Samsung Galaxy Chromebook Lanjutkan Jejak Google Pixelbook di Segmen Laptop Chrome OS Premium

Berbeda dari HP atau Asus, Samsung bukanlah pabrikan yang getol merilis Chromebook. Namun sekalinya mereka melakukan itu, mereka memastikan perangkatnya layak mendapat sorotan ekstra. Buktinya bisa kita lihat sendiri melalui Galaxy Chromebook yang mereka singkap di event CES kemarin.

Melihat wujudnya sepintas, saya langsung teringat dengan Google Pixelbook yang dirilis di tahun 2017. Bentuknya convertible dengan engsel layar 360 derajat, dan penampilannya secara keseluruhan terlihat premium. Fisiknya yang serba aluminium juga amat ringkas, dengan ketebalan 9,9 mm dan bobot cuma 1,04 kg.

Samsung Galaxy Chromebook

Mendampingi estetika yang memukau itu adalah spesifikasi yang tak kalah mengesankan. Layar sentuhnya merupakan panel AMOLED 13,3 inci beresolusi 4K yang mendukung format HDR, sedangkan prosesor pilihannya jatuh pada Intel Core i5 generasi ke-10, lengkap beserta RAM 16 GB dan SSD 1 TB pada varian termahalnya.

Storage internal dengan kapasitas sebesar itu bukanlah hal yang umum kita jumpai di laptop Chrome OS. Yang lebih umum adalah ekspansi via slot microSD, dan Samsung rupanya juga tidak lupa akan hal tersebut. Galaxy Chromebook turut mengemas sepasang port USB-C, dan kapasitas baterainya cukup besar di angka 49,2 Wh.

Samsung Galaxy Chromebook

Semua ini pantas menjadikan Samsung Galaxy Chromebook sebagai suksesor sejati terhadap Pixelbook, apalagi mengingat tahun lalu Google justru merilis model yang lebih terjangkau, yakni Pixelbook Go. Itulah mengapa kita tidak boleh terkejut melihat harganya: mulai $1.000 ketika dipasarkan di kuartal pertama tahun ini.

Sumber: Samsung.

Semua True Wireless Earphone yang Dirilis di CES 2020

Tanpa harus terkejut, event teknologi sebesar CES pasti dibanjiri dengan beragam perangkat audio baru. CES tahun ini pun tidak luput dari serbuan beragam headphone dan earphone, dari yang murah sampai dengan yang mahal.

Sebagian besar dari produk-produk baru yang diumumkan adalah true wireless earphone, sesuai dengan tren terkini yang dimulai oleh Apple AirPods. Berikut adalahsh ringkasan dari semua true wireless earphone yang diluncurkan di CES 2020.

Shure Aonic 215

Shure Aonic 215

Sedikit terlambat memang, akan tetapi salah satu pemain lama di industri audio ini akhirnya punya true wireless earphone. Melihat namanya, tidak salah apabila Anda berpikiran bahwa perangkat ini mengambil earphone termurah Shure, SE215, sebagai basisnya.

Kenyataannya memang demikian, dan tentu saja kabelnya telah digantikan oleh pengait telinga. Modul baterai yang tertanam di ujung pengait telinga itu siap menyuplai daya yang cukup hingga 8 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya siap mengisi penuh baterainya sampai tiga kali.

Spesifikasi lengkapnya belum disebutkan, namun saya menduga jeroannya identik dengan Shure SE215, dengan tambahan chip Bluetooth 5.0. Aonic 215 hanya dibekali noise cancelling pasif dari eartip silikonnya, akan tetapi ia mengemas Environment Mode yang adjustable sehingga pengguna dapat mempersilakan suara dari luar masuk. Shure Aonic 215 akan dijual pada musim semi mendatang seharga $279.

Harman Kardon Fly TWS

Harman Kardon Fly TWS

Untuk pertama kalinya setelah enam tahun, Harman Kardon merilis seri headphone dan earphone baru. Dari tiga perangkat di seri ini, tentu saja salah satunya merupakan true wireless earphone.

FLY TWS mengemas fitur-fitur yang sudah dianggap standar di kategori ini: kontrol sentuh, dukungan voice assistant, ketahanan terhadap cipratan air (IPX5), dan fitur untuk membiarkan suara dari luar jadi terdengar yang mereka sebut dengan istilah TalkThru.

