Cerita Akuisisi Tiket.com oleh Blibli dan Rencana-Rencananya ke Depan

Setelah resmi diakuisisi secara penuh oleh Blibli bulan Juni 2017 lalu, fokus Tiket.com saat ini adalah pengembangan produk, teknologi dan merekrut talenta baru yang bisa memberikan kontribusi kepada Tiket.com. Dalam acara Tech in Asia Jakarta 2017, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkapkan nantinya Tiket.com akan bergabung bersama Blibli dalam satu gedung.

“Hal tersebut memudahkan kami melakukan kolaborasi dan integrasi, sehingga menjadi ideal bila Tiket.com bergabung bersama Blibli dalam satu gedung,” kata George.

Proses di balik layar

Dalam kesempatan tersebut George Hendrata mengungkapkan beberapa alasan mengapa pada akhirnya Djarum Group melalui Blibli memutuskan untuk mengakuisisi layanan OTA Tiket.com yang telah berdiri sejak tahun 2011 lalu. Salah satu untuk memperkuat kanal travel dan akomodasi di Blibli.

“Sebelumnya Blibli telah memiliki kanal khusus untuk perjalanan wisata, namun demikian setelah melakukan pertemuan dengan para pendiri Tiket.com kami memutuskan untuk membangun bisnis yang sudah established dibandingkan membuat dari awal,” kata George.

Kebetulan saat itu George menjadi tim pengawas due diligence Djarum Group untuk melihat latar belakang perusahaan dan para pendiri Tiket.com.

“Sebagai bisnis OTA yang sudah mapan, Tiket.com ternyata masih membutuhkan modal untuk memperkuat posisinya sebagai layanan OTA di Indonesia. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, wawancara, kunjungan langsung, dan survei kami pun memutuskan untuk mengakuisisi penuh Tiket.com,” kata George.

Disinggung mengapa akhirnya Blibli melakukan akuisisi penuh dan tidak memilih untuk menjadi investor saja, menurut George hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis Tiket.com.

“Dipilihnya saya pun sebagai CEO baru dari Tiket.com merupakan keputusan bersama dari Djarum Group, Blibli, dan tentunya para pendiri Tiket.com,” kata George.

Pekerjaan rumah pasca akuisisi

Usai akuisisi resmi dilakukan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan George dan tim Tiket.com, mulai dari meningkatkan teknologi, menghadirkan fitur yang lebih user friendly hingga mencoba untuk merangkul lebih banyak kalangan millennial sebagai pelanggan.

Tiket.com juga berusaha meningkatkan kegiatan pemasaran sekaligus menambah kinerja tim produk untuk mengembangkan produk yang relevan dan berfungsi dengan baik.

“Meskipun sudah menjadi bagian dari Blibli, namun manajemen memutuskan untuk tidak “hands on” mengatur bisnis dari Tiket.com. Kolaborasi yang akan difokuskan lebih kepada sinergi dari sisi konsumen, saling berbagi informasi di situs dan juga dalam hal operasi,” kata George.

Application Information Will Show Up Here

Memetik Pelajaran Enam Tahun Tiket Berdiri

Pemberitaan beberapa waktu lalu mengenai aksi korporasi yang dilakukan Grup Djarum lewat Blibli dengan mengakuisisi 100% layanan OTA Tiket menjadi suatu pelajaran berharga baik bagi Tiket maupun pengusaha startup lainnya, bahwa pada intinya perusahaan akan selalu membutuhkan kapital yang kuat untuk akselerasi bisnis.

Memilih Blibli, yang notabenenya adalah perusahaan terafiliasi dengan Grup Djarum, menjadi suatu nilai lebih bagi perusahaan. Pasalnya, Tiket hanya baru sekali mendapatkan pendanaan sepanjang enam tahun berdiri, dari angel investor senilai US$1 juta.

Diungkapkan sejak pendanaan tersebut, Tiket mengandalkan kemampuan sendiri untuk memutar uang dari kas perusahaan. Strategi tersebut memang bagus karena sehat bagi keuangan perusahaan. Namun hal ini dinilai jadi kurang relevan karena jarak ketertinggalan perusahaan agak jauh dengan kompetitor. Apalagi, Tiket bermimpi ingin kembali menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia.

“Valuasi kita sudah triliunan, investasinya jadi susah karena kalibernya sudah sangat beda. Kita maunya [investor] dari lokal karena orang Tiket semuanya dari lokal, yang asing-asing dari Tiongkok itu malah sudah ngobrol-ngobrol. Makanya ini jadi susah. Tapi eventually, ada Grup Djarum yang interest, tapi mereka maunya full akuisisi,” terang Co-Founder dan CTO Tiket Natali Ardianto saat mengisi salah satu sesi di gelaran Ideafest 2017.

Natali melanjutkan, alasan Grup Djarum yang ingin akuisisi penuh Tiket cukup masuk akal. Karena bila dihitung-hitung, jika mereka hanya investasi sekian persen dengan nilai sekian rupiah, artinya Tiket hanya bisa memanfaatkan dana itu saja.

Konsekuensinya bagi founder, mereka akan terus dituntut investor dan harus menggalang pendanaan segar di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan bagi perusahaan, ini merugikan karena tidak bisa berlari dengan kencang mengejar ketertinggalannya.

“Ide full akuisisi itu tercetus dan kita 100% setuju. Mereka juga berjanji bahwa semua perusahaan yang ada di bawah Grup Djarum, entah itu masih kecil maupun sudah besar, tidak ada yang dimatikan. Ini membuktikan mereka tidak pernah give up. Kita percaya itu. Lagi pula industri travel itu, menurut saya akan terus berjalan.”

