The Digital Service has Transformed Nation’s Behavior in SEA

Google-Temasek report titled “e-Conomy SEA 2019” placed e-commerce and online travel as the biggest participant in the regional digital economy. In 2019, each gives $38 billion and $34 billion, to increase at $153 billion and $78 billion by 2025.

Previously in 2018, the same report placed the online travel sector on top, e-commerce presents a new experience that creates rapid growth. The players’ effort to promote also have a significant impact – online shopping festival such as 9.9, Singles Day, 12.12  always welcomed to all businesses.

Google Trends data showed e-commerce promotion has constantly increased per year. With various strategy, starts from influencer and gamification feature to acquire users to connect with the platform. A machine learning technology has also affected the increase of product offerings to all consumers.

layanan digital1

The logistics expand also has an impact on the rising e-commerce. In order to pamper its users, some even provide fast delivery – less than 24hr after the finished order. All the attempts, from the promotion to logistics, has changed the basic behavior for online shopping. Prior to this, e-commerce mostly served those who want to make a “big” purchase, such as a smartphone or TV, but daily goods are now available.

Over 5 million orders are processed by e-commerce per day worth $15-$20 on average.

Food delivery becomes the hype

In 2015, the ride-hailing sector is worth $3 billion, by this year at $13 billion, projected to reach $40 billion by 2025. Four years ago, the industry is only about alternative transportation. To date, it has further expanded to provide more services. A significant example is food delivery, such as Go-Food or GrabFood – later might be financial services.

layanan digital2

The food delivery service has been highlighted since 2018 as it affected much on consumer’s behavior. People from all classes are fond of the service, using effectivity as justification amid traffic congestion and weather condition. In the metropolitan area, the service is in high demand.

There are lots of reasons, besides promotion and marketing effort from the decacorns, accessibility to the food industry is expanding. The delivery service offered various menus from restaurants to small stalls. In terms of business, the platform brings a lot of benefits. Some have been using it to build a better connection to the users through rewards and loyalty programs.

Entertainment channel is still on

Since 2015, there are at least 100 million new internet users in Southeast Asia. Applications from video, music, and game are channels with the highest demand – through smartphones. The value has reached $14.2 billion this year and to multiple a few times by 2025. Most users prefer free content, even if it means to watch some ads.

A new trend captured, that short-time video, such as Bigo Live and Tik Tok has fascinated the market. A supported app like lip-sync has produced viral content adored by groups of people. In addition, online gaming is boosting up. One of the popular games is Free Fire under Garena that acquires 450 million users with 50 million active users.

Budget hotel supporting the travel industry

This sector has been matured enough in Southeast Asia’s digital economy. Tourism becomes the main factor. As a market, the urge of the middle class to travel – have a significant effect on the online travel industry. Alternative services arose, budget hotel platforms for example, such as OYO and RedDoorz.

An aggregator platform like Tiket.com, Traveloka, and Booking.com is planning for a better maneuver. Partnership with other digital players is getting increased, with ride-hailing for example. Not only as a travel ticket provider, but the online travel agency is also getting ready with “experience” channel for users who want to take a full trip. Various features are now accessible in one platform, ticket to the amusement park and various shows.

Service integration

Another note to mind is service integration from the platform to improve user experience. Take the Hooq partnership with Grab to provide streaming video last year as an example. Another one is Gojek’s latest maneuver to present kumparan news on its platform. The integration has extended various services on each platform.

layanan digital4

Take a note on ride-hailing and e-commerce as the most ambitious ones. Various digital services are being integrated into apps. Acquisitions and investment become the solution for some startups to improve the entire capability on its platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Layanan Digital Berhasil Mengubah Kebiasaan Masyarakat di Asia Tenggara

Laporan Google-Temasek bertajuk “e-Conomy SEA 2019” menempatkan e-commerce dan online travel menjadi sektor digital yang paling besar partisipasinya terhadap ekonomi digital regional. Tahun 2019, masing-masing memberikan sumbangsih $38 miliar dan $34 miliar, akan meningkat hingga $153 miliar dan $78 miliar tahun 2025 nanti.

Sebelumnya di tahun 2018 riset yang sama menempatkan online travel di peringkat pertama, pengalaman yang diberikan e-commerce dalam memberikan pengalaman baru membuat pertumbuhannya menggeliat. Upaya pemain dalam melakukan promosi juga dinilai memberikan dampak yang signifikan – festival belanja online seperti 9.9, Singles Day, 12.12 selalu disambut meriah oleh seluruh komponen bisnis.

