Startup Insurtech Igloo Tutup Putaran Seri B 716 Miliar Rupiah, Seriusi Bisnis di Indonesia

Startup insurtech yang berbasis di Singapura Igloo mengumumkan telah menyelesaikan pendanaan seri B senilai $46 juta (lebih dari 716 miliar Rupiah). Putaran ini sudah berlangsung sejak Maret 2022 dengan perolehan sebesar $19 juta dipimpin oleh Cathay Innovation, dengan tambahan investasi dari ACA dan sejumlah investor sebelumnya, termasuk Openspace.

Dana tambahan sebesar $29 juta ini berasal dari konsorsium investor berpengaruh, di antaranya InsuResilience Investment Fund II yang diprakarsai oleh Bank Pembangunan Jerman KfW atas nama Kementerian Federal Kerja Sama & Pembangunan Ekonomi Jerman (BMZ) yang dikelola oleh investor  seperti BlueOrchard Finance Ltd., yang memimpin pendanaan lanjutan ini. Selain itu, investor lainnya, WWB Capital Partners yang dikelola oleh Women’s World Banking Asset Management (WAM), FinnFund, La Maison, dan investor utama seri B, Cathay Innovation.

Dana tambahan ini akan menjadi amunisi perusahaan dalam memiliki fondasi finansial selama beberapa tahun mendatang. Perusahaan akan merekrut talenta tarbaik di bidang engineering, produk, desain, dan pengolahan data, mengingat 50% tim Igloo difokuskan untuk penelitian dan pengembangan. Tak hanya itu, Igloo sedang dalam proses mengidentifikasi dan mengamankan berbagai peluang merger dan akuisisi untuk mewujudkan visinya ‘Asuransi untuk Semua’ sesegera mungkin.

Head of Private Equity Investments Asia BlueOrchard Mahesh Joshi menyampaikan, dengan keahlian, kemampuan, dan teknologi untuk mengembangkan produk-produk dan solusi yang secara langsung menguntungkan kelompok target yang pihaknya sasar, Igloo merupakan perusahaan yang tepat untuk mendukung misinya dalam upaya melindungi dan meningkatkan ketangguhan komunitas-komunitas yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Co-founder dan CEO Igloo Raunak Mehta menambahkan dukungan dari para investor ini menunjukkan nilai yang ditawarkan Igloo dalam mempermudah akses asuransi untuk masyarakat yang belum terlayani, khususnya pekerja gig dan UMKM.

“Sebagai firma insurtech terdepan di Asia Tenggara, membangun ekosistem yang berkelanjutan menjadi prioritas utama bagi kami. Sekarang kami siap untuk memanfaatkan keahlian dan meningkatkan pertumbuhan di seluruh wilayah, serta terus memperkuat portofolio produk dan layanan dalam mengatasi kesenjangan asuransi tradisional,” terangnya.

Menurutnya, babak pendanaan seri teranyar ini membuktikan kepercayaan para investor terhadap performa cemerlang perusahaan yang secara konsisten membawa cakupan asuransi ke segmen uninsured dan underinsured yang berpopulasi besar di Asia Tenggara.

Sejalan dengan riset e-Conomy 2022, disampaikan bahwa asuransi digital merupakan salah satu sektor yang tumbuh cepat dalam layanan keuangan digital, dengan pertumbuhan sebesar 64% secara year-on-year. Secara nilai diprediksi mencapai $400 juta pada 2022 dan tumbuh hingga $1 miliar pada 2025 mendatang.

Kehadiran insurtech dinilai dapat secara positif meningkatkan penetrasi, inklusi, dan literasi digital, khususnya dalam industri asuransi di Indonesia. Data ini juga menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang potensial untuk industri insurtech.

Angkat country manager di Indonesia

Country Manager Igloo Indonesia Henry Mixson / Igloo

Sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung industri asuransi di tanah air, Igloo telah menunjuk Henry Mixson sebagai Country Manager Igloo di Indonesia. Henry telah berpengalaman selama lebih dari 10 tahun di industri teknologi dan fintech. Sebelumnya, ia sempat menjabat sebagai Country Manager dan Regional Head of Credit Aspire Financial Technology dan merupakan salah satu dari tim pendiri di Tunaiku/Amar Bank.