Pelajaran enam tahun Tiket

Menurut Natali, Tiket cukup terlena dengan kondisi saat masih menjadi pemain OTA nomor 1 di Indonesia. Strategi awal yang dilakukan Tiket tidak sehat karena tersandung oleh euforia “Silicon Valley”.

Kondisi yang membuat perusahaan merekrut orang tanpa mempertimbangkan gaji, menyediakan makanan tanpa batas, dan banyak keleluasaan lainnya. Kemudian diperparah oleh keluarnya tiga dari tujuh co-founder Tiket.

“Jujur saja, 1,5 tahun setelah berdiri kami cukup terlena dengan euforia Silicon Valley. Memang produk yang dihasilkan bagus, tapi setelah itu kami kehabisan uang, dan mulai ketar ketir sampai akhirnya memutar dana yang sudah ada untuk operasional.”

Dari sana, Tiket belajar bahwa memberikan saham perusahaan dengan mudah kepada karyawan, itu tidak tepat. Kondisi perusahaan tidak sehat, lantaran pada saat itu harus masih ‘sakit’ di tahun pertama, namun harus tetap memberikan imbal hasil. Dengan kata lain, perusahaan harus membayar sesuatu dengan kondisi produk yang belum mantap.

“Ini jadi tips, jangan gampang kasih saham. Lebih baik bayar dengan gaji yang profesional.”

Berikutnya, mengingat anggaran belanja Tiket yang tidak besar, perusahaan sangat mengedepankan fungsi manajemen keuangan dengan merekrut lebih banyak tim finance daripada tim IT.

Natali mengungkapkan, tim finansial Tiket ada 35 orang, sementara tim IT hanya 30 orang. Akan tetapi, dengan jumlah tersebut mampu mendongkrak kinerja Tiket yang mampu menghasilkan 15 ribu transaksi dalam sehari.

Menurut pandangan Natali, perusahaan startup yang baik itu harus memiliki tim yang kuat di bidang IT, finance, dan marketing. Berbeda dengan pandangan orang pada umumnya yang menganggap startup itu harus memiliki tiga tipe orang yakni hacker, hipster, dan hustler.

Dia beralasan, tim marketing itu adalah sesuatu yang selalu terlewatkan oleh perusahaan teknologi. Padahal, alasan utama yang membuat startup mati adalah kehabisan uang.

“Bila ada co-founder yang tidak perform, ya tinggal pecat ganti yang baru. Kalau sudah tidak ada uang, mau apa pun ya tidak bisa jalan. Makanya kalau di Tiket selalu berbicara tentang revenue, net margin, dan conversion. Bukan dari traffic atau page view.”

Pelajaran terakhir lainnya yang disampaikan Natali adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, sesuai dengan budget perusahaan. Pihaknya sadar tidak memiliki banyak biaya untuk mengakuisisi pelanggan baru dengan beriklan di media massa. Maka dari itu, strategi yang dilakukan adalah memanfaatkan basis data yang dimiliki perusahaan dan menjadikannya sebagai spesialisasi.

Tiket fokus pada pelayanan dengan menempatkan tim costumer service secara penuh dari internal. Setiap keluhan yang masuk, tim IT akan mengategorikan masalah untuk diselesaikan.

Terlebih, pelanggan utama Tiket bukanlah generasi anak muda, melainkan kalangan yang sudah berumur, misalnya ibu rumah tangga dan pelancong bisnis. Natali bilang, dari golongan tersebut ada sekitar 75 ribu pelanggan yang melakukan 50 kali transaksi dalam sebulannya. Mereka merupakan pelanggan loyal Tiket.

“Persona orang tua tidak perlu situs yang fancy dan vibrant. Kita memperhatikan hal-hal seperti itu,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Bidik Pertumbuhan Bisnis Hingga 250 Persen, Tiket Fokus Sempurnakan Aplikasi

Pasca Blibli masuk sebagai pemegang saham baru, Tiket mulai kebut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dimulai dari merekrut developer berkualitas. Talenta tersebut nantinya akan diarahkan menyempurnakan aplikasi Tiket, sehingga dapat menggenjot transaksi baru dari sana. Tiket menargetkan tahun ini secara bisnis keseluruhan dapat tumbuh 250 persen dibandingkan sebelumnya.

Tingkat unduhan aplikasi Tiket saat ini mencapai 3 juta orang dengan pertumbuhan 200 persen per tahunnya. Diklaim, tahun lalu Tiket mencatat total transaksi sebesar 3,9 juta dengan nilai triliunan Rupiah. Bila dilihat secara harian terdapat lebih dari 15 ribu transaksi.

Dari total transaksi, sekitar 47 persen datang dari aplikasi. Angka tersebut secara perlahan-lahan terus menunjukkan tren peningkatan sejak Tiket pertama kali meluncurkan aplikasi pada tiga tahun lalu sekitar 8 persen. Kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 15% di 2015, hingga menjadi 30 persen di tahun lalu.

“Dari total karyawan kami sekarang sekitar 300 orang, tim developer hanya 35 orang, untuk app hanya lima orang. Ini yang menyebabkan secara variasi produk, kami masih kalah dengan kompetitor. Makanya sekarang kita lagi hiring gila-gilaan untuk push ke aplikasi. Kami mencari developer kualitas A+ agar target tahun ini tercapai,” terang Chief Communication Officer (CCO) Gaery Undarsa, Kamis (24/8).

Gaery melanjutkan, bantuan dari shareholder baru memberi kekuatan sumber daya manusia dan finansial di Tiket jadi tidak terbatas.

“Dengan adanya Djarum, [resource] yang tadinya limited jadi unlimited. Ini jadinya mendukung semua operasional. Ekspektasi minimum setahun [bisa tumbuh] jadi dua kali lipat.”

