Jepang Punya SMA Esports, Capcom Cup 2021 Dibatalkan Karena COVID-19

Minggu lalu, Capcom dengan berat hati mengumumkan bahwa mereka akan membatalkan Capcom Cup 2021. Sementara itu, Riot Games mengungkap rencana mereka tentang skena esports dari Wild Rift pada tahun 2022. Pada minggu lalu, G2 Esports juga meluncurkan sebuah lagu, yang menjadi tandari masuknya mereka ke industri musik. Dan Team Vitality mendapatkan investasi, yang akan digunakan untuk mengembangkan bakat para pemain esports.

Jepang Buat SMA Esports Pertama

Jepang bakal punya sekolah yang mengkhususkan diri untuk mengajarkan esports. Dinamai Esports Koutou Gakuin alias “SMA Esports”, sekolah itu akan mulai beroperasi pada April 2022. Menurut laporan Kotaku, sekolah tersebut berlokasi di Shibuya, Tokyo, Jepang. SMA Esports ini didanai oleh divisi esports dari perusahaan telekomunikasi Jepang, NTT dan Tokyo Verdy Esports, organisasi esports milik tim sepak bola profesional Jepang.

Para murid yang mendaftarkan diri di SMA Esports akan mendapatkan akses ke 40 gaming PC, yaitu Galleria XA7C-R37, yang menggunakan Intel Core i7-11700 dan NVIDIA GeForce RTX 3070. Siswa dari SMA Esports akan mengasah kemampuan mereka dalam memainkan game-game esports dari berbagai genre, seperti FPS, third-person shooter, strategi, atau MOBA. Walau dinamai SMA Esports, sekolah itu juga tetap mengajarkan kurikulum standar SMA di Jepang.

Capcom Cup 2021 Diganti oleh Acara Season Final

Sepanjang 2021, Capcom mengadakan kompetisi esports secara online. Meskipun begitu, mereka tetap memutuskan untuk membatalkan Capcom Cup 2021, yang rencananya bakal diadakan pada Februari 2022. Alasannya adalah karena munculnya varian Omicron. Untuk menggantikan Capcom Cup 2021, Capcom akan menggelar acara season final. Kompetisi itu akan diikuti oleh para pemain yang telah lolos kualifikasi untuk bermain di Capcom Cup VIII.

Menurut laporan Dot Esports, kali ini adalah kedua kalinya Capcom Cup dibatalkan karena COVID-19. Kemungkinan, turnamen pengganti dari Capcom Cup akan memiliki format regional seperti Capcom Pro Tour Season Final 2020, yang menjadi pengganti dari Capcom Cup 2020.

Tahun Ini, Riot Bakal Gelar 8 Liga Regional dan 1 Turnamen Global untuk Wild Rift

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan rencana mereka terkait skena esports dari Wild Rift untuk tahun ini. Sepanjang 2022, Riot akan mengadakan delapan liga regional untuk Wild Rift. Selain itu, mereka juga akan menggelar turnamen Wild Rift global pertama. Kompetisi global itu akan diadakan di Eropa pada musim panas 2022. Turnamen yang dinamai Wild Rift Icons Global Championship itu akan mengadu 24 tim Wild Rift terbaik dari seluruh dunia, lapor Esports Insider.

Sementara itu, delapan liga regional untuk Wild Rift yang akan Riot adakan antara lain:

  • Wild Rift Champions Korea
  • Wild Rift League China
  • Wild Rift Champions SEA
  • Wild Rift Cup Japan
  • Wild Rift Championship EMEA
  • Wild Rift North America Series
  • Wild Rift Latinoamerica Open
  • Wild Tour Brasil

Rilis Lagu, G2 Esports Masuki Industri Musik

Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports, resmi memasuki industri musik dengan meluncurkan lagu pertamanya, “Our Way”. Lagu ber-genre power metal itu akan diluncurkan di bawah label rekaman baru G2. Pendiri dan CEO G2, Carlos “ocelote” Rodriguez juga ikut turun tangan dalam pembuatan lagu tersebut. G2 mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan, mereka akan meluncurkan banyak lagu lain.

G2 baru saja merilis single baru.

“Epic Power Metal adalah genre favorit saya,” kata Rodriguez, seperti dikutip dari Esports Insider. “Saya tidak peduli apakah genre itu sesuai dengan selera market atau tidak. Sama seperti hal-hal lain yang kami lakukan, kami membuat lagu ini sesuai hati kami. 20G2 akan jadi tahun kami.”

Team Vitality Dapat Investasi EUR50 Juta, Digunakan untuk Buat Tim Super

Organisasi asal Prancis, Team Vitality mengumumkan bahwa mereka baru saja mendapatkan dana investasi sebesar EUR50 juta dari esports venture fund, Rewired.gg. Modal itu akan dikucurkan secara bertahap selama tiga tahun ke depan, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. Vitality menyebutkan, dana yang mereka dapatkan tersebut akan mereka gunakan untuk membangun tim yang tangguh. Memang, Vitality punya rencana untuk membuat “tim Eropa super”.

Sebagai bagian dari investasi ini, Vitality telah menandatangani kontrak dengan tiga mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive dari Astralis, yaitu Peter ‘dupreeh’ Rasmussen and Emil ‘magisk’ Reif dan pelatih Danny ‘zonic’ Sørensen. Sebelum ini, Vitality juga telah mengungkap roster tim League of Legends mereka. Dua di antaranya adalah mid-laner dari Cloud9, Luka ‘Perkz’ Perković dan mantan pemain MAD Lions, Matyáš ‘Carzzy’ Orság.

Turnamen Esports Paling Populer di Desember 2021

Di awal bulan, seperti biasa, Hybrid.co.id membuat daftar turnamen esports terpopuler pada bulan sebelumnya. Pada Desember 2021, lima turnamen esports dengan jumlah penonton paling banyak mengadu lima game yang berbeda-beda: sebagian merupakan mobile game, sementara sebagian yang lain adalah game PC. Berikut data turnamen esports terpopuler di Desember 2021, menurut data Esports Charts.

5. PUBG Mobile Global Championship 2021 League East

PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 League East ada di peringkat ke-5 dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021. Dimulai pada 30 November 2021, PMGC 2021 League East berlangsung hingga 24 Desember 2021. Secara total, durasi siaran dari kompetisi ini mencapai 80 jam. Kompetisi tersebut berhasil mendapatkan 84,1 juta views dengan total hours watched sebanyak 14,1 juta jam. Sementara jumlah rata-rata penonton dari turnamen itu adalah 176,6 ribu orang.

Lima pertandingan paling populer dari PMGC 2021 League East berlangsung pada hari terakhir. Round 3 menjadi babak paling populer, dengan peak viewers sebanyak 387 ribu orang. PMGC 2021 League East hanya disiarkan di dua platform, yaitu YouTube dan Facebook. Di YouTube, jumla peak viewers dari turnamen itu mencapai 366 ribu orang, dan di Facebook 27 ribu orang. Untuk masalah views dan likes, PMGC 2021 berhasil mengumpulkan 73,4 juta views dan 682,7 ribu likes di YouTube.

Data viewership dari PMGC 2021 League East. | Sumber: Esports Charts

PMGC 2021 League East disiarkan dalam 18 bahasa. Siaran dalam Bahasa Indonesia menjadi siaran paling populer, dengan peak viewers sebanyak 284 ribu orang. Setelah siaran dalam Bahasa Indonesia, siaran dalam Bahasa Burma menjadi siaran terpopuler ke-2. Siaran dengan Bahasa Burma berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 90,4 ribu orang.

4. BLAST Premier World Final 2021

Dengan jumlah peak viewers sebanyak 727,4 ribu orang, BLAST Premier World Final 2021 berhasil duduk di peringkat 4 dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021. Menawarkan total hadiah sebesar US$1 juta, turnamen Counter-Strike: Global Offensive itu diadakan pada 14-19 Desember 2021. Digelar selama hampir satu minggu, BLAST Premier memiliki total airtime selama 51 jam. Secara keseluruhan, turnamen tersebut berhasil mendapatkan 24,5 juta views, dengan total hours watched sebanyak 15,6 juta jam dan jumlah penonton rata-rata sebanyak 307 ribu orang.

Babak final dari BLAST Premier mempertemukan Natus Vincere alias NAVI dengan Gambit. Pertandingan antara keduanya menjadi pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang turnamen. Sementara pertandingan antara NAVI dengan Team Liquid di hari ke-5 mejadi pertandingan terpopuler ke-2. Ketika itu, pertandingan antara keduanya berhasil mengumpulkan 593,3 ribu peak viewers.

Lima pertandingan terpopuler di BLAST Premier World Final 2021. | Sumber: Esports Charts

Selain membawa pulang gelar juara, NAVI juga berhasil memenangkan gelar tim terpopuler di BLAST Premier World Final 2021, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Secara total, hours watched yang didapatkan oleh NAVI mencapai 9 juta jam, sementara jumlah average viewers dari pertandingan tim tersebut adalah 425,2 ribu orang.

Dari segi hours watched, Gambit ada di posisi ke-2 dengan total hours watched 5,2 juta jam. Namun, dari segi average viewers, Team Liquid berhasil mengalahkan Gambit dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 356,2 ribu orang. Sebagai perbandingan, total hours watched yang didapat Team Liquid adalah 4,72 juta jam, sementara jumlah penonton rata-rata dari Gambit mencapai 353,8 ribu orang.

Tim-tim terpopuler di BLAST Premier World Final 2021. | Sumber: Esports Charts

BLAST Premier World Final 2021 disiarkan di enam platform streaming game. Twitch merupakan platform favorit untuk menonton kompetisi itu, dengan peak viewers sebanyak 490,5 ribu orang. Posisi platform terpopuler ke-2 diduduki oleh YouTube, yang mendapatkan peak viewers sebanyak 191,9 ribu orang.

Ditayangkan di 18 channels di Twitch, BLAST Premier berhasil mendapatkan 13,6 juta views dan 103,4 ribu follows. Sementara di YouTube, kompetisi itu mendapatkan 10,6 juta views. Dari lebih dari 20 bahasa yang digunakan dalam siaran BLAST Premier, siaran dalam Bahasa Rusia menjadi siaran paling populer dengan 337,3 ribu peak viewers, diikuti oleh siaran dalam Bahasa Inggris, yang mendapatkan 248,1 ribu peak viewers.

3. Arena of Valor International Championship 2021

Arena of Valor International Championship 2021 (AIC 2021) dimulai pada 27 November 2021 dan berakhir pada 19 Desember 2022. Secara keseluruhan, turnamen itu disiarkan selama 114 jam. Dari siaran tersebut, AIC 2021 berhasil mendapatkan 83,3 juta views dan 144,3 ribu average viewers. Pada puncaknya jumlah penonton dari kompetisi tersebut mencapai 879,5 ribu orang.

