Yopie Suryadi: Kegagalan Berikan Inspirasi Membangun Bisnis

Selama lima tahun terakhir Yopie Suryadi memimpin MTARGET yang merupakan startup SaaS yang fokus di otomasi pemasaran email. Meskipun kini mengklaim sudah berada dalam posisi yang aman, bahkan sudah profitable, Yopie sempat merasakan jatuh bangunnya membangun perusahaan. Demikian juga perjalanan kariernya, khususnya di industri teknologi, yang sudah ia jalani sejak tahun 2011.

Kepada DailySocial, Yopie menceritakan kegagalannya membangun startup dan depresi yang sempat mematahkan semangat dirinya untuk membangun kembali bisnis dari awal. Pun bagaimana kemudian ia bangkit dan bertahan hingga sekarang.

Berawal dari gadget

Hadirnya Yopie di industri diawali ketertarikannya dengan gadget dan perangkat teknologi terkini di awal tahun 2010-an. Meskipun saat itu proses jual-beli smartphone masih didominasi secara offline di lokasi tertentu, hal ini tidak mengurungkan niatnya menerima request pembelian dengan sistem pengantaran langsung ke rumah dan pembayaran dengan konsep Cash on Delivery (COD). Sayangnya effort yang dikeluarkan dianggap tidak setimpal hasilnya untuk menjadi suatu bisnis berkelanjutan.

Ia juga sempat membangun portal berita yang mengupas informasi seputar gadget bernama Gopego.com.

Lepas dari bisnis gadget, Yopie tertarik untuk fokus mengembangkan bisnis yang berbeda. Proyek selanjutnya adalah GDILab yang merupakan layanan analisis media sosial. Didirikan bersama Billy Boen, Jefri Dinomo dan Masas Dani pada bulan Desember 2013. Pada awal kemunculannya GDILab sudah menghasilkan beberapa deretan produk analitik, yakni Polaris (Facebook-Twitter Analytics), Iris (Instagram Analytics), dan juga GNEWS.

Di tahun 2015, GDILab melakukan spin off terhadap GNEWS untuk berdiri sendiri sebagai perusahaan. Selepas spin off tersebut, pada Mei 2016 Yopie dan Masas full exit untuk fokus di GNEWS sebagai CEO dan CTO. Billy Boen dan Jefri Dinomo tetap bertahan GDILab dan kini masing-masing menjadi CEO dan VP Product.

“Waktu itu kita masuk ke Social Media Analytics, ada satu fitur yang menurut saya bagus. Intinya adalah news aggregrator tapi berdasarkan siapa yang paling cepat, lebih awal dan siapa yang paling kredibel. Berbeda dengan agregator berita yang bisa saja berita hoax. [..] Akhirnya kita spin off itu, saya exit dari GDILab, kemudian membangun GNEWS,” kata Yopie.

Konsep awal sebagai platform pencarian berita berbasis media sosial, ternyata tidak dapat berjalan dengan baik. Pada tahun 2016, belum genap setahun berdiri, GNEWS terpaksa menghentikan operasional.

“Kita melihat waktu hanya dihabiskan untuk mengajak orang mengunduh aplikasi, menggunakan aplikasi dan sisanya mencari dana segar. Pada akhirnya karena adanya perbedaan visi dengan Co-founder lainnya dan shareholder, akhirnya GNEWS berhenti beroperasi,” kata Yopie.

Sempat mengalami rock bottom

Yopie Suryadi dan tim MTARGET / MTARGET

Penutupan GNEWS menyisakan kesedihan bagi Yopie. Kegagalan tersebut cukup memukul dirinya. Berkat dukungan sang istri, Yopie berupaya bangkit dari kegagalan dan menciptakan inovasi baru yang berbeda.

Ide yang menjadi perhatian Yopie adalah kurangnya channel distribusi konten saat ia membangun GNEWS. Peluang tersebut yang kemudian ia coba kembangkan. Melihat keberhasilan Mailchimp, layanan email marketing bernama Mail Target ( selanjutnya menjadi MTARGET) ia luncurkan.