Selain melakukan rekrutmen besar-besaran, Tiket juga berkomitmen untuk terus mengembangkan produk tiket pesawat yang diklaim sebagai kontributor terbesar transaksi. Pihaknya pun berencana akan terus mengembangkan varian produk tiket pesawat lainnya demi mendorong transaksi baru.

Saat ini dari seluruh rute pesawat yang dihadirkan Tiket, masih didominasi oleh rute domestik dengan porsi 85 persen dibandingkan rute internasional. Tiket telah bekerja sama dengan lebih dari 50 maskapai penerbangan, 180 ribu jaringan hotel di seluruh dunia.

“Hingga akhir tahun ini, Tiket dan Blibli akan fokus konsentrasi mematangkan kolaborasi dan sinkronisasi yang sedang berjalan dan mengembangkan kedua perusahaan e-commerce hingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan travel dan online shopping bagi konsumen di Indonesia,” pungkas Gaery.

Application Information Will Show Up Here

Menyimpulkan Kondisi Bisnis E-Commerce Indonesia di Paruh Pertama 2017

Bisnis e-commerce mulai memuncak di lanskap digital Indonesia setidaknya sejak tahun 2014 lalu. Nama seperti Bhinneka, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak makin santer didengar, senada dengan pemasaran masif melalui berbagai saluran, seperti televisi, untuk menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Faktor eksternal, seperti logistik dan regulasi, juga mendukung terciptanya bisnis e-commerce yang lebih kondusif.

Dinamika antar pemain bisnis terjadi tatkala investasi besar mengucur, akuisisi pelanggan gencar dilakukan dengan beragam cara. Sebut saja Shopee, online marketplace besutan Sea (dulu bernama Garena) yang berambisi menjadi C2C marketplace terbesar di Indonesia. Sebelumnya sudah ada SaleStock yang mengusung konsep sejenis. Gencar melakukan akuisisi pelanggan, insentif seperti gratis ongkos kirim dan publikasi besar-besaran dilakukan Shopee yang dinahkodai Chris Feng, berbekal pengalamannya di Zalora dan Lazada.

[Baca juga: GDP Venture Berpartisipasi dalam Pendanaan Baru untuk Induk Shopee Senilai 7 Triliun Rupiah]

Akuisisi Lazada oleh Alibaba turut menghadirkan tremor untuk pemain lokal. Kendati eksistensi Alibaba sebagai raksasa e-commerce belum tampak hadir di Indonesia, namun secara bisnis Lazada di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berdasarkan data SimilarWeb, Lazada masih menjadi yang tertinggi dalam kaitannya dengan kunjungan web, yakni mencapai 58,3 juta pada kuartal pertama tahun 2017 ini. Masih di atas Tokopedia sebagai pemain lokal yang digadang-gadang sebagai jawara dalam negeri dengan jumlah kunjungan mencapai 50,6 juta.

Akuisisi pengguna menjadi segalanya, ketika kini setiap platform telah menawarkan berbagai keunggulan layanan dan produk yang nyaris sama.

Penguasa bisnis e-commerce dunia

Memboyong penemunya menjadi jajaran orang terkaya di dunia, meski hanya dalam beberapa saat, tak salah jika Amazon ditempatkan di level puncak pemain e-commerce dunia, kendati lini bisnisnya pada akhirnya berkembang ke berbagai arah. Pola yang sama dilakukan raksasa Tiongkok Alibaba, mengawali debutnya dari IPO dengan layanan e-commerce kini penguasaan bisnis dilakukan di beragam lini bisnis, mulai dari logistik hingga penyediaan layanan komputasi awan. Keduanya bersiap hadir dan menguasai pasar di Asia Tenggara.

JD.com tak tinggal diam, dirumorkan “berebut” dengan Alibaba, akhirnya JD.com dikabarkan berhasil memboyong Tokopedia. Tak lain tujuannya adalah pasar Indonesia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan. Indonesia akan menyumbangkan separuh dari total nilai tersebut, menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan yang sangat fantastis.

[Baca juga: Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce]

Kondisi bisnis e-commerce dalam negeri

Di Indonesia sendiri, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah terkait dengan bisnis digital, termasuk aturan tentang pendanaan, perpajakan dan lainnya. Indonesia menargetkan sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar.

Menurut Menkominfo Rudiantara, Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan.

Menurut riset yang dilakukan iPrice tentang perbandingan pemain e-commerce yang ada di Indonesia, Tokopedia selalu berada di posisi jajaran teratas dari berbagai parameter Peta E-Commerce Indonesia, yaitu pengunjung per bulan, instalasi aplikasi, aktivitas Twitter, ativitas Facebook dan juga karyawan.

Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice
Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice

Tren menarik yang ada, pemain e-commerce –khususnya online marketplace—berusaha menghadirkan layanan all-in-one pada layanannya. Model dompet digital juga menjadi salah satu inovasi masif yang banyak dikembangkan. Dapat ditarik sebuah benang merah arah inovasinya, yakni membuat pengguna betah memenuhi seluruh kebutuhan di satu tempat dengan mengakomodasi perputaran uang di platform yang sama.

Pembayaran, logistik dan segmentasi menjadi hal yang coba dioptimalkan penyedia layanan e-commerce di Indonesia untuk menjadi pemenang di negeri sendiri. Konsolidasi dan akuisisi diperkirakan bakal terus santer terdengar hingga akhir tahun. Setelah Alfacart dan Cipika, siapa lagi pemain yang bakal mengibarkan bendera putih tahun ini?