Data Google Trends mencatat, peningkatan promosi layanan e-commerce selalu konsisten setiap tahunnya. Strateginya pun mulai beragam, mulai dengan menggandeng influencer hingga membuat fitur gamifikasi untuk menarik minat pengguna terhubung dengan aplikasi. Teknologi seperti machine learning juga telah memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan penawaran produk untuk para konsumen.

Gambar 1

Perluasan saluran logistik juga dinilai turut menyumbangkan peningkatan bisnis e-commerce. Bahkan untuk memanjakan penggunanya, beberapa pemain memberikan opsi pengiriman cepat – kurang dari 24 jam pasca pesanan diselesaikan. Dari semua upaya tersebut, mulai dari promosi sampai opsi logistik, berhasil mengubah kebiasaan mendasar ketika orang berbelanja online. Jika sebelumnya e-commerce banyak digunakan untuk membeli barang-barang “besar” seperti smartphone atau televisi, saat ini kebutuhan sehari-hari pun dapat diakomodasi.

Rata-rata per hari ada lebih dari 5 juta pesanan yang diproses e-commerce dengan nilai rata-rata $15-$20.

Pesan antar makanan jadi tren kekinian

Tahun 2015, sektor ride-hailing terhitung memiliki kapitalisasi pasar $3 miliar, tahun ini angkanya mencapai $13 miliar dan diproyeksikan mencapai $40 miliar di tahun 2025. Jika empat tahun lalu industri ini masih tentang penyediaan transportasi alternatif, sekarang sudah bertransformasi lebih luas mengakomodasi banyak kebutuhan lain. Yang mulai terlihat signifikan adalah layanan pesan antar makanan, seperti GoFood atau GrabFood –dan mungkin ke depan juga terkait layanan finansial.

Gambar 2

Riset menyoroti, sejak tahun 2018 layanan pesan antar makanan ini telah memberikan pengaruh besar pada pergeseran kebiasaan konsumen. Berbagai kalangan mulai gemar menikmati layanan tersebut, dengan dalih efektivitas di tengah kepadatan lalulintas dan cuaca. Di area metro, layanan ini memiliki tingkat pesanan yang sangat tinggi.

Banyak hal yang menjadi pendorong, terlepas dari promo dan pemasaran yang dilakukan terus-menerus para decacorn, aksesibilitas ke produk makanan menjadi lebih luas. Layanan pesan antar makanan menjembatani menu-menu dari restoran hingga pedagang kaki lima. Dari sisi bisnis, hadirnya platform tersebut juga menghadirkan banyak keuntungan. Beberapa telah memanfaatkan untuk meningkatkan hubungan dengan konsumen melalui program loyalty dan reward.

Kanal hiburan di internet tetap diminati

Sejak tahun 2015, setidaknya tercatat adanya 100 juta pengguna internet baru di kawasan Asia Tenggara. Aplikasi video, musik, hingga game menjadi kanal hiburan yang banyak diminati — melalui ponsel pintar. Tahun ini tercatat nilai pasarnya menyentuh $14,2 miliar dan akan tumbuh hingga lebih dari 2x lipat di tahun 2025. Kebanyakan pengguna masih memilih konten gratis, kendati memaksanya untuk melihat iklan di aplikasi.

Tren baru yang ditangkap ialah konten video singkat seperti Bigo Live dan Tik Tok yang berhasil memesona pasar. Dukungan kemampuan seperti lip-sync menghasilkan konten-konten viral yang disukai hampir semua kalangan masyarakat. Selain itu penikmat game online juga mendapatkan pertumbuhan yang sangat besar. Dicontohkan salah satu yang terpopuler, Fire Fire yang dikembangkan Garena, berhasil menggaet 450 juta pendaftar dengan 50 juta pengguna aktif.

Budget hotel menopang industri travel

Sektor ini dinilai sebagai yang paling matang dalam ekonomi digital Asia Tenggara. Potensi pariwisata menjadi salah satu pendorong utama. Di sisi pasar, peningkatan minat kelas menengah untuk bepergian –baik domestik maupun internasional—memberikan sumbangsih berarti untuk online travel. Alternatif layanan pun muncul, misalnya dengan lahirnya budget hotel seperti OYO dan RedDoorz.

Platform agregator seperti Tiket.com, Traveloka, hingga Booking.com juga mulai meningkatkan manuver. Kemitraan dengan pemain digital lain, misalnya ride-hailing, juga terus diupayakan. Tidak berhenti hanya sebagai penyedia tiket perjalanan, kini aplikasi online travel mulai menyediakan kanal “experience“, didorong kebutuhan pengguna yang ingin memaksimalkan pengalaman perjalanan mereka. Berbagai hal kini bisa diakses melalui satu platform, seperti tiket hiburan hingga karcis ke sebuah pertunjukan.