“Saya sangat senang bergabung dengan Igloo dan berharap dapat berkontribusi dalam misi perusahaan ini untuk menyediakan asuransi bagi semua. Saya optimis bahwa Igloo berada dalam jalur yang tepat dan memiliki posisi yang kuat dengan inovasi teknologi untuk menyediakan asuransi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau bagi setiap level masyarakat,” papar Henry.

Posisi Henry diharapkan dapat membawa Igloo menuju posisi selanjutnya sebagai pemain yang dominan di Indonesia. Mehta menambahkan, di bawah pimpinan Henry, Igloo menargetkan peningkatan pertumbuhan perusahaan hingga tiga kali lipat pada 2023 dengan meluncurkan lebih banyak produk, menjalin kemitraan, menemukan lebih banyak mitra distribusi, dan membantu lebih banyak pelanggan sesuai kebutuhannya.

Diklaim hingga saat ini, perusahaan telah menjalin kemitraan dengan lebih dari 55 perusahaan di tujuh negara dan lebih dari 15 produk dalam rangkaian produknya terus berkembang. Perusahaan telah memfasilitasi lebih dari 300 juta polis dan meningkatkan premi bruto sebesar 30 kali lipat sejak pertama kali berdiri di 2019.

Baru-baru ini perusahaan meluncurkan produk Asuransi Indeks Cuaca paramatrik di Vietnam, satu dari lima negara pengekspor beras terbanyak. Produk ini memanfaatkan kontrak pintar berbasis blockchain, mengautomasi pembayaran klaim yang dihitung menggunakan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya untuk kerugian yang disebabkan oleh cuaca atau bencana alam.

Ke depannya, Igloo berencana untuk memperluas jangkauan produk tersebut ke Indonesia sebagai negara penghasil padi terbesar ke-3 di Indonesia, untuk melindungi para petani padi yang belum tersentuh layanan asuransi.

Application Information Will Show Up Here

Igloo Terapkan Blockchain untuk Layanan Insurtech di Bidang Pertanian

Startup insurtech Igloo merilis produk Asuransi Indeks Cuaca berbasis blockchain untuk para petani padi yang belum terlayani asuransi. Asuransi ini memanfaatkan smart contract yang dapat mengotomatisasi klaim berdasarkan tingkat curah hujan yang terjadi.

Asuransi Indeks merupakan pendekatan baru untuk mengatasi risiko kerugian petani akibat bencana alam atau cuaca yang tidak menentu dengan menggunakan data indeks cuaca yang telah ditentukan sebelumnya. Di Indonesia, kondisi cuaca yang tidak menentu sering kali menjadi kendala bagi para petani. Inisiatif ini sebenarnya sudah diungkapkan perusahaan yang ingin memperluas solusi proteksi ke lebih banyak sektor melalui inisiatif, seperti DeFi (Decentralised Finance).

Dari data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan menunjukkan bahwa di provinsi tersebut, sebagai daerah penghasil beras terbesar ke-4 di Indonesia, mengalami penurunan hasil padi hingga 1,7 juta ton pada 2021. Penyebabnya dikarenakan pola cuaca yang berubah-ubah hingga terjadi banjir yang menggenangi area pertanian.

Co-founder & CEO Igloo Raunak Mehta menyampaikan, Asuransi Indeks Cuaca yang dihadirkan ini dapat mengurangi risiko petani akibat kondisi cuaca buruk dan merugikan mereka. Produk ini menawarkan proses penyelesaian klaim yang lebih cepat, sederhana, objektif, serta membantu memberikan proses pembayaran berdasarkan peristiwa yang terjadi dan metrik resmi yang dapat diakses publik.

“Asuransi ini diharapkan dapat permudah petani mendapatkan akses asuransi dengan harga premi yang jauh lebih terjangkau,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Baru hadir di Vietnam

Asuransi Indeks Cuaca menggunakan data curah hujan dari Vietnam Meteorological and Hydrological Administration (VNMHA) dan dipantau oleh Igloo, asuransi parametrik ini akan membayar kerugian berdasarkan kalkulasi yang telah ditentukan akibat cuaca atau bencana alam. Selain itu, petani juga dapat dengan mudah dan cepat mengajukan klaim tanpa perlu melakukan verifikasi individual sehingga biaya transaksi lebih terjangkau.