Baterainya cukup untuk lima jam pemakaian, atau total 15 jam jika digabungkan dengan charging case-nya. Memang bukan yang paling istimewa, akan tetapi harganya cukup terjangkau di angka $150. Sayang pemasarannya masih harus menunggu sampai musim dingin nanti.

JBL Live 300TWS dan Tune 220TWS

JBL Live 300TWS / JBL
JBL Live 300TWS / JBL

Masih satu keluarga besar dengan Harman Kardon Fly TWS, JBL Live 300TWS mengemas gaya desain yang serupa, lengkap dengan sertifikasi IPX5, sekaligus fitur TalkThru yang sama. Meski begitu, ia sedikit lebih unggul di sektor baterai: tahan sampai 6 jam pemakaian, atau total 20 jam bersama charging case-nya. Charging case-nya ini dapat diisi penuh dalam waktu satu jam saja via sambungan USB-C.

Tune 220TWS di sisi lain mengandalkan desain ala AirPods dengan tangkai yang memanjang. Faktor yang ia unggulkan adalah driver sebesar 12,5 mm, akan tetapi baterainya cuma bisa bertahan selama tiga jam pemakaian, meski untungnya charging case-nya siap menyuplai 16 jam daya ekstra.

JBL Tune 220TWS / JBL
JBL Tune 220TWS / JBL

Sedikit berbeda di antara keduanya adalah dukungan voice assistant. Live 300TWS mengemas Alexa dan Google Assistant terintegrasi, sedangkan Tune 220TWS hanya bisa menyambungkan asisten bawaan smartphone. Live 300TWS dan Tune 220TWS bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang, masing-masing seharga $150 dan $100.

Audio-Technica ATH-ANC300TW

Audio-Technica ATH-ANC300TW

ATH-ANC300TW bukanlah true wireless earphone pertama dari sang perusahaan Jepang, akan tetapi ia merupakan yang pertama mengemas active noise cancelling (ANC), lengkap beserta mode ‘transparan’ untuk membiarkan suara luar masuk. Agresivitas fitur ANC-nya dapat diatur berkat tiga pilihan preset yang tersedia di aplikasi pendampingnya.

Secara teknis, perangkat ini mengemas driver 5,8 mm, akan tetapi yang lebih menarik adalah fitur TrueWireless Stereo Plus rancangan Qualcomm yang diusungnya. Berkat fitur ini, audio dapat diteruskan ke kedua unit earpiece sekaligus, bukan ke salah satu saja yang bertindak sebagai perantara seperti pada umumnya.

Audio-Technica mengklaim fitur ini bisa membantu menurunkan latency sekaligus meningkatkan daya tahan baterai. Dengan fitur ANC yang terus menyala, ATH-ANC300TW bisa beroperasi hingga 4,5 jam nonstop, sedangkan charging case-nya siap menyuplai 13,5 jam daya ekstra. Perangkat ini bakal dijual mulai bulan Mei seharga $249.

Jabra Elite Active 75t

Jabra Elite Active 75t

Jabra Elite Active 65t selama ini banyak disebut sebagai salah satu alternatif terbaik AirPods, dan Jabra sekarang sudah punya sekuelnya. Fisiknya diklaim 22 persen lebih ringkas dari pendahulunya, akan tetapi daya tahan baterainya justru meningkat hingga 89 persen (sampai 7,5 jam dalam sekali charge, atau total 28 jam jika digabungkan dengan daya milik charging case-nya).

Juga ikut disempurnakan adalah ketahanan airnya, naik sedikit dari IP56 menjadi IP57. Mode transparan, atau HearThrough kalau dalam kamus Jabra, tentunya sudah tersedia, tapi yang lebih menarik adalah, konsumen dapat menggunakan satu earpiece Elite Active 75t saja jika perlu. Perangkat ini akan dijual mulai Februari seharga $199.

Klipsch T10

Klipsch T10

Total ada empat true wireless earphone yang Klipsch pamerkan di panggung CES 2020, akan tetapi yang paling mencuri perhatian adalah Klipsch T10. Bentuknya, terutama ketika disandingkan bersama charging case-nya yang begitu tipis, tampak sangat tidak umum sekaligus keren.

