Rode VXLR Pro Adalah Solusi untuk Menghubungkan Mikrofon Rode ke Perangkat XLR

Kualitas audio pada sebuah video sama pentingnya dengan kualitas gambar, mikrofon eksternal pun menjadi aksesori wajib bagi para content creator dan filmmaker. Namun saat produksi kadang timbul masalah seperti sinyal yang tidak stabil ketika pakai mikrofon wireless dan kualitas audio yang menurun ketiga pakai mikrofon shotgun menggunakan kabel yang panjang.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, belum lama ini Rode memperkenalkan VXLR Pro. Adapter 3,5mm female TRS ke male XLR yang memungkinkan mikrofon Rode dihubungkan ke kamera atau perangkat recorder yang memiliki input XLR.

Rode VXLR Pro dapat mengubah daya phantom 12-48V menjadi daya plug-in 3-5V. Artinya, memungkinkan mikrofon seperti VideoMicro dan VideoMic GO menerima daya dari perangkat XLR. Rode VXLR Pro ini dilengkapi dengan konektor pengunci yang memastikan koneksi Anda selalu aman saat merekam.

Lebih lanjut, Rode VXLR Pro memiliki transformer internal untuk menyeimbangkan sinyal yang tidak seimbang dari mikrofon menjadi sinyal yang seimbang saat ditransmisikan. Fitur ini sangat berguna, terutama bila menggunakan mikrofon seperti Rode VideoMic NTG yang dipasang pada boom pole atau tiang boom, dengan kabel panjang yang terhubung ke mixer atau interface.

VXLR_Pro2 3 vxlr-pro

Rode mengatakan, dengan VideoMic NTG bahkan bila menggunakan kabel sepanjang 100 meter, Anda tidak akan mengalami gangguan sinyal dan noise yang dapat mempengaruhi kualitas rekaman.  Harga Rode VXLR Pro ini dibanderol US$39 atau sekitar Rp550 ribuan.

Daftar lengkap mikrofon Rode yang kompatibel dengan Rode VXLR Pro sebagai berikut:

  • VideoMic NTG
  • Wireless GO
  • VideoMic
  • VideoMicro
  • VideoMic Pro
  • VideoMic Pro+
  • VideoMic GO
  • HS2
  • RØDELink Filmmaker Kit
  • SmartLav+ (bila menggunakan SC3 Adapter)

Sumber: Diyphotography

Venturra Discovery Mulai Jajaki Investasi Startup di Filipina

Setelah akhir tahun lalu Venturra Discovery agresif membidik peluang investasi startup di Vietnam, awal tahun 2021 ini mereka mencoba memperluas lagi jangkau invetasinya. Diawali dengan keterlibatannya dalam pendanaan tahap awal startup asal Filipina, Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana menyebutkan, Filipina adalah negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, tetapi secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

“Secara kultur, Filipina banyak dipengaruhi dengan budaya Amerika. Konten podcast yang sudah banyak dan berkualitas di Amerika menjadi populer di Filipina dan itulah yang membuat industri podcast di sana bisa berkembang lebih dulu dibanding negara Asia Tenggara lainnya.”

Lebih lanjut Raditya menyebutkan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Venturra Discovery untuk masuk ke industri baru ini. Ia mengatakan sangat tertarik dengan industri podcast yang sedang bertumbuh pesat secara global.

Setahun belakangan ini, jumlah kreator podcast dan pendengar di Asia Tenggara melejit jumlahnya, khususnya di Indonesia dan Filipina. Apalagi pada masa Covid-19, semua orang bekerja di rumah, semakin menambah banyaknya jumlah pendengar.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengkomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.

Rencana ekspansi PNA

Para pendiri PNA
Para pendiri PNA

Bukan hanya di Indonesia yang mulai mengalami pertumbuhan jumlah kreator podcast, di Filipina ternyata juga saat ini makin marak platform podcast yang menawarkan konten beragam kepada target pengguna. Selama pandemi, PNA mengklaim mendapati pertumbuhan hingga 93 acara saat ini, dengan 4 acara eksklusif di Spotify.

Perusahaan juga akan memanfaatkan Podmetrics.co, data analitik PNA dan marketplace iklan, untuk melayani dan memberikan peluang monetisasi ke pasar podcast global. Saat ini, terdapat 415 podcast yang menggunakan platform tersebut, namun, dengan peluncuran Podmetrics Marketplace, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.

Pendanaan ini juga rencananya akan dimanfaatkan oleh PNA untuk melakukan ekspansi di luar Filipina. Negara seperti Indonesia dan Thailand hingga Malaysia kemudian menjadi target perluasan wilayah PNA selanjutnya.

“Kami sangat gembira dengan apa yang dapat dilakukan investasi ini – dengan Filipina sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat ke-6 dalam hal jumlah pendengar ditambah pendengar kami sendiri, yang sudah mencapai 10 juta. Kami dapat meningkatkan dan melanjutkan momentum yang telah kami bangun di industri podcast di Filipina dan mereplikasinya di seluruh wilayah,” kata Founder & CEO Podcast Network Asia Ron Baetiong.