Pengaturan pembayaran klaim berbasis blockchain yang diberikan juga mampu meningkatkan transparansi dan konsistensi sehingga menciptakan sistem yang kredibel. Menurut Mehta, tingkat perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, ditambah dengan menurunnya rantai pasokan akibat COVID-19, mendorong kebutuhan adanya solusi asuransi pertanian bagi komunitas petani kecil.

Oleh karenanya, pihaknya berupaya memberikan pendekatan yang terintegrasi dengan ekosistem yang lebih luas untuk memperkuat tingkat ketahanan petani yang berfokus pada inovasi produk dan distribusi. “Peluncuran Asuransi Indeks Cuaca berbasis blockchain pertama ini telah memperkuat komitmen kami untuk membuat asuransi lebih mudah diakses dan terjangkau melalui teknologi,” tambah dia.

Sebagai langkah awal, Asuransi Indeks Cuaca telah melindungi lebih dari 5.000 hektar lahan di Vietnam dan ditargetkan untuk melindungi 50.000 hektar dalam beberapa musim ke depan melalui kerja sama dengan sejumlah perusahaan milik negara dan swasta.

Vietnam merupakan salah satu dari lima negara pengekspor beras terbesar di dunia, dengan 95% hasil ekspor berasal dari wilayah Delta Mekong. Meski demikian, produksi pangan tidak lepas dari tantangan kondisi iklim yang kurang baik, seperti banjir dan perubahan pola curah hujan yang mampu menurunkan produksi para petani padi.

Mehta melanjutkan, ke depannya Igloo akan memperluas solusi asuransi Indeks Cuaca di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai negara penghasil beras terbesar ke-3 di dunia. Tingginya risiko akibat perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu diharapkan dapat teratasi dengan solusi Asuransi Indeks Cuaca serta melindungi petani dari kerentanan finansial untuk menanam kembali.

Pencapaian

Diklaim, hingga saat ini Igloo telah memfasilitasi lebih dari 300 juta polis di Asia Tenggara dan berencana untuk memperluas solusi perlindungan ke sektor yang belum terlayani asuransi dengan pemanfaatan teknologi yang canggih. Potensi bisnis Igloo yang kuat terletak pada pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara yang diperkirakan mencapai 300 miliar dolar Amerika pada 2025.

Igloo sendiri berbasis dari Singapura dengan kantor yang tersebar di Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia dengan pusat teknologi di India dan Tiongkok. Dalam data sebelumnya, diklaim Igloo mencetak kenaikan gross written premium (GWP) sebesar tiga kali lipat pada 2021.

Perusahaan memiliki lebih dari 30 kemitraan besar dan jejak regional yang terus meningkat. Igloo berambisi ingin memfasilitasi lima persen Premi Asuransi Umum untuk lima tahun ke depan di regional ini. Dalam mewujudkan ambisi tersebut pada Maret 2022, perusahaan mengumumkan pendanaan Seri B senilai $19 juta yang dipimpin Cathay Innovation dengan partisipasi dari investor sebelumnya, termasuk Openspace. Pendanaan ini membuat total pendanaan yang diterima perusahaan mencapai lebih dari $36 juta.

Rangkaian inovasi yang dilakukan perusahaan adalah meluncurkan platform berbasis AI, Ignite, untuk meningkatkan produktivitas mitra agen asuransi dan penjualan, serta mempercepat proses penjualan menjadi lebih sederhana dan efisien. Ignite menawarkan beragam produk asuransi dalam satu platform, mulai dari asuransi motor dan kecelakaan diri yang disediakan oleh perusahaan asuransi yang telah bermitra. Disebutkan ada lebih dari 1000 mitra agen yang telah memanfaatkan platform ini.

Sebelum meluncurkan Ignite, Igloo juga menawarkan embedded insurance di Indonesia yang bekerja sama dengan berbagai mitra, seperti RedDoorz yang menawarkan Guest Protection (Proteksi pelanggan), Layanan keuangan digital DANA yang menawarkan Gadget and Gamer’s Health Protection (proteksi gawai dan kesehatan gamer), serta perusahaan e-commerce ternama Bukalapak yang menawarkan enam produk seperti transit, elektronik, proteksi barang dan lainnya.

MDI Ventures and Some Investors Pour 1.79 Trillion Rupiah to Kredivo Through PIPE

Kredivo’s parent company, FinAccel received another investment of $125 million or 1.79 trillion Rupiah from MDI Ventures, Cathay Innovation, and Endeavor Catalyst through Private Investment in Public Equity (PIPE). This additional investment will strengthen its position ahead of the IPO preparation through the SPAC scheme.