“Yang saya lihat adalah sulit bagi platform seperti Mailchimp untuk bisa berkembang di Indonesia, karena karakteristik yang berbeda. Hanya platform lokal yang bisa menyediakan layanan yang ideal dan dibutuhkan oleh pengguna di Indonesia,” kata Yopie.

Untuk memberikan layanan yang berkualitas, Yopie menghabiskan waktu cukup lama mempelajari lebih mendalam apa itu SaaS dan bagaimana strategi layanan email marketing yang tepat untuk pengguna di Indonesia. Meskipun awalnya Yopie ingin menargetkan pasar UMKM, karena masih adanya tantangan edukasi dan pemahaman ia dan tim fokus ke segmen enterprise.

Ia mengatakan, “Waktu itu pemicu permasalahan yang saya hadapi adalah persoalan distribusi. Masih belum banyak masyarakat umum yang belum aware dengan email marketing. Padahal secara tidak langsung email sudah menjadi oksigen bagi kebanyakan masyarakat umum.”

“Saat itu memang terlihat kurang keren untuk mengembangkan platform SaaS email marketing dan ternyata hingga saat ini masih terlihat seperti itu. Setelah saya pelajari lebih mendalam, dari perjalanan karier Pendiri Mailchimp Ben Chestnut, [..] kesimpulan yang saya ambil adalah bisnis email marketing kebanyakan adalah self funded dan self sustained,” lanjutnya.

Meskipun mengklaim telah menemukan formula yang tepat, tidak berarti mereka sudah keluar dari masalah. Di awal pandemi MTARGET sempat mengalami pertumbuhan bisnis yang melambat. Menjelang pertengahan bulan April 2020, ketika bisnis mulai beradaptasi ke situasi pandemi, kondisi perusahaan pun berangsur pulih.

Menurutnya, pandemi telah mempercepat akselerasi digital, “meloncat” hingga tiga tahun. Mereka yang tadinya tidak terlalu berminat untuk mengadopsi teknologi, dipaksa untuk menggunakannya.

Yopie mengklaim hingga akhir tahun 2021 lalu perusahaan mengalami pertumbuhan positif dan telah memiliki profit.

Berkat dukungan tim dan keluarga, Yopie berhasil mengatasi tantangan saat pandemi. Sempat ditawarkan untuk bekerja di perusahaan lain, Yopie memilih tetap bersama dengan tim, membangun MTARGET yang lebih besar lagi. Keputusan tersebut, menurutnya, menjadi keputusan terbaik yang pernah ia ambil sebagai pendiri startup.

“Saya lebih memikirkan ketenangan atau kedamaian saat mengambil keputusan. Saya tidak ingin mengorbankan ketenangan tersebut dan menurut saya akan menjadi tidak worth it. Sejak saat itu saya mulai belajar untuk memahami non technical decision making,” kata Yopie.

Dukungan ke startup generasi baru

Meskipun telah berdiri sejak tahun 2017, MTARGET termasuk di jajaran startup yang tidak terlalu rutin menggalang dana. Tercatat hanya tiga kali putaran pendanaan yang diterima, termasuk dari Azure Ventures dan Prasetia Dwidharma.

Menurut Yopie, sebuah startup yang ingin tumbuh dengan baik dan profitable sebaiknya jangan terlalu fokus untuk selalu melakukan penggalangan dana. Hal itu menjadi mantra yang ia sampaikan ke startup generasi baru.

“Saat ini yang ingin saya lakukan adalah membantu startup generasi baru belajar dari kegagalan yang telah saya alami, dan pentingnya bagi mereka untuk memikirkan bagaimana mendapatkan profit sejak awal,” kata Yopie.