Integrasi layanan

Catatan lain yang menarik disimak adalah soal integrasi antar layanan yang dihadirkan platform untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Misalnya awal tahun lalu, Hooq menyepakati kerja sama untuk menghadirkan layanan streaming video di aplikasi Grab. Atau aplikasi Gojek yang kini menghadirkan kanal berita dari Kumparan. Soal integrasi ini, menghadirkan varian layanan yang lebih luas di tiap platform.

Gambar 3

Jika diamati, ride-hailing dan e-commerce menjadi yang paling gencar melakukannya. Di kedua aplikasi tersebut, hampir setiap layanan digital mulai ada. Aksi perusahaan seperti akuisisi dan investasi pada akhirnya dipilih beberapa startup untuk meningkatkan kapabilitas menyeluruh di platformnya.

Bukalapak dan Lion Parcel Hadirkan Solusi Logistik Bagi UKM (UPDATED)

Bukalapak dan Lion Parcel mengumumkan kerja sama menyelesaikan masalah pengiriman barang antar pulau bagi UKM Indonesia. Kerja sama ini menghadirkan jalur khusus bagi pelapak yang didukung oleh armada Lion Air Group melalui Lion Parcel. Kerja sama ini juga dipercaya mampu memajukan daya saing pelapak karena terciptanya sistem pengiriman yang cepat dan efisien untuk ke lebih 500 kota di Indonesia.

“Sebagai peruahaan yang customer-obsessed, kami fokus untuk selalu mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi pengguna kami, terutama para pelapak. Kami memilih untuk bersinergi dengan Lion Parcel yang memiliki 230 armada pesawat dan 210 rute penerbangan antar pulai di Indonesia,” ujar Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid ketika menjelaskan alasan di balik kerja sama ini.

Dalam rilisnya, pihak Bukalapak mengutip data hasil penelitian Supply Chain Indonesia (SCI) yang dilansir PwC yang menyebutkan bahwa pada tahun 2017 biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi hingga mencapai 23,5% dari biaya manufaktur. Angka tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Vietnam (15%), Thailand (13,2%), Malaysia (13%), dan Singapura (8,1%).

Menanggapi kerja sama ini, CEO Lion Parcel Farian Kirana menjelaskan, pihaknya akan lebih terkoneksi dengan jaringan pelanggan di berbagai daerah di Indonesia berkat kerja sama dengan perusahaan e-commerce seperti Bukalapak.

Ia juga menambahkan, pihaknya optimis untuk bisa mengambi peran penting dalam penyediaan jasa logistik bagi UKM dan menjangkau banyak daerah di Indonesia. Beberapa fitur yang telah disiapkan antara lain, jaminan pengiriman lebih cepat 2 kali lipat dibandingkan jasa pengiriman lain.

Seluruh mitra Lion Parcel di daerah dipantau secara real time melalui sistem yang tersentralisasi di Jakarta, sehingga dengan demikian para mitra Lion Parcel turut berbagi komitmen dan tanggung jawab yang sama di manapun berada.

“Dengan terhubung ke fasilitas pengantaran barang Lion Parcel, para pelanggan kami termasuk jutaan pelapak di Bukalapak, dapat menjaga kelangsungan bisnisnya melalui hal-hal seperti perputaran modal yang lebih cepat dan kepercayaan yang tinggi dari para pembeli,” imbuh Farian.

Awal kerja sama ini ditandai dengan perkenalan armada pesawat Lion Parcel berlogo Bukalapak di badan pesawat yang bertempat di hanggar Batam Aero Technic. Pengguna Bukalapak juga akan menerima sejumlah promo dan penawaran menarik seputar ongkos kirim.

Dengan kerja sama ini, Bukalapak memosisikan dirinya sebagai perusahaan teknologi yang memiliki concern di sektor logistik. Perusahaan yang baru menerima pendanaan Seri F ini juga memiliki jabatan AVP Logistics yang diisi oleh Anudeep Pendem.

Anudeep kepada DailySocial menjelaskan bahwa fokus mereka saat ini adalah untuk membangun kerja sama dengan para penyedia jasa logistik terpercaya di Indonesia untuk bisa mengubungkan pelapak dengan pembeli.