Juga tidak umum adalah spesifikasinya, yang mengandalkan driver jenis balanced armature ketimbang dynamic. Terlepas dari fisiknya yang begitu ringkas, T10 disebut bisa beroperasi selama 6 jam pemakaian. Sayang Klipsch tidak menyebutkan berapa jam daya ekstra yang bisa disediakan charging case-nya.

Fakta menarik lainnya adalah, T10 mengemas microcomputer yang menjalankan sistem BragiOS – ya, Bragi sang pelopor segmen true wireless itu. Klipsch bilang ini memungkinkan T10 untuk dioperasikan dengan beragam gesture; tidak harus menggunakan tangan, tapi juga kepala, atau bisa juga dengan perintah suara.

Namun yang lebih mencengangkan justru adalah harganya: $649 saat dipasarkan mulai musim gugur nanti.

Technics EAH-AZ70W

Technics EAH-AZ70W

Sub-brand Panasonic yang dikenal lewat sederet perlengkapan DJ-nya ini merilis true wireless earphone berpenampilan minimalis tapi kaya fitur, termasuk halnya active noise cancelling. Lebih lanjut, konektivitas Bluetooth-nya juga dijamin stabil berkat sistem transmisi sinyal yang terpisah antara earpiece kiri dan kanan.

Rangka tahan air dengan sertifikasi IPX4-nya mengemas driver 10 mm, lengkap beserta panel sentuh untuk mengaktifkan Ambient Sound Mode, lagi-lagi nama lain untuk mode transparan. Dalam sekali pengisian, baterainya bisa tahan sampai 6 jam pemakaian (dengan ANC menyala), sedangkan charging case-nya siap menyuplai 18 jam daya ekstra. Perangkat akan dijual mulai Juni seharga $249.

JLab Go Air

JLab Go Air

Tanpa perlu basa-basi, nilai jual utama perangkat ini adalah harganya. JLab Go Air dihargai cuma $29 saat mulai dipasarkan pada bulan Maret nanti. Istimewanya, harga yang begitu terjangkau bukan berarti ia miskin fitur, meski memang mustahil mendapatkan ANC di rentang harga semurah ini.

Go Air yang ditenagai driver 8 mm ini dapat digunakan secara terpisah jika perlu, tidak harus melulu sepasang. Fisiknya yang tahan air dengan sertifikasi IPX4 diyakini 20 persen lebih kecil ketimbang true wireless earphone JLab sebelumnya, akan tetapi baterainya masih bisa bertahan sampai 5 jam pemakaian (20 jam jika digabung dengan charging case-nya). Charging case-nya pun cukup spesial karena dilengkapi kabel terintegrasi.

1More True Wireless ANC

1More True Wireless ANC

Sesuai namanya, active noise cancling merupakan salah satu nilai jual utama dari perangkat ini. Kendati demikian, 1More masih menyimpan kejutan yang lain, yakni dua macam driver yang tertanam di masing-masing earpiece; satu berjenis dynamic seperti biasa, dan satu lagi balanced armature, dengan kualitas suara yang memenuhi sertifikasi dari THX.

Dalam satu kali pengisian, 1More True Wireless ANC dapat digunakan sampai 5 jam pemakaian (6 jam kalau ANC-nya dimatikan), sedangkan charging case-nya siap memberikan 16 jam daya ekstra. Layaknya AirPods generasi kedua, charging case-nya ini bisa diisi ulang menggunakan Qi wireless charging pad.

Perangkat ini akan terkesan lebih menarik lagi setelah mengetahui harganya, yang amat bersaing di angka $200.

Nuheara IQbuds2 Max

Nuheara IQbuds2 Max

Dideskripsikan sebagai perangkat hearables, daya tarik utama perangkat ini adalah teknologi bernama EarID, yang memungkinkannya untuk mengevaluasi kemampuan pendengaran pengguna lalu mengoptimalkan karakter suara yang dihasilkannya. Kinerja reproduksi suaranya sendiri ditunjang oleh driver berdiameter 9,2 mm.

ANC turut menjadi penawaran IQbuds2 Max, lengkap dengan mode transparan yang dapat diaktifkan kapan saja diperlukan. Daya tahan baterainya sendiri diklaim mencapai angka 20 jam, tapi itu tentu ditotal bersama charging case-nya. Nuheara akan menjualnya mulai bulan Maret seharga $399.

