Lewat Media Sosial dan Situs Web, Kanva Tingkatkan Peluang Pangsa Pasar Produk Dekorasi Rumah

Mengusung konsep direct to consumer (DTC), platform yang menyediakan keperluan dekorasi rumah Kanva didirikan oleh Andi Kurniaty (Nuny) tahun 2015. Selain konsep DTC, Kanva juga memiliki beberapa proyek khusus dengan beberapa korporasi (B2B).

“Seluruh produk Kanva is proudly made in Indonesia dengan pengrajin kita dari beberapa pelosok Indonesia. Tujuannya adalah bagaimana menghadirkan kualitas produk lokal bisa bersaing,” kata Nuny.

Saat ini Kanva telah memiliki sekitar 6 pengrajin yang tersebar di beberapa tempat seperti Jakarta, Cianjur, Jepara, dan Solo. Produk awal Kanva sendiri adalah produk custom wall decor/canvas print dengan sistem pre-order.

“Semua berawal dari media sosial sampai akhirnya bisa memiliki situs web sendiri,”kata Nuny.

Untuk memudahkan transaksi, sejumlah opsi pembayaran sudah disediakan meliputi via bank transfer, kartu kredit, dan payment gateway Midtrans.

Bermarkas di Jakarta, saat ini pelanggan yang dilayani bukan hanya datang dari Jawa, Kanva juga telah menerima beberapa pesanan dari Bangka Belitung, Goronalo, hingga Papua. Baru-baru ini produk Kanva juga sudah tersedia di Singapura dan Malaysia, melalui kerja sama dan kolaborasi dengan salah satu e-commerce di negara tersebut.

Masih menjalankan bisnis secara bootstraping, Kanva saat ini terus membuka kolaborasi dengan investor yang memiliki kesamaan visi untuk mendukung bisnisnya.

“Untuk saat ini masih dalam fase bootstraping tetapi ada beberapa investor yang telah menghubungi Kanva. Semoga ke depan, dengan membaiknya perekonomian, Kanva bisa berkembang lebih baik lagi,” kata Nuny.

Startup yang menawarkan consumer product dengan konsep direct to consumer sebelumnya sudah banyak bermunculan. Khususnya mereka yang mulai menerapkan teknologi untuk optimasi bisnis. Mulai dari produk kecantikan Base, SYCA, Amazara dan MENA Indonesia.

Pandemi dorong pertumbuhan usaha

Saat pandemi, Kanva melihat kondisi ini sebagai peluang besar untuk semakin melebarkan sayapnya. Di masa yang dianggap serba sulit ini, pihaknya justru berusaha all out memperbesar pangsa pasar, memperluas rangkaian produk, dan meningkatkan volume penjualan. Work From Home ditranslasikan Kanva menjadi peluang cemerlang. Pasalnya rumah merupakan ‘area bermain’ Kanva.

Menurut Nuny, kembali ke rumah adalah momentum yang harus dielaborasi dengan baik. Perusahaan mengklaim penjualan beberapa produk dekorasi rumah ini justru meningkat pesat. Besaran kenaikannya terhitung signifikan, yaitu mencapai 200% di semester pertama 2020.

“Pada saat awal pandemi, kami sangat khawatir ini akan memberikan impact yang berat kepada kami. Tapi dengan kondisi #dirumahaja ini, ternyata banyak orang yang mulai menata dan menghias rumahnya sehigga menjadikan Kanva sebagai salah destinasi mereka. Kenaikan signifikan untuk sales kami juga terasa, karena dimasa pandemi ini saat orang tidak bisa bertemu, banyak yang saling kirim mengirim gift dalam rangka hari spesial seperti wedding, birthday, dan house warming,” kata Nuny.

Kanva juga mengadakan berbagai webinar melalui platform Instagram Live. Hal ini dilakukan tidak semata-mata untuk menaikkan engagement, tetapi juga menjadi platform informasi bagi para pengikutnya. Di tengah pandemi, Kanva juga menggandeng beberapa bisnis lokal lainnya untuk berkolaborasi baik secara digital, maupun menghasilkan produk kolaborasi.