Gambar Header: Depositphotos.com

SociaBuzz Kantongi Pendanaan Baru dari UMG Idealab

Platform marketplace jasa kreatif SociaBuzz mengumumkan perolehan pendanaan tahapan awal dari UMG Idealab. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Rade Tampubolon mengungkapkan, selain untuk mengembangkan produk, dana segar akan digunakan juga untuk kegiatan pemasaran agar semakin banyak kreator dan talenta yang bisa mendapatkan manfaat dari berbagai fitur yang SociaBuzz sediakan.

“Secara keseluruhan kami telah menerima tiga pendanaan. Sebelumnya SociaBuzz telah mendapatkan pendanaan dari angel investor dengan nominal yang tidak disebutkan tahun 2015 lalu. SociaBuzz juga telah menerima dana dari program Ideabox Accelerator tahun 2016 lalu,” kata Rade.

Ada beberapa alasan mengapa penggalangan dana kembali dilancarkan SociaBuzz tahun ini dan memilih UMG Idealab sebagai investor. Di antaranya adalah kesamaan visi. Selain itu juga ekosistem portfolio yang ada, menghadirkan peluang kolaborasi bermanfaat ke depannya.

“Bagi kami di UMG Idealab, pendanaan ini merupakan langkah strategis yang selaras dengan tujuan kami untuk meningkatkan kolaborasi antar startup di ekosistem UMG Idealab agar mereka dapat saling mengenalkan produk mereka dan berbagi teknologi,” kata Managing Partner UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Pertumbuhan stabil selama pandemi

Beroperasi sejak 2015, SociaBuzz menjembatani bisnis atau pelanggan dengan influencer media sosial atau kreator. Platform bertujuan untuk menciptakan koneksi individu atau bisnis untuk menemukan pembuat konten atau talenta yang tepat untuk kebutuhan bisnis. Hingga saat ini SociaBuzz telah memiliki sekitar 72 ribu influencer/kreator dalam platform. Mereka juga telah memiliki 1.350 pengguna aktif — baik dari kalangan bisnis maupun konsumer.

Selama pandemi tidak ada perubahan yang signifikan dari bisnis SociaBuzz. Rade menegaskan, untuk fitur tertentu mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dampak negatif pandemi lebih terasa ke layanan managed service influencer marketing yang SociaBuzz sediakan untuk brand.

Pada saat pandemi, beberapa brand memilih untuk menghentikan sementara proyek-proyek yang sudah direncanakan. Namun saat ini mulai terlihat brand sudah mulai pulih kembali dan lebih percaya diri lagi untuk mengeluarkan anggaran.

“Harapannya walaupun pandemi memberikan banyak tantangan, setiap orang yang memiliki passion dan kreativitas bisa menghasilkan lebih melalui fitur-fitur SociaBuzz,” kara Rade.

5 Tips Memilih Kamera Mirrorless Untuk Video YouTube

Beberapa waktu yang lalu, teman saya meminta rekomendasi kamera mirrorless. Kebutuhannya adalah untuk membuat konten video di platform YouTube. Channel sudah berjalan dan tujuannya meningkatkan kualitas videonya.

Bicara soal memilih kamera mirrorless untuk video, tentunya berbeda dengan kamera foto. Lebih kompleks dan banyak aspek yang harus diperhatikan, misalnya kemampuan autofocus-nya, ketersediaan port mikrofon dan hot shoe, hingga aksesori pendukung yang diperlukan. Beberapa fitur video berikut, bisa memudahkan proses produksi (syuting) dan post processing (editing).

1. Layar yang Bisa Diputar ke Depan

Photo-by-Olenka-Sergienko-from-Pexels-1
Photo by Olenka Sergienko from Pexels

Pertama layar yang bisa diputar ke depan, baik itu mekanisme fully articalated yang harus ditarik dulu sebelum bisa diputar atau tilting 180 derajat yang bisa langsung di flip menghadap ke depan.

Fitur ini cukup penting, terutama bila Anda bermain solo dan membuat konten vlogging. Untuk memastikan komposisi rapi dan fokusnya tepat saat membuat konten seorang diri. Kalau jenisnya

2. Port Mikrofon, Hot Shoe, dan Mikrofon Eksternal

Setelah membeli perangkat kamera, aksesori wajib yang dibutuhkan adalah mikrofon eksternal. Sebab, elemen audio sama pentingnya dengan visual dan kita tidak bisa kalau hanya mengandalkan mikrofon internal.

Untuk memasangnya, maka kamera kita harus memiliki port mikrofon dan hot shoe, dua kelengkapan ini merupakan satu kesatuan. Rekomendasi dari saya untuk mikrofon eksternal yang murah di bawah satu juta ialah Rode VideoMicro Compact dan Saramonic SR M3.

3. Video 4K dan Picture Profile

Photo-by-Torsten-Dettlaff-from-Pexels
Photo by Torsten Dettlaff from Pexels
Photo-by-Kyle-Loftus-from-Pexels
Photo by Kyle Loftus from Pexels

Kemampuan video dengan resolusi tinggi ini memberi manfaat saat post processing, terutama bila editing kita pada resolusi 1080p. Sebagai contoh, ketika saya lagi membuat video review smartphone dan ingin mendapatkan detail yang super closeup, biasanya terkendala dengan ‘minimum focus distance‘ lensa. Tidak bisa terlalu dekat ke objek, dengan merekam di 4K kita bisa perbesar hingga 50 persen.