Data viewership di atas mengecualikan data dari Tiongkok. Jika data penonton dari platform streaming game di Tiongkok dihitung, maka total hours watched yang didapatkan oleh AIC 2021 adalah 173,6 juta jam, dengan jumlah peak viewers mencapai 16,3 juta orang, dan jumlah penonton rata-rata sebanyak 1,5 juta orang.

Viewership dari AIC 2021. | Sumber: Esports Charts

Menariknya, menurut data dari Esports Charts, acara pembuka sebelum grand final menjadi bagian yang menarik paling banyak penonton. Setelah preshow, babak yang menarik perhatian paling banyak penonton adalah babak final, yang mempertemukan Buriram United Esports (BUE) dari Thailand dengan V Gaming dari Vietnam. Ketika itu, pada puncaknya, ada 472,5 ribu orang yang menonton pertandingan tersebut. Di AIC 2021, BUE — yang keluar sebagai pemenang — juga menjadi tim paling populer, dengan 4,39 juta hours watched. Namun, dari segi average viewers, V Gaming dari Vietnam masih lebih unggul dengan 178,41 ribu orang.

AIC 2021 disiarkan di delapan platform. Di YouTube, total peak viewers dari turnamen itu mencapai 647,1 ribu orang. Dengan begitu, YouTube menjadi platform favorit untuk menonton AIC 2021. Di platform tersebut, kompetisi AOV itu mendapatkan 51,8 juta views dan 127,9 ribu likes di YouTube. Sementara itu, platform streaming game terpopuler ke-2 di kalangan fans AIC 2021 adalah Facebook, yang mendapatkan peak viewers sebanyak 196,5 ribu orang.

2. VALORANT Champions 2021

Dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021, peringkat dua diduduki oleh VALORANT Champions 2021. Kompetisi itu berhasil mendapatkan 1,1 juta peak viewers. Jumlah peak viewers itu tercapai dalam pertandingan antara Gambit dan Acend di babak final. Sepanjang turnamen, jumlah rata-rata penonton mencapai 469,1 ribu orang. Dengan total durasi siaran selama 98 jam, VALORANT Champions 2021 mendapatkan 46 juta hours watched dan 88 juta views.

Acend berhasil keluar sebagai juara dari VALORANT Champions 2021. Menariknya, tim itu bukanlah tim paling populer di turnamen tersebut, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Gelar tim terpopuler justru dipegang oleh Gambit, yang mendapatkan 12,9 juta jam hours watched dan 647,1 ribu orang average viewers.

Viewership dari VALORANT Championship 2021. | Sumber: Esports Charts

VALORANT Champions 2021 disiarkan di 103 channels Twitch. Di platform tersebut, kompetisi itu dapat mengumpulkan 64,9 juta views dan 1,1 juta follows. Pada puncaknya, jumlah penonton VALORANT Champions 2021 di Twitch mencapai 954,1 ribu orang. Hal ini menjadikan Twitch sebagai platform streaming game favorit untuk fans VALORANT. Selain di Twitch, VALORANT Champions 2021 juga disiarkan di YouTube. Platform streaming milik Google itu menjadi platform paling favorit ke-2, dengan jumlah peak viewers sebanyak 127,8 ribu orang. Secara keseluruhan, VALORANT Champions 2021 mendapatkan 18,9 juta views dan 156,6 ribu likes di YouTube.

Sama seperti komeptisi esports internasional lainnya, VALORANT Champions 2021 disiarkan dalam banyak bahasa: lebih dari 20 bahasa. Siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran paling populer. Pada puncaknya, ada 600,5 ribu orang yang menonton siaran dalam Bahasa Inggris. Sementara itu, siaran dalam Bahasa Spanyol menjadi siaran paling populer ke-2, dengan jumlah peak viewers sebanyak 421,8 ribu orang.

1. M3 World Championship

M3 World Championship merupakan turnamen esports paling populer sepanjang Desember 2021. Satu hal yang menarik, pertandingan dengan jumlah penonton paling banyak bukanlah pertandingan final — yang mempertemukan Blacklist International dengan ONIC Philippines — tapi pertandingan antara ONIC Philippines dengan RRQ Hoshi di hari ke-5 babak playoffs. Pada puncaknya, pertandingan tersebut berhasil menarik 3,2 juta orang, hampir 2 kali lipat dari peak viewers MPL Indonesia Season 8 di September 2021. Dan seperti yang bisa Anda lihat di bawah, pertandingan final bahkan tidak masuk dalam lima pertandingan paling populer.

Viewership dari M3 World Championship. | Sumber: Esports Charts

Kemungkinan, babak final M3 World Championship kalah populer dari pertandingan di babak playoff karena tidak ada tim asal Indonesia yang berhasil masuk ke babak final. RRQ Hoshi harus tereliminasi dari M3 setelah dikalahkan oleh Blacklist International di lower bracket quarter-finals. Tim asal Indonesia itu masuk ke lower bracket setelah kalah dari ONIC Philippines di upper bracket semi-final.

Menariknya, walau RRQ Hoshi tidak masuk babak final, tim tersebut berhasil menjadi tim terpopuler berdasarkan jumlah average viewers. Jumlah average viewers dari pertaningan RRQ Hoshi mencapai 1,5 juta orang, jauh mengalahkan Blacklist International, yang hanya memiliki 933 ribu average viewers. Meskipun begitu, dari segi hours watched, Blacklist International masih lebih unggul, dengan total hours watched sebanyak 22,2 juta jam. Sebagai perbandingan, total hours watched yang didapatkan oleh RRQ Hoshi hanyalah 19,2 juta jam.

Lima tim terpopuler di M3 World Championship. | Sumber: Esports Charts

Sebenarnya, tidak heran jika RRQ Hoshi bisa mendapatkan jumlah rata-rata penonton yang banyak, mengingat M3 World Championship memang sangat populer di kalangan fans esports Indonesia. Buktinya, siaran dalam Bahasa Indonesia menjadi siaran paling populer, dengan total peak viewers sebanyak 2,5 juta orang. Sementara itu, siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran terpopuler ke-2. Namun, jumlah peak viewers dari siaran dalam Bahasa Inggris jauh lebih rendah, yaitu hanya795 ribu orang.

Tiga platform favorit yang digunakan fans esports untuk menonton M3 World Championship adalah YouTube, Nimo TV, dan Facebook. Di YouTube, M3 berhasil mendapatkan 174,2 juta views dan 255,2 ribu likes, dengan peak viewers mencapai 1,8 juta orang. Sementara itu, jumlah peak viewers di Nimo TV adalah 987 ribu orang dan Facebook 411,5 ribu orang. Walau Twitch masih mendominasi pasar platform streaming game, tidak banyak orang yang menonton M3 di platform tersebut. Meski disiarkan di 15 channels Twitch, M3 hanya mendapatkan 111,7 ribu views dan 7,1 ribu follows. Dan pada puncaknya, jumlah penonton di Twitch hanya mencapai 5,6 ribu orang.

Daftar Tim yang Masuk PUBG Mobile Global Championship 2021, Proses Pengembangan Final Fantasy XVI Tertunda Karena Pandemi

PMGC 2021 akan mengadu 16 tim PUBG Mobile terbaik di dunia. Dari 16 tim, sebanyak 15 tim sudah ditentukan. Sementara itu, Team Liquid baru saja menandatangani kontrak dengan pemain CS:GO veteran, Richard “shox” Papillon. Sebaliknya, Astralis justru mengonfirmasi bahwa mereka akan melepas tiga pemain CS:GO mereka. Terakhir, Produser Final Fantasy XVI mengumumkan bahwa proses pengembangan game itu terhambat karena pandemi. Artinya, pengumuman akan update terbaru dari game tersebut akan terlambat.

Berikut 16 Tim yang Bakal Berlaga di PMGC 2021

PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 Grand Finals akan diadakan pada 21-23 Januari 2022. Dalam turnamen itu, 16 tim PUBG Mobile dari seluruh dunia akan bertandingan dengan satu sama lain untuk memenangkan gelar World Champions. Total hadiah yang ditawarkan oleh PMGC 2021 adalah US$3 juta, menjadikannya sebagai turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Sebelum ini, Director of Esports, Tencent, James Yang mengatakan bahwa PMGC 2021 akan diadakan dengan format semi-LAN.

Dari 16 tim yang akan masuk ke PMGC 2021, sebanyak 9 tim akan berasal dari liga PMGC East dan 6 tim berasal dari PMGC West. Sementara satu slot terakhir akan diisi oleh tim yang berhasil memenangkan Battleground Mobile India Series (BGIS) yang tengah berlangsung. Pemenang dari BGIS baru akan diketahui pada 16 Januari 2022. Tim yang menang akan langsung melaju ke PMGC Grand Finals.

Berikut 15 tim yang bertanding di PMGC 2021:

    1. DAMWON Gaming
    2. D’Xavier
    3. Stalwart Esports
    4. Nova Esports
    5. Nigma Galaxy
    6. The Infinity
    7. Six Two Eight
    8. Team Secret
    9. 4Rivals
    10. Kaos Next Rüya
    11. Natus Vincere
    12. Furious Gaming
    13. Alpha7 Esports
    14. S2G Esports
    15. 1907 Fenerbahçe Esports

Team Liquid Tanda Tangani Kontrak dengan Shox

Minggu lalu, Team Liquid akhirnya mengonfirmasi bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan Richard “shox” Papillon, pemain Counter-Strike: Global Offensive veteral asal Prancis. Kabar ini muncul dua hari setelah Liquid mendapatkan AWPer Joshua “oSee” Ohm dari Extra Salt. Dengan begitu, tim CS:GO Liquid hanya memiliki satu slot kosong. Menurut laporan Dot Esports, posisi itu akan diisi oleh Nicholas “nitr0” Canella.

Sepanjang karirnya sebagai pemain CS:GO, shox telah bermain bersama banyak tim-tim besar, termasuk Vitality, G2, Titan, dan Envy. Pada 2014, dia berhasil memenangkan DreamHack Winter 2014 bersama dengan LDLC. Satu hal yang menarik, keputusan shox untuk bergabung dengan Liquid menandai kali pertama dia bergabung dengan tim asal Amerika Utara.

Astralis Konfirmasi Kepergian Dupreeh, Magisk, dan Zonic

Astralis mengumumkan bahwa mereka tidak akan memperpanjang kontrak dari tiga pemain lama mereka, yaitu Peter “⁠dupreeh⁠” Rasmussen, Emil “⁠Magisk⁠” Reif, dan Danny “⁠zonic⁠” Sørensen. Memang, kontrak dari ketiga pemain itu akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah kontrak mereka berakhir dengan Astralis, ketiga pemain tersebut dikabarkan akan pindah ke Vitality. Dalam dua bulan belakangan — setelah Astralis menandatangani kontrak dengan Kristian “k0nfig” Wienecke, Benjamin “blameF” Bremer, dan Alexander “ave” Holdt, — dupreeh, Magisk dan zonic memang itu sering mengisi bangku cadangan, menurut laporan HLTV.