Azure Ventures Suntik Startup D2C Fine Counsel, Perkuat Teknologi dan Analitik

Startup fesyen D2C Fine Counsel mengumumkan pendanaan segar yang dipimpin oleh Azure Ventures dengan nominal dirahasiakan. Perusahaan akan menggunakan dana segar tersebut untuk berinvestasi dalam pengembangan brand, inovasi produk, perluasan distribusi omni-channel, serta mengembangkan teknologi dan analitik untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih seamless.

Fine Counsel didirikan pada 2018 oleh Kaleb Lucman dengan visi menciptakan produk gaya hidup kelas premium yang setara dengan kualitas internasional. Variasi produk-produk sepatunya menyeimbangkan penampilan classy dengan casual, juga mengedepankan kenyamanan dan fungsi utama dari produknya. Sejak diluncurkan, perusahaan telah berkolaborasi dengan banyak mitra, seperti Mini Cooper, Big Bear and Bird, dan atlet bulu tangkis Greysia Polii. Dengan kemitraan tersebut, mampu mendongkrak pendapatan hingga sepuluh kali lipat.

Kaleb mengungkapkan adanya kemungkinan untuk mengakuisisi brand yang memiliki kesamaan visi dan nilai untuk melengkapi ekosistem Fine Counsel. “Kami selalu ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi hasil karya yang berkualitas tinggi dan desain yang berkelas,” ucap Kaleb dalam keterangan resmi.

Pemegang saham dan brand ambassador Fine Counsel Greysia Polii menambahkan, “Kami berusaha untuk menjadikan Fine Counsel sebagai brand lifestyle terkemuka di Indonesia yang identik dengan desain dan kualitas yang baik. Perusahaan ini memiliki fundamental yang dapat merebut hati para penggemar fashion di Indonesia dan seterusnya.”

Mengomentari terkait investasi yang dikucurkan, Managing Partner Azure Ventures Felix Setyomulyono mengatakan, Fine Counsel adalah salah satu merek D2C dengan rekam jejak inovasi produk yang kuat dan memiliki hubungan yang erat dengan pelanggannya. “Kami bangga dan bersemangat untuk bermitra dengan tim Fine Counsel dalam fase pertumbuhan berikutnya dalam mengintegrasikan teknologi ke pasar, mengembangkan merek mereka lebih cepat dan mencapai pertumbuhan yang stabil,” tutur dia.

Tren D2C

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Salah satu studi kasus yang banyak diceritakan adalah kesuksesan Perfect Diary, sebuah brand kosmetik asal Tiongkok. Didirikan sejak tahun 2016, startup tersebut mencapai pertumbuhan yang mengesankan sepanjang 2 tahun bisnis berjalan. Bahkan di 2019, mereka menjadi salah satu dari tiga brand dengan penjualan terbanyak. Hingga akhirnya pada tahun 2020 memutuskan IPO dengan valuasi $7 miliar. Strategi utama mereka tidak lain dengan D2C.

Ada tiga pilar utama yang idealnya didapat pemilik brand dalam strategi D2C mereka. Pertama, memungkinkan mereka menemukan diferensiasi produk, nilai unik tersebut dinilai akan mengundang lebih banyak pelanggan. Kedua, kemampuan memberdayakan data pelanggan untuk lebih memahami kebutuhan dan karakteristiknya. Dan ketiga, mendorong kepemimpinan brand dengan tingkat ketangkasan lebih secara menyeluruh, termasuk di sisi operasional.

Melihat peluang yang sama, beberapa pemain lokal mencoba keberuntungan di sektor tersebut. East Ventures sendiri turut berinvestasi ke startup D2C lainnya di bidang perawatan kulit bernama Base dan minuman nabati bernama Mohjo. Ada juga Hypefast yang hadir membantu pemilik brand untuk menajamkan strategi D2C mereka — termasuk dengan memberikan dukungan permodalan, jaringan, akses, dan operasional.

