mereka butuhkan.

Juga, ruang untuk melakukan “error” demi mendapatkan solusi dan keputusan bisnis terbaik dan pendekatan dari bawah ke atas terkait inovasi dan implementasi suatu ide.

“Ini adalah beberapa langkah konkret yang kami lakukan untuk membuat para talent terbaik ini betah, nyaman, dan selalu memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap Blanja,” ucap Aulia.

Hal lainnya yang dilakukan adalah memberikan remunerasi yang kompetitif, ruang kerja yang nyaman, dan memfasilitasi berbagai macam kegiatan internal seperti olahraga dan kesenian. Tujuannya ingin membangun tim kerja yang solid, sekaligus memberikan “life balancing”.

Adapun tindakan yang menurut Aulia sebaiknya harus dihindari founder saat menjaga rentesi karyawan, adalah membuat keputusan yang jelas terhadap arah dan strategi perusahaan. Ini dikhawatirkan akan menggiring karyawan jadi tidak nyaman.

Beri tantangan dan tunjukkan apresiasi

Sedangkan menurut CEO dan Co-Founder Pinjam Teguh B Ariwibowo, karyawan terbaik itu sangat menyukai dengan hal baru sebagai peluang mereka untuk belajar dan mendapatkan apresiasi. Menurutnya, untuk menjaga kenyamanan karyawan, sebaiknya founder beri mereka tantangan dengan jabatan dan tanggung jawab.

Hal di atas dilakukan Pinjam Misalnya ada beberapa proyek yang diberikan langsung kepada mereka yang menjadi best performer. Ketika mereka berhasil melampaui dari tantangan yang diberikan, berilah suatu apresiasi secara personal.

“Kebiasaan di Pinjam, kami ambil dua sampai tiga orang dari divisi bisnis dan teknologi yang memang outstanding performer. Saya siapkan kadonya sendiri untuk mereka. Bentuk apresiasi lainnya, kami umumkan kinerja mereka di townhall meeting,” kata Teguh.

Sementara itu, untuk hal-hal yang sebaiknya tidak lakukan adalah founder terhadap karyawannya adalah sikap yang tidak profesional, terlalu cepat merespon terkait perubahan organisasi. Padahal, itu memerlukan pertimbangan yang matang karena berhubungan dengan organisasi, struktur, atau man power.

Google: Sepanjang Ramadhan Pencarian Naik 28 Persen, Pengeluaran Naik 30%

Google hari ini merilis data perilaku konsumen sepanjang Ramadhan 2016 sebagai acuan menyambut Ramadhan tahun ini. Secara umum, Ramadhan dipersepsikan sebagai bulan paling tinggi untuk urusan trafik dan pengeluaran. Data Google menyebutkan penelusuran melalui mesin pencariannya naik 28% dibanding hari lainnya. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia juga menunjukkan pengeluaran, baik online maupun offline, naik 30% di periode yang sama.

“Bahkan orang-orang yang biasanya tidak berbelanja online, akan membeli sesuatu dari internet selama bulan Ramadan. Bagi para pengiklan, tentunya momen ini sangat penting. Perusahaan juga harus memastikan brand mereka unggul selama periode ini,” ungkap Head of E-Commerce Google Indonesia Henky Prihatna.

Pihak layanan e-commerce mengamini data yang disuguhkan Google tersebut. Pihak Blanja dan Blibli menyebutkan data penjualan yang mereka miliki tak jauh berbeda dengan hasil penelusuran Google tersebut. Salah satu yang menarik adalah meningkatnya penjualan rice cooker di awal Ramadhan. Sektor lain yang juga meningkat adalah penjualan smartphone dan produk fashion.

CEO Blanja Aulia E. Marinto menyebutkan fokus Blanja tahun ini, termasuk saat Ramadhan dan Lebaran, adalah produk-produk Telkom Group, produk eBay, dan produk-produk BUMN. Di lain pihak, VP Marketing Blibli Ayu Fajar memastikan pihaknya tetap akan fokus di produk-produk fashion menyambut periode Ramadhan tahun ini.