Hadirnya Amazon di Pasar Asia Tenggara

Kabar tentang rencana ekspansi Amazon ke Asia Tenggara sudah mulai terdengar sejak tahun lalu. Rencana tersebut menguat pasca Alibaba secara resmi mengakuisisi Lazada. Dari rencana awal yang sempat terendus, Amazon memang menargetkan untuk melakukan proses ekspansi Asia Tenggara secara berangsur, dengan estimasi dua tahun. Memulai di Singapura, lalu ke negara lainnya.

Rencana tersebut kini makin gamblang, Amazon dikabarkan akan membuka layanannya di Singapura tidak lama lagi. Seperti yang diinformasikan TechCrunch, beberapa layanan yang akan diboyong pada fase awal ekspansi ini adalah layanan e-commerce Amazon, Amazon Prime dan Amazon Prime Now. Realisasi ini mundur dari rencana awal yang menyatakan Amazon akan hadir di Asia Tenggara pada kuartal pertama tahun 2017.

Desas-desus investasi besar Alibaba ke Tokopedia menjadi kode

Belum lama ini media bisnis teknologi juga santer mengabarkan tentang negosiasi antara Alibaba Group dengan Tokopedia. Dikabarkan raksasa e-commerce Tiongkok tersebut berminat untuk mengucurkan pendanaan baru untuk Tokopdia. Angkanya ditaksirkan mencapai Rp6,66 triliun. Hal ini tentu membuat persaingan e-commerce memanas, pasalnya beberapa bulan sebelumnya JD.com juga dikabarkan berminat untuk berinvestasi di Tokopedia.

Tentu Alibaba dan JD.com tidak mau menyia-nyiakan momentum pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara saat ini, terlebih jika debutnya terlampaui oleh pemain yang notabenenya bukan berasal dari Asia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan.

Indonesia sendiri akan menyumbangkan separuh dari persentase tersebut. Hal tersebut berarti jika mampu menguasai pasar lokal, dapat menjadi modal kuat untuk meletakkan akar bisnis e-commerce di wilayah Asia Tenggara.

Menetapnya Amazon di Asia Tenggara menjadi babak baru

Mudah diprediksikan bahwa hadirnya Amazon dengan basis di wilayah Asia Tenggara akan membawakan dampak besar pada persaingan e-commerce. Selain sudah memiliki “nama besar”, bisnis yang dimotori Jeff Bezos tersebut tergolong ke dalam perusahaan yang paling inovatif. Apa yang dilakukan tidak hanya mengerucut pada komponen sistem e-commerce yang dimiliki, melainkan menggarap kebutuhan dukungannya, sebut saja layanan komputasi awan dan logistik. Hal serupa yang juga kini diaplikasikan oleh Alibaba.

Sementara itu di dalam negeri kini batasan menjadi sangat tipis antara pemain e-commerce dan online marketplace, setelah sebelumnya memiliki peranan yang cukup berbeda. Sistem bisnis di dalamnya digarap sedemikian rupa, tidak hanya lagi bergantung pada penyediaan platform jual beli, namun merambah ke yang lain. Paling dominan saat ini ialah layanan digital payment yang memudahkan layanan e-commerce mendulang dana publik.

Motorola Moto Z2 Play Tiba di Indonesia, Bisa Dipesan di Online Store Favorit Anda

Tidaklah berlebihan ketika saya bilang bahwa Motorola tak mau membuang-buang waktu untuk membawa smartphone semi-modular generasi keduanya ke Asia Pasifik. Kawasan ini ialah pasar dengan pertumbuhan tercepat, dan respons konsumen terhadap keluarga Moto Z terbilang sangat positif. Buktinya, Motorola berhasil menyalip ke posisi keempat sebagai brand terfavorit.

Dan di akhir minggu lalu, sebuah notifikasi dikirim tim Motorola Indonesia via email. Isinya mungkin sudah Anda nanti-nanti: Motorola mengumumkan kehadiran resmi Moto Z2 Play di Indonesia, hanya tiga hari setelah ia mendarat di Asia Tenggara. Moto Z2 Play dapat Anda miliki dengan melakukan pre-order di tiga jalur distribusi online lokal terpercaya, yaitu Lazada, Blibli dan DinoMarket.

Moto Z2 Play 4

“Dengan resminya kehadiran Moto Z 2 Play untuk konsumen Indonesia, kami mempertegas komitmen dan memenuhi janji kami untuk menghadirkan inovasi mobile yang sama sekali baru,” tutur ujar Adrie R. Suhadi selaku country lead Lenovo Mobile Business Group Indonesia di rilis pers. “Dan lewat Moto Mods, smartphone ini [dapat] bertransformasi menjadi sesuai yang benar-benar Anda butuhkan kapan pun Anda membutuhkannya.”

Moto Z2 Play 5

Moto Z2 Play 13

Moto Z2 Play merupakan upgrade dari Z Play, menyuguhkan desain lebih ramping dan performa lebih baik dibanding kakaknya itu. Dengan menggonta-ganti Moto Mods, smartphone dapat berubah jadi perangkat sempurna untuk mendukung segala kegiatan Anda – dari mulai presentasi bisnis (via proyektor Insta-Share), mendengarkan musik (JBL SoundBoost), bermain (Moto Gamepad), atau sekedar membuat baterainya lebih tahan lama (TurboPower Pack).

Moto Z2 Play 1

Secara umum, ada empat strategi yang dilakukan oleh Motorola demi mendominasi pasar di tahun 2017. Pertama, mereka akan terus memperluas portfolio produk; lalu produsen berniat untuk berinvestasi mengembangkan brand sehingga ‘lebih berani, lantang dan cerah’; menyempurnakan kualitas dan layanan konsumen; dan selanjutnya adalah menjangkau lebih banyak penyedia jaringan.