Di sisi investor, selain East Ventures beberapa pemodal ventura lokal lainnya juga mulai masuk ke sana. Mulai Alpha JWC Ventures, AC Ventures, hingga BRI Ventures melalui Sembrani. Terbaru ada Kinesys yang menjalin kerja sama dengan The-Wolfpack khusus untuk memperkuat ekosistem D2C di portofolionya.

Untuk bisnis fesyen sendiri, hingga saat ini masih mendominasi penjualan di online shopping secara global. Inovasi diperlukan untuk menjaga pertumbuhan tersebut, seiring dengan perubahan tren yang terjadi di kalangan konsumen.

Kategori produk paling populer di online shopping global sepanjang 2021 / Statista

Edtech B2B Startup ProSpark Announces Seed Funding Led by AC Ventures

ProSpark, a learning management system (LMS) platform for the B2B segment, today (5/7) announced to secure follow-on funding for its seed round. Led by AC Ventures, participated also other investors, including 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, and several angel investors.  Some investors were involved in their pre-seed last April 2020. The value is undisclosed.

ProSpark’s LMS service combines distributed content marketplace features with a gamification system that encourages user engagement in an organization. Through this platform companies can train and improve the workforce’s skills online. This funding is also considered in the right momentum, changes in behavior due to the pandemic are driving growth and demand for edtech services for businesses.

Specifically, fresh funds will be used to expand markets and improve technology infrastructure. Currently, ProSpark is struggling to immediately initiate regional expansion in Southeast Asia. Based in Singapore, ProSpark services are available to Indonesian users; and now it started to penetrate the Philippines market.

“Companies are constantly trying to find their best approach amidst the pandemic. Now that e-learning is growing, offline learning is becoming relatively more expensive, inefficient and less scalable. The ProSpark service comes with personalized and scalable solutions, through adaptive learning with results that can be monitored,” ProSpark’s Co-Founder & CEO, Alfa Bumhira said.

He continued, “This funding will help us expand our end-to-end user experience by providing a wider range of content solutions, better competency on gap mapping capabilities, and a focus on user learning outcomes [..] This is the right product, at the right time, in the right area.”

The corporate education sector is now developing as the rise of self-development activities trend  through the application. Actually, the B2B edtech service has been implemented by several other players in Indonesia. From HarukaEDU with its product CorporateEdu, then the SaaS Mekari platform which also released Mekari University last year, also Codemi that has received capital support from a venture unit of Bukalapak’s former founder. Each platform has offered a different approach.

“The offline workforce is at risk of falling behind in the new digital economy and this problem has been accelerated by the global pandemic. Training the workforce with the skills they need to survive and thrive is urgently needed [..] We believe ProSpark e-learning solutions can thrive across the Southeast Asian region and tackle these skills upgrading problems in various sectors,” 500 Startups’ General Partner, Binh Tran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech B2B ProSpark Umumkan Pendanaan Awal, Dipimpin AC Ventures

ProSpark, startup pengembang platform learning management system (LMS) untuk segmen B2B, hari ini (07/5) mengumumkan telah mendapatkan investasi lanjutan untuk putaran pendanaan awal mereka. Dipimpin AC Ventures, beberapa investor lain yang terlibat meliputi 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, dan beberapa angel investor. Beberapa di antaranya merupakan investor yang terlibat dalam pre-seed mereka April 2020 lalu. Tidak disebutkan nominal nilai yang didapat.

Layanan LMS ProSpark memadukan antara fitur marketplace konten terdistribusi dengan sistem gamifikasi yang mendorong keterlibatan pengguna di sebuah organisasi. Lewat platform tersebut perusahaan bisa melatih dan meningkatkan keterampilan para tenaga kerjanya secara daring. Pendanaan ini juga dinilai hadir pada momentum yang tepat, perubahan perilaku akibat pandemi mendorong pertumbuhan dan permintaan akan layanan edtech untuk bisnis.