In his official statement, MDI Ventures CEO Donald Wihardja said he was impressed with the company’s vision to build an AI-based digital consumer credit platform through the use of its first post-funding alternative data for the series B round. Kredivo is also supported by ongoing partnerships with eight leading e-commerce platforms in Indonesia.

On the same occasion, FinAccel also announced three new ranks to fill the position of the Board of Commissioners of Kredivo Indonesia, Arsjad Rasjid, Darmin Nasution, and Karen Brooks. All three are still waiting for approval from the regulator. Meanwhile, the new Board of Commissioners will play a role in helping to design the strategic growth and expansion of Kredivo’s market.

The brief profiles of the three consist of Arsjad Rasjid currently serving as CEO of PT Indika Energy Tbk and General Chair of the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (KADIN Indonesia); Darmin Nasution is a leading economist in Indonesia who is also the former Coordinating Minister for Economic Affairs (2015-2019), and former Governor of Bank Indonesia (2010-2013); and Karen Brooks, who served on the White House National Security Council Officer, with more than a decade of experience in private equity and global investment management.

In a joint statement, the three said that Indonesia is still one of the largest unbanked markets in the world despite an increase in financial inclusion in recent years. “We are committed to helping Kredivo make an impact on tens of millions of customers over the next few years because we are optimistic about their innovative credit scoring system,” he explained.

In general note, FinAccel announced its action to become a public company on the NASDAQ through the SPAC scheme. In order to realize this plan, Kredivo will merge with shell company VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) which is an affiliate of Victory Park Capital (VPC). From the two company merger, FinAccel will obtain a pro-forma equity valuation of $2.5 billion, assuming no redemption.

Digital loan market

According to data quoted by DSInnovate in the report “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, paylater services will grow 76.7% compared to the previous year, posting a GMV of $1.5 billion in 2021. It is projected to continue to increase to reach $8.5 billion in 2028. This is also supported by an understanding of the paylater business model which is increasingly familiar in the community.

Besides Kredivo, in Indonesia there are several other players such as Akulaku, Atome, Indodana, Julo, Vospay, Kreditmu, and Home Credit. In addition, the super application has also developed similar services, such as Gopaylater, Traveloka Paylater, and SPayLater from Shopee.

In terms of funding, several startups have also backed by the investors. We have collected the data, Akulaku is one of the players with the largest valuation after Kredivo, its value is close to $1 billion.

Indonesia’s paylater startup funding / DSInnovate


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures dan Sejumlah Investor Berikan Pendanaan 1,79 Triliun Rupiah ke Kredivo Melalui PIPE

FinAccel selaku induk usaha Kredivo kembali memperoleh investasi sebesar $125 juta atau 1,79 triliun Rupiah dari MDI Ventures, Cathay Innovation, dan Endeavour Catalyst melalui Private Investment in Public Equity (PIPE). Investasi tambahan ini akan memperkuat posisinya menjelang persiapan IPO lewat skema SPAC.

Dalam keterangan resminya, CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengaku terkesan dengan visi perusahaan dalam membangun platform kredit konsumen digital berbasis AI lewat pemanfaatan data alternatif pasca-pendanaan pertamanya ke putaran seri B. Kredivo juga didukung dengan kemitraan berkelanjutan dengan delapan platform e-commerce terkemuka di Indonesia.

Dalam kesempatan sama, FinAccel turut mengumumkan tiga jajaran baru yang akan mengisi posisi Dewan Komisaris Kredivo Indonesia, yaitu Arsjad Rasjid, Darmin Nasution, dan Karen Brooks. Ketiganya masih menunggu persetujuan dari regulator. Adapun, Dewan Komisaris baru ini akan berperan untuk membantu merancang pertumbuhan strategis dan perluasan pasar Kredivo.

Profil singkat ketiganya terdiri dari Arsjad Rasjid saat ini menjabat sebagai CEO PT Indika Energy Tbk serta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia); Darmin Nasution merupakan ekonom terkemuka di Indonesia yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2015-2019), dan mantan Gubernur Bank Indonesia (2010-2013); serta Karen Brooks yang pernah bertugas sebagai Staf Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, memiliki pengalaman lebih dari satu dekade di private equity dan pengelolaan investasi global.