Pengembangan Final Fantasy XVI Terlambat Karena Pandemi

Produser dari Final Fantasy XVI, Naoki Yoshida, mengumumkan bahwa proses pembuatan game Final Fantasy terbaru itu terhambat karena pandemi. Sebelum ini, tim FFXVI berjanji bahwa mereka akan memberikan update tentang proses pengembangan game tersebut pada akhir 2021. Sayangnya, Yoshida mengungkap, mereka baru bisa memberikan update itu pada musim semi 2022, menurut laporan VentureBeat.

Melalui Twitter, Yoshida menjelaskan, tim yang bertanggung jawab atas FFXVI adalah tim yang cukup besar. Selain itu, anggota tim tersebut berasal dari berbagai belahan dunia. Saat ini, mereka bekerja dari rumah mereka karena pandemi. Dan hal tersebut menyebabkan masalah komunikasi dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang. Masalah itulah yang terkadang menyebabkan rekan-rekan Square Enix terlambat atau bahkan gagal memberikan aset yang diperlukan. Alhasil, proses pengembangan FFXVI pun terhambat.

Platform Pembuatan Avatar Metaverse Dapatkan Investasi Sebesar US$13 Juta

Wolf3D mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$13 juta untuk platform avatar metaverse mereka, Ready Player Me. Ronde pendanaan kali ini dipimpim oleh Taavet+Sten, perusahaan yang dipimpin oleh Co-founder dari Wise, Taavet Hinrikus dan Co-founder dari Teleport, Sten Tamkivi. Beberapa perusahaan lain yang ikut memberikan dana pada Ready Player Me antara lain Konvoy Ventures, NordicNinja, dan Tom Preston-Werner, Co-founder dari GitHub, lapor VentureBeat.

Dengan dana investasi ini, Ready Player Me ingin memperkuat posisi mereka sebagai platform pembuatan avatar untuk metaverse yang utama. Sebagai perusahaan, Ready Player Me menyediakan platform pembuatan avatar yang bisa digunakan di seluruh metaverse. Pengguna akan bisa membuat avatar mereka berdasarkan gambar atau mulai membuatnya dari nol sama sekali. Avatar itu lalu akan bisa digunakan di lebih dari 900 game dan aplikasi.

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Pada November 2021

Memasuki bulan Desember 2021, Hybrid.co.id kembali membuat daftar turnamen esports paling populer di November 2021. Kali ini, ada tiga turnamen dari game esports PC yang masuk dalam daftar tersebut: dua turnamen Counter-Strike: Global Offensive dan satu turnamen League of Legends. Daftar itu dilengkapi dengan dua turnamen dari mobile esports, yaitu Mobile Legends dan Free Fire.

Berikut data viewerships dari lima turnamen esports terpopuler sepanjang November 2021, menurut data dari Esports Charts.

5. BLAST Premier Fall 2021 Finals

Dengan peak viewers sebanyak 861,4 ribu orang, BLAST Premier Fall 2021 Finals berhasil menduduki peringkat 5 dalam daftar turnamen esports terpopuler di November 2021. Peak viewers tersebut tercapai pada babak final yang mempertemukan Natus Vincere (NAVI) dan Vitality. Diadakan pada 24-28 November 2021, BLAST Premier Fall 2021 Finals memiliki total durasi siaran selama 50 jam. Secara total, turnamen CS:GO itu berhasil mendapatkan 25,9 juta views, Sementara total hours watched yang kompetisi itu dapat mencapai 17,1 juta jam dengan jumlah penonton rata-rata mencapai 338,4 ribu orang.

BLAST Premier Fall 2021 dimenangkan oleh NAVI. Dan NAVI memang berhasil menjadi tim terpopuler sepanjang kompetisi itu, setidaknya dari segi average viewers. Jumlah penonton rata-rata yang didapat tim itu mencapai 482,56 ribu orang. Namun, dari segi hours watched, Vitality masih unggul. Tim yang melawan NAVI di babak final itu mendapatkan total hours watched sebanyak 8,16 juta jam. Sementara NAVI hanya mendapatkan 6,67 juta hours watched.

Data viewership dari BLAST Premier Fall 2021. | Sumber: Esports Charts

Turnamen BLAST Premier Fall 2021 disiarkan di lima platform: Twitch, YouTube, Nimo TV, Facebook, dan VK Live. Twitch menjdi platform streaming game paling populer dengan peak viewers sebanyak 623,1 ribu orang. Disiarkan di 22 channels, BLAST Premier Fall 2021 berhasil mendapatkan 16,8 juta views dan 112,4 ribu follows di Twitch. Sementara itu, YouTube menjadi platform siaran paling populer ke-2 untuk kompetisi ini. Jumlah peak viewers yang dicapai BLAST Premier Falll 2021 di YouTube mencapai 190,6 ribu orang. Sementara total views yang didapat turnamen itu adalah 8,99 juta views dengan 189,9 ribu likes.

Dari segi bahasa, siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran BLAST Premier Fall 2021 paling populer, diikuti oleh siaran dalam bahasa Rusia. Peak viewers dari siaran dalam Bahasa Inggris mencapai 372,5 ribu orang, sementara siaran dalam bahasa Rusia mencapai 316,8 ribu orang.

4. Free Fire Asia Championship 2021

Free Fire Asia Championship 2021 menjadi turnamen esports terpopuler ke-4 pada bulan lalu. Secara total, airtime dari turnamen itu adalah 11 jam. Walau tidak berlangsung lama, kompetisi tersebut berhasil mendapatkan 46,8 juta views dan 3,98 juta hours watched, dengan jumlah penonton rata-rata mencapai 357,2 ribu orang.

Pada puncaknya, jumlah penonton dari Free Fire Asia Championship 2021 mencapai 1,09 juta orang. Ronde 7 dari babak final menjadi pertandingan paling populer sepanjang turnamen tersebut. Sementara babak terpopuler ke-2 adalah Ronde 1 pada babak final, dengan 988,4 ribu peak viewers, diikuti oleh Ronde 4  di babak final, dengan 915,1 ribu peak viewers.

Viewership dari Free Fire Asia Championship. | Sumber: Esports Charts

YouTube menjadi platform favorit para fans untuk menonton Free Fire Asia Championship. Di platform itu, peak viewers dari kompetisi Free Fire tersebut mencapai 1,03 juta orang. Secara total, di YouTube, Free Fire Asia Championship 2021 berhasil mendapatkan 46,1 juta views dan 4,3 juta likes.

Free Fire Asia Championship 2021 berhasil menarik banyak penonton dari negara-negara Asia. Buktinya, siaran dalam bahasa Hindi menjadi siaran paling populer, dengan 545,7 ribu peak viewers. Sementara Bahasa Indonesia menjadi bahasa terpopuler ke-2 dengan 216 ribu peak viewers. Dan bahasa Vietnam menjadi bahasa terpopuler ke-3, dengan peak viewers sebanyak 196,7 ribu orang.

3. ONE Esports MPL Invitational 2021

Walau liga-liga nasional Mobile Legends telah berakhir, fans mobile MOBA itu masih bisa menikmati MPL Invitational 2021 yang digelar oleh ONE Esports pada bulan lalu. Diadakan pada 2-7 November 2021, total durasi siaran MPL Invitational 2021 mencapai 42 jam. Puluhan jam siaran tersebut menghasilkan 65,1 juta views dan total hours watched sebanyak 14,2 juta jam. Rata-rata, jumlah penonton dari MPL Invitational 2021 adalah 341,4 ribu orang. Sementara pada puncaknya, jumlah penonton dari turnamen itu mencapai 1,7 juta orang.

Menariknya, babak yang berhasil menjaring paling banyak penonton bukanlah pertandingan grand final antara Blacklist International (BI) dan ONIC Esports, tapi babak semifinal yang mempertemukan BI dan RRQ Hoshi. Dan babak terpopuler ke-2 adalah pertandingan antara EVOS Legends dan RRQ Hoshi di hari pertama Group Stage. Ketika itu, ada 1,36 juta orang yang menonton El Clasico Mobile Legends tersebut. Babak grand final antara BI dan ONIC menjadi pertandingan paling populer ke-3, dengan peak viewers sebanyak 1,35 juta orang.

Data viewership dari ONE Esports MPL Invitational. | Sumber: Esports Charts

Satu hal yang menarik dari MPL Invitational, siaran dalam Bahasa Indonesia menjadi siaran yang paling populer. Peak viewers dari siaran dalam Bahasa Indonesia mencapai 1,3 juta orang. Sementar bahasa terpopuler ke-2 adalah Tagalog, dengan peak viewers mencapai 327,2 ribu orang, diikuti oleh Bahasa Inggris dengan peak viewers sebanyak 101,7 ribu orang.

Platform favorit fans untuk menonton MPL Invitational 2021 adalah YouTube. Di platform tersebut, MPL Invitational berhasil mendapatkan 62,4 juta views, 661,9 ribu likes, dengan peak viewers mencapai 1,16 juta orang. Nimo TV menjadi platform favorit ke-2 dengan jumlah peak viewers sebanyak 423 ribu orang dan Facebook ada di peringket ke-3 dengan total peak viewers sebanyak 219,1 ribu orang.

2. PGL Major Stockholm 2021

PGL Major Stockholm 2021 masuk dalam daftar turnamen esports terpopuler pada Oktober 2021. Ketika itu, turnamen CS:GO tersebut duduk di peringkat 4. Bulan lalu, turnamen itu kembali masuk dalam daftar turnamen esports terpopuler. Kali ini, ia ada di peringkat 2, dengan peak viewers sebanyak 2,7 juta orang. Dari segi views, PGL Major Stockholm berhasil mendapatkan 123,4 juta views. Sementara total hours watched dari turnamen itu adalah 71,2 juta jam dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 596 ribu orang.

Pertandingan final antara G2 dengan NAVI menjadi pertandingan yang paling diminati. Sementara pertandingan antara NAVI dengan Gambit di babak semifinal menjadi pertandingan terpopuler ke-2. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, pertandingan antara NAVI dan Gambit berhasil menarik 1,4 juta penonton pada puncaknya. Selain menjuarai PGL Major Stockholm, NAVI juga sukses meraih gelar tim terpopuler dalam turnamen itu. NAVI unggul dari tim-tim lain baik dari segi hours watched maupun average viewers. Sementara itu, G2, yang menjadi runner up, menjadi tim terpopuler ke-2.