“Untuk inovasi, Bukalapak menangani logistik untuk jutaan transaksi tanpa memiliki aset ataupun sistem kurir sendiri. Kami menggunakan big data untuk membantu kami memilih mitra-mitra logistik yang tepat untuk mengantarkan pengiriman ke barbagai area di Indonesia, termasuk yang terpencil dan relatif sulit dijangkau, dan memanfaatkan teknologi untuk memonitor semua pengiriman demi menjunjung transparansi untuk para pengguna,” terangnya

Ia menambahkan, “Customer obsessed adalah salah satu DNS Bukalapak dan divisi logistik berkomitmen untuk memastikan para pengguna menerima barang dengan baik, aman, dan dengan harga terjangkau serta menciptakan user experience terbaik.”

Sebelumnya, Bukalapak memiliki layanan BukaPengiriman yang menggandeng beberapa mitra logistik. Bukalapak juga telah menjalin kerja sama dengan Paxel untuk menghadirkan pengiriman same day delivery antar kota antar provinsi.

Update : tambahan tanggapan dari Anudeep Pendem.

Application Information Will Show Up Here

Indonesia’s Digital Economy is Now at $40 Billion, E-commerce as the Biggest Participant

Google and Temasek have published another annual report on Southeast Asia’s digital economy. Titled as e-Conomy SEA 2019, there are some issues worth highlighting. Since 2015, the internet user has exceeded 100 thousand people-increased by 10% in the past year. In 2019, SEA’s total internet user has reached 360 million. New users are mostly at the age of 15-19 years old.

The increasing number has an impact on the internet/digital economy. The number has reached $100 billion in 2019, projected to reach $300 by the year 2025. The estimated number increased after last year’s report prediction at $240 – in 2018 the value reached out to $72 billion.

As seen from the internet industry’s sub-sector, most of the internet users are in the online game category (180 million active users), followed by e-commerce and ride-hailing. The number is getting higher as esports trend arises in the region – still exploring the true identity with business models that keeps changing, more than just a game.

Indonesian digital economy 1

The ride-hailing demand also gives quite an impact. Since 2015, the report shows increasing internet users five times up. In terms of industry players, Grab and Gojek are still competing for the regional market. Both are consistently raise funding for expansion.

Indonesia is leading

Indonesia’s digital economy is predicted to reach $130 billion by 2025, it’s already at $40 billion this year49% growth in average per year. E-commerce and ride-hailing become the main industry; as the digital payment dominating all the app-based services. The related growth is supported by endless investment. It includes funding for Indonesian unicorns, the value is at $4 billion in 2018.

Indonesian digital economy 2

Indonesia, compared to six other countries with the rapid-growing internet economy, is more significant in terms of value. Based on its geographical condition and total population, it’s far indeed. Vietnam is projected as the second biggest market after Indonesia. The digital players start eyeing the region to settle. Some of Indonesian giant digital companies – such as Gojek and Traveloka – has its debut there.

In its report, Google-Temasek always highlighting e-commerce, online travel, online media, and ride-hailing. The four main sectors are playing great roles for business transformation in Southeast Asia – as the locomotive and gate to the digital economy. In fact, the e-commerce and ride-hailing sectors in Indonesia has opened new opportunities, particularly to encourage SMEs to level-up and create more job offers.

Indonesian digital economy 3

Indonesia is getting momentum, for at least 152 million internet users, has exceeded the total population. The online travel sector leads the last year achievement, this year is for e-commerce to rise. The growth has reached 88% since 2015, the number (GMV – Gross Merchandise Value) this year has reached $21 billion. While online travel is still at $10 billion. Ride-hailing on the other side is at $6 billion.

Centralized area

One of the highlighted issues in the report is the internet economy distribution in the region. Research has compared the economic cycle that occurs in the metro or urban areas, has outperformed the other regions. Take Indonesia for example, the GMV per capita for the internet economy in Jabodetabek is $555 while the other region is at $103.

Indonesian digital economy 3

Meanwhile, only 15% of the total Southeast Asia population living in the urban area. Some digital startups have a “holy mission” to reach the rurals. As in Indonesia, the digital payment app penetration aims for the unbankable. It includes some e-commerce trying to accommodate SMEs from the rural area.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak Announces Series F Funding, Now Valued at 35 Trillion Rupiah

Today (10/4) Shinhan GIB announced investment to Bukalapak’s series F. There’s no information of the number raised from the South Korean Bank in the release. In fact, Bukalapak has closed this round at over $2.5 billion (equivalent to 35 trillion Rupiah). Emtek as the previous investor is said to be involved.