Selain itu, kita juga bisa reframing komposisi dan membuat gerakan panning, tilting, zoom in dan zoom out lewat Adobe Premiere Pro misalnya. Stock footage dengan resolusi 4K sendiri juga berharga sebagai aset stock video.

Nah beberapa kamera juga dibekali dengan picture profile flat, yang mana menangkap detail lebih banyak. Serta, memberikan keleluasaan color grading dan mempercantik video sesuai preferensi kita.

4. Rekomendasi Kamera Mirrorless

Photo-by-Fujifilm-North-America-from-Pexels
Photo by Fujifilm North America from Pexels

Ini bagian paling penting, memilih sistem kamera yang tepat. Sebab, nantinya kita tidak bisa dengan mudah pindah begitu saja setelah terjebak dengan ekosistemnya.

Kalau dari Sony, menurut saya yang paling ideal menimbang dari fitur dan harga adalah Sony A6400. Kalau budget belum cukup bisa cari kamera second bergaransi, bila masih belum masuk setidaknya pilih generasi sebelumnya yaitu A6300 second karena sudah tidak ada yang baru atau A6100 tapi banyak fitur yang dipangkas.

Lanjut ke Canon, rekomendasi saya EOS M6 Mark II karena merupakan lawan sepadan dengan Sony A6400. Sistem Dual Pixel autofocus sangat cepat dan bisa merekam video 4K/30p tanpa crop. Bila budget belum masuk, minimal EOS M50.

Dari Fujifilm, yang sepadan melawan Sony A6400 dan Canon EOS M6 Mark II adalah Fujifilm X-T30. Tapi, X-T30 tidak cocok untuk perekaman video durasi lama karena body yang mungil ada batasan durasi perekaman. Bila budget ada pilih X-T3 yang kemampuan videonya tak diragukan lagi tapi kalau budget mepet Fujifilm X-T200 juga cukup menjanjikan.

Beralih ke Panasonic Lumix dengan sensor Micro Four Thirds, yang sepadan dengan tiga kamera yang saya sebutkan diatas adalah Lumix G95. Tapi, bila budget tidak cukup Lumix G85 juga masih terbilang mumpuni.

5. Aksesori Lain

Photo-by-Brett-Sayles-from-Pexels
Photo by Brett Sayles from Pexels

Banyak para content creator yang melakukan kesalahan di awal dengan menghabiskan budget untuk membeli kamera saja, padahal proses untuk membuat video juga membutuhkan banyak aksesori pendukung. Mulai dari mikrofon eksternal, tripod, lightning, lensa fix untuk main bokeh, laptop, hingga software untuk mengedit video.

Meski begitu, jangan menunggu alat sampai lengkap baru bikin video. Sebaliknya maksimalkan apa yang kita miliki saat ini, tetap konsisten, sambil pelan-pelan upgrade peralatan seiring pertumbuhan channel kita.

KreatifHub Jembatani Kebutuhan Pekerja Kreatif di Industri Film dan Media

Didirikan oleh Nicholas Aristia dan Heret Frasthio, KreatifHub hadir membantu para pekerja kreatif di Indonesia di bidang film dan media untuk berkarya, berkolaborasi, dan memperluas koneksi.

“KreatifHub merupakan platform pertama di Indonesia untuk casting online yang fokus pada bidang produksi di industri film dan media. Tidak seperti platform lainnya yang menerapkan fee untuk proyek yang dipasang di platformnya, kita sama sekali tidak mengambil fee dari proyek yang dijalankan oleh pengguna. Oleh karena itu, pengguna dapat memasang project yang sifatnya kolaborasi atau sama sekali tidak menerapkan budget,” kata CEO KreatifHub Nicholas Aristia.

Saat ini mulai banyak bermunculan platform lokal yang menawarkan wadah untuk mereka insan kreatif mempromosikan dan menawarkan langsung jasa mereka kepada publik. Mulai dari penulis, influencer, hingga komikus; termasuk membantu mereka melakukan monetisasi. Beberapa di antaranya adalah SociaBuzzTribe, KaryaKarsa, dan HAHO.

Fitur unggulan

Terdapat tiga fitur utama yang dimiliki oleh KreatifHub, yaitu Project Board, Talent Directory, dan Post a Project. Di halaman Project Board, pengguna dapat melihat proyek yang sedang dijalankan oleh pengguna lain dan bisa melamar untuk bergabung ke dalamnya.

“Selain itu, pengguna juga dapat memasang iklan proyek untuk menerima lamaran dari pengguna lain melalui fitur Post a Project. Setelah menerima lamaran, pengguna dapat mensortir kandidat yang ingin diajak bekerja sama. KreatifHub juga memiliki halaman Talent Directory yang merupakan daftar pengguna yang sudah mendaftar di KreatifHub. Di sini, pengguna dapat melihat semua profil pengguna lain dan mensortir melalui fitur filter yang tersedia,” kata Nicholas.