Panasonic Pamerkan VR Headset Berwujud Seperti Kacamata Biasa

VR headset tidak selamanya harus berwujud seperti sekarang. Di CES 2020, Panasonic mendemonstrasikan bahwa VR headset juga bisa lebih menyerupai kacamata biasa ketimbang ski goggles.

Seperti yang bisa kita lihat, bentuk prototipe VR glasses bikinan Panasonic ini mirip kacamata bergaya aviator, lengkap dengan sentuhan desain steampunk yang membuatnya pantas menjadi salah satu properti film Sherlock Holmes. Namun yang Panasonic kejar bukan cuma menyangkut nilai estetika saja, melainkan juga aspek kenyamanan dan fungsionalitas.

Di saat mayoritas VR headset mengandalkan strap yang mengikat kepala, perangkat ini cukup dipakai layaknya kacamata tradisional. Namun yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kualitas display-nya? Apakah bentuk yang tidak umum ini bisa berpengaruh buruk pada visual yang ditampilkan?

Panasonic VR glasses

Nyatanya tidak demikian. Perangkat ini mengandalkan panel micro OLED beresolusi UHD (3840 x 2160 pixel) hasil kerja sama antara Panasonic dan Kopin. Berkat resolusi yang amat tinggi, efek screen door yang selama ini umum menjangkiti VR headset pun dapat dieliminasi. Lebih lanjut, display-nya juga siap menampilkan konten dalam format HDR yang kaya warna.

Meski terdengar mengesankan, display-nya bukanlah tanpa kekurangan. The Verge yang sempat mencobanya langsung melaporkan bahwa viewing angle-nya lebih sempit ketimbang VR headset tradisional. Juga belum sempurna adalah distribusi beratnya, sehingga perangkat mudah melorot ke arah hidung.

Panasonic VR glasses

Dalam merancang VR glasses ini, Panasonic tak lupa membubuhkan teknologi unggulan dari sejumlah produknya. Di sektor audio, ada desain akustik yang selama ini diterapkan pada lini earphone Technics. Desain optik yang digunakan pada lini kamera Lumix, tidak ketinggalan juga teknologi signal processing milik TV dan Blu-ray player Panasonic, turut berkontribusi melahirkan perangkat ini.

Pertanyaan yang terakhir, kapan perangkat ini berlanjut ke produksi massal? Panasonic enggan menjawabnya, namun kecil kemungkinan Panasonic bakal memproduksinya sebagai perangkat yang bisa dibeli konsumen umum. Mereka lebih tertarik mengeksplorasi pengaplikasiannya dalam konteks komersial, semisal pada Olimpiade Tokyo di pertengahan tahun nanti.

Sumber: The Verge dan Panasonic.

Lenovo ThinkBook Plus Sembunyikan Layar Sentuh E-Ink pada Cover Depannya

CES 2020 rupanya menjadi saksi atas kelahiran sejumlah laptop inovatif. Dari kubu Lenovo, kita sudah melihat ThinkPad X1 Fold dengan layar fleksibelnya, namun masih ada satu laptop lagi yang tak kalah menarik untuk disorot, yaitu ThinkBook Plus.

Sebuah laptop umumnya baru bisa memikat ketika sudah dibuka. Kasusnya tidak demikian di sini. Daya tarik ThinkBook Plus justru terpusat pada cover depannya, yang dengan cerdiknya menyembunyikan sebuah layar sentuh 10,8 inci. Layarnya pun bukan sembarangan, melainkan panel e-ink seperti yang biasa kita jumpai pada perangkat e-reader macam Amazon Kindle.

Lenovo ThinkBook Plus

Untuk apa layar e-ink itu eksis? Yang paling sederhana adalah untuk me-review sekaligus menganotasi dokumen, atau bisa juga untuk membaca e-book dengan bantuan aplikasi Kindle yang terintegrasi. Skenarionya memang tidak seideal menggunakan e-reader, tapi setidaknya masih jauh lebih nyaman ketimbang harus membuka laptop terlebih dulu.

Selanjutnya, menggunakan stylus yang disertakan dalam paket pembelian, konsumen bisa menulis catatan pada layar monokrom tersebut selagi sedang mengikuti rapat misalnya. Lebih lanjut, Lenovo turut merancang agar layar ini dapat menampilkan sejumlah info esensial macam agenda atau notifikasi email penting yang masuk. Ya, Lenovo bilang email masih bisa masuk meski perangkat dalam posisi tertutup berkat mode standby yang cerdas.