The valuation is quite interesting compared to the other unicorns. Says Ovo, the e-wallet app is said to reach $2.9 billion. While the closest rival, Tokopedia, exceeded $7 billion valuation post-Alibaba and Softbank funding in the late-2018.

The fresh money is to be used in the long-term business plan and strategy for financial inclusion and retail business transformation in Indonesia. This has brought fresh air to the Achmad Zaky – founded company, post the layoff rumor.

The company also said that Bukalapak currently has over 70 million users. It includes more than 4 million sellers and 2 million partners/agents (shops) from all over the country.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ekonomi Digital Indonesia Capai $40 Miliar, Bisnis E-commerce Beri Sumbangsih Terbesar

Google dan Temasek kembali merilis laporan tahunannya menyorot perkembangan ekonomi digital di Asia Tenggara. Bertajuk e-Conomy SEA 2019, ada beberapa hal menarik disorot dalam laporan. Sejak tahun 2015 tercatat pertumbuhan jumlah pengguna internet mencapai 100 juta orang –penambahan satu tahun terakhir mencapai 10 juta. Untuk tahun 2019 jumlah pengguna internet di Asia Tenggara mencapai 360 juta orang. Pengguna baru hadir sebagian besar dari demografi usia 15-19 tahun.

Pertumbuhan tersebut turut memberikan sumbangsih pada pertumbuhan ekonomi internet/digital. Tahun 2019 tercatat nilainya mencapai $100 miliar, diproyeksikan akan mencapai $300 miliar pada tahun 2025 mendatang. Prakiraan tersebut meningkat, setelah laporan tahun lalu memprediksi angkanya akan sampai $240 miliar saja – tahun 2018 nilainya $72 miliar.

Ditinjau dari sub-sektor industri internet, alokasi jumlah pengguna paling banyak masuk ke kategori online game (180 juta pengguna aktif), dilanjutkan e-commerce dan ride-hailing. Angka tersebut diperkuat dengan tren esports yang memang terus berkembang di kawasan ini – secara bisnis masih terus mencari jati diri dengan model bisnis yang terus berevolusi, dari sekadar permainan game biasa.

e-Conomy SEA 2019

Permintaan layanan ride-hailing juga memberikan dampak berarti. Sejak tahun 2015, laporan mencatat pertumbuhan jumlah pengguna mencapai 5x lipat. Ditinjau dari pemain industri, Grab dan Gojek yang tengah mencoba untuk terus memenangkan pasar regional. Keduanya secara konsisten menggalang pendanaan baru untuk menguatkan ekspansi di tiap negara.

Indonesia masih mendominasi

Ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai $130 miliar pada tahun 2025 mendatang, tahun ini angkanya sudah mencapai $40 miliar – rata-rata pertumbuhannya 49% per tahun. E-commerce dan ride-hailing menjadi pendorong utama di kawasan ini; ditambah adopsi pembayaran digital yang mendominasi semua layanan berbasis aplikasi. Pertumbuhan bisnis terkait didukung investasi yang terus mengalir. Termasuk dukungan yang diberikan pada unicorn Indonesia, nilainya mencapai $4 miliar pada tahun 2018 lalu.

e-Conomy SEA 2019

Dibandingkan enam negara lain yang turut mendapat lonjakan tinggi dari ekonomi internet, Indonesia memang memiliki signifikansi lebih dari sisi nilai. Ditinjau dari luas geografis dan total populasi perbandingannya memang sangat jauh. Vietnam digadang-gadang sebagai pangsa pasar terbesar kedua setelah Indonesia. Pebisnis digital mulai memperhatikan wilayah tersebut untuk memantapkan bisnis. Beberapa perusahaan digital besar di Indonesia –sebut saja Gojek dan Traveloka—juga telah debut di sana.

Dalam laporannya, Google-Temasek selalu menyoroti e-commerce, online travel, online media, dan ride-hailing. Empat sektor utama tersebut dianggap memiliki peran besar dalam mentransformasi bisnis di wilayah Asia Tenggara –sebagai lokomotif sekaligus gerbang ekonomi digital. Di Indonesia sendiri, platform e-commerce dan ride-hailing telah mampu menghadirkan banyak kesempatan baru, khususnya dalam rangka mendorong UKM untuk naik kelas dan membuka kesempatan kerja lebih luas.

e-Conomy SEA 2019

Indonesia mendapatkan momentum, sekurangnya jumlah pengguna internet tahun ini mencapai 152 juta pengguna, telah melebihi dari total populasi. Tahun lalu sektor online travel masih memimpin perolehan, tahun ini giliran e-commerce. Peningkatan e-commerce dari tahun 2015 mencapai 88%, tahun ini angkanya (GMV – Gross Merchandise Volume) sudah mencapai $21 miliar. Sementara untuk online travel masih berada di $10 miliar. Ride-hailing mendapatkan porsi $6 miliar.