Berikut ini adalah beberapa poin yang bisa menjadi acuan para pemasar dan brand menyambut bulan puasa tahun ini:

1. Mendapatkan inspirasi. ​Google Penelusuran adalah salah satu tempat yang dituju oleh orang-orang Indonesia untuk mendapatkan informasi dan inspirasi yang berkaitan dengan Ramadan— dan tren ini terus berkembang, terlihat dari adanya peningkatan penelusuran sebesar 28% pada tahun 2016 dibandingkan 2015.

2. Berbelanja produk terbaru. ​Pada tahun 2016, penelusuran yang berkaitan dengan pakaian melonjak 2,8 kali lipat, alat-alat rumah tangga meningkat 2 kali lipat, dan promosi telepon seluler sebesar 1,8 kali lipat.

3. Mencari kartu kredit untuk membayar berbagai hal. ​Saat Ramadan, pengeluaran bisa jadi akan membengkak, dan beberapa orang tidak dapat membayar dengan uang tunai. Pada tahun 2016, penelusuran terkait pembayaran lewat cicilan meningkat sebesar 1,6 kali lipat, sementara promo kartu kredit meningkat 1,2 kali lipat.

4. Mencari promo dan diskon. ​Penelusuran yang berkaitan dengan promosi dan diskon memuncak saat Ramadan. Misalnya, penelusuran smartphone mencapai puncaknya pada pekan pemberian THR, dengan peningkatan kata kunci tentang harga dan promosi sebesar 40%.

5. Merencanakan perjalanan sejak awal. ​Berdasarkan tren Penelusuran, ​pemudik di Indonesia merencanakan perjalanan mudik dengan kereta sekitar 3 bulan sebelum Ramadan, sementara bus dan penerbangan domestik dimulai sekitar 2 bulan sebelumnya.

Menentukan Arah E-Commerce Indonesia

Toko daring (e-commerce) yang merupakan wujud nyata pemanfaatan teknologi internet yang dipadukan dengan toko offline, terus menggurita di Indonesia. Menurut sensus BPS, jumlahnya mencapai 26,2 juta di 2016, tumbuh 17% dalam kurun waktu 10 tahun.

Besarnya angka ini, di satu sisi memperlihatkan pemain toko offline yang kini mulai sadar dengan potensi online sebagai alternatif jalur pemasaran yang ramah ongkos dalam rangka mendukung bisnis mereka.

Seiring berjalannya waktu, pemain e-commerce khususnya marketplace kini tak lagi menawarkan produk berbasis fesyen, gadget, atau elektronik. Coba perhatikan strategi dari lima pemain besar e-commerce di Indonesia versi iPrice berdasarkan segi kunjungan, seperti Lazada, Tokopedia, Elevenia, Bukalapak, dan Blibli. Semuanya kini mulai merambah ke luar segmen tiga kategori utama.

Tokopedia, dikenal sebagai pemain pionir yang menyediakan produk di luar segmen utama, makin melengkapi layanannya tak hanya pulsa, tapi juga sudah merambah ke pembelian tiket kereta api, voucher game, donasi, BPJS, angsuran kredit, hingga layanan fintech untuk pengajuan aplikasi kartu kredit, dan lainnya.

Lazada pun kini perlahan-lahan mulai merambah ke pengadaan kebutuhan sehari-hari dengan menjual pulsa dan paket data. Begitupula dengan Elevenia yang menyediakan tiket pesawat dengan menggandeng Tiket. Blibli pun juga demikian, baru-baru ini perusahaan menjual rambah segmen perjalanan dengan menyediakan tiket angkutan darat, laut, udara, paket perjalanan wisata, hingga voucher acara, dan lainnya.