“Tidak dimungkiri kami pun senang sekali bisa membantu para pelaku bisnis lokal lainnya. Sebagai bisnis lokal yang relatif masih kecil, kita mau mengajak teman-teman lainnya untuk bahu-membahu saling menyelamatkan, setidaknya selama pandemi ini. Ke depannya juga, kami berharap bisa lebih bermanfaat lagi bagi lingkungan, bagi sesama, dan besar harapan kami untuk juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran,” tutup Nuny.

Cerita Tazbiya, Optimalkan Kanal Digital Kembangkan Brand Produk Busana Muslim

Meskipun sempat mengalami penurunan traksi saat awal menyebarnya Covid-19, namun saat ini penjualan produk fesyen baik online maupu offline sudah kembali menunjukkan peningkatan. Termasuk bagi Tazbiya Brands, sempat mengalami kendala saat pandemi, kini kembali menjalankan bisnis secara normal.

Founder Tazbiya Brands Ferdinand Aliwarga bercerita, bisnisnya mengedepankan konsep online to offline (O2O) dan direct to consumer (D2C). Bermula dari toko kecil di kawasan ITC Kuningan.

“Waktu itu kami jual macam-macam produk. Mulai dari gamis, daster, sampai terakhir kami mencoba menjual mukena motif. Ternyata mukena motif banyak peminatnya. Dan setelah riset pasar, ternyata untuk mukena, belum ada brand yang dominan di Indonesia. Jadi kami memutuskan untuk mulai serius je sana, dengan kanal penjualan offline maupun online,” kata Ferdinand.

Seiring berjalannya waktu, kini Tazbiya Brands telah menambah varian brand, seperti Oriana Homewear untuk baju sehari-hari, Baneska Official untuk fast fashion muslimah, Taruni Indonesia untuk batik anak muda, dan masih ada beberapa brand lainnya.

Tazbiya Brands melihat pasar fesyen di Indonesia masih sangat segmented. Akhirnya perusahaan mencoba secara perlahan untuk membuat brand baru. Terutama untuk kategori di pasar yang hingga kini belum terlayani dengan baik.

Ekspansi lewat e-commerce

Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands
Tim dan jajaran manajemen Tazbiya Brands

Untuk setiap brand dalam naungan Tazbiya, target pasar dan kegiatan pemasaran yang dilancarkan juga berbeda. Sehingga tidak semua dipatok rata, tidak semua dioptimalkan lewat e-commerce. Contohnya adalah brand Baneska, yang memiliki target pasar ibu rumah tangga yang belum terbiasa berbelanja melalui layanan e-ecommerce.

“Untuk memudahkan mereka melakukan transaksi, 90% dari pembeliannya adalah transaksi dengan cara COD (cash on delivery) yang dilakukan melalui landing page khusus kemudian diarahkan langsung melalui WhatsApp,” kata Ferdinand.

Selain bisa diakses di website, Tazbiya Brands juga memanfaatkan channel official store di layanan marketplace terkemuka. Mulai dari Shopee, Tokopedia hingga Lazada. Sementara itu untuk produk yang harganya premium, perusahaan menjual produk tersebut melalui website sendiri dan hanya bekerja sama dengan Zalora.

“Rencananya tahun ini kami juga akan meluncurkan 2 brand baru dalam waktu dekat. Yaitu Aneeska yang berfokus kepada Gamis Syar’i, dan Lizari yang berfokus mukena premium,” kata Ferdinand.

Mereka saat ini telah memiliki sekitar satu juta pelanggan. Untuk pengiriman produk yang dibeli secara online, mereka menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan logistik. Sementara untuk pembayaran secara online perusahaan memanfaatkan payment gateway Doku.

Guna mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan juga memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas gudang dan peningkatan kualitas operasional.

“Kami juga mencoba untuk memperluas pasar ke luar Indonesia. Untuk produk mukena kami sudah menjadi seller kategori Shopee Mall di Malaysia dan Singapura,” kata Ferdinand.

IUIGA E-commerce to Arrive in Indonesia, Bags Funding from Konimex Group

The Singapore-based e-commerce platform, selling various personal and household items, IUIGA has officially launched in Indonesia. This expansion is undergone after successfully securing funding from Konimex Group with undisclosed details.

The business model is, they work together with manufacturers of manufacturing designs, then do branding and sell their products online.