Dalam pernyataan bersama, ketiganya mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu pasar unbanked terbesar di dunia meski beberapa tahun terakhir ada peningkatan inklusi keuangan. “Kami berkomitmen membantu Kredivo untuk memberikan dampak kepada puluhan juta pelanggan selama beberapa tahun ke depan karena kami optimistis dengan sistem sistem penilaian kredit mereka yang inovatif,” paparnya.

Seperti diketahui, FinAccel mengumumkan langkahnya menjadi perusahaan publik di NASDAQ melalui skema SPAC. Untuk memuluskan rencana ini, Kredivo akan merger dengan perusahaan cangkang VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) yang merupakan afiliasi dari Victory Park Capital (VPC). Dari peleburan keduanya, FinAccel akan mengantongi valuasi pro-forma ekuitas sebesar $2,5 miliar, dengan asumsi tidak ada penebusan.

Pasar pinjaman digital

Menurut data yang dikutip DSInnovate dalam laporan “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, layanan paylater akan bertumbuh 76,7% dibanding tahun sebelumnya, membukukan GMV $1,5 miliar pada 2021. Diproyeksikan akan terus meningkat mencapai $8,5 miliar pada tahun 2028. Hal ini turut didukung pemahaman tentang model bisnis paylater yang semakin akrab di masyarakat.

Selain Kredivo, di Indonesia ada beberapa pemain lainnya seperti Akulaku, Atome, Indodana, Julo, Vospay, Kreditmu, dan Home Credit. Selain itu, aplikasi super juga turut mengembangkan layanan serupa, seperti Gopaylater, Traveloka Paylater, dan SPayLater dari Shopee.

Terkait pendanaan, beberapa startup juga telah menerima dukungan dari investor. Dari data yang kami himpun, Akulaku menjadi salah satu pemain dengan valuasi terbesar setelah Kredivo, nilainya sudah mendekati $1 miliar.

Pendanaan startup paylater di Indonesia / DSInnovate
Application Information Will Show Up Here

Lifepal Announces 130 Billion Rupiah Series A Funding

Lifepal announced a series A funding worth of $9 million or equivalent to 130 billion Rupiah. The round was led by ProBatus Capital with the participation of Cathay Innovation, Insignia Ventures Partners, ATM Capital and Hustle Fund.

Combined with the previous round, the company has raised a total investment of $12 million. This follow on funding will be channeled to its product improvement and user experience.

Was founded in 2019 by Giacomo Ficari, Nicolo Robba, Benny Fajarai, and Reza Muhammad; Lifepal has transformed into an insurance marketplace platform. The direct-to-consumer (D2C) approach allows them to distribute hundreds of insurance products to the public.

“During the pandemic, we experienced a strong increase in demand along with increasing awareness of health risks combined with the availability of online platforms [..] Lifepal addresses the evolving needs of consumers by reducing the problems associated with traditional agents through full digitization of the value chain for a superior user experience,” Giacomo said.

Meanwhile, ProBatus Capital’s Founder & Managing Partner, Ramneek Gupta said, “We invested in Lifepal because of its potential to change the way Indonesian consumers buy insurance. They built a platform that uniquely serves consumers by including educational content that helps customers understand their needs.”

Market size

Based on data compiled by DSInnovate in a report entitled “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021“, the gross written premiums (GWP) in the Indonesian insurance industry has reached $20.8 billion in 2020 with a CAGR of 3.9% from the 2016 period. The main problems that many complain about are related to the claim process and accessibility to insurance products. From this thesis, insurtech startups have emerged with various unique business models.

“The insurance market in Indonesia is yet to be optimized and well-served, it is proven that less than 2% of Indonesians have insurance, thus making it ready for digital disruption,” Cathay Innovation’s Director, Rajive Keshup said.

The digital approach has turned out to be fruitful. Lifepal’s internal data reveals that it has experienced 12x yoy growth with a monthly growth of 20%. The strategy is to combine the strengths of content, community, and product distribution channels to produce more efficient business processes on the user side.

Lifepal currently accommodates more than 300 insurance policies in the fields of health, automotive, property, and travel, partnering with 50 provider companies.

Insurtech platform

Also stated in the report, there are currently around 11 startups that focus on presenting the insurtech platform. Beyond that, there are also market products and enablers to support the digital insurance business system.

Each platform also has a unique approach. Take, for example, Fuse, which digitized the agency concept that has been a long time practice by traditional insurance. This is considered relevant to the Indonesian market, as 97% of the population is still underinsured due to lack of confidence in the current insurance system.