Bisnis model yang diterapkan oleh KreatifHub merupakan freemium. Penguna dapat menggunakan fitur-fitur di KreatifHub secara gratis, namun terbatas. Dengan membayar pro membership KreatifHub senilai Rp.75.000 per bulan, pengguna akan mendapatkan lebih banyak fitur dari akun mereka.

Di antaranya adalah mengirim lamaran project tidak terbatas, memasang project tidak terbatas, mengunggah portfolio lebih banyak di akun mereka, dan juga bisa langsung menghubungi pengguna lain yang ada di KreatifHub. Untuk pilihan pembayaran KreatifHub juga telah dilengkapi dengan berbagai pilihan, mulai dari transfer bank, kartu kredit, hingga GoPay.

Hingga saat ini, KreatifHub telah memiliki lebih dari 1300 pengguna dan lebih dari 1500 penggunjung aktif setiap bulannya. KreatifHub dapat dipakai di seluruh Indonesia.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, saat ini perusahaan belum melancarkan kegiatan tersebut. Ke depannya perusahaan masih ingin fokus mengembangkan bisnis, sekaligus merangkul lebih banyak pengguna dan mitra dalam platform.

“KreatifHub berharap dengan adanya platform kami, semakin banyak orang dapat menunjukan hasil karya mereka dan mempermudah orang untuk memulai karirnya di industri kreatif,” kata Nicholas.

Melihat Potensi YouTube sebagai Sumber Penghasilan

Jika ada yang masih ragu atau menganggap remeh Youtuber bisa menjadi profesi yang menjanjikan, mungkin belum pernah ngobrol dengan orang-orang yang terlibat di dalamnya; atau belum melihat statistik dan insight yang valid. Bahkan boleh dibilang, Youtube is a serious business!

Banyak alasan mengapa YouTube menjadi platform yang semakin besar dan dijadikan sumber monetisasi andalan oleh para kreator konten. Mulai dari infrastruktur yang makin baik, harga gadget yang makin terjangkau, paket data unlimited yang menggoda, menjadikan YouTube makin tak terhentikan.

Alasan utama adalah hingga saat ini Youtube masih menjadi satu-satunya platform yang langsung memberikan penghasilan dalam bentuk pendapatan iklan Adsense kepada konten kreator — di samping tentu saja pendapatan dari luar seperti brand deal atau placement. Hal ini yang membedakan YouTube dengan platform lain yang hanya mengandalkan endorse atau brand deal, tapi belum ada bentuk payment dari platform yang bersangkutan.

Faktor lainnya, brand memang lagi fokus spending anggarannya buat influencers, KOL (key opinion leader), vlogger dan seterusnya, di mana Youtube tetap menjadi platform utama yang dibidik. Brand memanfaatkan influencer dalam mengkampanyekan dan mempromosikan produk dan layanan barunya, baik yang fokus pada branding, eksposur, story telling maupun yang mengincar konversi dan aktivasi.

Momentum yang tepat dan didukung oleh ekosistem yang makin baik inilah yang menjadikan YouTube platform yang efektif bagi industri dalam menyampaikan pesan dan merangkul target audiensenya.

Melihat potensi YouTuber di Indonesia

Saat ini di Indonesia sudah banyak nama populer di kalangan YouTuber. Belum lagi ada sederet selebritas yang banting setir mau nyemplung ke Youtube juga.

Ini artinya apa? Jelas, Youtube adalah sebuah bisnis besar — jika paham platform, produksi konten dan komunitas.

Memang tak semua orang bisa masuk ke Youtube dalam artian mampu menjadikan platform ini sebagai sumber pendapatan, tapi peluangnya sama dan terbuka lebar: siapa pun bisa jadi bintang di era Youtube ini.

Seberapa besar pendapatan Youtuber ini? Sekadar contoh dan simulasi sederhana, untuk kreator yang memiliki 1 juta subscriber —dengan asumsi video-videonya diunggah secara reguler; jumlah video views yang konsisten; dan user engagement yang memadai; plus tergantung nilai CPM (cost per miles) dari vertikal/bidang yang menjadi tema video-videonya— yang bersangkutan bisa mendapatkan di kisaran Rp20 juta – 80 juta per bulannya dari YouTube! Ya, itu baru dari YouTube, belum lagi dari endorse ataupun dari brand deal lainnya.

Konten edukasi, inspirasi dan hiburan

Konten apa yang sukses di YouTube? Paling ada tiga strategi konten yang efektif di Youtube: 1) to educate, 2) to inspire, 3) to entertain. Selama sebuah channel memiliki salah satu, dua atau ketiga unsur tersebut, biasanya komunitasnya mulai terbentuk dan video views-nya akan secara konsisten berkembang dengan baik.

Bahkan, jika ingin berbicara secara lebih teknis, diperlukan variasi konten yang disebut sebagai hero content, hub content dan help content.

Bidang atau vertikalnya bisa beragam: bisa komedi, musik, gaming, kuliner, wisata, ilmu pengetahuan, kecantikan —asalkan penyajian videonya dilakukan dengan menghibur, mengedukasi atau menginspirasi, bisa dipastikan channel tersebut akan berkembang.

