JayJay Indonesia Luncurkan Kursus Online, Mempersiapkan Profesional di Era Digital

JayJay, platform edtech yang telah sukses dengan program pendidikan daring di Eropa Timur, kini memperluas jangkauannya ke pasar Indonesia dengan menawarkan kursus online di bidang kreativitas, desain, seni, pemrograman, hingga pemasaran. Platform ini dirancang untuk memberikan pendidikan berkualitas yang terjangkau dan inklusif, memungkinkan setiap siswa untuk memperoleh keterampilan digital yang dibutuhkan dalam era teknologi saat ini.

Dikenal sebagai pusat pendidikan digital yang menjamin pekerjaan bagi para lulusannya, JayJay telah meluluskan lebih dari 5,000 siswa dalam berbagai program digital.

“Kami membantu siswa tidak hanya belajar, tetapi juga meningkatkan nilai mereka di pasar kerja melalui pendekatan ‘Human-Product’ yang kami kembangkan, di mana keterampilan, pengalaman, dan keberhasilan siswa menjadi modal mereka untuk sukses,” ungkap Founder & CEO JayJay Indonesia Vitalii Somka.

JayJay berkomitmen untuk menjadikan pendidikan digital lebih mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat dengan harga yang fleksibel. Mereka juga melibatkan banyak pemain dalam ekonomi dan industri IT, seperti perusahaan IT terkemuka, bank dengan program kredit, serta lembaga perekrutan, untuk mendukung jalur karier siswa.

Selain itu, JayJay berencana berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan universitas di Indonesia untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan produktivitas.

Peluang ini terbuka lebar bagi pemula yang ingin memulai dari dasar hingga menjadi profesional, para profesional digital yang mencari kesempatan untuk berkembang, atau bahkan mereka yang ingin switch career. JayJay menyediakan solusi pelatihan yang disesuaikan untuk perusahaan yang ingin mengembangkan keterampilan karyawan mereka, agar tetap kompetitif di pasar yang dinamis ini.

Untuk memaksimalkan debutnya, pada pertengahan tahun 2023 lalu JayJay mengumumkan perolehan pendanaan $1 juta dari Jooble, salah satu pemimpin di bidang platform job marketplace.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Ruangguru Akuisisi Platform Edtech Asal Vietnam “Mclass”

Startup edtech Ruangguru mengumumkan akuisisi atas Mclass, sebuah platform live teaching asal Vietnam. Hal ini disebut sebagai langkah strategis perusahaan untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kapabilitasnya di wilayah tersebut.

Ruangguru telah lebih dulu memulai ekspansi ke Vietnam dengan nama Kien Guru pada 2019. Vietnam menjadi negara pertama tujuan ekspansi Ruangguru karena dinilai memiliki masalah yang sama seperti yang dihadapi Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di bidang pendidikan.

Co-Founder dan CEO Ruangguru Belva Devara meyakini reputasi dan keahlian Mclass dalam pembelajaran daring dapat semakin memperluas penawaran, meningkatkan bisnis, serta melengkapi solusi pembelajaran Ruangguru di Vietnam dan Asia Tenggara.

Ruangguru juga memperkuat posisinya sebagai salah satu pemimpin pasar di sektor edtech yang berkembang di Vietnam. “Visi kami adalah menjadi perusahaan teknologi pendidikan terdepan di Asia Tenggara dan kami yakin bahwa akuisisi ini merupakan langkah lanjutan untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkap Belva.

Didirikan oleh Nguyen Van Khai dan Nguyen Minh Thang pada 2019, Mclass bekerja sama dengan guru-guru terbaik di negara tersebut untuk menawarkan sesi live teaching pada mata pelajaran matematika, sains, sastra, serta persiapan perguruan tinggi seperti IELTS. Dalam waktu kurang lebih empat tahun, Mclass disebut telah menjadi platform pembelajaran daring ternama di Vietnam.

Pendekatan inovatif Mclass mengundang respons positif dan daya tarik yang kuat pada siswa maupun orang tua. Hal ini ditunjukkan oleh sekitar 10 juta pengikut di media sosial para guru, sesi live teaching yang berhasil meraih 85 ribu peserta pelajar, dan total 1 juta replay untuk satu sesi pembelajaran di 2022.

Solusi pembelajaran daring K-12 dari Kien Guru telah digunakan oleh lebih dari 2,5 juta siswa di Vietnam selama empat tahun terakhir, termasuk solusi video belajar (pre-recorded), live teaching, dan fitur khusus untuk membantu siswa mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah.