Data viewership dari PGL Major Stockholm. | Sumber: Esports Charts

PGL Major Stockholm disiarkan dalam 25 bahasa. Bahasa Inggris dan Bahasa Rusia menjadi dua bahasa paling populer. Siaran dalam Bahasa Inggris memiliki peak viewers sebanyak 1,08 juta orang sementara Bahasa Rusia 1,01 juta orang. Soal platform, Twitch merupakan platform favorit fans untuk menonton PGL Major Stockholm. Disiarkan di 134 channels, turnamen itu berhasil mendapatkan 99,1 juta views dan 2,3 juta follows di Twitch. Sementara peak viewers dari turnamen itu di Twitch mencapai 2 juta orang. Di YouTube, PGL Major Stockholm mendapatkan 23,7 views dan 731,7 ribu likes.

1. 2021 League of Legends World Championship

League of Legends World Championship 2021 berhasil mempertahankan gelarnya dan kembali menjadi turnamen esports terpopuler di November 2021. Pada bulan lalu, peak viewers dari Worlds 2021 mencapai 4 juta orang, naik 500 ribu orang dari 3,5 juta orang pada Oktober 2021. Digelar pada 5 Oktober 2021 sampai 6 November 2021, total durasi siaran dari Worlds 2021 mencapai 135 jam. Kompetisi itu berhasil mendapatkan 220,5 juta views dan 174,8 juta hours watched, dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 1,3 juta orang.

Babak final antara Edward Gaming (EDG) dan DWG KIA (DWGK) menjadi pertandingan yang menarik perhatian paling banyak penonton. Walau hanya menjadi runner up, DWGK sukses menjadi tim paling populer sepanjang Worlds 2021, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Total hours watched yang didapat oleh tim Korea Selatan itu mencapai 42,5 juta jam, dengan average viewers sebanyak 2,16 juta orang.

Data viewership dari LOL World Championship 2021. | Sumber: Esports Charts

Sementara itu, EDG, yang membawa pulang Summoner’s Cup, menjadi tim terpopuler ke-2 dari segi hours watched. Tim Tiongkok itu mendapatkan total hours watched sebanyak 37,68 juta jam. Namun, dari segi average viewers, EDG masih kalah dari T1. Jumlah penonton rata-rata EDG mencapai 1,81 juta orang, sementara T1 1,94 juta orang.

Worlds 2021 disiarkan dalam belasan bahasa. Siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran paling populer, dengan jumlah peak viewers sebanyak 1,18 juta orang. Siaran dalam Bahasa Korea menjadi siaran terpopuler ke-2, dengan jumlah peak viewers sebanyak 882,6 ribu orang. Kompetisi Worlds 2021 disiarkan di 20 channels di Twitch dan mendapatkan 122,4 juta views serta 956,8 ribu follows. Di Twitch, total peak viewers dari Worlds 2021 mencapai 2,99 juta orang. Sementara di YouTube, Worlds 2021 mendapatkan 94,89 juta views dan 1,16 juta likes. Pada puncaknya, Worlds 2021 ditonton oleh 1,02 juta orang di YouTube.

Jumlah Pemain Farming Simulator 22 di Steam Kalahkan Battlefield 2042, Epic Games Akuisisi Harmonix Systems

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik di dunia gaming. Salah satunya, Steam berhasil mencetak rekor concurrent users baru. Selain itu, jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 di Steam lebih banyak dari Battlefield 2042, yang merupakan salah satu game paling dinanti pada tahun ini. Pada minggu lalu, Netflix juga mengumumkan bahwa mereka telah merekrut Amir Rahimi sebagai Vice President of Game Studios. Sementara Epic Games telah mengakuisisi Harmonix Systems, kreator dari Rock Band dan Dance Central.

Di Steam, Jumlah Pemain Farming Simulator 22 Kalahkan Battlefield 2042

Battlefield 2042 adalah salah satu game yang paling ditunggu-tunggu di 2021.  Hanya saja, setelah diluncurkan, Battlefield 2042 gagal memenuhi ekspektasi para fans. Salah satu kekecewaan para gamers, khususnya pemain PC, adalah banyaknya bugs di Battlefield 2042. Memang, Battlefield 2042 masih menjadi salah satu game paling populer di Steam pada minggu lalu. Tapi, popularitas dari game itu berhasil dikalahkan oleh Farming Simulator 22, yang diluncurkan beberapa hari setelah Battlefield 2042.

Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah peak gamers dari Battlefield 2042 adalah 105.397 orang. Sementara jumlah peak gamers dari Farming Simulator 22 mencapai 105.636. Walau selisihnya tidak besar, Farming Sim 22 tetap berhasil mendapatkan peak gamers lebih banyak dari Battlefield 2042. Seperti yang disebutkan oleh Kotaku, jika platforms lain seperti PlayStation 5 dan Origin disertakan, kemungkinan, jumlah pemain Battlefield 2042 akan mengalahkan Farming Sim 22. Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa Battlefield 2042 — salah satu game yang paling dinanti tahun ini — kalah populer dari Farming Sim 22 di Steam, salah satu toko game digital terpopuler untuk game PC.

Valve Cetak Rekor Concurrent Users Baru: 27,1 Juta Orang

Pada minggu lalu, Steam berhasil memecahkan rekor concurrent users. Menurut SteamDB, sekarang, rekor concurrent users tertinggi dari Steam adalah 27.182.165 orang. Sebelum ini, rekor concurrent users Steam adalah 26,9 juta orang, yang tercapai pada April 2021. Dua game dari Valve memberikan kontribusi terbesar. Counter-Strike: Global Offensive memiliki concurrent players sebanyak 849.144 orang, sementara Dota 2 663.561 orang. Sementara game dengan kontribusi terbesar ketiga adalah PUBG, yang mendapatkan concurrent users sebanyak 241.902 orang. Apex Legends dari Respawn ada di posisi keempat dan New World dari Amazon di posisi lima, menurut laporan Eurogamer.

Epic Games Akuisisi Harmonix Systems, Kreator Rock Band

Epic Games baru saja mengakuisisi Harmonix Systems, studio di balik seri game Rock Band dan Dance Central. Bermarkas di Boston, Amerika Serikat, Harmonix telah membuat berbagai game bertema musik selama lebih dari 20 tahun. Harmonix mengungkap, walau telah diakuisisi oleh Epic, mereka tetap akan meluncurkan konten baru untuk Rock Band 4. Di bulan ini, Harmonix telah meluncurkan enam lagu baru di game tersebut, termasuk Montero (Call Me By Your Name) dari Lil Nas X dan Shimmer dari Fuel.

Rock Band adalah salah satu karya Harmonix Systems. | Sumber: Polygon

“Bergabung dengan keluarga Epic Games adalah pencapaian tersendiri bagi kami,” tulis Harmonix, seperti dikutip dari Collider. “Hal ini tidak bisa kami capai tanpa dukungan dari kalian semua, para fans. Terima kasih! Dalam 26 tahun terakhir, kami terus berusaha untuk menciptakan cara menikmati musik yang baru dan unik. Sekarang, kami akan bekerja sama dengan Epic untuk membawa pengalaman bermain game musik ke Metaverse.”

Netflix Kini Punya Vice President of Game Studios

Netflix menunjuk Amir Rahimi, mantan President of Games di Scopely, sebagai Vice President of Game Studios. Di Scopely, Rahimi telah bekerja selama dua tahun. Sebelum itu, dia bekerja sebagai SVP dan General Manager Los Angeles dari FoxNext, unit virtual Reality dan taman bermain dari Century Foxy. Dia juga pernah bekerja selama tiga tahun di Zynga dan tujuh tahun di Electronic Arts. Di Netflix, Rahimi akan melapor pada Mike Verdu, Vice President of Games, menurut laporan GamesIndustry.

Beberapa bulan belakangan, Netflix memang menunjukkan minat pada industri game. Mereka merekrut Verdu pada Juli 2021 dan mengakuisisi developer Oxenfree, Night School Studio, pada September 2021. Pada Juli 2021, Netflix mengungkap rencana mereka untuk menjajaki industri game. Mereka menyebutkan, mereka akan fokus ke mobile game terlebih dulu. Game yang mereka luncurkan akan bisa dimainkan secara gratis oleh orang-orang yang telah berlangganan Netflix.

Jumlah Gamers di Afrika Sub-Sahara Kini Capai 186 Juta

Jumlah gamers di kawasan Afrika Sub-Sahara naik dari 77 juta pada 2015 menjadi 186 juta orang pada 2021, menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamers, total belanja di industri game pun naik. Afrika Selatan menjadi negara dengan total belanja paling besar. Diperkirakan, pada tahun ini, total spending dari gamers di Afrika Selatan mencapai US$290 juta. Sebagai perbandingan, total spending di Nigeria diduga mencapai US$185 juta, Ghana US$42 juta, Kenya US$38 juta, dan Ethiopia US$35 juta.

Total belanja negara-negara Afrika Sub-Sahara.

Di kawasan Afrika Sub-Sahara, Afrika Selatan juga menjadi negara dengan persentase gamers paling tinggi. Sebanyak 40% populasi dari negara itu bermain game. Di Ghana, persentase gamers dibandingkan populasi hanya mencapai 27%, di Nigeria 23%, Kenya 22%, dan Ethiopia 13%. Dari 186 juta gamers di Afrika Sub-Sahara, sebanyak 177 juta orang bermain di mobile. Menurut studi yang dilakukan oleh Newzoo dan Carry1st, Afrika Sub-Sahara adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan mobile game paling besar, seperti yang disebutkan oleh GamesIndustry.

Sumber header: Steam

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Pada Oktober 2021

Pada Oktober 2021, League of Legends World Championship dan The International digelar. Keduanya merupakan kompetisi esports tertinggi untuk League of Legends dan Dota 2. Karena itu, tidak heran jika keduanya berhasil menjadi pusat perhatian fans esports pada bulan lalu. Sementara itu, di skena Counter-Strike: Global Offensive, turnamen Major juga tengah berlangsung. Di tingkat nasional, MPL Indonesia Season 8 tengah memasuki puncaknya dan di tingkat regional, ada kompetisi PUBG Mobile yang digelar untuk kawasan Asia Tenggara.

Berikut daftar lima turnamen esports terpopuler di Oktober 2021, menurut data dari Esports Charts.

5. PUBG Mobile Pro League Season 4 2021 SEA

PUBG Mobile Pro League Season 4 2021 SEA dimulai pada 12 Oktober 2021 dan berakhir pada 7 November 2021. Sepanjang bulan Oktober 2021, Ronde ke-12 pada Super Weekend 2, Hari ke-3 menjadi pertandingan paling populer dari PMPL S4 SEA. Di ronde tersebut, total peak viewers mencapai 644 ribu orang. Menurut laporan Esports Charts, satu-satunya liga PUBG Mobile nasional yang bisa menyaingi viewership PMPL S4 SEA adalah PUBG Mobile Professional League Indonesia (PMPL ID). Jika dibandingkan dengan PMPL S4 SEA, jumlah peak viewers PMPL ID hanya lebih sedikit 15%.