Pengguna kini bisa pesan tiket kereta api via Bukalapak / Bukalapak

Bukalapak tak mau kalah. Selain tiket kereta api dan pesawat, Bukalapak juga menyediakan layanan fintech termutakhir, yakni investasi reksa dana. Yang terbaru, marketplace yang memiliki hubungan dengan Emtek ini juga menyediakan layanan kredit mobil, lewat BukaMobil.

Dari layanan yang dihadirkan pemain marketplace di atas, secara otomatis membuat peta persaingan dengan e-commerce tak lagi jadi horizontal, namun semakin vertikal. Akibatnya, ruang gerak bisnis e-commerce niche “terusik”, apalagi dengan toko offline.

Bila ditelisik lebih dalam, kondisi serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Ambil contoh terdekat adalah Amazon. Dalam perjalanannya, Amazon kini tidak hanya dikenal sebagai platform e-commerce untuk berjualan berbagai produk berbasis kebutuhan konsumen saja yang sudah diluncurkan sejak awal.

Dalam laporan keuangan Amazon di kuartal I 2017, perolehan pendapatan Amazon mencapai US$34,5 miliar, tumbuh 19% secara year-on-year (YOY). Beberapa kontributor yang turut mendongkrak kenaikan tersebut adalah kehadiran produk Amazon Web Service dan Amazon Prime.

Hal menarik yang bisa disimpulkan dari laporan kinerja Amazon adalah layanan e-commerce yang mulai beradaptasi menjadi peluang baru untuk terus berinovasi menambah layanan, bukan hanya mengandalkan produk berbasis kebutuhan konsumen saja.

Dengan makin ramainya layanan yang dihadirkan marketplace, seperti apa arah e-commerce Indonesia di masa mendatang? Lalu bagaimana tingkat persaingannya?

Menjadi bagian keseharian hidup

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun makin cerdas. Mereka tak lagi sekadar berburu diskon atau harga murah, namun menggunakan platform e-commerce untuk kemudahan hidup mereka. Tak hanya itu, sebagai destinasi untuk perbandingan harga, melihat tinjauan dari para pembeli sebelumnya.

Menurut William, dengan banyaknya penjual yang bergabung di marketplace akan memberikan fungsi transparansi harga dan kualitas kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai acuan riset pasar sebelum berbelanja.

Open marketplace juga akan menjadi rumah baru bagi para pemilik merek lokal maupun internasional untuk memasarkan produknya. Ini sangat wajar karena marketplace memiliki traffic kunjungan yang tinggi. Pengunjung marketplace memiliki intention to purchase, beda dengan social media, situs berita, atau mesin pencari,” kata William.

Dia juga memprediksi pada tahun ini, e-commerce akan semakin inklusif demi menjangkau masyarakat hingga pelosok dengan membuka kesempatan untuk bankable. Produk keuangan seperti dompet virtual akan tumbuh seiring dorongan pemerataan ekonomi secara digital, membuka kesempatan untuk masyarakat melakukan pembayaran meski tidak memiliki akun bank atau kartu kredit.

“Marketplace seperti Tokopedia pun sudah berubah menjadi platform, yang membuka kerja sama dengan para pelaku startup fintech, khususnya yang memiliki solusi untuk financial inclusion.”

Saat ini ada lebih dari 1,5 juta merchant yang bergabung dengan Tokopedia. William mengklaim setiap bulannya perusahaan bisa menghasilkan pendapatan hingga triliunan lewat 40 juta pilihan produk yang tersedia.

Menyambung ucapan William, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia E. Marinto menambahkan berbagai layanan yang dihadirkan, secara otomatis membentuk suatu ekosistem yang menjadikan e-commerce sebagai one stop service.