Penasaran ingin mengetahui kemampuan Moto Z2 Play lebih jauh? Silakan simak ulasan hands-on Moto Z2 Play lewat tautan ini.

Moto Z2 Play 2

Motorola Moto Z2 Play bisa Anda pesan mulai hari ini, 10 Juli 2017 di DinoMarket, Blibli dan Lazada. Gerbang pre-order akan terus dibuka hingga tanggal 21 Juli 2017 nanti. Di Indonesia, produk dijajakan di harga Rp 6,5 juta, dan kita ditawarkan varian berwarna gold serta gray.

Ada bonus berupa Special Edition Gift Box Moto bagi mereka yang memutuskan untuk memesan Moto Z2 Play sekarang, berisi cap mod berbahan karbon, bumper logam, tongkat selfie, dan kit screen liquid protection. Total harganya mencapai Rp 800 ribu.

Rencana-Rencana Tiket.com Pasca Diakuisisi Blibli

Sebulan yang lalu DailySocial memberitakan GDP Venture terlibat rencana akuisisi terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket.com. Hal tersebut akhirnya dikonfirmasi melalui acara pengumuman akuisisi 100% saham Tiket.com oleh Blibli, salah satu perusahaan di bawah naungan Global Digital Prima (GDP) Venture.

Kepada media, Co-Founder dan CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengungkapkan akuisisi tersebut merupakan bagian rencana besar Tiket.com yang ingin mencari partner untuk melebarkan usaha dengan layanan dan fitur terbaru.

Selama ini Tiket.com termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

“Pertemuan kami dengan Blibli bisa dibilang adalah “love at first sight”. Dari beberapa investor yang kami temui, hanya Blibli yang memiliki visi, misi dan tujuan yang sama dengan kami di Tiket.com, kami pun langsung mendapatkan “chemistry” tersebut. Karena alasan itulah kami memutuskan untuk berkolaborasi lebih mendalam dengan Blibli,” kata Gaery.

Kepada DailySocial Gaery memastikan jajaran C-level Tiket.com tetap akan memegang posisi yang sama pasca akuisisi.

Sebelumnya Blibli telah menjual beberapa layanan travel dan telah tumbuh secara organik. Untuk mempercepat pertumbuhan dari layanan tersebut, Blibli akhirnya memutuskan untuk melakukan akuisisi Tiket.com 100%.

CEO baru Tiket.com

Untuk melancarkan kolaborasi Blibli dan Tiket.com, George Hendrata ditunjuk menjadi CEO baru Tiket.com. Sebagai CEO baru yang bertanggung jawab menjadikan Tiket.com sebagai OTA lokal terbesar, George memiliki pengalaman panjang, terakhir menjadi Direktur Pengembangan / Diversifikasi Bisnis Djarum. George memiliki gelar Bachelor of Science dari Columbia University dan MBA dari Harvard Business School dan menjabat sebagai Presiden Harvard Alumni Club Indonesia.

“Dengan pengalaman selama hampir 6 tahun dan customer base yang telah dimiliki oleh Tiket.com saat ini, diharapkan bisa tumbuh lebih baik lagi melalui akuisisi ini,” kata George.

Nantinya baik Blibli dan Tiket.com akan menjalankan kegiatan oprasional setiap harinya secara terpisah. Tidak ada perubahan dari sisi pegawai, cara kerja dan hal-hal terkait lainnya.

“Sinergi nantinya akan lebih dilakukan dari sisi teknologi, karena Blibli memiliki tim engineer yang lebih banyak dari Tiket.com dalam hal ini Blibli akan membantu dari sisi teknologi. Sementara untuk sinergi lainnya akan kami lakukan melihat kondisi yang ada,” kata CEO Blibli Kusumo Martanto.

Fokus ke pelanggan

Disinggung tentang rencana perdana Tiket.com pasca akuisisi, George menyebutkan fokus dari Tiket.com saat ini adalah lebih kepada kepuasan pelanggan. Bagaimana nantinya melalui akuisisi Blibli, Tiket.com bisa menambah pelanggan baru dari customer base Blibli. Di sisi lain, Tiket.com juga memiliki ambisi untuk menjadi layanan OTA lokal terbesar di Indonesia.

Sejak diluncurkan pada tahun 2011, Tiket.com telah menjadi partner pertama dengan PT KAI untuk pembelian tiket kereta api secara online, memiliki 3,4 juta pengguna dan aplikasi telah diunduh oleh 1,7 juta orang, dan merupakan layanan B2B yang memiliki lebih dari 5 ribu partner.

“Dengan semakin sengitnya persaingan layanan OTA di Indonesia saat ini, diharapkan melalui investasi terbaru ini bisa menjadikan Tiket.com lebih kuat lagi untuk bersaing dengan pemain lainnya di Indonesia,” kata Gaery.


Disclosure: GDP Venture, Blibli, Tiket.com, dan DailySocial berada di bawah naungan induk perusahaan yang sama

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mulai Dijual Resmi di Indonesia, Ini Dia Harga Laptop Gaming Monster Acer Predator 21 X

Predator 21 X telah melakukan perjalanan panjang untuk sampai di Indonesia. Pertama kali diungkap di IFA Berlin 2016, versi prototype laptop gaming monster berlayar curved ini tiba di tanah air dua bulan sesudahnya dan Acer berencana untuk mulai memasarkan Predator 21 X di kuartal pertama 2017. Sesuai agenda, perangkat ini dirilis global secara resmi di bulan April kemarin.