Statistik viewership PMPL S4 SEA berdasarkan platform dan bahasa. | Sumber: Esports Charts

YouTube merupakan platform favorit para fans untuk menonton PMPL S4 SEA. Di YouTube, PMPL S4 SEA mendapatkan 81,6 juta views dan 1,29 juta likes. Selain YouTube, PMPL S4 SEA juga ditonton di Facebook, NimoTV, TikTok, dan Twitch. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, dari segi bahasa, siaran dengan bahasa Indonesia menjadi siaran PMPL S4 SEA yang paling banyak ditonton. Siaran dalam bahasa Malaysia menjadi siaran terpopuler ke-2, diikuti oleh bahasa Thailand dan Vietnam.

4. PGL Major Stockholm 2021

PGL Major Stockholm menawarkan total hadiah sebesar US$2 juta. Hal ini menjadikan kompetisi itu sebagai turnamen CS:GO dengan hadiah terbesar dalam 2 tahun terakhir. PGL Major Stockholm berlangsung sejak Oktober hingga November 2021. Seiring dengan memanasnya kompetisi, jumlah penonton dari turnamen Major itu pun naik. Namun, pada Oktober 2021, PGL Major Stockholm hanya mendapatkan peak viewers sebanyak 975 ribu orang. Pertandingan terpopuler pada bulan lalu adalah pertandingan yang mempertemukan NAVI dan Ninjas in Pyjamas.

Total durasi siaran PGL Major Stockholm mencapai 120 jam. Sementara total hours watched yang didapat turnamen itu adalah 71,2 juta jam dan dengan total views sebanyak 123,4 juta views. Twitch menjadi platform paling populer untuk menonton kompetisi CS:GO tersebut. Dan siaran dalam bahasa Inggris menjadi siaran yang mendapatkan paling banyak penonton. Meskipun begitu, total peak viewers dari siaran dalam bahasa Rusia juga hampir menyamai siaran dalam bahasa Inggris.

PGL Major Stockholm jadi turnamen paling populer ke-4 pada Oktober 2021. | Sumber: Esports Charts

Sepanjang PGL Major Stockholm, NAVI menjadi tim esports paling populer, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Tim tersebut mendapatkan 16,6 juta hours watched dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 1,13 juta orang. Posisi kedua ditempati oleh G2 Esports, yang mendapatkan 14,82 juta hours watched dan 911,8 ribu average viewers.

3. MPL ID Season 8

Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID) Season 8 berhasil menjadi turnamen esports terpopuler pada Agustus dan September 2021. Dan pada Oktober 2021, MPL ID S8 kembali masuk dalam daftar kompetisi esports terpopuler.. Namun, kedudukannya merosot ke peringkat 3. Kabar baiknya, jumlah peak viewers dari MPL ID S8 pada Oktober 2021 mencapai 2,4 juta orang, jauh lebih tinggi dari peak viewers pada Agustus 2021, yang hanya mencapai 1,7 juta orang.

Tim terpopuler di MPL ID S8 berdasar hours watched dan average viewers. | Sumber: Esports Charts

Pertandingan paling populer dari MPL ID S8 sepanjang bulan lalu adalah babak grand final, yang mempertemukan EVOS Legends dengan ONIC Esports. Sementara pertemuan antara ONIC Esports dengan RRQ Hoshi di babak semi-final jadi pertandingan paling populer ke-2, dengan peak viewers mencapai 2,39 juta orang. Meskipun ONIC Esports keluar sebagai juara, EVOS Legends merupakan tim favorit di MPL ID S8, jika Anda menggunakan metrik hours watched. Sepanjang MPL ID S8, EVOS mendapatkan 30,35 juta hours watched. Namun, dari segi average viewers, RRQ Hoshi ada di peringkat satu. Tim itu memiliki jumlah penonton rata-rata paling banyak sepanjang liga, mencapai 710,4 ribu orang.

Total durasi siaran dari MPL ID S8 adalah 172 jam. Turnamen itu mendapatkan 76,9 juta hours watched, 285,2 juta views, dan 447,1 ribu average viewers. YouTube menjadi platform favorit untuk menonton MPL ID S8, diikuti oleh Nimo TV dan Facebook. Di YouTube, MPL ID S8 mendapatkan 265,9 jua views dan 4,35 juta likes.

2. The International 10

The International 10 — turnamen Dota 2 paling bergengsi — jadi kompetisi paling populer ke-2 pada Oktober 2021. Babak grand final menjadi pertandingan yang menarik paling banyak penonton. Pada puncaknya, pertandingan antara Team Spirit dan PSG.LGD ditonton oleh 2,74 juta orang. Secara total, durasi siaran dari The International 10 mencapai 125 jam. Turnamen itu mendapatkan 107,2 juta hours watched, 529,5 juta views, dan 857,3 ribu average viewers.

Platform dan bahasa terpopuler untuk TI10. | Sumber: Esports Charts

Kompetisi TI10 disiarkan di bebreapa platform, antara lain Twitch, YouTube, Dota TV Match, Steam.tv, Facebook, VK Live, dan Nonolive. Twitch jadi platform paling populer, dengan peak viewers mencapai 1,7 juta orang. Di platform milik Amazon itu, TI10 disiarkan di 122 channel dan mendapatkan 454,9 juta views serta 5,08 juta follows. Sementara itu, YouTube menjadi platform terpopuler ke-2 untuk menonton TI10. Di YouTube, TI10 mendapatkan 52,7 juta views dan 735,8 ribu likes. Pada puncaknya, ada 665,8 ribu orang yang menonton TI10 di YouTube.

TI10 jadi kompetisi terpopuler di negara-negara berbahasa Rusia. | Sumber: Esports Charts

The International 10 merupakan kompetisi favorit dari fans esports di kawasan Commonwealth of Independent States (CIS). Selain itu, TI10 juga populer di negara-negara yang menggunakan bahasa Rusia. Buktinya, babak final TI10 ditonton oleh 1,2 juta penonton berbahasa Rusia. Menurut Esports Charts, angka ini hampir dua kali lipat dari jumlah penonton berbahasa Rusia pada The International 2019, yang mencapai 670 ribu orang.

1. League of Legends World Championship 2021

Dengan peak viewers sebanyak 3,54 juta orang, League of Legends World Championship jadi kompetisi esports terpopuler pada Oktober 2021. Bulan lalu, pertandingan yang paling banyak ditonton adalah pertandingan antara T1 dan DAMWON KIA Gaming (DWG KIA), yang terjadi pada hari pertama dari babak semi-final. Hal ini tidak aneh, mengingat kedua tim asal Korea Selatan itu merupakan finalis dari Worlds tahun lalu.

Tim terpopuler di Worlds 2021. | Sumber: Esports Charts

Dari segi average viewers, DWG KIA dan T1 juga merupakan dua tim terpopuler di Worlds 2021. Jumlah penonton rata-rata DWG KIA mencapai 2,16 juta orang dan T1 1,94 juta orang. Namun, dari segi hours watched, posisi dua tim terpopuler diisi oleh DWG KIA dan Edward Gaming (EDG) dari Tiongkok. DWG KIA mendaaptkan total hours watched sebanyak 42,5 juta jam sementara EDG 37,68 juta jam.

Worlds 2021 disiarkan di 8 platform dalam 17 bahasa. Siaran dalam bahasa Inggris menjadi siaran paling populer, diikuti oleh siaran dalam bahasa Korea, dan Spanyol. Sementara itu, Twitch dan YouTube merupakan dua platform favorit untuk menonton Worlds 2021. Di Twitch, Worlds 2021 disiarkan di 20 channel dan berhasil mendapatkan 122,4 juta views serta 956,8 ribu follows. Sementara di YouTube, Worlds 2021 berhasil mendapatkan 94,89 juta views dan 1,16 juta likes.

Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

Laporan Keuangan Astralis Tampilkan Harga Transfer Dev1ce ke Ninjas in Pyjamas

Tim esports asal Denmark, Astralis baru saja membuka laporan keuangannya untuk periode 1 Januari hingga 30 Juni 2021. Satu hal menarik yang terlihat adalah harga transfer yang diterima Astralis dari NiP untuk pemainnya yaitu Nicolai “dev1ce” Reedtz.

Laporan keuangan tim Astralis ini muncul karena kondisinya sebagai tim esports pertama yang memutuskan untuk membuka Penawaran Saham Perdana atau Initial Public Offering (IPO) pada bulan Desember 2019 silam.

Saham dari Astralis Group sendiri dibuka secara perdana di Nasdaq First North Growth Market pada bursa saham Denmark, menjual 16.759.777 lembar saham dengan harga 8,95 Krone (sekitar Rp18.500) per lembar.

Laporan Finansial Astralis Buka Nilai Transfer Dev1ce

Sumber: NiP

Astralis baru merilis laporan keuangan semester pertamanya pada tahun 2021. Dengan kondisi tim yang sudah memiliki status IPO, tentu Astralis harus terbuka dengan kondisi keuangan timnya.

Pada awal semester tahun 2021, Astralis membukukan pendapatan sekitar 39,2 juta Krone atau sekitar US$6.247.049. Peningkatan yang sangat drastis senilai 92% (YoY) sukses dibukukan tim berlogo bintang merah tersebut.

Dengan laporan positif tim esports-nya, persepsi publik akan menilai bahwa saham yang ditawarkan Astralis memiliki masa depan menjanjikan. Namun ada satu hal yang dilihat oleh banyak orang yaitu nilai penjualan dev1ce ke Ninjas in Pyjamas.

Bintang CS:GO asal Denmark, dev1ce dibanderol dengan harga 4,5 juta Krone atau sekitar Rp10,2 miliar. Memang pada bulan April 2021 silam dev1ce resmi berpisah dengan Astralis.

Dev1ce merupakan bintang sekaligus pemain berbakat di CS:GO. Tidak heran bila Astralis membanderol harga tinggi untuk pemain tersebut, apalagi dijual ke salah satu rivalnya, Ninjas in Pyjamas.

Namun secara kondisi keuangan, Astralis memiliki beberapa pemasukan menarik selain nilai transfer dev1ce. Yap, kosmetik atau item in-game di beberapa judul game seperti CS:GO juga menyumbang pendapatan tim.

Sumber: Astralis

Dilansir dari laporan keuangan Astralis, tim tersebut mendapatkan 6,5 juta Krone atau sekitar Rp14,7 miliar untuk penjualan stiker tim, aksesoris in-game, dan lain sebagainya.

Pendapatan mereka memang didominasi dari CS:GO, mengingat memang prestasi Astralis paling memukau datang dari game ini. Selain CS:GO, sebenarnya Astralis memiliki divisi lain yaitu League of Legends dan FIFA.