Secara spesifik dana segar juga akan digunakan untuk memperluas pasar dan meningkatkan infrastruktur teknologi. Saat ini ProSpark tengah berjuang untuk segera memulai rencana ekspansi regional di Asia Tenggara. Berbasis di Singapura, layanan ProSpark dijajakan untuk pengguna di Indonesia; dan sekarang sudah mulai meluas ke Filipina.

“Para perusahaan terus mencoba menemukan pendekatan terbaik mereka di tengah pandemi. Sekarang setelah e-learning berkembang, pembelajaran offline menjadi relatif lebih mahal, tidak efisien dan kurang skalabel. Layanan ProSpark hadir dengan solusi yang dipersonalisasi dan terukur, melalui pembelajaran adaptif dengan hasil yang dapat dipantau,” ujar Co-Founder & CEO ProSpark Alfa Bumhira.

Ia melanjutkan, “Pendanaan ini akan membantu kami memperluas pengalaman pengguna secara end-to-end dengan menyediakan solusi konten yang lebih luas, kemampuan pemetaan kesenjangan kompetensi yang lebih baik, dan fokus pada hasil pembelajaran pengguna [..] Ini adalah produk yang tepat, di waktu yang tepat, di wilayah yang tepat.”

Sektor pendidikan untuk korporat kini berkembang mengikuti tren kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan fleksibel melalui aplikasi. Sebenarnya layanan edtech B2B sendiri sudah coba digarap beberapa pemain lain di Indonesia. Dimulai dari HarukaEDU dengan produknya CorporateEdu, kemudian juga platform SaaS Mekari yang juga merilis Mekari University di tahun lalu, ada juga Codemi yang telah mendapatkan dukungan permodalan dari unit ventura besutan mantan founder Bukalapak. Masing-masing tentu memiliki pendekatan yang berbeda.

“Tenaga kerja offline berisiko tertinggal dalam ekonomi digital baru dan masalah ini telah dipercepat oleh pandemi global. Melatih tenaga kerja dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan dan berkembang sangat diperlukan [..] Kami yakin solusi e-learning ProSpark dapat berkembang di seluruh kawasan Asia Tenggara dan mengatasi masalah peningkatan keterampilan ini di berbagai sektor,” ujar General Partner 500 Startups Binh Tran.

Application Information Will Show Up Here

GoKampus Comes with Educational Support Services for Students

The education technology industry (edtech) in Indonesia has encouraged various kinds of services. Another one rises with new innovation called GoKampus. The service founded by Nathanael Santoso and Jeganathan Sethu is developing an education ecosystem that facilitates students with university inquiries.

GoKampus’ CEO, Santoso told DailySocial that they have full commitment to provide services to facilitate students in more effective way, particularly for non-academic activities.

Was founded in December 2018, GoKampus has made it possible to register for lectures online, looking for scholarships, applying for college funding, managing campus events, and also a system that connects with companies for internships.

To date, GoKampus claims to have collaborated with 150 universities, 10 of which are abroad universities. In terms of users or students, there are a total of 145 thousand registered users.

“We collaborate with universities, students, and various related parties such as foundations, corporations, fintechs, and individuals to create a sustainable and mutual edtech ecosystem. It is by connecting related players in one place in order to present educational solutions,” Susanto said.

At the current stage, GoKampus is supported by several investors, including Sovereign’s Capital, EverHaus, Azure Ventures, and several angel investors.

Partnerships for better services

GoKampus has the ambition to be a complete platform instead of limited to features but also collaboration. In terms of educational funding, they have collaborated with some players in the education loan services sector such as KoinWorks, DanaCita, and Pintek. They are also actively exploring partnerships with other related parties, such as banking. In terms of features, instant registration becomes the leading one.

“The latest feature has launched since February 2020, we present an Instant Approval program for students to be able to get instant access to selected well-known campuses. Through this program, students only have to upload report cards and later get a letter of university acceptance instantly whether they meet the minimum criteria. (maximum 1 hour),” he continued.

The Covid-19 pandemic which limits the mobility of many people seems to be used properly by GoKampus to convince users that their services can be trusted to register for college.