“Mulai ditawarkannya berbagai produk dan layanan, sebenarnya sudah ada model bisnisnya di luar negeri. Ini bukan hal baru dan menjadi upaya mereka untuk leverage bisnis dari consumer base yang sudah dimiliki. Market [e-commerce] kita masih baru, banyak hal yang bisa di-online-kan,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan CFO Bukalapak M Fajrin Rasyid. Menurutnya, layanan e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem dengan menawarkan jasa dengan nilai tambah, tak lagi jasa jual-beli saja. Hal inilah yang mendasari Bukalapak meluncurkan berbagai inisiatif baru.

“Kami yakin dengan pertumbuhan dan perkembangan Bukalapak sebagai ekosistem, kami mampu memutar roda perekonomian Indonesia bukan hanya dengan penjualan dan pembelian, tapi juga dengan kebiasaan menabung. Salah satu fitur kami, BukaReksa, memungkinkan pengguna kami untuk berinvestasi,” terang Fajrin.

Dia melanjutkan, “Kami yakin e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem. Yang dimaksud ekosistem adalah [layanan] e-commerce yang mampu memberi kemudahan para penggunanya, tidak hanya wadah jual beli online, tetapi membantu mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam satu platform.”

Kompetisi yang makin sengit, namun potensi tetap luas

Menjawab soal kompetisi, Aulia menambahkan di era teknologi internet yang makin berkembang memang menyebabkan tingkat kompetisi yang semakin ketat. Pasalnya perkembangan internet cukup dinamis. Ambil contoh, kompetisi yang terjadi antara operator telekomunikasi dengan layanan over-the-top (OTT). Kondisi sekarang ini, pengguna telko tidak harus menggunakan pulsanya untuk menelpon karena dapat memanfaatkan layanan telepon dari aplikasi pesan singkat.

CEO Blibli Kusumo Martanto mengatakan persaingan tetap selalu ada dan semakin sengit. Blibli melihat hal ini menjadi kesempatan untuk terus “agile” dan berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan baik dari sisi produk seleksi, kompetisi harga, pengiriman, metode pembayaran, customer care, maupun user experience di platform web dan mobile.

“Kami juga melihat ada tanda-tanda untuk terjadinya konsolidasi di market [e-commerce] ke depannya. Tapi kami cukup yakin untuk tetap bisa tumbuh dan menjadi one of the e-commerce market leaders di Indonesia,” ucap Kusumo.

Sekarang Blibli telah memiliki 15 kategori produk, beberapa yang terbaru diluncurkan tahun lalu adalah otomotif (aksesoris, mobil, dan motor); galeri Indonesia (produk lokal), mobile e-pulsa, dan groceries (non fresh products).

Peritel modern dituntut inovatif

Sementara itu, peritel modern yang merupakan bisnis petahana sebelum layanan e-commerce hadir, dituntut untuk terus inovatif. Meski secara penetrasi e-commerce terhadap total ritel masih sekitar 1% di 2016, namun potensinya diklaim masih sangat luas. Dikhawatirkan hal ini akan menjadi senjata makan tuan bagi peritel modern.

William menerangkan kondisi yang sedang dialami Indonesia di tahun lalu telah terjadi di Tiongkok pada 2008 silam. Tiongkok hanya membutuhkan lima tahun untuk mencapai penetrasi 10% terhadap total ritel di 2013.

“Jika saat ini dari 100 transaksi yang kita lakukan, baru 1 yang dilakukan secara online. Pertanyaan berikutnya seberapa cepat Indonesia akan mengikuti Tiongkok, di mana dari 10 transaksi yang dilakukan, setidaknya sudah 1 dilakukan secara online,” tutur William.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menambahkan layanan e-commerce kini menjadi suatu bagian yang tidak bisa diingkari, sehingga harus dijadikan sebagai jalur distribusi pemasaran yang terbaru demi mendongkrak pendapatan.

“Kita harus liat e-commerce sebagai kritik yang membangun untuk menjawab situasi yang sedang terjadi. Harus ada kreativitas yang tersuguh di market untuk dihadirkan di offline, bila peritel tidak mau berubah tentu akan punah,” terang Roy.