T1 Kerja Sama dengan Razer, DAMWON KIA Menangkan LCK Summer 2021

Minggu lalu, DAMWON KIA berhasil membawa pulang trofi League of Legends Champions Korea (LCK) Summer 2021. Dengan ini, mereka berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut. Sementara itu, T1 baru saja mengumumkan kerja sama dengan Razer. Dan ESIC memutuskan untuk menjatuhkan hukuman ban dua tahun pada Nicolai “HUNDEN” Petersen, pelatih CS:GO asal Jerman.

T1 Jalin Kerja Sama dengan Razer

Organisasi esports asal Korea Selatan, T1 Entertainment & Sports, baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan perusahaan aksesori PC, Razer. Sebagai bagian dari kerja sama ini, pemain League of Legends T1, Lee “Faker” Sang-hyeok akan mendesain dan membuat serangkaian produk eksklusif untuk Razer. Selain itu, T1 dan Razer akan berkolaborasi untuk mengadakan giveaways pada para fans, membuka kesempatan bagi para penggemar untuk memenangkan berbagai produk baru dari Razer. Selain itu, Razer juga menyediakan produk mereka untuk para murid dari akademi esports T1.

Faker bakal kerja sama dengan Razer untuk buat mouse eksklusif. | Sumber: Esports Insider

“Saya sangat senang karena T1 dan Faker bisa bekerja sama dengan Razer untuk membuat mouse bermerek Faker pertama. Sekarang adalah waktu yang sangat menarik bagi kami dan kami tidak sabar untuk membuat produk spesial bagi para gamers di seluruh dunia bersama Razer,” kata CEO TI, Joe Marsh, seperti dikutip dari Esports Insider.

Guild Milik David Beckham Masih Tertarik dengan CS:GO

Sejak didirikan pada Juni 2020, Guild Esports, organisasi esports asal Inggris yang juga dimiliki oleh mantan bintang pemain sepak bola, David Beckham, telah membuat tim di VALORANT, Fortnite, FIFA, dan Rocket League. Namun, mereka tidak pernah membuat tim Counter-Strike: Global Offensive. Padahal, mereka telah menjalin kerja sama dengan Duncan “Thorin” Shields pada November 2020. Melalui kerja sama ini, Guild berharap bahwa Thorin bisa memberikan saran tentang cara membuat tim CS:GO.

Dalam wawancara dengan Dexerto, CEO Kal Hourd mengungkapkan bahwa salah satu alasan mengapa mereka belum membuat tim CS:GO adalah karena mereka telah menjadi perusahaan terbuka. Jadi, mereka harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Memang, Guild adalah organisasi esports pertama yang masuk ke London Stock Exchange.

“Kami pernah mengungkap ketertarikan kami untuk ikut serta di skena CS:GO. Dan minat itu masih ada. Namun, ada banyak perubahan di ekosistem CS:GO sekarang dan perhatian kami teralihkan ke game lain,” kata Hourd, seperti dikutip dari Dot Esports. Kemungkinan, perubahan yang dimaksud oleh Hourd adalah format pertandingan CS:GO. Sekarang, kebanyakan turnamen CS:GO diadakan secara online dari Eropa dan bukannya diselenggarakan secara offline di hadapan para penonton.

“Kami menjanjikan pemegang saham kami bahwa kami akan membuat keputusan cerdas dan kami tidak akan membuat tim untuk game yang tidak menguntungkan,” ujar Hourd. “Sejauh ini, ada beberapa game yang menarik minat kami dan CS:GO tetap masuk dalam pertimbangan kami.”

Kalahkan T1 di Final, DWG KIA Bawa Pulang Trofi LCK Summer 2021

DAMWON KIA berhasil membawa pulang trofi League of Legends Champions Korea (LCK) Summer Final setelah mengalahkan T1 dengan skor 3-1. Dengan ini, DWG KIA berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut. Sebelum ini, mereka memenangkan LCK Summer tahun lalu dan LCK Spring Finals 2021. Tak hanya itu, mereka juga memenangkan League of Legends World Championship 2020. Selain DWG KIA, hanya ada satu organisasi esports lain yang berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut, yaitu T1.

Kemenangan DWG KIA tidak hanya menjadi pencapaian bagi tim, tapi juga bagi kepala pelatih DWG KIA, Kim “kkOma” Jeong-gyun. Kemenangan kali ini merupakan gelar LCK ke-10 Kim. Dengan ini, dia berhasil mengalahkan midlaner T1, Lee “Faker” Sang-hyeok untuk mendapatkan pencapaian tersebut. Sebelum menjadi pelatih untuk DWG KIA, Kim juga pernah menjadi pelatih dari T1 pada era 2010-an, seperti yang disebutkan oleh Dot Esports.

ESIC Jatuhkan Hukuman Ban 2 Tahun Pada Pelatih Heroic, HUNDEN

Esports Integrity Commission (ESIC) baru saja memberikan hukuman pada pelatih Counter-Strike: Global Offensive asal Denmark, Nicolai “HUNDEN” Petersen. Hukuman yang mereka jatuhkan adalah ban selama dua tahun, dimulai pada 25 Agustus 2021 sampai 24 Agustus 2023. Alasan Petersen dihukum adalah karena dia dianggap telah berbuat curang ketika dia masih bersama tim HEROIC. Dia dituduh memberitahu strategi yang akan digunakan oleh HEROIC pada tim musuh ketika mereka bertanding di Intel Extreme Masters Cologne 2021. Dia membocorkan informasi tersebut melalui Google Drive.

Nicolai “HUNDEN” Petersen. | Sumber: Win.gg

Sebelum menjatuhkan hukuman pada Petersen, ESIC telah melakukan penyelidikan mendalam untuk mengumpulkan bukti. Salah satu bentuk penyelidikan yang ESIC lakukan adalah berdiskusi dengan manajemen tim musuh. Selain itu, mereka juga mengamati konten Google Drive yang dibagikan oleh Petersen. Berdasarkan penyelidikan ESIC, mereka menemukan bahwa strategi yang dibocorkan oleh Petersen tidak diakses oleh tim musuh. Hal itu berarti, integritas IEM Cologne 2021 tetap terjaga. Selain itu, ESIC juga menemukan bahwa Petersen berencana untuk pindah ke tim lawan.

Sementara itu, Petersen mengklaim bahwa ESIC tidak mau mendengarkan pembelaannya sebelum menutup investigasi pada 27 Agustus 2021. Dia juga menuduh bahwa satu-satunya hal yang ESIC lakukan adalah mengancamnya: jika dia berusaha untuk mengajukan banding, maka dia akan mendapatkan hukuman berupa ban selama lima tahun. ESIC membantah tuduhan ini, lapor Esports Insider.

Sumber header: Korea Herald

Turnamen Esports Terpopuler Pada Juli 2021

Pada bulan Juli 2021, ada berbagai kompetisi esports yang digelar. Mulai dari turnamen yang hanya diselenggarakan selama beberapa hari sampai liga yang berlangsung selama beberapa bulan. Karena itu, daftar turnamen esports terpopuler untuk Juli 2021 pun berisi kompetisi bermacam-macam game, termasuk PUBG Mobile, Counter-Strike: Global Offensive, League of Legends, Free Fire, dan Arena of Valor. Berikut lima turnamen esports terpopuler pada Juli 2021 menurut data dari Esports Charts.

5. Arena of Valor World Cup 2021

Arena of Valor World Cup 2021 dimulai pada 19 Juli 2021 dan berakhir pada 18 Juli 2021. Pada puncaknya, jumlah penonton dari turnamen ini mencapai 550 ribu orang, yaitu ketika MAD Team bertemu dengan Team Flash pada 21 Juni 2021. Sementara pada bulan Juli, grand final yang mempertemukan Talon Esports dengan The Most Outstanding Players (MOP) menjadi pertandingan paling populer. Ketika itu, jumlah peak viewers mencapai 521 ribu orang.

Secara keseluruhan AOV World Cup 2021 disiarkan selama 123 jam dan mendapatkan 18,9 juta jam hours watched. Sementara jumlah penonton rata-rata dari turnamen ini mencapai 154 ribu orang. Di YouTube, turnamen tersebut berhasil mendapatkan 67,7 juta views dan 477,7 ribu likes.

Lima tim dan pertandingan terpopuler selama AOV World Cup 2021. | Sumber: Esports Charts

AOV World Cup 2021 disiarkan dalam beberapa bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, Spanyol, Mandarin, Thailand, dan Vietnam. Siaran dalam bahasa Vietnam menjadi yang terpopuler pada Juni, dengan peak viewers mencapai 412,8 ribu orang. Sementara di bulan Juli, siaran dengan bahasa Thailand justru menjadi siaran terpopuler, dengan jumlah peak viewers mencapai 219,8 ribu orang. Hal ini tidak aneh, mengingat Talon — yang keluar sebagai juara — berisi pemain asal Thailand.

Meskipun begitu, dari segi hours watched, tim yang paling populer adalah MAD, dengan total hours watched mencapai 5,04 juta jam. Posisi kedua dipegang oleh Saigon Phantom dari Vietnam, yang mendapatkan total hours watched sebanyak 4,66 juta jam. Namun, dari segi peak viewers, Team Flash asal Vietnam yang menjadi tim terpopuler dengan peak viewers sebanyak 247,1 ribu orang. Dan Buriram United Esports (BUE) asal Thailand ada di posisi kedua dengan 191,32 ribu peak viewers.

4. Liga Brasileira de Free Fire 2021 Series A Stage 2

Liga Brasileira de Free Fire (LBFF) 2021 Series A Stage 2 menjadi turnamen esports terpopuler ke-4 pada Juli 2021. Turnamen itu berhasil mendapatkan 11,2 juta jam hours watched dan 168 ribu average viewers. Pada puncaknya, turnamen Free Fire tersebut ditonton oleh sebanyak 598,9 ribu orang. Ronde paling populer dari LBFF 2021 Series A Stage 2 adalah Ronde 3 pada babak final. Empat ronde terpopuler lainnya juga merupakan bagian dari babak final, yaitu Ronde 2, Ronde 4, Ronde 5, dan Ronde 6.

Lima ronde terpopuler dari LBFF 2021 Series A Stage 2. | Sumber: Esports Charts

LBFF 2021 Series A Stage 2 mendapatkan 38,7 juta views di YouTube dan 2,9 juta likes. Mengingat turnamen ini memang dikhususkan untuk kawasan Brasil, tidak heran jika siaran dalam bahasa Portugis menjadi siaran terpopuler. Peak viewers dari siaran berbahasa Portugis mencapai 598,8 ribu orang. Pada akhirnya, LBFF 2021 Series A Stage 2 dimenangkan oleh Keyd, yang membawa pulang US$59 ribu. Sementara posisi ke-2 ditempati oleh Corinthians dan posisi ke-3 diisi oleh Fluxo. Namun, gelar MVP dan Brabo da Galera (pemain terpopuler berdasarkan pemungutan suara fans), jatuh pada Gabriel “Syaz” Vasconcelos dari tim Fluxo.