Lenovo ThinkBook Plus

Selebihnya, ThinkBook Plus tidak ubahnya sebuah laptop modern yang mengusung layar IPS 13,3 inci beresolusi 1080p, dengan prosesor Intel Core i7 (Comet Lake) pada varian termahalnya. Pilihan RAM yang tersedia adalah 8 atau 16 GB, sedangkan storage-nya mengandalkan SSD tipe PCIe berkapasitas 256 atau 512 GB, lengkap beserta memory Intel Optane.

Fisiknya pun tergolong ringkas, dengan tebal 17,4 mm dan bobot sekitar 1,4 kg. Di samping Wi-Fi 6 dan Bluetooth 5, konektivitasnya turut meliputi port USB-C, USB 3.0 biasa, dan HDMI 1.4b. Terdapat sensor sidik jari pada tombol power-nya, dan Lenovo mengklaim baterai berkapasitas 45 Wh miliknya mampu bertahan sampai 10 jam pemakaian.

Lenovo ThinkBook Plus rencananya akan dijual mulai Maret mendatang dengan banderol mulai $1.199.

Sumber: Lenovo.

Cuma Mengandalkan Sepasang Rotor, Drone V-Coptr Falcon Mampu Mengudara Hingga 50 Menit Nonstop

Drone yang kita kenal selama ini umumnya berjenis quadcopter, alias terbang mengandalkan empat buah rotor. Itulah mengapa drone yang satu ini kelihatan begitu unik. Dinamai V-Coptr Falcon, kemampuan mengudaranya diwujudkan lewat sepasang rotor yang membentang layaknya sayap burung.

Pengembangnya, Zero Zero Robotics (yang juga menciptakan drone sebesar buku bernama Hover Camera), mengambil pesawat tempur Bell Boeing V-22 Osprey sebagai inspirasinya. Kalau drone berjenis quadcopter umumnya memiringkan tubuhnya ke depan untuk bergerak maju, V-Coptr hanya perlu memiringkan kedua rotornya saja.

V-Coptr Falcon

Lalu apa keuntungan dari desain bi-copter semacam ini? Yang pertama adalah desain yang lebih aerodinamis, diikuti oleh konsumsi daya yang lebih efisien mengingat jumlah sistem penggeraknya lebih sedikit. Dalam sekali charge, V-Coptr diklaim mampu mengudara sampai 50 menit nonstop, nyaris dua kali lebih lama ketimbang mayoritas drone lain.

Selagi mengudara, V-Coptr bisa mendeteksi dan menghindari objek yang menghalangi dengan sendirinya berkat sepasang kamera depan beserta sistem Visual Inertial Odometry (VIO). Fitur Autofollow juga memungkinkannya untuk terbang mengikuti objek yang dipilih secara akurat. Transmisi sinyalnya diyakini mampu mencapai jarak hingga sejauh 7 kilometer.

V-Coptr Falcon

Kapabilitas fotografi dan videografinya ditunjang oleh kamera dengan sensor 1/2,3 inci bikinan Sony dan lensa f/2.2 yang duduk di atas gimbal 3-axis. Di samping menjepret foto 12 megapixel, kamera ini juga siap merekam video 4K 30 fps, 2,7K 60 fps atau 1080p 120 fps. Hasil tangkapannya otomatis disimpan ke dalam storage internal sebesar 8 GB, akan tetapi konsumen juga bisa menambahkan kartu microSD hingga yang berkapasitas 256 GB.

Selain diterbangkan secara manual menggunakan remote control, V-Coptr yang dibekali chipset Qualcomm Snapdragon ini tentunya turut menawarkan sejumlah mode semi-otomatis guna menghasilkan rekaman dengan beragam efek sinematik.

V-Coptr Falcon yang saat ini sedang dipamerkan di event CES 2020 rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Februari. Harganya dipatok $999, cukup terjangkau jika dibandingkan drone sekelas macam DJI Mavic 2.

Sumber: Engadget.

Dapat Berganti Orientasi, Samsung Sero Adalah TV untuk Generasi TikTok

Seperti biasa setiap tahunnya, Samsung menyingkap deretan televisi baru di ajang CES. Lineup-nya tahun ini mencakup sejumlah TV 8K, akan tetapi yang paling menarik perhatian justru adalah TV bernama Samsung Sero berikut ini.