Terpusat di area metro

Sorotan lain yang turut disampaikan dalam laporan mengenai sebaran ekonomi internet di kawasan tersebut. Riset membandingkan antara putaran ekonomi yang terjadi di area metro atau pusat perkotaan, sebagian besar mengungguli berkali-kali lipat daerah lain. Di Indonesia misalnya, GMV per kapita untuk ekonomi internet yang terjadi di Jabodetabek mencapai $555 sementara di luar kawasan itu hanya di angka $103.

e-Conomy SEA 2019

Sementara secara keseluruhan populasi di Asia Tenggara yang berada di kawasan metro hanya 15% dari total. Namun beberapa startup digital memiliki “misi mulia” untuk menjangkau kawasan rural. Seperti di Indonesia, penetrasi aplikasi pembayaran digital banyak ditargetkan untuk menjangkau pengguna unbankable. Termasuk beberapa e-commerce yang mencoba mengakomodasi produk-produk dari UKM di daerah.

Umumkan Pendanaan Seri F, Valuasi Bukalapak Kini Senilai 35 Triliun Rupiah

Hari ini (04/10) Shinhan GIB mengumumkan keterlibatan dalam pendanaan seri F Bukapalak. Dalam rilis yang dikirimkan tidak disebutkan nilai partisipasi korporasi perbankan asal Korea Selatan tersebut. Namun demikian disampaikan bahwa dengan penutupan putaran ini valuasi Bukalapak telah mencapai lebih dari $2,5 miliar (setara 35 triliun Rupiah). Investor sebelumnya, yakni Emtek, dikatakan turut terlibat dalam pendanaan tersebut.

Capaian valuasi ini cukup menarik dibahas, terlebih jika dibandingkan dengan rekan-rekan unicorn lokal lainnya. Sebut saja Ovo, pengembang aplikasi e-wallet tersebut dikabarkan telah mencapai status unicorn dengan valuasi mencapai $2,9 miliar. Sementara rival terdekatnya, Tokopedia, sudah menembus valuasi $7 miliar pasca perolehan di pengujung tahun 2018 dari Alibaba dan Softbank.

Investasi baru akan dimanfaatkan Bukalapak untuk menjalankan rencana dan strategi bisnis jangka panjangnya untuk inklusi keuangan dan transformasi bisnis ritel di Indonesia. Kabar ini pun sekaligus menjadi angin segar dari perusahaan yang dipimpin Achmad Zaky tersebut, pasca diterpa beberapa kabar termasuk soal perampingan karyawan.

Perusahaan turut menyampaikan, saat ini layanan Bukalapak telah digunakan lebih dari 70 juta pengguna. Di dalamnya ada lebih dari 4 juta pelapak dan 2 juta mitra warung/agen dari berbagai wilayah di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Survei Paxel: Media Sosial Masih Lebih Banyak Digunakan UKM Berjualan Online

Paxel baru saja merilis laporan pertamanya bertajuk Buy & Send Insights. Laporan ini menyoroti perilaku UKM penjual online di industri e-commerce dan persepsinya terhadap industri logistik di Indonesia.

Paxel bekerja sama dengan perusahaan analisis data Provetic dalam penggarapan laporan ini. Terdapat 535 responden yang berpartisipasi dalam survei ini yang terbagi dalam tiga kategori maturitas bisnis.

Rinciannya, 33 persen responden dikategorikan sebagai beginner seller atau baru berjualan kurang dari 1 tahun. Lalu 33 persen dikategorikan sebagai experienced seller atau berjualan 1-2 tahun. Terakhir, sebanyak 34 persen veteran seller yang berjualan lebih dari 2 tahun.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

Adapun, WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Dari kategori penjual, laporan ini membagi tiga kategori penjual yang membuka bisnisnya lewat di media sosial dan e-commerce. Untuk yang berjualan hanya lewat media sosial terbagi dari beginner seller (44%), experienced seller (32%), dan veteran seller (24%)

Sementara UKM yang memasarkan produk dagangannya melalui media sosial dan platform e-commerce didominasi oleh veteran seller (42%), experienced seller (34%), dan beginner seller (24%).

Data lainnya juga mengungkap bahwa kepemilikan toko fisik di era digital kini tidak lagi relevan bagi UKM. Hal ini demikian karena sebanyak 66 persen responden menganggap pendapatan dari toko online telah melampaui pendapatan dari toko fisik.