Saat ini hampir 70% anggota Aprindo sudah mulai menggunakan transformasi dari bentuk toko fisik ke online. Sebelumnya peritel hanya memakai jalur online sebagai pemasaran, namun kini sudah bertambah menjadi saluran penjualan. Hal ini yang terjadi dalam MatahariMall, MAP Emall, Alfacart, KlikIndomaret, dan lainnya.

Kendati layanan e-commerce diprediksi menyimpan potensi yang sangat besar, kondisi ini dianggap tidak bisa menggeserkan eksistensi peritel modern. Pasalnya ritel modern memiliki nilai lebih yang tidak bisa digantikan oleh layanan e-commerce. Salah satunya adalah komunikasi yang satu arah dan keterbatasan untuk berinteraksi dengan barang yang diinginkan.

“Sedemikian maju suatu negara, toko offline akan tetap ada. Yang bakal tergerus itu yang tidak mau berubah. Intinya adalah inovasi yang dapat menghubungkan konsumen dengan teknologi, itu bisa dihadirkan dalam mengajak orang-orang untuk tetap datang ke toko.”


Yenny Yusra berkontribusi dalam pembuatan artikel ini

Kenduri Nasional E-UKM Digelar di Yogyakarta, Tingkatkan Implementasi Teknologi dalam Kewirausahaan

Berdasarkan temuan riset kerja sama BPS dan Bekraf, pada kisaran tahun 2010-2015 diperoleh data bahwa nilai produk industri kreatif meningkat rata-rata 10,14% per tahun. Jumlah tersebut menyumbang ekonomi nasional sekitar 7,66%. Dengan tren pertumbuhan tersebut ditargetkan pada tahun 2019 industri kreatif setidaknya akan menyerap tenaga kerja sekitar 17 juta orang dengan nilai ekspor sekitar Rp282 triliun lebih.

Di sisi lain, menurut data BPS, jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berjumlah 56,5 juta (2016). Sayangnya, meski terkesan besar secara jumlah, angka itu sebenarnya memasukkan pengusaha mikro seperti petani, nelayan, pedagang asongan, hingga usaha sektor informal lainnya.

Setelah pada hari lalu (25/04) diluncurkan Panaya.id sebagai platform untuk promosi melalui kanal fansbase artis, hari ini (26/04) di Yogyakarta dalam rangkaian acara yang sama diadakan acara Kenduri Nasional E-UKM. E-UKM adalah sebutan bagi para UKM yang telah memanfaatkan kanal digital (marketplace, online store dan media sosial) sebagai sarana promosi dan publikasi produk dan jasa kreatif.

Sedangkan tema “kenduri” digunakan karena semangat kenduri adalah semangat bekerja sama, berpadu, dan menyatukan langkah untuk mencapai hasil yang terbaik.

Dengan adanya acara Kenduri Nasional yang berlangsung dua hari dari tanggal 26-27 April 2017 di Hotel Grand Tjokro Jogja, diharapkan UKM dapat saling bertemu, baik dengan sesama UKM maupun dengan pihak-pihak pendukung seperti penyedia platform & teknologi untuk mempercepat perkembangan UKM di Indonesia, sehingga UKM dapat memperoleh inspirasi, semangat, & jaringan baru.

Sebagai narasumber dalam acara tersebut, hadir pakar branding Subiakto Priosoedarsono, mentor usaha Jaya Setiabudi, CEO Marketplace Riyeke Ustadiyanto, pemilik Vanilla Hijab yang beromzet miliaran Atina, pakar Google Sales Edgart Hartono dan Robby Marolop, serta beberapa pemateri lainnya. Fokus materi adalah pada penyampaian kiat dari usaha yang sudah mereka jalankan, sehingga mampu menghasilkan banyak produk unggulan.