Dalam bahasa Korea, “sero” berarti “vertikal”, dan seperti yang bisa kita lihat, TV ini tampak tidak umum karena berorientasi portrait layaknya smartphone. Format seperti ini jelas ditujukan buat para penikmat video-video vertikal dari platform seperti TikTok atau YouTube.

Samsung Sero

Namun Sero tidak selamanya harus seperti itu. Sistem motorik yang terintegrasi pada dudukannya memungkinkan Sero untuk berganti orientasi dari portrait menjadi landscape sehingga ia bisa digunakan layaknya TV konvensional. Satu kekurangan Sero adalah, ia tak bisa digantungkan ke tembok, tapi setidaknya dudukannya dilengkapi sepasang roda agar mudah dipindahkan.

Untuk mengganti orientasinya, pengguna tinggal mengklik tombol pada remote bawaannya, atau bisa juga melalui aplikasi Samsung SmartThings. Sero bahkan dapat disinkronisasikan dengan smartphone Samsung sehingga ia dapat berganti orientasi sendiri mengikuti ponselnya; jadi kalau ponsel kita miringkan 90 derajat, maka TV-nya juga akan ikut miring dengan sendirinya.

Samsung Sero

Secara teknis, Sero mengusung panel QLED dengan bentang diagonal 43 inci dan resolusi 4K. Fitur screen mirroring-nya tidak hanya kompatibel dengan seri Samsung Galaxy saja, melainkan juga ponsel-ponsel lain, termasuk halnya iPhone berkat dukungan protokol AirPlay 2 (meski pergantian orientasinya harus dilakukan secara manual). Terkait audio, Samsung mengklaim kualitas suaranya lebih baik daripada TV konvensional berkat kontribusi dari dudukannya.

Sebelum ini, Samsung Sero sebenarnya sudah lebih dulu dipasarkan di Korea Selatan, namun tahun ini Samsung sudah siap membawanya ke lebih banyak negara. Pastinya kapan dan berapa harganya masih belum disebutkan. Sebagai referensi, harga jual Sero di Korea Selatan adalah 1,95 juta won (± Rp 23,4 juta).

Sumber: CNET dan Samsung.

Dell Pamerkan Laptop Berlayar Lipat dan Berlayar Ganda, Concept Ori dan Concept Duet

Lenovo ThinkPad X1 Fold rupanya bukan satu-satunya foldable laptop yang tengah dipamerkan di ajang CES 2020. Dalam kesempatan yang sama, Dell pun turut menyingkap foldable laptop versinya sendiri, tidak ketinggalan juga sebuah laptop berlayar ganda ala Microsoft Surface Duo.

Dell menamai foldable laptop-nya Concept Ori, dan sesuai namanya, Dell belum punya rencana untuk memproduksinya secara massal. Namanya berasal dari kata “origami”, sebab seperti halnya ThinkPad X1 Fold, layar milik Concept Ori juga bisa dilipat dengan mudah. Ukuran layarnya pun mirip di angka 13 inci.

Dell Concept Ori

Dell tidak membeberkan terlalu banyak detail mengingat perangkat ini baru berstatus konsep, namun premis yang ditawarkan sejatinya tidak jauh berbeda dari besutan Lenovo. Dari kacamata sederhana, anggap saja Dell Concept Ori maupun Lenovo ThinkPad X1 Fold sebagai tablet Windows yang dapat dilipat saat sedang tidak digunakan.

Dell Concept Duet

Untuk yang berlayar ganda, Dell menamainya Concept Duet. Sama-sama berstatus konsep, kedua perangkat ini mencerminkan kesiapan Dell untuk menyambut era baru di industri laptop. Faktor lain yang juga menjadi pertimbangan terkait status konsepnya adalah sistem operasi; Microsoft belum merilis Windows 10X secara resmi, sehingga wajar apabila Dell memilih untuk menunggu.

Concept Duet sendiri punya banyak kemiripan dengan Surface Duo. Sepasang layar 13,4 incinya disambungkan oleh engsel 360 derajat, dan keduanya sama-sama mendukung input via sentuhan jari atau stylus. Juga mirip dengan Surface Duo adalah aksesori keyboard Bluetooth yang dapat dipasangkan ke salah satu layarnya, menutupi separuh bagiannya.