“We started holding virtual counseling for students to get services around lectures or careers. We also work together to present Campus Webinars with various parties to educate students amid the study from home situations. Together with GoKampus, campus life can be easier, more productive, and enjoyable,” Susanto said.

In terms of the business model, Susanto said they take fees for the B2B service. This year, they are targeting to work with 300 to 400 campuses with 300 thousand registered users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GoKampus Tawarkan Bergam Layanan Penunjang Belajar bagi Mahasiswa

Industri edutech atau teknologi pendidikan di Indonesia mulai kedatangan berbagai macam bentuk layanan. Salah satu yang membuat terobosan adalah GoKampus. Layanan yang kembangkan Nathanael Santoso dan Jeganathan Sethu ini mencoba mengembangkan ekosistem pendidikan yang memudahkan mahasiswa menjalani masa perkuliahannya.

Nathanael yang memegang peran sebagai CEO kepada DailySocial menjelaskan bahwa mereka memegang teguh komitmen untuk menghadirkan layanan yang bisa membuat kehidupan mahasiswa lebih efektif, terutama untuk kegiatan di luar pembelajaran.

Sejak diluncurkan pada Desember 2018 silam, GoKampus sudah bisa dimanfaatkan untuk mendaftar perkuliahan secara online, mencari beasiswa, mengajukan pendanaan kuliah, mengelola event kampus, dan juga sistem yang menghubungkan dengan perusahaan untuk keperluan magang.

Sampai saat ini GoKampus mengklaim sudah bekerja sama dengan 150 universitas, 10 di antaranya merupakan universitas dari luar negeri. Dari segi pengguna atau mahasiswa, total sudah ada 145 ribu pengguna terdaftar.

“Kami bekerja sama dengan universitas, mahasiswa, dan berbagai pihak terkait seperti yayasan, korporasi, fintech, hingga individu untuk membentuk sebuah ekosistem edtech yang berkesinambungan dan mutual. Dengan menghubungkan berbagai pemain dalam satu wadah yang kami kelola untuk menghadirkan solusi perkuliahan,” terang Nathanael.

Di tahap ini GoKampus didukung oleh beberapa investor, di antaranya adalah Soveregin’s Capital, EverHaus, Azure Ventures, dan beberapa angel investor.

Kerja sama perkuat layanan

Ambisi GoKampus menjadi aplikasi yang lengkap tidak hanya sebatas fitur tetapi juga kolaborasi. Pada fitur pendanaan kuliah misalnya, mereka telah menjalin kerja sama dengan beberapa pemain di sektor layanan pinjaman dana pendidikan seperti KoinWorks, DanaCita, dan Pintek. Mereka saat ini juga tengah aktif menjajaki kerja sama dengan pihak-pihak terkait lainnya, seperti perbankan. Dari segi fitur, pendaftaran instan menjadi salah satu yang diunggulkan.

“Fitur terbaru launch sejak Februari 2020, kami menyajikan program Instant Approval bagi siswa untuk bisa mendapatkan akses instan ke beberapa kampus ternama pilihan. Jadi melalui program ini, siswa hanya tinggal mengunggah nilai rapor dan jika memenuhi kriteria minimum siswa bisa mendapat surat penerimaan universitas secara instan (maksimal 1 jam),” lanjut Nathanael.

Pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas banyak orang tampaknya dimanfaatkan betul oleh GoKampus untuk meyakinkan pengguna bahwa layanannya bisa dipercaya untuk mendaftar kuliah.

“Kami mulai mengadakan virtual counselling bagi siswa untuk mendapatkan layanan seputar perkuliahan ataupun karier. Kami juga bekerja sama menghadirkan Campus Webinar dengan berbagai pihak untuk mengedukasi siswa di tengah situasi study from home ini. Bersama GoKampus, kehidupan kampus bisa lebih mudah, produktif, dan menyenangkan,” imbuh Nathanael.