Intinya adalah, setiap channel harus fokus dan konsisten. Hindari mencampuradukkan berbagai vertikal atau topik dalam mengelola channel YouTube Anda. Hal tersebut akan membuat bingung algoritma YouTube sehingga video Anda luput ditampilkan dalam gerbong rekomendasi oleh Youtube dan itu berarti Anda akan kehilangan potensi tsunami traffic/views dari pengunjung non-subscribers!

Selain itu, campur aduk topik akan membuat bingung komunitas juga. “Ini sebenarnya channel apaan sih?” begitu mungkin gerutuan pengunjung channel Anda.

Tak ubahnya seperti memiliki produk atau layanan yang mau dijual, channel Anda juga harus fokus sehingga target audience-nya juga jelas, brand yang mau masuk juga tidak kebingungan dan Anda sendiri akan terbantu dalam menciptakan konten karena fokus dan terarah.

Di atas itu semua, cara yang paling ampuh untuk terjun dalam industri konten ini adalah dengan memulai eksekusinya. Mulailah bikin channel, bikin dan upload video dan see how it goes.

Pada gilirannya kita memang butuh data, statistik dan insight soal video mana yang berhasil atau gagal. Jika Anda tak mulai mengunggah video, Anda tentu tak punya statistiknya sama sekali.


Artikel ini ditulis oleh Budi Putra, Country Manager Indonesia untuk Collab Asia.

Strategi TikTok Mengembangkan Ekosistem dan Bisnis di Indonesia

Memasuki akhir tahun 2019, platform distributor konten asal Tiongkok TikTok menjabarkan sejumlah pencapaian di Indonesia. Platform yang enggan disebut sebagai media sosial ini, hingga akhir tahun 2019 mengklaim telah banyak digunakan oleh kreator konten dari gen-z, milenial, hingga pemerintahan. TikTok telah tersedia di lebih dari 150 negara dalam 75 bahasa.

Kepada media Head of Content & User Operations TikTok Indonesia Angga Anugrah Putra mengungkapkan, platformnya sudah mulai banyak dilirik oleh Kementrian hingga dinas pariwisata di Indonesia untuk mempromosikan kegiatan hingga melakukan interaksi dengan masyarakat umum.

“Saat ini kami melihat kreator konten bukan hanya dari gen-z dan milenial saja, namun media hingga pemerintahan sudah mulai banyak menggunakan TikTok. Kami melihat ke depannya akan lebih banyak lagi pihak terkait yang bakal memanfaatkan TikTok.”

Meskipun di awal peluncuran di Indonesia TikTok lebih banyak menghadirkan konten hiburan dan permainan saja, namun saat ini sudah mulai digunakan oleh kreator konten untuk membagikan ilmu atau pengetahuan seperti belajar bahasa asing, kelas khusus hingga tips dan tata cara yang dibagikan oleh pakarnya yang tergabung dalam kanal TikTok for Good.

Tren ini menurut Angga cukup meningkat, menjadikan TikTok sebagai platform “Go-To” untuk belajar online. Dengan durasi singkat 15-60 detik, mampu menarik perhatian pengguna untuk melihat konten edukasi, fesyen, travel dan gaya hidup.

“Sudah banyak konten kreator yang membuka kelas melalui platform TikTok. Mulai dari cara tepat olah raga hingga belajar bahasa Jepang. Kami harapkan ke depannya akan makin banyak lagi konten kreator yang fokus kepada edukasi untuk pengguna,” kata Angga.

Strategi komersial

Ilustrasi kreator konten Tik Tok / Pexels
Ilustrasi kreator konten TikTok / Pexels

Sebagai platform yang menerapkan teknologi artificial inteligence (AI), TikTok memiliki beberapa filter hingga kurasi lagu pilihan yang statusnya legal dan bisa digunakan oleh pengguna secara bebas. Sepanjang tahun 2019, TikTok mencatat beberapa efek popular pengguna, di antaranya adalah TikTok Moji dan Anti Lemes adalah efek yang paling populer di Indonesia.

Disinggung berapa jumlah kreator konten dan pengguna TikTok hingga saat ini di Indonesia, Angga enggan menyebutkan lebih lanjut. Namun bisa dipastikan jumlahnya terus bertambah di seluruh Indonesia.

“Fokus kami adalah mengembangkan ekosistem dan menghadirkan konten yang beragam. Kami juga ingin memperluas kemitraan dengan pihak terkait untuk bisa menggunakan TikTok sebagai platform promosi hingga kreator konten untuk kepentingan pemasaran,” kata Angga.

TBeberapa layanan e-commerce hingga korporasi besar juga terlihat sudah melakukan kegiatan pemasaran dan memasang iklan di platform TikTok yang akan langsung terlihat di feed pengguna.

Model bisnis yang diterapkan oleh TikTok tidak melakukan monetisasi dari kreator konten. Untuk iklan juga tidak ditempatkan panjang di awal konten video, karena akan merusak pengalaman pengguna.

Dijelaskan lebih lanjut, jika brand tertarik untuk melakukan kegiatan pemasaran bisa mengajak kreator konten pilihan yang direkomendasikan oleh TikTok atau pihak pengiklan untuk membuat konten yang menarik.