The IUIGA team said this concept was implemented in order to produce quality products at affordable prices. “IUIGA works closely with factories to produce quality products which will be labeled with IUIGA goods.”

“IUIGA collaborates with more than 400 ODM (Original Design Manufacturer) factories [..] Unlike Contract Manufacturers, ODM is a factory with the capability and license in product design and development,” IUIGA Indonesia’s Managing Director William Firman explained.

With a focus on the supply of goods from ODM, IUIGA considers not to have a product development team for product design and development are carried out by factories.

“The existence of an integrated technology and information system allows consumers to experience the first online-to-offline experience in Indonesia that prioritizes self-service technology and information transparency, therefore, every consumer can understand the value obtained from every price paid for an IUIGA product,” William added.

Quality and price transparency as leading features

Although Indonesian e-commerce is one of the rapid-growing industries, the competition is quite tight. In response to this, IUIGA comes with some differentiation, such as converting distribution channels to direct-to-consumer.

With the change in distribution channels, IUIGA claims to be able to cut prices for goods. For example, previously on the market, it could reach 8 to 15 times the production price, now it is only 1.6 to 2 times.

“At IUIGA, we allow consumers to know the cost component of each IUIGA product through the transparent pricing feature. The transparent pricing feature contains information on production costs, profits, and traditional retail price comparisons of each IUIGA product,” William explained.

In Indonesia, IUIGA offers 11 product categories, from home living to personal care. Apart from being accessible through the website and mobile application, IUIGA will also open a physical store to enhance the user experience.

“We will deliver from our warehouse in Jakarta. In addition, we have collaborated with several delivery services to reach IUIGA customers throughout Indonesia. Our delivery providers are divided into instant, same day, next day, and regular,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapat Pendanaan dari Konimex Group, Platform E-commerce IUIGA Masuk Indonesia

Platform e-commerce asal Singapura yang menjual berbagai barang pribadi dan perlengkapan rumah IUIGA meresmikan kehadirannya di Indonesia. Ekspansi ini ditempuh setelah berhasil mengamankan pendanaan dari Konimex Group dengan detail yang tidak disebutkan.

Konsep bisnisnya, mereka bekerja sama dengan produsen desain manufaktur, kemudian melakukan branding dan menjualkan produk-produk mereka secara online.

Tim IUIGA menyampaikan konsep bisnis ini diterapkan demi menghasilkan produk berkualitas dengan harga yang terjangkau. “IUIGA bekerja sama dengan pabrik-pabrik untuk menghasilkan produk berkualitas yang kemudian dilabeli dengan barang IUIGA.”

“IUIGA bekerja sama dengan lebih dari 400 pabrik ODM (Original Design Manufacturer) [..] Berbeda dengan Contract Manufacturer, ODM merupakan pabrik yang memiliki kapabilitas dan lisensi dalam desain dan pengembangan produk,” jelas Managing Director IUIGA Indonesia William Firman.

Dengan fokus pada pasokan barang dari ODM, IUIGA merasa tidak perlu memiliki tim product development karena desain dan pengembangan produk dilakukan oleh pabrik.

“Adanya sistem teknologi dan informasi yang terintegrasi membuat konsumen dapat merasakan pengalaman online-to-offline pertama di Indonesia yang mengedepankan teknologi self-services dan transparansi informasi, sehingga setiap konsumen dapat memahami value yang didapatkan dari setiap harga yang dibayarkan untuk sebuah produk IUIGA,” imbuh William.

Kualitas dan transparansi harga menjadi unggulan

Kendatie-commerce di Indonesia menjadi salah satu industri yang berkembang cukup pesat, persaingan di dalamnya pun cukup ketat. Menyadari hal itu IUIGA membawa sejumlah keahlian mereka, seperti mengubah jalur distribusi menjadi direct-to-consumer.

Dengan perubahan jalur distribusi tersebut, IUIGA mengklaim mampu memangkas harga barang. Misalnya, yang semula di pasaran bisa mencapai 8 hingga 15 kali dari harga produksi, kini menjadi 1,6 hingga 2 kali saja.

“Di IUIGA kami memungkinkan konsumen untuk dapat mengetahui komponen biaya dari setiap produk IUIGA melalui fitur transparent pricing. Fitur transparent pricing memuat informasi biaya produksi, profit, dan komparasi harga tradisional ritel dari setiap produk IUIGA”, terang William.