Dan bertepatan dengan dilangsungkannya Computex 2017, Acer Indonesia mengabarkan bahwa Predator 21 X akhirnya dijual di nusantara lewat metode pre-order. Pemesanan bisa dilakukan baik secara offline di Acer Predator Store Mangga Dua Mall dan online via Blibli.com. Gerbang pre-order telah dibuka dan akan terus dibuka hingga tanggal 10 Juni besok. Harganya mungkin akan membuat Anda shock. Predator 21 X dibanderol seharga Rp 125 juta.

Acer Predator 21 X 1

Tak sedikit orang bertanya-tanya mengapa konsumen harus mengeluarkan uang begitu banyak untuk sebuah laptop gaming. Alasannya cukup sederhana: lewat Predator 21 X, Acer mencoba membenamkan semua fitur canggih pendukung gaming. Ia merupakan notebook berlayar melengkung pertama di dunia, dibekali keyboard mekanik, sensor eye-tracking, sistem Dolby Audio Premium, dipadu komposisi hardware top-end.

Acer Predator 21 X 2

Layar curved 2560×1080 seluas 21-inci dengan aspek rasio 21:9 di sana dimaksudkan untuk memberikan Anda sudut pandang lebih lebar dalam melihat ruang virtual. Layar ini juga ditopang teknologi Nvidia G-Sync untuk menyinkronkan refresh rate di panel dengan output GPU, sehingga meminimalisir screen tearing dan stuttering. Display terrsebut mempunyai refresh rate tinggi, yakni 120Hz, memastikan gerakan objek jadi lebih mulus.

Acer Predator 21 X 3

Di bagian bawah panel tersebut, Acer mencantumkan sensor pelacak gerakan mata garapan Tobii Technology, sehingga Predator 21 X mampu mendeteksi ke arah mana mata Anda melihat dan menerjemahkannya sebagai input kendali di beberapa permainan yang sudah mendukung kemampuan ini (mayoritas merupakan game-game milik Ubisoft).

Untuk sistem kendali utamanya sendiri, Acer memanfaatkan keyboard ber-switch mekanik Cherry MX Brown. Layout-nya ‘semi-tenkeyless‘, dengan bagian numpad flip yang juga berperan sebagai touchpad. Cara menggunakannya sangat unik: jika Anda membutuhkan numpad, tinggal lepas modul touchpad, balik buat mengekspos tombol-tombol familier, dan sambungkan lagi modul itu ke docking magnetis-nya.

Acer Predator 21 X 4

Untuk bisa memilikinya, Anda perlu mengeluarkan pembayaran awal sebesar Rp 25 juta. Khusus bagi konsumen yang memesan di periode pre-order ini, mereka berhak mendapatkan koper pelindung (senilai Rp 2,5 juta) serta satu set gaming gear Predator (terdiri dari mouse, headphone dan mouse mat, totalnya Rp 2,6 juta) gratis.

Google: Sepanjang Ramadhan Pencarian Naik 28 Persen, Pengeluaran Naik 30%

Google hari ini merilis data perilaku konsumen sepanjang Ramadhan 2016 sebagai acuan menyambut Ramadhan tahun ini. Secara umum, Ramadhan dipersepsikan sebagai bulan paling tinggi untuk urusan trafik dan pengeluaran. Data Google menyebutkan penelusuran melalui mesin pencariannya naik 28% dibanding hari lainnya. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia juga menunjukkan pengeluaran, baik online maupun offline, naik 30% di periode yang sama.

“Bahkan orang-orang yang biasanya tidak berbelanja online, akan membeli sesuatu dari internet selama bulan Ramadan. Bagi para pengiklan, tentunya momen ini sangat penting. Perusahaan juga harus memastikan brand mereka unggul selama periode ini,” ungkap Head of E-Commerce Google Indonesia Henky Prihatna.

Pihak layanan e-commerce mengamini data yang disuguhkan Google tersebut. Pihak Blanja dan Blibli menyebutkan data penjualan yang mereka miliki tak jauh berbeda dengan hasil penelusuran Google tersebut. Salah satu yang menarik adalah meningkatnya penjualan rice cooker di awal Ramadhan. Sektor lain yang juga meningkat adalah penjualan smartphone dan produk fashion.

CEO Blanja Aulia E. Marinto menyebutkan fokus Blanja tahun ini, termasuk saat Ramadhan dan Lebaran, adalah produk-produk Telkom Group, produk eBay, dan produk-produk BUMN. Di lain pihak, VP Marketing Blibli Ayu Fajar memastikan pihaknya tetap akan fokus di produk-produk fashion menyambut periode Ramadhan tahun ini.

Berikut ini adalah beberapa poin yang bisa menjadi acuan para pemasar dan brand menyambut bulan puasa tahun ini:

1. Mendapatkan inspirasi. ​Google Penelusuran adalah salah satu tempat yang dituju oleh orang-orang Indonesia untuk mendapatkan informasi dan inspirasi yang berkaitan dengan Ramadan— dan tren ini terus berkembang, terlihat dari adanya peningkatan penelusuran sebesar 28% pada tahun 2016 dibandingkan 2015.

2. Berbelanja produk terbaru. ​Pada tahun 2016, penelusuran yang berkaitan dengan pakaian melonjak 2,8 kali lipat, alat-alat rumah tangga meningkat 2 kali lipat, dan promosi telepon seluler sebesar 1,8 kali lipat.

3. Mencari kartu kredit untuk membayar berbagai hal. ​Saat Ramadan, pengeluaran bisa jadi akan membengkak, dan beberapa orang tidak dapat membayar dengan uang tunai. Pada tahun 2016, penelusuran terkait pembayaran lewat cicilan meningkat sebesar 1,6 kali lipat, sementara promo kartu kredit meningkat 1,2 kali lipat.