Untuk model bisnis, Nathanael menjelaskan bahwa mereka mengambil fee untuk B2B service yang mereka jalankan. Di tahun ini mereka menargetkan bisa bekerja sama dengan 300 sampai 400 kampus dengan 300 ribu pengguna terdaftar.

Application Information Will Show Up Here

Dapat Pendanaan Pra-Seri A, Qontak Mantapkan Diri sebagai Platform “Social CRM”

Qontak yang dulu sempat dikenal sebagai penyedia informasi kontak bisnis, kini makin perkuat lini bisnis ke ranah B2B dengan menghadirkan solusi berupa platform “Social CRM”. Kepada DailySocial, CEO Qontak Brendan Rakphongphairoj menyebut mereka sebagai “The First Social CRM in Indonesia and Southeast Asia”. Mereka juga baru saja mengamankan pendanaan pra-seri A yang akan digunakan untuk memperkuat posisinya di pasar.

Putaran tersebut dipimpin oleh Azure Ventures, dengan keterlibatan Amand Ventures dan SeaCap Venture. Investornya di tahap awal juga turut terlibat, yakni Indonusa Dwitama. Mengenai detail nominal, pihak Qontak enggan untuk menginformasikan.

“Social CRM menghubungkan bisnis lebih dekat dengan klien, prospek, dan tim melalui solusi pelacakan dan automasi. Basis klien kami telah berkembang dan jumlah industri yang kami layani sangat luas. Solusi kami mendukung UKM, Fortune 500 dan BUMN,” terang Brendan.

Qontak mengklaim saat ini mereka sudah membantu lebih dari 100 bisnis di bidang distribusi, teknologi, asuransi, dan masih banyak lagi. Pihaknya cukup optimis bisa terus berkembang dan menjadi perusahaan penyedia Social CRM yang mampu membantu klien tumbuh dan berkembang.

“Qontak bertujuan untuk menyediakan solusi teknologi penjualan yang terjangkau untuk semua bisnis di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujar Brendan ketika ditanya rencananya setelah mendapatkan pendanaan.

Sebagai penyedia solusi B2B, mereka memiliki beberapa solusi utama seperti CRM, HR Tracking, KPI Tracking, sistem pemesanan dan pembelian, integrasi percakapan aplikasi pesan, solusi call center, dan omni-channel untuk saluran e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

MailTarget Receives Seed Funding From Azure Ventures and Angel Investor

MailTarget, SaaS startup focused on email marketing automation announces two seed funding in 2017 with unspecified amount. First comes from Azure Ventures and the second one is from an undisclosed angel investor. The funding focuses on developing product and expanding team, sales and marketing in particular.

“The funding is necessary in developing Sales, Marketing and Customer Success team; and running our purpose, to ‘digitalize Indonesia’. It means a lot of education for Indonesian SMEs,” MailTarget’s Co-Founder and CEO Yopie Suryadi said.

MailTarget, established in late 2016 by Yopie Suryadi, Masas Dani and Johan Tahardi, is claimed to have good growth phase. Suryadi told DailySocial, they have 730 paid clients and capable to cover operations by its revenue.

Suryadi mentioned, “Enterprise indeed a big market, yet popular by its rocky steps, it also takes a numerous resources and funding to educate. Entering enterprise market needs certain strategy to survive.

“For technical team, [..] we will not add too many developers to help other features development,” he added.

Meanwhile, Azure Ventures is practically new in Indonesia’s startup industry. Without mentioning the amount of funding managed, they ensure focus on investing in SaaS sector.

Felix Setyomulyono, Azure Ventures’ Managing Partner, about this funding said, “SaaS startup will rise in one or two years in Indonesia due to their capability in solving business process problem to make an impact in company’s performance.”

Future plans

MailTarget founders
MailTarget founders

Suryadi said the team will continue to innovate in performance and has reached 300 mails per second delivery speed.

“Every landing page created can use own domain and be set to Google Analytics ID also Facebook Pixel for retargeting ads, as they are now currently trending,” he said.