Akuisisi ini tidak hanya memperluas solusi pembelajaran bagi siswa, tetapi
juga akan memberikan kesempatan yang baik bagi guru Mclass untuk memperluas jangkauan mereka dan memberi dampak kepada lebih banyak siswa di Vietnam dan sekitarnya.

Pasar edtech di Vietnam

Pada tahun 2019, Vietnam masuk dalam sepuluh besar pasar pendidikan online dengan pertumbuhan tercepat secara global dan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 44,3%. Saat ini, terdapat lebih dari 200 bisnis edtech di Vietnam dengan dua juta pengguna secara nasional. Pemerintah Vietnam memperkirakan ukuran pasar ini tidak kurang dari $2 miliar.

Dilansir dari media lokal Vietnam, pendapatan pasar e-learning Vietnam diperkirakan mencapai sekitar $3 miliar di 2023 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sekitar 20,2% selama 2019-2023 menurut laporan Ken Research.

Sementara, laporan terbaru Do Ventures, edtech adalah bidang terbanyak diinvestasikan ketiga di Vietnam dalam delapan tahun terakhir di sektor teknologi. Total investasi VC ke sektor edtech di Vietnam adalah $103 juta, diikuti pembayaran ($462 juta), dan ritel ($416 juta). Namun, bidang edtech dan transformasi digital pendidikan di Vietnam dinilai masih dalam tahap awal.

Salah satu modal ventura paling aktif dari Indonesia dan juga salah satu investor pertama di Ruangguru, East Ventures, belum lama ini juga mengucurkan investasi pada platform pembelajaran online berfokus bahasa asal Vietnam, Prep. Ini adalah startup Vietnam kedua yang tahun ini mendapatkan dukungan pendanaan dari East Ventures

Dalam sebuah wawancara bersama DailySocial.id, Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di regional, pertumbuhan ekonomi digital di sana cukup kencang. Selain itu, Vietnam dikenal sebagai salah satu pemasok talenta teknis untuk ekosistem digital global; yang berarti memenuhi variabel untuk pengembangan tim lokal yang kuat.

Application Information Will Show Up Here

Introducing Cakap Upskill, to Extend Self-Development Material

Cakap is well known as an application for language learning is now expanding its wings. By formalizing the UpSkill Proficient, they explore new non-language materials and categories, such as entrepreneurship, career development, and self-development.

Cakap UpSkill is to use a module-based and topic-based system, therefore, users can pick the issues, topics, and packages on demand. Cakap team said that they had 500 professional teachers in total. The internal team has curated every teacher in Cakap Upskill through several stages to guarantee the high-quality material along with the teachers.

“According to a survey, Cakap’s active user has increased up to 5 times. The traffic in Q1 also increased by 3200% compared to the same period in 2019. Users are varied not only from language enthusiasts but also the skill up to date people. Cakap Upskill was started from user’s demand to learn and improve their quality along with their competitiveness in finding jobs or creating jobs in the adapting period of the new normal,” Cakap’s CEO Tomy Yunus told DailySocial.

Cakap has been consistent with language learning services with the concept of two-way interaction or live tutoring is beginning to consider other contributions in the education sector. Cakap UpSkill is also referred to as an end-to-end solution in providing skill sharing.

“In achieving this vision, we required to develop products that are not limited by language products. It’s because we believe that Cakap is not only a language learning application, but as a vehicle to bridging students and quality material resources through two-way interactions,” Tomy continued.

EdTech exists inside people’s mind

For the past two to three years the education technology industry or edtech has slowly but surely found its best form in accordance with the needs of society. The pandemic and the recent rush of pre-employment cards succeeded in raising the awareness and opportunities of this industry.

Cakap is not quite a new player, its language learning has evolved, not only English but also Mandarin, Japanese, and Indonesian. The team also claimed that their users existed across more than 28 provinces in Indonesia. This also includes collaboration with government agencies to hold classes for their employees.

Tomy explained the Cakap UpSkill is targeting to help those new graduates who wanted to find work, open their own business, or those forced to adapt to the current situation.

“We are aware of the current economic conditions forcing the entire community to adapt and encourage them not to surrender. Through Cakap Upskill and our role as a local startup, we intend to help reduce the failure rate and accelerate recovery by increasing the quality of human resources evenly and thoroughly,” Tomy concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cakap UpSkill Diluncurkan, Perluas Cakupan Materi Pengembangan Diri

Cakap yang selama ini dikenal sebagai aplikasi untuk belajar bahasa kini melebarkan sayapnya. Dengan meresmikan Cakap UpSkill, mereka merambah materi dan kategori baru non-bahasa, seperti wirausaha, pengembangan karier, dan pengembangan diri.