4. Mencari promo dan diskon. ​Penelusuran yang berkaitan dengan promosi dan diskon memuncak saat Ramadan. Misalnya, penelusuran smartphone mencapai puncaknya pada pekan pemberian THR, dengan peningkatan kata kunci tentang harga dan promosi sebesar 40%.

5. Merencanakan perjalanan sejak awal. ​Berdasarkan tren Penelusuran, ​pemudik di Indonesia merencanakan perjalanan mudik dengan kereta sekitar 3 bulan sebelum Ramadan, sementara bus dan penerbangan domestik dimulai sekitar 2 bulan sebelumnya.

Menentukan Arah E-Commerce Indonesia

Toko daring (e-commerce) yang merupakan wujud nyata pemanfaatan teknologi internet yang dipadukan dengan toko offline, terus menggurita di Indonesia. Menurut sensus BPS, jumlahnya mencapai 26,2 juta di 2016, tumbuh 17% dalam kurun waktu 10 tahun.

Besarnya angka ini, di satu sisi memperlihatkan pemain toko offline yang kini mulai sadar dengan potensi online sebagai alternatif jalur pemasaran yang ramah ongkos dalam rangka mendukung bisnis mereka.

Seiring berjalannya waktu, pemain e-commerce khususnya marketplace kini tak lagi menawarkan produk berbasis fesyen, gadget, atau elektronik. Coba perhatikan strategi dari lima pemain besar e-commerce di Indonesia versi iPrice berdasarkan segi kunjungan, seperti Lazada, Tokopedia, Elevenia, Bukalapak, dan Blibli. Semuanya kini mulai merambah ke luar segmen tiga kategori utama.

Tokopedia, dikenal sebagai pemain pionir yang menyediakan produk di luar segmen utama, makin melengkapi layanannya tak hanya pulsa, tapi juga sudah merambah ke pembelian tiket kereta api, voucher game, donasi, BPJS, angsuran kredit, hingga layanan fintech untuk pengajuan aplikasi kartu kredit, dan lainnya.

Lazada pun kini perlahan-lahan mulai merambah ke pengadaan kebutuhan sehari-hari dengan menjual pulsa dan paket data. Begitupula dengan Elevenia yang menyediakan tiket pesawat dengan menggandeng Tiket. Blibli pun juga demikian, baru-baru ini perusahaan menjual rambah segmen perjalanan dengan menyediakan tiket angkutan darat, laut, udara, paket perjalanan wisata, hingga voucher acara, dan lainnya.

Pengguna kini bisa pesan tiket kereta api via Bukalapak / Bukalapak

Bukalapak tak mau kalah. Selain tiket kereta api dan pesawat, Bukalapak juga menyediakan layanan fintech termutakhir, yakni investasi reksa dana. Yang terbaru, marketplace yang memiliki hubungan dengan Emtek ini juga menyediakan layanan kredit mobil, lewat BukaMobil.

Dari layanan yang dihadirkan pemain marketplace di atas, secara otomatis membuat peta persaingan dengan e-commerce tak lagi jadi horizontal, namun semakin vertikal. Akibatnya, ruang gerak bisnis e-commerce niche “terusik”, apalagi dengan toko offline.

Bila ditelisik lebih dalam, kondisi serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Ambil contoh terdekat adalah Amazon. Dalam perjalanannya, Amazon kini tidak hanya dikenal sebagai platform e-commerce untuk berjualan berbagai produk berbasis kebutuhan konsumen saja yang sudah diluncurkan sejak awal.

Dalam laporan keuangan Amazon di kuartal I 2017, perolehan pendapatan Amazon mencapai US$34,5 miliar, tumbuh 19% secara year-on-year (YOY). Beberapa kontributor yang turut mendongkrak kenaikan tersebut adalah kehadiran produk Amazon Web Service dan Amazon Prime.

Hal menarik yang bisa disimpulkan dari laporan kinerja Amazon adalah layanan e-commerce yang mulai beradaptasi menjadi peluang baru untuk terus berinovasi menambah layanan, bukan hanya mengandalkan produk berbasis kebutuhan konsumen saja.

Dengan makin ramainya layanan yang dihadirkan marketplace, seperti apa arah e-commerce Indonesia di masa mendatang? Lalu bagaimana tingkat persaingannya?

Menjadi bagian keseharian hidup

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun makin cerdas. Mereka tak lagi sekadar berburu diskon atau harga murah, namun menggunakan platform e-commerce untuk kemudahan hidup mereka. Tak hanya itu, sebagai destinasi untuk perbandingan harga, melihat tinjauan dari para pembeli sebelumnya.

Menurut William, dengan banyaknya penjual yang bergabung di marketplace akan memberikan fungsi transparansi harga dan kualitas kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai acuan riset pasar sebelum berbelanja.

Open marketplace juga akan menjadi rumah baru bagi para pemilik merek lokal maupun internasional untuk memasarkan produknya. Ini sangat wajar karena marketplace memiliki traffic kunjungan yang tinggi. Pengunjung marketplace memiliki intention to purchase, beda dengan social media, situs berita, atau mesin pencari,” kata William.

Dia juga memprediksi pada tahun ini, e-commerce akan semakin inklusif demi menjangkau masyarakat hingga pelosok dengan membuka kesempatan untuk bankable. Produk keuangan seperti dompet virtual akan tumbuh seiring dorongan pemerataan ekonomi secara digital, membuka kesempatan untuk masyarakat melakukan pembayaran meski tidak memiliki akun bank atau kartu kredit.

“Marketplace seperti Tokopedia pun sudah berubah menjadi platform, yang membuka kerja sama dengan para pelaku startup fintech, khususnya yang memiliki solusi untuk financial inclusion.”