Konsep ini tentunya berbeda dengan YouTube yang mengandalkan jumlah view agar kreator konten bisa menghasilkan uang dari konten yang mereka ciptakan. Sementara di TikTok, jumlah pengikut dari kreator konten tidak akan mempengaruhi jumlah video konten yang mereka ciptakan.

“Salah satu cara agar proses tersebut dapat tercipta adalah dengan algoritma yang kami terapkan. Sehingga pengguna tidak akan terganggu dengan iklan, dan semua view tidak mempengaruhi profil dari kreator konten tersebut,” kata Angga.

Disinggung apakah tahun 2020 mendatang TikTok akan semakin agresif melancarkan monetisasi, Angga enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Namun dengan ditempatkannya tim lokal di Indonesia dan mengklaim terus bertambah jumlahnya, rencana tersebut tentunya sudah menjadi bagian dari perusahaan.

“Kami optimis dengan pertumbuhan tren video singkat di pasar, dan semakin banyak orang Indonesia yang bukan hanya bisa mengekspresikan diri mereka, tapi juga terinspirasi dari komunitas kreator TikTok di seluruh dunia,” kata Angga.

Rencana meluncurkan aplikasi streaming musik “Resso”

Beberapa waktu yang lalu TikTok dikabarkan segera merilis aplikasi streaming musik. Menurut laporan dari Financial Times, aplikasi tersebut akan dirilis pada bulan Desember. Indonesia, India, dan Brazil menjadi tiga negara pertama yang bakal menjajalnya.

Disinggung apakah aplikasi tersebut sudah siap diluncurkan di Indonesia dalam waktu dekat, Angga enggan untuk menjawab lebih lanjut. Aplikasi bernama Resso tersebut nantinya tidak hanya sekadar berfungsi sebagai aplikasi streaming musik. ByteDance akan menambah unsur video yang terdiri dari klip video pendek, mungkin bersumber dari TikTok. Pengguna dapat menyinkronkan ke lagu ke klip tersebut saat mendengarkan lagu.

Application Information Will Show Up Here

Trakteer Hadir Mudahkan Kreator Dapatkan Dukungan Finansial dari Penggemarnya

Setiap karya layak untuk diapresiasi. Hal tersebut yang membuat Miftah Mizwar, Rizki Lizuardi, dan Budi Satria Wijaya terinspirasi untuk mengembangkan Trakteer. Platform tersebut memungkinkan kreator terhubung dan mendapatkan dukungan finansial secara langsung dari para penikmat kreasinya, sebagai bentuk apresiasi.

Menurut pemaparan Miftah, berdasarkan riset internal, saat ini masih banyak kreator yang belum piawai memonetisasi karyanya – pun beberapa sudah memiliki basis penggemar yang cukup banyak. Umumnya dikarenakan terbatasnya fitur monetisasi di platform penerbit konten yang digunakan. Selain itu, ketatnya syarat yang harus dipenuhi di sebuah platform untuk bisa menarik uang dari karyanya turut menjadi sesuatu yang dikeluhkan.

Saat Trakteer dikembangkan, Miftah dan tim juga menyadari bahwa di tingkat global sudah ada platform seperti Patreon, Ko-Fi, atau Buymeacoffee. Namun kendalanya mengharuskan penggunaan kartu kredit untuk bertransaksi. Sementara penetrasi kartu kredit di Indonesia belum masif, sehingga bakal kurang optimal jika diaplikasikan untuk kreator di sini.

Untuk itu Trakteer hadir, menawarkan konsep serupa dengan sistem pembayaran yang lebih mudah bagi pengguna. Mereka bekerja sama dengan sistem pembayaran lokal, khususnya e-wallet. Dalam debutnya, penikmat karya bisa memberikan apresiasi menggunakan saldo Gopay. Dalam waktu dekat, Ovo dan Dana akan bisa digunakan.

“Trakteer berharap dapat menumbuhkan budaya saling dukung di antara kreator dan para penikmat karyanya. Dengan dukungan penuh dari para pendukungnya, seorang kreator dapat mewujudkan impian untuk hidup mandiri secara finansial dari karyanya. Semakin banyak konten kreator yang mandiri dari karyanya, akan memberikan peluang lebih besar terhadap terbukanya lapangan pekerjaan baru,” terang Miftah.

Trakteer
Tim Trakteer bersama mentornya di acara TheNextDev Telkomsel / Trakteer

Startup berbasis di Bandung ini masih menjalankan bisnis secara bootstrapping. Menariknya di fase awal saat peluncuran perdana mereka juga melakukan penggalangan dana di platformnya untuk mendapatkan dukungan, sekaligus memvalidasi penerimaan layanan di masyarakat. Saat ini atas layanan dan sarana teknologi yang diberikan, Trakteer mengenakan biaya 5% dari total donasi yang dihasilkan oleh kreator.

Sejak dirilis per 17 Agustus 2019 lalu, Trakteer sudah memiliki 2096 pengguna, terdiri dari 1614 penikmat karya dan 482 kreator dari beragam bidang; termasuk komikus, youtuber, penulis, blogger, hingga podcaster.