Dell Concept Duet

Sejauh ini Dell belum menyinggung soal ketersediaan sama sekali. Seperti yang saya bilang, kemungkinan besar Dell menunggu Windows 10X diluncurkan secara resmi, atau bisa juga mereka ingin melihat dulu bagaimana respon publik terhadap Lenovo ThinkPad X1 Fold dan Microsoft Surface Duo sebelum ikut berpartisipasi.


Sumber: SlashGear dan Dell.

Terinspirasi Supercar McLaren, OnePlus Concept One Punya Kamera yang Bisa ‘Menghilang’

OnePlus mengawali tahun 2020 dengan menyingkap sebuah konsep smartphone yang sangat menarik. Dinamai OnePlus Concept One, perangkat yang sedang dipamerkan di ajang CES 2020 ini dirancang untuk mendemonstrasikan satu fitur yang istimewa, yakni kamera belakang yang bisa ‘menghilang’.

Maksud kata menghilang di sini adalah tidak tampak sedikit pun, kecuali jika kita melihatnya dari sudut tertentu. Rahasianya terletak pada kaca electrochromic di depan modul kamera yang dapat menjadi buram ketika dialiri listrik. Barulah ketika kamera hendak digunakan, kacanya berubah menjadi transparan dan kita bisa melihat tiga lensa beserta LED flash-nya. Proses pergantiannya sendiri memakan waktu sekitar 0,7 detik.

OnePlus Concept One

Secara fisik, OnePlus Concept One pada dasarnya merupakan OnePlus 7T Pro yang sisi belakangnya dibalut kulit berwarna oranye khas McLaren. Kebetulan yang menjadi inspirasi dari fitur invisible camera ini juga adalah supercar McLaren 720S, yang sunroof-nya dilengkapi kaca electrochromic guna meminimalkan sorotan matahari.

Fungsinya jelas berbeda di sini. Selain kelihatan keren, kaca electrochromic ini rupanya juga dapat merangkap peran sebagai ND filter dengan berubah menjadi semi-transparan. Dalam fotografi dan videografi, ND filter sangat berguna untuk mencegah sejumlah area pada gambar (highlight) tampak terlalu terang, terutama saat memotret atau merekam video di bawah terik matahari langsung.

OnePlus Concept One

Hal lain yang saya suka dari Concept One adalah tidak adanya tonjolan kamera. Bodinya memang jadi lebih tebal ketimbang OnePlus 7T Pro, namun seandainya lapisan kulit itu diganti dengan lapisan kaca seperti pada umumnya, berarti OnePlus punya ruang ekstra untuk menanamkan baterai yang berkapasitas lebih besar.

Lalu yang menjadi pertanyaan, kapan OnePlus bakal mengimplementasikannya? Mereka sejauh ini masih enggan mengonfirmasi, akan tetapi kalau melihat keberanian mereka mendemonstrasikannya di event sebesar CES, sepertinya tidak lama lagi. OnePlus 8 mungkin?

Sumber: GSM Arena dan OnePlus.

Lenovo ThinkPad X1 Fold Siap Memulai Tren Baru Foldable Laptop

Mei tahun lalu, Lenovo memamerkan prototipe foldable laptop di tengah-tengah semaraknya tren foldable phone. Sekarang, di hadapan para pengunjung CES 2020, perangkat tersebut sudah diresmikan sebagai Lenovo ThinkPad X1 Fold.

Tidak seperti Microsoft Surface Neo yang mengemas sepasang layar, ThinkPad X1 Fold mengusung satu panel pOLED fleksibel hasil kolaborasi Lenovo bersama LG Display selama sekitar empat tahun. Di samping desain engsel yang unik, bagian belakang layarnya juga dilengkapi lapisan serat karbon guna semakin menjamin durabilitasnya.

Durabilitas merupakan faktor esensial jika membicarakan perangkat foldable. Berdasarkan estimasi Lenovo, mekanisme rancangannya diyakini bisa tahan sampai 30 ribu kali lipatan, setara dengan pemakaian normal selama sekitar tiga sampai empat tahun. Layarnya sendiri memiliki bentang diagonal 13,3 inci dengan resolusi 2048 x 1536 pixel (aspect ratio 4:3).