“Jika kita lihat, sebanyak 83 persen responden kami tidak memiliki toko fisik, 17 persen masih mempertahankan toko fisik, dan 14 persen memiliki toko fisik sebelum berjualan online,” ungkap COO Paxel Zaldy Ilham Masita di Konferensi Pers Paxel Buy and Send Insights, Rabu (2/10).

Beralih ke sisi logistik, Zaldy menyebutkan bahwa penjual online ini semakin mengandalkan jasa logistik di hari yang sama alias same day delivery. Hal ini tergambar dari 36 persen responden yang menginginkan kecepatan pengiriman daripada ongkos yang lebih murah (29%), pengiriman mudah (26%), dan sistem live tracking (8%).

Layanan same day delivery saat ini didominasi oleh Paxel (75%) yang mengunggulkan konsep pengiriman ini di wilayah Jawa dan Bali. Sisanya, sebanyak 24 persen responden menganggap same day delivery diakomodasi oleh ojek online.

“Sebagai gambaran, model bisnis online di Indonesia dan Amerika Serikat sangat berbeda. Di sini [pengiriman] terdesentralisasi atau tersebar, sedangkan di AS terpusat di warehouse. Ini yang membuat jangkauan logistik menjadi penting,” kata Zaldy.

Maka itu, lewat riset ini, Zaldy berupaya untuk lebih memahami UKM yang menjalankan bisnis online, termasuk bagaimana mereka memasarkan dan mengirim barang dagangan. Karena menurutnya perilaku UKM di Indonesia terus berubah.

Pada kesempatan sama, Senior Analyst Provetic Smita Sjahputri menilai ada sejumlah faktor yang membuat UKM lebih memilih menggunakan media sosial untuk berjualan online.

Pertama, rata-rata volume pengiriman penjual online masih kecil sehingga fitur media sosial lebih memudahkan komunikasi dan transaksi dengan pembeli. Kedua, media sosial lebih mudah digunakan karena tidak memiliki fitur yang kompleks seperti e-commerce atau marketplace.

“Kalau volume transaksi naik dan siap untuk scale up, mereka baru pindah ke e-commerce atau marketplace. Lagipula, pelaku bisnis kecil tidak bisa langsung mencairkan uang hasil penjualan jika menggunakan di platform e-commerce,” tuturnya.

Sepanjang awal 2018 hingga September 2019, Paxel telah mengantongi satu juta pengiriman paket dari 519 ribu pengguna. Pengiriman ini telah didukung oleh 1.200 kurir yang tersebar di Jawa dan Bali.

Saat ini, loker penyimpanan Paxel telah tersedia di 110 lokasi dan ditargetkan mencapai 300 lokasi pada akhir tahun ini.

Gandeng Qiscus, Bukalapak Terapkan Teknologi Chat Terpadu

Startup pengembang teknologi real-time communication (RTC) untuk membantu perusahaan mengembangkan dan mengelola chatbot Qiscus mengumumkan kerja sama dengan Bukalapak menghadirkan fitur chat ke jutaan pengguna Bukalapak.

Adanya kesamaan visi antara Qiscus dan Bukalapak menjadi salah satu alasan mengapa kolaborasi ini terjalin.

“Kerja sama ini merupakan hal yang cukup menantang bagi Qiscus. Meskipun mendaulatkan diri sebagai pionir pengembang teknologi chat di Indonesia, menangani klien sebesar Bukalapak tetap memiliki tantangannya tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana kita dapat mengaplikasikan best practice teknologi untuk dapat mengoptimalkan in-house system chat Bukalapak agar tetap beroperasi sebagaimana mestinya walaupun sedang dilakukan pembaruan sistem. Hal ini penting mengingat saat ini Bukalapak telah digunakan oleh puluhan juta pengguna di Indonesia yang membutuhkan layanan yg selalu optimal,” kata CEO Qiscus Delta Purna Widyangga.

Dengan perubahan yang mendasar dari segi arsitektur, diharapkan performa chat di aplikasi Bukalapak dapat terus mampu menangani traffic dari pelanggan yang terus membesar di dalam bisnis Bukalapak.

Bukalapak menargetkan melalui kerja sama ini bisa memaksimalkan penggunaan server 4 kali lipat, penggunaan bandwidth sebesar 20 kali lipat, dan menekan biaya pengeluaran.