3. LCK 2021 Summer

League of Legends Champions Korea (LCK) Summer 2021 juga masuk dalam daftar turnamen esports paling populer pada Juni 2021. Ketika itu, liga itu ada di peringkat dua. Namun, pada bulan ini, mereka turun satu peringkat ke peringkat tiga. Pada Juli 2021, peak viewers dari LCK Summer 2021 adalah 559,7 ribu orang. Angka ini lebih rendah dari peak viewers pada Juni 2021, yang mencapai 720,3 ribu orang. Menariknya, pertandingan paling populer pada bulan Juli tetaplah pertandingan antara T1 dan DAMWON Kia, sama seperti pada Juni 2021.

Tim dan pertandingan terpopuler di LCK Summer 2021. | Sumber: Esports Charts

T1 dan DAMWON juga merupakan dua tim terpopuler di LCK Summer 2021. Secara total, T1 mendapatkan 13 juta jam hours watched dan 299,3 ribu peak viewers. Sementara DAMON memiliki 234,2 ribu peak viewers dan 9,43 juta jam hours watched. Menariknya, saat ini, kedua tim itu bukanlah tim terkuat di LCK Summer 2021. Dengan 9 kemenangan dan 6 kekalahan, DAMWON ada di peringkat 4 sementara T1 ada di peringkat 5.

LCK Summer 2021 disiarkan di 11 channels Twitch dan mendapatkan 41,8 juta views serta 144,7 ribu follows. Sementara di YouTube, liga esports tersebut berhasil mendapatkan 13,1 juta views dan 132 ribu likes. LCK Summer 2021 disiarkan dalam delapan bahasa. Tiga bahasa terpopuler adalah Korea, dengan peak viewers sebanyak 405 ribu orang, diikuti oleh Inggris dengan peak viewers sebanyak 163,9 ribu orang, dan Vietnam, dengan peak viewers sebanyak 127,3 ribu orang.

2. IEM Cologne 2021

Dengan total hours watched sebesar 22,1 juta jam, Intel Extrem Masters (IEM) Cologne 2021 berhasil menjadi turnamen esports terpopuler ke-2 pada Juli 2021. Pada puncaknya, ada 843 ribu orang yang menonton turnamen tersebut. Hal ini terjadi pada babak grand final, yang mempertemukan G2 dengan Natus Vincere (NaVi). Kedua tim tersebut juga merupakan dua tim yang paling populer di IEM Cologne 2021, baik dari segi hours watched maupun jumlah penonton rata-rata. Total hours watched dari NaVi mencapai 6,34 juta jam, dengna jumlah penonton rata-rata sebanyak 333,9 ribu orang. Sementara G2 mendapatkan total hours watched sebanyak 5,64 juta jam dan average viewers sebanyak 300,64 ribu orang.

Tim-tim dan pertandingan paling populer selama IEM Cologne 2021. | Sumber: Esports Charts

Di YouTube, IEM Cologne 2021 mendapatkan 1,5 juta views dengan 38 ribu likes. Sementara di Twitch, turnamen yang disiarkan di 21 channels itu berhasil mendapatkan 46,9 juta views dan 436,6 ribu follows. Sepanjang turnamen, jumlah penonton rata-rata dari IEM Cologne 2021 mencapai 235 ribu orang. Sementara total waktu siaran dari turnamen itu mencapai 94 jam.

IEM Cologne 2021 disiarkan dalam beberapa belasan bahasa. Siaran dalam bahasa Inggris menjadi siaran terpopuler dengan peak viewers sebanyak 351 ribu orang. Sementara itu, bahasa terpopuler kedua adalah Rusia (263 ribu peak viewers), diikuti oleh siaran dalam bahasa Portugis (118,6 ribu peak viewers).

1. PUBG Mobile World Invitational 2021

PUBG Mobile World Invitational 2021 berhasil menjadi turnamen esports paling populer pada Juli 2021 dengan total hours watched sebanyak 13,5 juta jam. Pada puncaknya, kompetisi itu ditonton oleh 1 juta orang. Sementara jumlah penonton rata-rata sepanjang turnamen mencapai 399,5 ribu orang. Ronde 2 pada hari pertama menjadi ronde paling populer. Saat itu, jumlah peak viewers mencapai 1.04 juta orang.

Siaran dari PUBG Mobile World Invitational 2021 ditayangkan dalam lebih dari 20 bahasa. Siaran dalam bahasa Indonesia menjadi siaran terpopuler. Pada puncaknya, ada 564,8 ribu orang yang menonton siaran berbahasa Indonesia. Bahasa Inggris menjadi bahasa terpopuler ke-2, dengan peak viewers sebanyak 399,6 ribu orang dan bahasa Malaysia ada di posisi ke-3 dengan peak viewers sebanyak 81,9 ribu orang.

Lima ronde paling ramai dari PUBG Mobile World Invitational 2021. | Sumber: Esports Charts

PUBG Mobile World Invitational 2021 disiarkan di 29 channels Twitch dan mendapatkan 3,7 juta views serta 8,7 ribu follows. Sementara di YouTube, kompetisi yang disiarkan selama 34 jam itu berhasil mendapatkan 17,1 juta views dan 569,1 ribu views. Selain Twitch dan YouTube, kompetisi PUBG Mobile ini juga disiarkan di Nimo TV, Facebook, TikTok, Trovo, serta VK Live. Dari semua platform tersebut, Nimo TV menjadi platform paling populer dengan peak viewers sebanyak 649,2 ribu orang. YouTube ada di posisi kedua dengan peak viewers sebanyak 286,9 ribu orang, diikuti oleh Facebook dengan peak viewers sebanyak 133,3 ribu orang.

*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

Pros and Cons of the Absolute Power of Game Publishers in the World of Esports

In the esports world, game publishers are the absolute power holder who can determine every aspect of the game’s ecosystem. They are essentially the kings of the esports kingdom. Of course, there are pros and cons that comes with this system. On the one hand, publishers can give much-needed resources to grow and develop an esports ecosystem. On the other hand, publishers can also single-handedly shut down the whole esports ecosystem if deemed unprofitable. Let’s explore each these advantages and disadvantages in greater depth. 

Advantage #1: No Power Scramble

In Indonesia, four major associations oversee the country’s esports scene, namely the Indonesia Esports Association (IESPA), the Indonesian Video Game Association (Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia or AVGI), the Indonesian Esports Federation (Federasi Esports Indonesia or FEI), and the Indonesian Esports Executive Board (Pengurus Besar Esports Indonesia or PBESI). Each association has its own affiliation. For example, IESPA has been a member of the International Esports Federation since 2013 and has been a member of the Indonesian Olympic Committee (Komite Olimpiade Indonesia or KOI) since 2018. In addition, it is also affiliated with the Indonesian Community Recreational Sports Federation (Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia or FORMI). On the other hand, PBESI has a close relationship with the Indonesian National Sports Committee (Komite Nasional Olahraga Indonesia or KONI).

In August 2020, KONI recognized esports as a legitimate sport, no longer considered as merely a recreational sport. On the other hand, PBESI’s position is on par with the Football Association of Indonesia (PSSI) or the Badminton Association of Indonesia (PBSI). According to One Esports, however, PBESI is the association with the highest authority or power in promoting esports. All of this information suggests that IESPA’s power or influence in the esports realm is not very widespread. However, IESPA used to be involved in encouraging esports athletes to compete in global competitions and is even responsible for selecting esports athletes at the 2019 SEA Games.

We are proud to announce the Indonesian Esports national team contingent squad for the 2019 SEA Games. Further finalization processes will be carried out by the Indonesian Olympic Committee and @KEMENPORA_RI. Please support us so that Indonesia can win as much gold medals as possible! pic.twitter.com/OZ3apKDZgV

— Indonesia Esports Association (@iespaorg) September 2, 2019

Ideally, these esports associations in Indonesia can work hand in hand to develop the esports ecosystem in the country. Boxing, for example, has four associations that can coexist in overseeing and developing the sport. However, the coexistence of multiple associations does present the possibility of conflict and the overlapping of responsibilities.

Instead, if one single organization controls the whole sport, these power struggle conflict can be prevented entirely. Publishers can ensure that all parties involved in the esports ecosystem (players, teams, tournament organizers) will comply with the rules they set. As a result, the development of the esports ecosystem will become a much more cohesive and stable process.

Let’s compare the absolute power of publishers in the esports scene with a dictatorial government system. People have always said that a democratic system is far better than an autocratic one. However, in a democracy, the government leadership or power will always change once every few years. In Indonesia, for example, a person can serve as president for a maximum of ten years (or two terms). 

Unfortunately, different leaders will have different visions, goals, virtues, and implementation of policies. Erratic changes can occur especially if the new leader comes from the opposing party, which happened in DKI Jakarta a few years ago. When Anies Baswedan and Sandiaga Uno won the DKI Jakarta Regional Head Election in 2017, they immediately modified several policies that were put in place by the previous governors.

PBESI Inauguration. | Source: Hybrid.co.id

Of course, in the context of a country or state, a change in leadership may have a positive impact in the long term. However, in the esports scene, continuity is a very important commodity. For example, let’s say that the majority of the power in the esports scene was in the hands of association A. The association felt that the regeneration of esports players is of utmost importance and subsequently hosted several competitions at the high school and college level. However, the very next year, the power shifted to association B, which considers amateur-level tournaments unnecessary. Association B proceeds to disband all competitions at the student level held by association A in the previous year. You can see how changes of power or influence can cause instability and conflict in the esports ecosystem

On the flip side, countries under dictatorship solely depend on the goals and policies that the dictator implements. Similarly, when the publisher holds absolute power, the success or failure of the esports scene will depend entirely on the publisher’s actions. Fortunately, most game publishers do want their esports ecosystem to thrive since it highly impacts their finances and revenue.

Advantage #2: Publishers will try their best to maintain and cultivate their esports ecosystem

Valve earned approximately $130.8 million USD from the sales of The International 9 Battle Pass. 25% of the total Battle Pass sales — approximately US$32.7 million — went directly to TI9’s prize pool, enabling it to accumulate a whopping $34.3 million USD. Valve, interestingly, only prepared $1.6 million USD for the starting price and pocketed $98.1 million USD from the 75% of remaining sales of the Battle Pass. Dota 2 is a relatively old game, launched in July 2013, which is also free to play. However, due to the massive success of its esports scene, Dota 2 is arguably the most profitable money-making machine for Valve. Looking at Valve’s success from Dota 2, it begs the question: why do some game publishers not opt to maintain or grow their esports scene?