Di Indonesia IUIGA menawarkan 11 kategori produk, mulai dari home living hingga personal care. Selain bisa diakses melalui website dan aplikasi mobile IUIGA juga akan membuka toko fisik untuk meningkatkan pengalaman pengguna.

“Kami akan melakukan pengiriman melalu gudang kami di Jakarta. Selain itu kami sudah bekerja sama dengan beberapa delivery provider untuk menjangkau pelanggan IUIGA di seluruh Indonesia. Untuk delivery provider yang kami miliki terbagi menjadi instant, same day, next day, dan reguler,” jelas William.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Bartega Lakukan Transformasi Digital, Selamatkan Bisnis Saat Pandemi

Pada Juni lalu, Gojek melalui program akseleratornya Xcelerate mengumumkan 11 startup di batch keempat. Adalah Bartega yang menjadi salah satu startup terpilih untuk menerima pelatihan dari berbagai mentor terkait penyesuaian bisnis selama masa pandemi.

Bagi penikmat karya seni, nama Bartega mungkin tidak asing lagi. Bartega yang berdiri sejak 2017 awalnya dikenal sebagai penyelenggara berbagai kegiatan komunitas, seperti wine tasting dan workshop melukis di tiga kota utama, yakni Jakarta, Surabaya, dan Bali.

Bartega kini tak cuma mengadakan kelas atau workshop melukis saja, tetapi juga kelas lain, yaitu visual journaling dan merangkai bunga. Perusahaan yang digawangi oleh tiga founder ini juga memproduksi paint kit sendiri.

Selain itu, untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Bartega menyediakan beragam konten online tutorial melalui YouTube dan Instagram. Saat ini, Bartega memiliki delapan orang tim dan 20 instruktur seni.

Selama masa pandemi Covid-19, Co-founder Bartega Nadia Daniella mengungkap bahwa situasi tersebut memaksa perusahaan untuk mengalihkan seluruh kegiatan yang tadinya offline menjadi online. Dari penyelenggaraan kegiatan workshop hingga penjualan paint kit kepada konsumennya.

Beberapa penyesuaian yang dilakukan adalah memasarkan paint kit melalui website resmi dan platform Tokopedia. Kemudian, penyelenggaraan kelas dilakukan melalui secara virtual dengan Zoom.

“Kami bersyukur [bisnis] kami tetap tumbuh di masa sulit ini. Dengan pivot seluruhnya ke online, kami dapat menjangkau lebih banyak orang di luar pulau Jawa dan Bali,” ungkap Nadia.

Sebetulnya, Bartega telah menyadari tren disrupsi digital, terutama bagi kalangan milenial. Untuk itu, perusahaan berupaya untuk mengandalkan teknologi digital pada setiap fase bisnisnya, mulai dari memproduksi karya seni via aplikasi, menghadirkan user journey yang seamless di website-nya, hingga mendistribusikan tiket acara melalui platform digital.

“Sebagai perusahaan, kami selalu digital-minded. Meskipun kami mengadakan event 100% offline, kami betul-betul berinvestasi di platform digital untuk memberikan pengalaman yang mudah bagi customer,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, Gojek Xcelerate batch keempat sejak awal mengincar startup di bidang direct-to-consumer untuk menyesuaikan tantangan bisnis di masa pandemi. Peserta diberikan pelatihan, salah satunya untuk meminimalisasi kegagalan startup dalam mengembangkan produk/layanan dengan menerapkan teknik minimum viable product (MVP).

“Gojek Xcelerate sangat luar biasa karena setiap mentor memberikan materi dan gaya yang berbeda, mulai dari Digitaraya, Google, Gojek, dan UBS. Kami belajar banyak soal general leadership, cara membangun metrik yang tepat, dan cara menavigasi bisnis di ekosistem startup,” jelasnya.

Menjadi destinasi kreatif di Indonesia

Lebih lanjut, Nadia berujar bahwa pihaknya membawa misi untuk menjadi destinasi kreatif di Indonesia. Apalagi, kini Bartega telah memiliki basis komunitas yang kuat.