“Chat digunakan sebagai medium komunikasi yang efektif bagi rekanan dan pelanggan untuk saling memahami kebutuhan masing-masing. Adanya komunikasi yang efektif akan menghadirkan solusi dan program yang inovatif. Kendati demikian, dengan tingginya pertumbuhan bisnis di Bukalapak, adanya fitur chat di dalam aplikasi ini memerlukan usaha yang tidak sedikit, khususnya dalam hal teknis seperti pengembangan fitur lanjutan ataupun optimasi penggunaan server yang berpengaruh pada biaya operasional,” kata VP Engineering Bukalapak Ibrahim Arief.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Produk Investasi, Bukalapak Gandeng Pluang Luncurkan Fitur Cicil Emas

Bukalapak kian agresif mengeksplorasi pasar finansial di Indonesia. Teranyar, Bukalapak menggandeng Pluang merilis fitur Cicil Emas untuk memperkuat produk investasi mereka.

Cicil Emas merupakan fitur baru yang terdapat dalam produk BukaEmas. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk membeli emas dalam kurun 24 jam 7 hari untuk membeli emas mulai dari 1 gram secara cicilan dengan tenor 3 hingga 24 bulan.

Fitur anyar ini memperkuat jajaran produk finansial Bukalapak, khususnya produk investasi yang terdiri dari BukaEmas dan BukaReksa. Di BukaEmas sendiri, fitur cicilan ini melengkapi fitur yang sudah ada seperti jual-beli emas dan pembelian otomatis.

“Kenapa emas? Karena emas ini instrumen paling tua tapi juga salah satu yang paling populer di Indonesia,” ujar Head of Investment Solution Bukalapak, Dhinda Arisyiya.

Adapun peran yang dipikul Pluang dalam kerja sama dengan Bukalapak ini adalah pihak yang mengelola pembelian emas tersebut. Seperti diketahui Pluang (emas) terafiliasi dengan PT PG berjangka yang mmegang lisensi dan diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas mengakui pembelian emas dengan cicilan bukan barang baru di Indonesia. Namun ia mengklaim bahwa Cicil Emas yang mereka perkenalkan ini adalah yang pertama secara digital.

Pluang sendiri merupakan platform investasi jual beli emas yang sebelumnya bernama EmasDigi. Perusahaan baru saja mendapatkan pendanaan seri A senilai Rp42 miliar dari sejumlah investor yang dipimpin oleh Go-Ventures, unit ventura milik Gojek.

“Kita ingin menabung emas jadi bagian keseharian masyarakat,” ucap Claudia.

Penikmat fitur investasi bertumbuh

Ini merupakan fitur kesekian yang dirilis oleh Bukalapak dalam produk keuangan mereka. Pada akhir Juli lalu misalnya, Bukalapak melebarkan produk pembiayaan mereka dengan merilis fitur opsi pembiayaan multiguna bekerja sama dengan Home Credit.

Dhinda mengakui produk keuangan memang menjadi salah satu andalan mereka saat ini mengingat salah satu visi mereka adalah memperluas inklusi keuangan. Bukalapak sendiri saat ini sudah memiliki sejumlah produk finansial mulai dari BukaEmas, BukaReksa, BukaPembiayaan, BukaCicilan, BukaModal, dan BukaAsuransi.

Khusus BukaEmas, Dhinda mengklaim perkembangannya cukup pesat dari total pengguna 600 ribu pada akhir tahun lalu menjadi 2,5 juta pada pertengahan tahun ini dengan rata-rata uang yang diinvestasikan para pengguna berkisar Rp20.000-Rp50.000.

“Targetnya sama dengan keseluruhan target BukaEmas yakni tumbuh double digit hingga akhir tahun ini,” imbuh Dhinda.

Klaim bisnis sehat-sehat saja

Kabar penyusutan karyawan yang dilakukan Bukalapak sempat menghebohkan publik. Sebagai unicorn dalam negeri, penyesuaian karyawan itu dipersepsikan sebagai surutnya bisnis.

Dhinda menampik anggapan tersebut. Menurutnya, peluncuran fitur Cicil Emas ini adalah bukti bisnis mereka baik-baik saja. Keputusan perusahaan memangkas jumlah karyawan dianggap tak terelakkan guna mengejar tujuan besar mereka menjadi e-commerce yang dapat mengantongi profit.

“Sebagai [platform] e-commerce yang terus tumbuh dan terus besar, tentu penataan diri itu penting sehingga kami bisa mencapai visi misi kami menjadi salah satu [platform] e-commerce yang profitable atau yang BEP pertama,” pungkas Dhinda.

Application Information Will Show Up Here