In the future, MailTarget is said to be all-in-one device to help enterprises in digital marketing. Suryadi also mentions the use of machine learning technology for product development.

He said machine learning system will help users to measure its digital market performance. MailTarget will also develop digital personal assistant to recommend users and perform machine learning-based simple email activities.

Suryadi and team optimist in welcoming 2018. “We build MailTarget due to the developed business and products. In business, we will try to achieve BEP in 2018,” he finished.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MailTarget Mengumumkan Perolehan Dana Awal dari Azure Ventures dan “Angel Investor”

Startup SaaS yang fokus di otomasi pemasaran email MailTarget mengumumkan dua kali perolehan dana di tahun 2017 yang tidak disebutkan jumlahnya. Perolehan pertama dari Azure Ventures, sementara yang kedua dari seorang angel investor yang tidak disebutkan namanya. Fokus pendanaan kali ini untuk mengembangkan produk dan mengembangkan tim, khususnya di segmen penjualan dan pemasaran.

“Kami membutuhkan pendanaan ini untuk mengembangkan team Sales, Marketing, dan Customer Success; dan menjalankan purpose kami, yaitu ‘mendigitalkan Indonesia’, yang artinya akan banyak porsi edukasi untuk para UKM Indonesia.”

MailTarget, yang didirikan akhir tahun 2016 oleh Yopie Suryadi, Masas Dani, dan Johan Tahardi, diklaim sedang dalam fase pertumbuhan yang bagus. Kepada DailySocial, CEO MailTarget Yopie Suryadi mengatakan mereka memiliki 730 klien berbayar dan sudah mampu membiayai operasional dari pendapatannya.

Yopie mengungkapkan, “UKM memang market yang besar, namun ini juga market yang terkenal sangat keras tantangannya, sebab butuh sumber daya dan dana yang tidak sedikit untuk mengedukasi. Memasuki pasar UKM butuh strategi tertentu, jika tidak ingin kehabisan napas di tengah jalan.”

“Untuk tim teknis, [..] kami akan menambah developer tidak terlalu banyak untuk membantu pengembangan fitur-fitur lainnya,” lanjutnya.

Azure Ventures bisa dibilang masih baru di kancah industri startup Indonesia. Meski tidak menyebutkan jumlah dana kelolaannya, mereka memastikan saat ini fokus berinvestasi di sektor SaaS.

Managing Partner Azure Ventures Felix Setyomulyono tentang pendanaan ini menyebutkan, “Startup SaaS akan naik daun dalam waktu 1 atau 2 tahun lagi di Indonesia karena mereka memecahkan masalah business process yang artinya membuat impact dalam performa perusahaan.”

Rencana ke depan

Para pendiri MailTarget
Para pendiri MailTarget

Yopie mengatakan secara performa pihaknya terus berinovasi dan kini telah mencapai kecepatan pengiriman hingga 300 email per detik.

“Setiap landing page yang sudah dibuat bisa menggunakan domain masing-masing UKM dan bisa ditaruh Google Analytics ID serta Facebook Pixel untuk keperluan retargeting ads yang sedang tren saat ini,” ungkapnya.

Ke depannya MailTarget disebutkan ingin menjadi suatu perangkat all-in-one yang bisa membantu UKM membantu kegiatan pemasaran digital. Yopie juga menyebutkan pemanfaatan teknologi machine learning untuk pengembangan produk.

Ia menyebutkan machine learning system akan membantu pengguna untuk mengukur performa pemasaran digital mereka. MailTarget juga akan mengembangkan asisten personal digital untuk memberikan rekomendasi bagi para pengguna, termasuk melakukan kegiatan email sederhana berdasarkan machine learning.

Yopie menyebutkan pihaknya optimis menyongsong tahun 2018.

“Kami membangun MailTarget karena produk dan bisnisnya sendiri sudah matang. Secara bisnis, kami akan berusaha untuk mencapai BEP di tahun 2018,” tutupnya.