Riyeke Ustadiyanto, yang juga salah penggagas acara Kenduri Nasional E-UKM ini mengatakan, acara ini merupakan upaya bersama dari banyak pihak, untuk menjembatani kebutuhan UKM agar bisa maju bersama di dunia digital.

“Kami sedang menyiapkan tools automation UKM, yakni semacam sarana agar para UKM ini bisa langsung mudah berjualan ke dunia global melalui sarana digital. Hanya dengan bergabung, men-display produk, begitu ada pesanan dan sudah terbayar, barang langsung terkirim melalui jaringan logistik yang sudah terverifikasi. Mudah, cepat, menyenangkan, semua senang,” terang Riyeke.

Aulia E Marinto, ketua umum asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) yang turut menginisiasi acara ini mengatakan bahwa untuk mengembangkan dan memperkuat ekonomi digital, kita harus merangkul semua pihak, termasuk para pengusaha UKM di daerah.

“Pemerintah dan idEA bisa menjembatani hubungan baik tersebut dengan menyiapkan ekosistem yang mendukung kesiapan semua pihak, utamanya untuk mendorong UKM agar mampu jadi pengusaha E-UKM yang bukan saja siap dan komit tetapi juga berkualitas,” ujar Aulia.

Fokuskan Akselerasi Ekonomi Digital, IESE 2017 Kembali Digelar

Tahun 2017 Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) bakal menggelar kegiatan Indonesia E-Commerce Summit dan Expo (IESE) pada bulan Mei mendatang. Perhelatan rutin yang telah digelar kedua kalinya nanti, akan memfokuskan kepada penerapan serta implementasi dari roadmap plan e-commerce yang lahir dari kegiatan IESE 2016 silam.

Kepada media hari ini, CEO Blanja yang juga menjabat sebagai ketua umum idEA Aulia Marinto menyebutkan, IESE 2017 yang akan digelar pada tanggal 9-11 Mei 2017 di ICE BSD, diharapkan bisa merangkul lebih banyak pelaku pelaku UKM, penggiat startup, stakeholder hingga regulator untuk bersama menemukan solusi dari semua permasalah yang ada.

“idEA sebagai satu-satunya asosiasi e-commerce di Indonesia tentunya berharap bisa menjadi kegiatan positif yang bisa membantu ekosistem e-commerce di Indonesia.”

Memajukan ekosistem digital ekonomi Indonesia

Terdapat 5 pilar yang akan dibahas secara tuntas oleh idEA dalam kegiatan IESE 2017 mendatang. Masing-masing poin tersebut memiliki impact dan tentunya berkaitan satu dan lainnya. Di antaranya adalah akselerasi growth digital ekonomi, merangkul lebih banyak penjual offline ke online, mempromosikan usaha lokal menjadi global, perhatian khusus terkait logistik hingga pembahasan yang cukup sensitif saat ini, yaitu talenta.

“Semua permasalahan yang ada akan di bahas tuntas bersama semua pihak terkait. Kita juga akan mengundang regulator dan Bekraf untuk mempercepat proses akselerasi serta mengimplementasikan hasil dari kegiatan selama tiga hari tersebut,” kata Aulia.

Saat ini idEA mengklaim telah memiliki sekitar 300 perusahaan dari kategori online ritel, marketplace, daily deals, classified ads, price comparison, travel, sistem pembayaran, logistik dan beberapa partner strategis terkait.

“Diharapkan nantinya produk yang masih offline bisa bekerja sama dengan perusahaan online, sehingga bisa memperbesar kemungkinan memperoleh pembeli lebih luas lagi. Sebaliknya online retailer yang memiliki inventory online juga bisa memanfaatkan kehadiran toko offline untuk memperbanyak produk yang dijual. Inilah kerja sama yang saling menguntungkan yang akan memajukan ekosistem digital ekonomi Indonesia di masa depan,” tutup Aulia.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner pagelaran Indonesia E-Commerce Summit dan Expo (IESE) 2017.