Selain menambah opsi pembayaran, untuk pengembangan produk tim Trakteer tengah fokus menyempurnakan platform untuk peningkatan kenyamanan kreator dalam memberikan konten eksklusif pada pendukungnya. Setelah itu mereka juga berencana untuk merilis aplikasi mobile.

Sementara untuk improvisasi bisnis ada dua hal yang tengah dalam tahap riset dan perencanaan. Pertama ialah pengembangan keanggotaan premium bagi kreator. Dan yang kedua penyediaan marketplace digital untuk kreator.

“Melalui Trakteer, kami berharap dapat turut berperan dalam meningkatkan perekonomian nasional di bidang ekonomi kreatif,” tutup Miftah.

Sebagai informasi, selain Trakteer saat ini juga ada KaryaKarsa sebagai platform lokal yang memiliki model layanan serupa, memfasilitasi kreator untuk terhubung dan mendapatkan dukungan dari para penggemarnya.

Platform KaryaKarsa dan Upaya Memberdayakan Pekerja Kreatif

Menjadi tempat bagi para penggemar untuk mengapresiasi karya para kreator, demikian platform KaryaKarsa diperkenalkan. Diprakarsai oleh Ario Tamat, orang yang juga berada di balik Ohdio dan Wooz.in, platform tersebut mengusung semangat “berdaya untuk berkarya”. Cita-citanya, membantu para pengembang konten kreatif untuk tetap berkarya dari apresiasi penggemar dalam bentuk tip atau berlangganan.

KaryaKarsa memiliki konsep yang serupa dengan Patreon, yang sudah berhasil membantu 70 ribu kreator terhubung dengan para penggemarnya. Esensi mereka adalah memudahkan penikmat karya berkontribusi dalam bentuk uang sehingga bisa membantu penghasilan kreator yang mereka gemari.

“Ide mengenai KaryaKarsa sendiri sudah berputar-putar dalam kepala sejak 2 tahun lalu, salah satu ide yang menurut saya perlu dicoba untuk industri musik. Titik awalnya memang mencari cara supaya musisi indie bisa mendapatkan pemasukan tambahan yang bukan sponsor endorsement, manggung atau jual merchandise,” jelas Ario.

KaryaKarsa akan memfasilitasi kreativitas di bidang musik, video, audio, ilustrasi, animasi, hingga pakar di bidang tertentu. Ke depannya Ario berharap bisa mendukung sebanyak mungkin karya, yang terpenting konsisten berproduksi dan memiliki basis penggemar.

“Target penggunanya tentunya adalah kreator dengan basis fans, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk kreator yang baru akan membangun basis fans. Kami ingin memberikan cara alternatif untuk kreator untuk menghasilkan uang. Pain points yang ingin kami sasar: kemudahan transaksi yang tidak bergantung pada ‘produksi’ sebuah karya, tapi lebih kepada mendukung hidup yang berkarya. Membentuk sebuah aliran penghasilan yang lebih mudah diprediksi untuk kreator,” jelas Ario.

Kontribusi pendanaan via e-money

KaryaKarsa paham betul teknologi mampu menjadi solusi untuk fondasi inisiatif ini. Platform tersebut memungkinkan kreator untuk membuat akun yang nantinya menjadi jembatan penghubung dengan para penggemarnya. Beberapa fitur yang ditawarkan antara lain keleluasaan mengatur tingkatan pendanaan yang bisa diberikan.

Untuk menjaga interaksi, kreator juga bisa menawarkan konten eksklusif yang hanya bisa diakses melalui KaryaKarsa pada tingkat pendanaan tertentu. Atau bisa menawarkan kegiatan lain seperti jumpa penggemar, mini konser dan interaksi lainnya. Untuk memudahkan proses pendanaan KaryaKarsa memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan oleh e-money, seperti Go-Pay dan Ovo.

“Dengan kontribusi melalui tingkatan-tingkatan pendanaan yang diatur oleh kreator, fans dapat menikmati apa pun yang sudah diatur oleh kreator untuk tiap tingkatan tersebut. Menimbang bahwa interaksi antara fans dan kreator itu rentang, jenis dan dinamikanya luas sekali, kami memilih untuk memfokuskan untuk memudahkan transaksi antara fans dan kreator dulu.”

Masih dalam tahap pengembangan

Untuk membangun KaryaKarsa, Ario dibantu oleh Pandji Pragiwaksono dan Aria Rajasa sebagai advisor. Platformnya sendiri saat ini masih dalam tahap riset dan pengembangan dan terus menanti masukan dan usulan dari banyak pihak.

“Untuk saat ini kami ingin fokus riset data dan membangun sistemnya, untuk dapat meluncur di tahun 2019 dengan beberapa kreator. Kami ingin memastikan dengan benar bahwa konsep ini akan sehat, berkembang dan berkesinambungan,” tutup Ario.

Mendalami Peran “Brand” sebagai Kreator Konten

Makin meningkatnya transaksi online menandakan bahwa media digital adalah channel iklan yang perlu diseriusi meski brand menjual produk secara offline. Strateginya tidak bisa disamakan ketika beriklan di televisi atau media cetak sebab channel digital tersebut memiliki karakteristik pengguna yang berbeda.