Lenovo ThinkPad X1 Fold

Masuk di kategori laptop bisnis, ThinkPad X1 Fold yang berbobot kurang dari 1 kg ini tentu dirancang untuk menunjang produktivitas dengan baik. Pertanyaannya, bagaimana ini bisa maksimal jika konsumen harus terus mengandalkan keyboard virtual? Itulah mengapa Lenovo turut membundel aksesori berupa keyboard dan trackpad Bluetooth.

Aksesori tersebut dapat ditempelkan ke separuh layar perangkat secara magnetis. Menyimpannya juga mudah; biarkan saja keyboard tersebut menempel pada layar, lalu saat perangkat dilipat atau ditutup, baterai keyboard-nya akan otomatis terisi secara wireless. Satu sentuhan desain yang cukup manis adalah, keyboard ini justru akan mengisi celah yang tampak saat perangkat dalam posisi terlipat.

Lenovo ThinkPad X1 Fold

Untuk spesifikasinya, ThinkPad X1 Fold dikabarkan mengusung prosesor terbaru Intel Lakefield yang mengadopsi arsitektur model hybrid. Sistem operasi yang dijalankan adalah Windows 10 Pro dengan sedikit modifikasi, namun ke depannya Lenovo juga akan merilis versi yang ditenagai Windows 10X, yang Microsoft siapkan khusus untuk perangkat berlayar ganda.

Rencananya, Lenovo bakal memasarkan ThinkPad X1 Fold mulai pertengahan tahun nanti dengan banderol mulai $2.499; terkesan mahal, tapi masih rasional untuk ukuran laptop bisnis.

Sumber: Wired dan Lenovo.

TCL Umumkan Tiga Smartphone di Bawah Namanya Sendiri: TCL 10 Pro, TCL 10L, dan TCL 10 5G

TCL mengawali tahun 2020 ini dengan turun langsung ke industri smartphone menggunakan namanya sendiri setelah selama ini menjadi pemegang brand Alcatel. Tidak tanggung-tanggung, tiga ponsel sekaligus mereka umumkan di ajang CES yang tengah digelar di kota Las Vegas.

Ketiganya adalah TCL 10 Pro, TCL 10 L, dan TCL 10 5G. TCL rupanya masih menyimpan detail lengkap mengenai ketiganya untuk diungkap pada acara peluncuran resminya di MWC 2020 bulan depan, akan tetapi kita sudah bisa mendapat gambaran terkait sejumlah keunggulannya dari foto-foto yang dirilis.

TCL 10L / TCL
TCL 10L / TCL

Ketiganya punya banyak kemiripan, terutama sisi belakang yang dilengkapi oleh kuartet kamera. Spesifikasi lengkap kameranya belum diketahui, namun TCL 10L dan TCL 10 5G dipastikan bakal mengusung kamera utama 48 megapixel, sedangkan TCL 10 Pro berbeda sendiri dengan kamera 64 megapixel.

Secara fisik, TCL 10 Pro juga paling berbeda. Punggungnya bebas dari sensor sidik jari, sebab TCL sudah menanamkannya di balik layar yang memiliki notch kecil di bagian atasnya. TCL 10L dan TCL 10 5G di sisi lain malah mengemas perpaduan sensor sidik jari di belakang beserta layar model hole-punch.

TCL 10 5G / TCL
TCL 10 5G / TCL

Fakta lain yang cukup menarik terkait TCL 10 Pro adalah, panel AMOLED yang digunakan bukanlah buatan Samsung, melainkan bikinan China Star Optoelectronics Technology (CSOT), anak perusahaan TCL yang selama ini memproduksi panel layar untuk deretan TV besutan TCL sendiri.

Karena tidak mengandalkan pasokan komponen dari luar, ongkos produksinya pun bisa ditekan, demikian pula harga jualnya. TCL bilang bahwa banderol TCL 10 Pro tidak akan melebihi $500 untuk konfigurasi terendahnya saat mulai dipasarkan pada kuartal kedua mendatang. Untuk TCL 10L dan TCL 10 5G, harganya sudah pasti bakal lebih terjangkau lagi.

TCL 10 5G sendiri bakal bersaing di kelas yang sama seperti OPPO Reno3 Pro, apalagi mengingat chipset yang digunakan keduanya sama persis, yakni Qualcomm Snapdragon 765G. Lebih lengkapnya kita harus menunggu launching resminya menjelang akhir Februari nanti.



Sumber: PhoneArena dan TCL.