Insurtech startup funding per Q1 2021

This year alone, three other insurtech startups have announced new funding. First, PasarPolis with more than 70 billion Rupiah funding from IFC. Then, Prixa.ai received 40 billion Rupiah funding led by MDI Ventures and TPTF. Also, Fuse has recently announced its series B funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Lifepal Umumkan Pendanaan Seri A 130 Miliar Rupiah

Lifepal mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $9 juta atau setara 130 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh ProBatus Capital dengan keterlibatan Cathay Innovation, Insignia Ventures Partners, ATM Capital, dan Hustle Fund.

Digabungkan dengan perolehan sebelumnya, total dana investasi yang telah dikumpulkan perusahaan mencapai $12 juta. Modal tambahan ini akan difokuskan untuk meningkatkan produk dan pengalaman pengguna mereka.

Sejak dirilis tahun 2019 oleh Giacomo Ficari, Nicolo Robba, Benny Fajarai, dan Reza Muhammad; Lifepal telah menjelma menjadi platform marketplace asuransi. Pendekatan direct-to-consumer (D2C) memungkinkan mereka mendistribusikan ratusan produk asuransi kepada masyarakat.

“Selama pandemi kami mengalami peningkatan permintaan yang kuat berbarengan dengan meningkatnya kesadaran akan risiko kesehatan yang dikombinasikan dengan ketersediaan platform online [..] Lifepal menjawab kebutuhan konsumen yang terus berkembang dengan mengurangi masalah terkait dengan agen tradisional melalui digitalisasi penuh value chain untuk pengalaman pengguna yang unggul,” ujar Giacomo.

Sementara itu Founder & Managing Partner ProBatus Capital Ramneek Gupta menyampaikan, “Kami berinvestasi di Lifepal karena potensinya untuk mengubah cara konsumen Indonesia membeli asuransi. Mereka membangun platform yang secara unik melayani konsumen dengan memasukkan konten pendidikan yang membantu pelanggan memahami kebutuhan.”

Ukuran pasar

Berdasarkan data yang dihimpun DSInnovate dalam laporan bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021” disampaikan, nilai gross written premiums (GWP) di industri asuransi Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020 dengan CAGR 3,9% dari periode 2016. Diungkapkan juga permasalahan utama yang banyak dikeluhkan terkait dengan proses klaim dan aksesibilitas ke produk asuransi. Dari tesis tersebut, startup insurtech bermunculan dengan berbagai model bisnis yang unik.

“Pasar asuransi di Indonesia masih belum dimaksimalkan dan terlayani dengan baik, terbukti kurang dari 2% orang Indonesia memiliki asuransi, sehingga membuatnya siap untuk disrupsi digital,” kata Direktur Cathay Innovation Rajive Keshup.

Pendekatan digital mulai terbukti membuahkan hasil. Data internal Lifepal mengungkapkan telah mengalami pertumbuhan 12x lipat yoy dengan pertumbuhan bulanan mencapai 20%. Strateginya dengan menggabungkan kekuatan konten, komunitas, dan kanal distribusi produk untuk menghasilkan proses bisnis yang lebih efisien di sisi pengguna.

Lifepal saat ini sudah mengakomodasi lebih dari 300 polis asuransi di bidang kesehatan, otomotif, properti, hingga perjalanan, bermitra dengan 50 perusahaan penyedia.

Platform insurtech

Masih dari laporan DSInnovate, saat ini ada sekitar 11 startup yang fokus menyajikan platform insurtech. Di luar itu, ada juga produk pendukung pasar dan enabler untuk menunjang sistem bisnis asuransi digital.

Masing-masing platform juga memiliki pendekatan yang unik. Ambil contoh Fuse yang mendigitalkan konsep keagenan yang sudah dijalankan perasuransian tradisional sejak lama. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Pendanaan startup insurtech hingga Q1 2021

Tahun ini tiga startup insurtech lainnya juga mengumumkan perolehan pendanaan baru. Pertama ada PasarPolis yang menerima dana tambahan lebih dari 70 miliar Rupiah dari IFC. Kemudian Prixa.ai juga mendapatkan pendanaan 40 miliar Rupiah yang dipimpin MDI Ventures dan TPTF. Terakhir ada Fuse yang mengumumkan perolehan pendanaan seri B.