Hanya saja, membuat konten itu bukan perkara yang mudah. Ketersediaan data di dunia maya akan berguna sebagai bekal untuk membuat konten. Mendalami soal ini, edisi #SelasaStartup kali ini menghadirkan CEO The F People Rachel Octavia. Rachel banyak bercerita bagaimana tantangan dan peluang brand sebagai kreator konten di media digital.

Berikut rangkumannya:

1. Konsumsi informasi saat ini

Sebelum era digital dimulai, komunikasi antara brand dengan konsumen tergolong statis karena informasi hanya bisa didapat sangat terbatas. Konsumen umumnya hanya didikte iklan televisi, radio, dan koran.

Beda halnya dengan sekarang, informasi begitu mudahnya didapat. Menurut Rachel, kondisi ini pada akhirnya membuat brand harus pintar dalam menata konten bagaimana bisa menangkap dan engage dengan konsumen yang sesuai dengan target brand.

“Dalam tipe komunikasi saat ini brand harus membuat konten yang menyampaikan kejujuran, punya tujuan, dan otentik,” kata dia.

Sebagai tambahan, menurut dari statistik Google, secara rerata kini orang melakukan delapan hal lewat internet, membuka delapan aplikasi dalam seharinya, dan menghabiskan waktu paling tidak delapan detik saat melihat konten.

2. Sesuaikan konten dengan platform digital

Berangkat dari fakta di atas, brand punya pekerjaan rumah bagaimana ketatnya seleksi informasi yang ingin diterima oleh konsumen. Untuk itu, brand perlu tahu distribusi channel apa saja yang tepat untuk menyasar konsumen yang ingin dituju agar tidak salah kirim target.

Rachel menggambarkan Facebook seperti majalah, di mana konsumen mencerna konten dengan minim interaksi hanya memencet tombol like. Di sini konsumen cenderung kurang menyukai engage dengan video atau konten bermerek.

Sementara Twitter dianggap seperti koran yang juga memiliki minim interaksi. Instagram, di sisi lain, dianggap seperti tempat bermain, konsumen dapat memberi tanda “like“, komentar, berbagi ke pengguna lain, dan “follow” akun yang mereka suka.

“Line lebih ke arah konten yang ringan, menyenangkan, karena banyak dipakai anak milenial. Sementara YouTube seperti TV digital yang minim interaksi dan situs itu seperti one time stop outlet, jadi akan bergantung pada pengalaman konsumen apakah loading-nya lama atau tidak dan sebagainya.”

3. Pelajari karakteristik konsumen

Berkaitan dengan poin sebelumnya, Rachel menjelaskan konsumen digital saat ini cenderung mudah bosan karena akses terhadap informasi kini begitu mudah. Oleh karena itu, mereka sekarang sangat selektif dalam mendapatkan info, umumnya mencari sesuatu yang memikat mata.

Ketika ada konten yang menarik, konsumen akan lebih reaktif dengan secara otomatis langsung meninggalkan jejak memencet tombok “like” dan berkomentar. Komentar ini merupakan tanda butuh pengakuan di dunia maya, entah ingin terlihat pintar atau sekadar berbagi info yang menandakan dia ingin dikenali orang.

Di tambah, saat bertransaksi online konsumen digital itu ada tiga ciri khas. Yakni mereka mudah penasaran, namun di saat yang bersamaan juga sering menuntut dan tidak sabar.

4. Menyesuaikan konten

Ketika tiga poin sudah dikuasai, maka saatnya brand memosisikan diri sebagai kreator konten. Konten itu harus sesuai dengan kepribadian suatu brand, harus terasa nyata dan tidak dibuat-buat, dan juga ringan.

Brand harus memperhatikan bagian pembuka karena delapan detik pertama itu sangat penting dan berhubungan dengan target konsumen. Konsumen digital tidak akan mengacuhkan konten apabila tidak relevan dengan mereka.

“Brand juga harus membuat konten yang kekinian, berhubungan dengan isu yang terjadi sekarang. Yang terpenting, bahasa yang dipakai harus tepat sesuai dengan target konsumen.”

Dari segi visual, gambar yang dipakai harus eye catching, pemilihan warna dan jenis huruf yang tepat, dan trendi. Ditambah lagi, penggunaan caption entah qoute, candaan, dan emoji yang menarik apabila ingin meningkatkan engagement di media sosial.

Tak lupa, setelah konten dipublikasi, brand harus rajin melakukan evaluasi. Pertama dimulai dari tahap awareness-nya, bagaimana impresi, reach, awareness, dan view. Berikutnya masuk ke tahap evaluasi, lihat bagaimana berapa banyak yang mengklik, view, memberi komentar, engagement, like, love, dan Retweet.

Terakhir, di tahap purchasing, berapa banyak yang akhirnya membeli produk dari suatu brand setelah beriklan. Keseluruhan tahap evaluasi ini bisa menggunakan tools yang disediakan Google Analytics, Google Keyword Planner, Google Trend, YouTube Analytics, Instagram Analytics, Facebook Analytics, Twitter Analytics, dan Keyhole.io