Saat ini ada lebih dari 1,5 juta merchant yang bergabung dengan Tokopedia. William mengklaim setiap bulannya perusahaan bisa menghasilkan pendapatan hingga triliunan lewat 40 juta pilihan produk yang tersedia.

Menyambung ucapan William, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia E. Marinto menambahkan berbagai layanan yang dihadirkan, secara otomatis membentuk suatu ekosistem yang menjadikan e-commerce sebagai one stop service.

“Mulai ditawarkannya berbagai produk dan layanan, sebenarnya sudah ada model bisnisnya di luar negeri. Ini bukan hal baru dan menjadi upaya mereka untuk leverage bisnis dari consumer base yang sudah dimiliki. Market [e-commerce] kita masih baru, banyak hal yang bisa di-online-kan,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan CFO Bukalapak M Fajrin Rasyid. Menurutnya, layanan e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem dengan menawarkan jasa dengan nilai tambah, tak lagi jasa jual-beli saja. Hal inilah yang mendasari Bukalapak meluncurkan berbagai inisiatif baru.

“Kami yakin dengan pertumbuhan dan perkembangan Bukalapak sebagai ekosistem, kami mampu memutar roda perekonomian Indonesia bukan hanya dengan penjualan dan pembelian, tapi juga dengan kebiasaan menabung. Salah satu fitur kami, BukaReksa, memungkinkan pengguna kami untuk berinvestasi,” terang Fajrin.

Dia melanjutkan, “Kami yakin e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem. Yang dimaksud ekosistem adalah [layanan] e-commerce yang mampu memberi kemudahan para penggunanya, tidak hanya wadah jual beli online, tetapi membantu mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam satu platform.”

Kompetisi yang makin sengit, namun potensi tetap luas

Menjawab soal kompetisi, Aulia menambahkan di era teknologi internet yang makin berkembang memang menyebabkan tingkat kompetisi yang semakin ketat. Pasalnya perkembangan internet cukup dinamis. Ambil contoh, kompetisi yang terjadi antara operator telekomunikasi dengan layanan over-the-top (OTT). Kondisi sekarang ini, pengguna telko tidak harus menggunakan pulsanya untuk menelpon karena dapat memanfaatkan layanan telepon dari aplikasi pesan singkat.

CEO Blibli Kusumo Martanto mengatakan persaingan tetap selalu ada dan semakin sengit. Blibli melihat hal ini menjadi kesempatan untuk terus “agile” dan berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan baik dari sisi produk seleksi, kompetisi harga, pengiriman, metode pembayaran, customer care, maupun user experience di platform web dan mobile.

“Kami juga melihat ada tanda-tanda untuk terjadinya konsolidasi di market [e-commerce] ke depannya. Tapi kami cukup yakin untuk tetap bisa tumbuh dan menjadi one of the e-commerce market leaders di Indonesia,” ucap Kusumo.

Sekarang Blibli telah memiliki 15 kategori produk, beberapa yang terbaru diluncurkan tahun lalu adalah otomotif (aksesoris, mobil, dan motor); galeri Indonesia (produk lokal), mobile e-pulsa, dan groceries (non fresh products).

Peritel modern dituntut inovatif

Sementara itu, peritel modern yang merupakan bisnis petahana sebelum layanan e-commerce hadir, dituntut untuk terus inovatif. Meski secara penetrasi e-commerce terhadap total ritel masih sekitar 1% di 2016, namun potensinya diklaim masih sangat luas. Dikhawatirkan hal ini akan menjadi senjata makan tuan bagi peritel modern.

William menerangkan kondisi yang sedang dialami Indonesia di tahun lalu telah terjadi di Tiongkok pada 2008 silam. Tiongkok hanya membutuhkan lima tahun untuk mencapai penetrasi 10% terhadap total ritel di 2013.

“Jika saat ini dari 100 transaksi yang kita lakukan, baru 1 yang dilakukan secara online. Pertanyaan berikutnya seberapa cepat Indonesia akan mengikuti Tiongkok, di mana dari 10 transaksi yang dilakukan, setidaknya sudah 1 dilakukan secara online,” tutur William.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menambahkan layanan e-commerce kini menjadi suatu bagian yang tidak bisa diingkari, sehingga harus dijadikan sebagai jalur distribusi pemasaran yang terbaru demi mendongkrak pendapatan.

“Kita harus liat e-commerce sebagai kritik yang membangun untuk menjawab situasi yang sedang terjadi. Harus ada kreativitas yang tersuguh di market untuk dihadirkan di offline, bila peritel tidak mau berubah tentu akan punah,” terang Roy.

Saat ini hampir 70% anggota Aprindo sudah mulai menggunakan transformasi dari bentuk toko fisik ke online. Sebelumnya peritel hanya memakai jalur online sebagai pemasaran, namun kini sudah bertambah menjadi saluran penjualan. Hal ini yang terjadi dalam MatahariMall, MAP Emall, Alfacart, KlikIndomaret, dan lainnya.

Kendati layanan e-commerce diprediksi menyimpan potensi yang sangat besar, kondisi ini dianggap tidak bisa menggeserkan eksistensi peritel modern. Pasalnya ritel modern memiliki nilai lebih yang tidak bisa digantikan oleh layanan e-commerce. Salah satunya adalah komunikasi yang satu arah dan keterbatasan untuk berinteraksi dengan barang yang diinginkan.

“Sedemikian maju suatu negara, toko offline akan tetap ada. Yang bakal tergerus itu yang tidak mau berubah. Intinya adalah inovasi yang dapat menghubungkan konsumen dengan teknologi, itu bisa dihadirkan dalam mengajak orang-orang untuk tetap datang ke toko.”


Yenny Yusra berkontribusi dalam pembuatan artikel ini