“Kami ingin membuktikan bahwa seni itu bernilai, demikian juga bagi orang-orang yang berkarir di dunia seni. Ada banyak seniman berbakat di Indonesia. Maka itu, misi kami adalah memperkenalkan seni ke berbagai kota dan menanamkan kebiasaan kreatif untuk mendorong industri kreatif,” paparnya.

Kanal Digital Membuka Peluang Pasar Produk “Wellness”

Dalam sebuah laporan yang dirilis DSResearch bertajuk “Pemahaman Pasar Wellness di Jakarta“, ditemukan beberapa fakta mengenai produk wellness di kalangan masyarakat. Produk obat-obatan (73,5%), suplemen kesehatan (70%), suplemen makanan (69,2%), dan produk kebugaran (57%) menjadi yang paling diminati. Survei juga mengemukakan, adopsi digital yang tinggi di kalangan masyarakat, mampu menjadi katalis untuk mendorong pemasaran dan pemahaman masyarakat terhadap produk-produk tersebut.

Kesempatan ini lantas dilirik beberapa startup, mereka mencoba menyajikan produk dan layanan yang mengakomodasi kebutuhan gaya hidup sehat masyarakat dengan sentuhan digital. Bentuknya bermacam-macam, misalnya Jovee muncul sebagai aplikasi penyedia kebutuhan suplemen; ada juga The Fit Company yang tawarkan berbagai aktivitas kebugaran dan produk makanan sehat; Base memadukan produk gaya hidup sehat dan kecantikan; dan beberapa lainnya.

Terbaru ada Youvit, pengembang produk multivitamin untuk suplemen kesehatan masyarakat di beragam usia. Mereka juga terapkan strategi digital untuk pasarkan dan distribusikan produk-produknya. Realisasinya dalam bentuk situs web berbasis e-commerce yang dilengkapi dengan beberapa fitur, termasuk untuk memudahkan pengguna menemukan jenis suplemen vitamin yang tepat sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.

Wouter Kolk sekalu Co-founder & CEO YOU, perusahaan di balik Youvit, mengatakan bahwa konsep produknya memang diformulasikan (khususnya) untuk kalangan milenial. Produknya pun turut disesuaikan, berbentuk permen kenyal beraneka rasa. Di masa pandemi seperti ini, mereka pun mengklaim berhasil dapatkan capaian baik — di tengah upaya masyarakat untuk menjaga staminanya, juga tren gaya hidup sehat yang makin meningkat di kalangan milenial.

Wouter sendiri sosok yang tidak asing dalam dunia startup digital, ia pernah berkarier di Rocket Internet, salah satu venture builder yang menghasilkan banyak bisnis digital di Asia Tenggara. Sebelum mendirikan YOU, dia merupakan Co-Founder Carmudi Indonesia (didukung Rocket Internet) yang akhirnya diakuisisi iCar Asia pada tahun 2019.

Wouter van der Kolk
Wouter van der Kolk

Youvit sudah mulai diformulasikan sejak tahun 2016. Awalnya mereka memasarkan melalui jaringan ritel modern (seperti minimarket) di Indonesia. Pendekatan direct-to-consumer dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis perusahaan, di tengah momentum Covid-19 yang memberikan banyak berkah untuk pengembang solusi kesehatan. Ke depan mereka juga  punya rencana untuk ekspansi ke kawasan Asia Tenggara.

Turut disampaikan oleh Wouter, mengutip laporan Nielsen, bahwa Asia Tenggara tengah mendapati momentum pertumbuhan gaya hidup sehat di kalangan masyarakat. Pada April 2020, pertumbuhannya meningkat 81%. Pandemi banyak memotivasi keluarga untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh. Dari statistik penjualan yang disampaikan, dalam rentang Februari-April 2020 mereka mendapati pertumbuhan bisnis tiga kali lipat.

Gojek Xcelerate Pilih Sebelas Startup Berkonsep “Direct-to-Consumer”

Gojek Xcelerate, program akselerator milik Gojek, mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam batch keempat. Seluruh startup terpilih ini bergerak di bidang direct-to-consumer, menyesuaikan dengan tantangan bisnis di masa pandemi.