Of course, The International might be an extreme case that is not easily replicable for most publishers out there. However, publishers do have other options for monetizing the esports scene than just using the prize pool. For example, Riot Games creates special and limited skins based on the team that won the League of Legends World Championship. Riot also implemented the franchise league model to generate extra revenue from esports. A franchise league model allows teams to participate in the league if they pay a certain amount of money. Currently, Riot has implemented the model in three different LoL leagues, namely the North American League (LEC), European League (LEC), and South Korean League (LCK). In Indonesia, one of the publishers that adopt the franchise league monetization model is Moonton through Mobile Legends Professional League (MPL).

PBE previews, @DWGKIA for the win!

🏆DWG Nidalee
🏆DWG Kennen
🏆DWG Twisted Fate
🏆DWG Jhin
🏆DWG Leona pic.twitter.com/lk2YxQrWYI

— League of Legends (@LeagueOfLegends) April 13, 2021

Esports can also be used as a marketing tool to maintain the player base and extend the life span of a game. Ubisoft is an example of a successful publisher that uses esports as a means of marketing. In 2016, a year after launching Rainbow Six: Siege, the game only has around 10 million active players. Jumping to 2020, however, that number skyrocketed to 55 million players. This trend usually does not occur in the gaming industry, as games often lose players a few years after their release. However, Ubisoft uses R6’s esports scene to keep the game relevant and maintain the loyalty of its fans.

As we can observe, the esports scene can highly impact the success and relevancy of a game throughout its life span, which is why most game publishers will try their best to develop their esports ecosystem. For example, Dota 2 and Counter-Strike: Global Offensive were used to have a very big scene in Indonesia. However, since both of these franchises’ esports were not properly cultivated in the country, Dota 2 and CS eventually died out in the region. Very few esports organizations in Indonesia still have teams competing in these two games, and the player base in the country is also shrinking rapidly.

ClutchGuild that qualified for AOV World Cup 2018. | Source: Mineski

Similar to Dota 2 and CS, Arena of Valor is also losing its prestige in the local esports ecosystem. However, the AOV esports scene is still very much alive and much more thriving than the two previous games. AOV’s major tournament, Arena of Valor Premier League, is still being held today, with prize pools reaching $350 thousand USD. As you may have already expected, Tencent and Garena were directly involved in hosting these tournaments. Therefore, although some esports ecosystems can survive without publisher support (like what we see locally with Dota 2), the game publisher’s support will extensively affect the degree of success of an esports scene.

Advantage #3: Fixed Set of Rules

In most esports, both tournament organizers and game publishers usually determine the rules in their esport scenes. However, publishers do have a stronger influence to enforce the rules they set since they obviously have direct access to the game. For example, if an esports player cheats in an official PUBG Mobile competition, Tencent can directly ban the player ID from the game. On the other hand, if a player was caught cheating in a third-party tournament, then he/she might only be banned from participating in the tournament. 

We can also take an example from Pro Evolution Soccer, one of the large esports ecosystems in Indonesia without publisher support. The PES esports scene can grow due to the efforts of Liga1PES and also the Indonesia Football e-League (IFeL). Of course, these 2 leagues have implemented their own set of rules. However, Liga1PES will not be able to interfere in the regulations made by IFeL and vice versa, potentially causing several inconsistencies or interference. 

Head of Indonesia Football e-League, Putra Sutopo. | Source:  IFeL Official Documentation

Indeed, there is a possibility of abusing the absolute power that publishers have. However, referring back to the second point/advantage, publishers will most likely use their influence for the good of the esports ecosystems as it directly impacts their finances. 

Disadvantage #1: Abrupt Shutdowns of the Esports Ecosystem

Although esports can generate a lot of revenue for publishers, creating and maintaining a profitable esports ecosystem is not an easy task. More often than not, publishers have to invest a substantial amount of budget and time to develop the esports scene of their games. As a result, when esports is no longer deemed profitable for the company, it can decide to pull out their investments and shut down the ecosystem overnight. Blizzard Entertainment is an infamous publisher that has done this in the past.

In 2015, Blizzard released Heroes of the Storm as their MOBA franchise. In the same year, Blizzard collaborated with a university-level esports organization, Tespa, to hold a HoTS competition called Heroes of the Dorm. Blizzard provides a prize pool of $25,000 USD in scholarships for the winning team. One year later, in 2016, Blizzard held a top-tier HoTS competition for professionals called Heroes of the Storm Global Championship (HGC). It went all-in on the tournament, making it global, and invested a lot of capital into it. The HoTS esports scene was a massive hit, gathering a number of well-known esports organizations, such as Gen.G from South Korea and Fnatic from England.

Unfortunately, in December 2018, Blizzard decided to stop supporting the HoTS esports scene, considering it to be unprofitable. Blizzard did not inform this move far ahead of time, causing many HoTS professional coaches and players to abruptly lose their jobs. Esports organizations that recently created HoTS teams also suffer sizable losses. Luckily, many loyal HoTS fans continued to push and support the HoTS esports scene, although most tournaments are conducted at a much smaller scale.

Blizzard’s decision to unilaterally shut down HoTS’ esports is one of the negative impacts that may arise when publishers hold absolute power in the esports world. South Korean politicians even reacted to Blizzard’s action and subsequently made regulations to prevent this type of event. In May 2021, Korean Democratic Party congressman Dong-su Yoo proposed a regulation called the Heroes of the Storm Law which ensures that no tournament organizers or game publishers can abruptly cancel or shut down tournaments before properly informing related parties. According to a Naver Sports report, through the HoTS Law, Yoo hopes that game publishers will notify teams and players far ahead of time before executing an event cancellation.

“In esports, if the game publisher is no longer willing to support the competition, the rights of many other parties who are involved in the competitions, including esports organizations, players, casters, viewers, and others would seriously be affected by these kinds of unilateral decisions,” Yoo said, as quoted from The Esports Observer. He pointed out that most esports players are in their early 20s, a vital period of determining a person’s career. Instability or a sudden shut down of an esports ecosystem can have massive consequences. “Laws must be in place to protect them from unilateral damage,” he said.

Disadvantage #2: Publishers who have no interest in Esports

Nintendo, as an example, shows absolutely no interest in building an esports ecosystem out of Super Smash Bros. Contrary to our expections, however, the Super Smash Bros esports scene is actually quite developed. The game is included in EVO, a collection of the most prestigious fighting games competition, and an annual tournament called Smash Summit is also held since 2015. Despite the collective success that has been forged by the community, Nintendo still turns a blind eye towards Super Smash Bros’ esports scene.

Nintendo does provide some form of logistical support to the Smash community once in a while, but it rarely contribute to any sort of financial assistance. As a result, Super Smash Bros tournaments don’t have the large prize pools that we often see in other esports scenes. As a comparison, Smash Summit 5, which currently has the largest prize pool in all of Smash’s esports, only offered a prize of $83.7 thousand USD. On the other hand, MPL, which is only primarily broadcasted in Indonesia, has a prize pool of $150 thousand USD. Furthermore, Riot contributed $2.25 million USD for the League of Legends World Championship prize.

Nintendo’s philosophy towards Smash’s esports scene has generated a lot of backlash from professional Smash players. Eventually, in 2020, Nintendo’s President, Shuntaro Furukawa, was prompted to clarify the reasons behind Nintendo’s decision to not support the Super Smash Bros esports ecosystem. He explained that Nintendo wanted the game to be enjoyed by both casual and also hardcore players. Nintendo didn’t want to accentuate the differences in skills between the two groups. Indeed, most people do consider Super Smash Bros to be a much more casual fighting game played for fun and entertainment.

“Esports, in which players compete on stage for prize money as an audience watches, demonstrates one of the wonderful charms of video games,” Furukawa told Nikkei, as translated by Kotaku. “We are not necessarily opposing the idea of esports. However, we also want our games to be widely enjoyed by anyone regardless of experience, gender, or age. We want to be able to participate in a wide range of different events, instead of merely competing for prize money. Our strength, what differentiates us from other companies, is this different viewpoint.

Disadvantage #3: Declining Legitimacy of Third Party Tournaments

Let’s go back to Dota 2 for a moment. You probably have realized by now that The International is essentially the World Cup for Dota 2 players. Winning a TI is the pinnacle of all Dota 2 pros due to the sheer scale in prize pool money. 

For Valve, the massive hype for TI is definitely beneficial for the company. For third-party tournament organizers, however, not so much. Obviously, third-party tournaments are incredibly insignificant compared to TI. You can probably win all non-TI tournaments in a year and still can’t get close to TI’s winning prize or prestige. Thus, some teams or players might be discouraged to participate in these smaller-scale tournaments. Subsequently, the tournament organizers might have a more difficult time getting views from audiences.

Furthermore, small-scale tournaments created by third-party organizers usually find it difficult to compete with official tournaments from publishers in terms of prestige. When you watch The International or PUBG Mobile Global Championship, you know that the teams competing in those tournaments are some of the best teams in the world. The teams in these high-tier tournaments need to go through a “preliminary round” at the national or regional level, filtering all the less competent teams. You can also observe which teams can compete at the national, regional, and global levels.

Astralis and Team Liquid, winners of Intel Grand Slam Season 1 and 2. | Source: Dexerto

Of course, not all third-party TOs are willing to spend substantial investments to create this “filtration” process or a tiered esports competition. One exception is Intel, a non-publisher company that held the Intel Grand Slam with help from ESL Gaming. Intel Grand Slam offers a $1 million USD prize for a CS:GO team that wins 4 S-Tier tournaments in a window of 10 consecutive esport events.

The existence of the Intel Grand Slam does prove, to a certain extent, that third-party organizations can create high-tier and competitive tournaments. But, of course, not many companies are willing to invest as much as Intel. Intel has an adequate budget and is also considered an endemic brand in esports. As an illustration, in 2020, Intel’s revenue reached $ 77.87 billion USD. On the other hand, NVIDIA’s revenue in the 2021 fiscal year was only $16.68 billion USD, while Sony’s is $10.7 billion USD, and Lenovo Group only accumulated $50.7 billion USD.

Conclusion

There is a saying that goes: Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. A person or entity who has complete control is very likely to make selfish decisions that will benefit themself. In the world of esports, publishers –  who always have absolute control – also have the potential to act arbitrarily, evident from Blizzard’s decision to unilaterally shutting down the Heroes of the Storm esports ecosystem.

Of course, not all companies will follow in Blizzard’s footsteps. Most publishers out there do consider esports as a marketing tool to attract new audiences, maintain the loyalty of fans, and subsequently generate revenue. However, establishing a healthy esports ecosystem is can be difficult, and will need the collective support of professional teams, players, and tournament organizers. Therefore, while publishers have all the power to make all the decisions, they must also take the necessary steps to benefit all parties if they were to create a profitable esports scene. 

Translated by: Ananto Joyoadikusumo.