Mereka telah diberi pelatihan dalam kreativitas dan inovasi agar dapat menyesuaikan bisnis dengan cepat, sesuai dengan perubahan perilaku konsumen selama pandemi. Salah satunya adalah untuk meminimalisir kegagalan startup dalam mengembangkan produk dan layanan, peserta dilatih untuk menerapkan teknik MVP (minimum viable product).

Teknik ini menentukan set fitur paling minimal dalam sebuah ekosistem teknologi sebelum startup meluncurkan produk atau layanan yang lebih lengkap (full-fledged). Manfaatnya startup bisa mendapat umpan balik dari calon pengguna dalam waktu relatif singkat, sehingga membantu minimalisir biaya pengembangan, serta kemungkinan produk gagal dalam skala besar.

Berikutnya adalah pelatihan metode growth hacking dan impactful data science, serta pelatihan dari partner Gojek Xcelerate kelas dunia lainnya yaitu strategi pengembangan bisnis startup dari Google Founder’s Lab, prinsip valuasi dari bank UBS, dan sesi mentorship bersama konsultan manajemen McKinsey.

Lead Gojek Xcelerate Yoanita Simanjutak menjelaskan, pada batch ini molor dari jadwal karena terdampak pandemi. Proses bootcamp telah dilangsungkan pada Maret 2020. Akan tetapi, demo day baru diselenggarakan pada hari ini (17/6) dan pertama kalinya digelar secara online.

“Tapi nanti kita akan pertemukan semua peserta startup dari batch pertama sampai ke empat untuk membahas inovasi apa yang kita lakukan secara bersama di dalam ekosistem Gojek,” terangnya.

Adapun 11 startup tersebut ialah:

1. Bartega: Startup ini fokus pada penjualan alat melukis, mendorong orang orang tetap kreatif di rumah dan dipandu dengan kelas-kelas online.
2. Trope: Startup ini fokus menyediakan produk make up yang multifungsi.
3. Rollover Reaction: Startup ini menyediakan beragam produk make up.
4. Pura: Startup new retail ini fokus menjual produk bahan-bahan makanan sehat
5. GetGo: Startup ini menawarkan layanan pencarian virtual dengan AI, permudah konsumen mencari barang yang dijual pedagang online.
6. Watt: Startup ini menjual produk sepatu untuk perempuan.
7. Elio: Mereka adalah klinik kesehatan digital khusus laki-laki.
8. Mena Indonesia: Startup ini menjual produk hasil kerajinan tangan, bekerja sama dengan komunitas lokal
9. Jejak.in: Adalah startup yang menerapkan sistem sensus untuk memantau pengelolaan pohon dan tanaman.
10. Kerokoo: Adalah startup fesyen yang menjual busana khusus perempuan.
11. Sare: Startup ini menjual piyama untuk segala gender dan usia.

11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek
11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek

Inovasi Gojek teranyar

Head of Groceries Gojek Tarun Agarwal menambahkan, di tengah kondisi yang dinamis, penerapan model bisnis direct-to-consumer menjadi efektif karena membantu startup berinteraksi langsung dengan pengguna yang saat ini lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Bagi startup itu sendiri dapat memperoleh data dan umpan balik dengan cepat, sehingga dapat lebih menyesuaikan produk seiring perubahan pasar.

Penerapan model ini, menurutnya, terbukti membawa Gojek ke status decacorn sekaligus menjadikannya lebih resilien selama pandemi.

Beberapa inovasi direct-to-consumer yang dirilis Gojek adalah mengembangkan layanan konsumen belanja kebutuhan sehari-hari melalui GoMart dan GoShop. Layanan GoFood telah menambah mitra teranyar yakni Pasar Mitra Tani untuk menjual bahan pangan pokok ke dalam platform.

Selain itu, hadirnya GoFresh, layanan marketplace yang pada awalnya diperuntukkan khusus merchant GoFood, kini dapat diakses oleh konsumen umum. “Sepanjang tahun 2020, transaksi belanja groceries di GoMart terus meningkat. Hingga Mei, terjadi 5,5x peningkatan produk yang terjual di GoMart dibandingkan Januari,” ucapnya.

Dia melanjutkan, “Kami senang bisa berbagi best practices Gojek kepada sesama anak bangsa, harapannya lebih banyak lagi startup Indonesia yang bisa menyandang status decacorn dan bersama-sama memperkuat ekosistem teknologi global.”