Cakap UpSkill ini nantinya menggunakan sistem modul base dan topic base, sehingga pengguna bisa memilih isu, topik, dan paket yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pihak Cakap menyampaikan, secara keseluruhan mereka memiliki 500 guru profesional. Setiap guru di Cakap UpSkill telah melewati beberapa tahapan kurasi dari tim internal sehingga kualitas materi maupun gurunya sudah dijamin.

“Menurut survei yang dilakukan, tahun 2020 pengguna aktif Cakap naik hingga 5 kali lipat. Jumlah traffic pada Q1 di Cakap juga naik 3200% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019. Kenaikan tersebut tidak hanya berasal dari peminat bahasa, tetapi juga peminat skill baru. Cakap Upskill terlahir dari permintaan pengguna Cakap yang ingin belajar dan meningkatkan kualitas diri untuk meningkatkan daya saing mereka dalam mencari pekerjaan ataupun menciptakan lapangan kerja di masa adaptasi kebiasaan baru ini,” terang CEO Cakap Tomy Yunus kepada DailySocial.

Cakap yang selama ini konsisten dengan layanan belajar bahasa dengan konsep interaksi dua arah atau live tutoring mulai menimbang untuk memberikan kontribusi lain di bidang pembelajaran. Cakap UpSkill juga disebut sebagai solusi end-to-end dalam penyediaan skill sharing.

“Untuk mencapai visi tersebut, kami merasa perlu mengembangkan produk yang tidak dibatasi oleh produk bahasa. Karena kami percaya Cakap bukan hanya aplikasi belajar bahasa, namun sebagai wadah penghubung antara pelajar dengan sumber materi berkualitas melalui interaksi dua arah,” lanjut Tomy.

EdTech mulai dapat tempat di hati masyarakat

Selama dua sampai tiga tahun belakangan ini industri teknologi pendidikan atau edtech perlahan tapi pasti menemukan bentuk terbaiknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pandemi dan ramai-ramai kartu prakerja beberapa waktu lalu berhasil mengangkat kehadiran dan juga peluang industri ini ke permukaan.

Cakap tidak bisa dibilang pemain baru, pembelajaran bahasanya sudah berkembang, tidak hanya Bahasa Inggris tetapi juga Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, dan Bahasa Indonesia. Pihak Cakap juga mengklaim pengguna yang mereka miliki menyebar di lebih dari 28 provinsi di Indonesia. Termasuk juga kolaborasi dengan instansi pemerintah untuk menyelenggarakan kelas untuk pegawainya.

Dijelaskan Tomy, Cakap UpSkill memiliki target untuk bisa membantu mereka lulusan baru yang ingin mencari kerja, membuka bisnis sendiri atau mereka yang terpaksa harus beradaptasi dengan situasi terkini.

“Kami sadar kondisi ekonomi saat ini memaksa seluruh masyarakat untuk beradaptasi, namun jangan sampai masyarakat pasrah akan keadaan. Melalui Cakap Upskill dan peran kami sebagai startup rintisan anak bangsa, kami berharap dapat turut menurunkan tingkat penggaguran dan mempercepat recovery dengan meningkatkan kualitas SDM secara merata dan menyeluruh,” tutup Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Tren Platform Edtech di Indonesia

Selain e-commerce, ride hailing, dan fintech; ada beberapa sektor bisnis startup yang digadang-gadang akan mendapatkan keuntungan besar di tengah berkembangnya pangsa pasar digital di Indonesia. Salah satu yang sering disebut-sebut adalah edtech (education technology). Pada dasarnya, para startup di bidang tersebut mencoba menghadirkan demokratisasi teknologi di dunia pendidikan.

Edtech di Indonesia mulai menjadi hype memasuki tahun 2015an – kendati startup seperti Zenius sudah ada sejak tahun 2004, sementara pemain besar lain seperti Ruangguru dan HarukaEdu baru debut di 2013. Popularitas platform tersebut juga mengikuti tren digital yang berkembang di masyarakat – misalnya sebaran broadband yang meluas, makin akrabnya masyarakat dengan layanan berbasis aplikasi, hingga opsi pembayaran digital yang lebih banyak.

Redaksi DailySocial selama 5 tahun terakhir telah meliput puluhan startup edtech, 65 di antaranya masih bertahan dan berkembang sampai saat ini – termasuk beberapa startup dari luar negeri yang fokus garap pasar di sini.

Berikut ini beberapa tren menarik yang dapat kami petakan di industri edtech tanah air:

Platform dan model bisnis

Ada enam jenis layanan yang ditawarkan oleh edtech di Indonesia. Pertama e-learning, menjajakan materi pembelajaran secara online. Beberapa menyajikan melalui konten interaktif, video on-demand, dan online live tutoring. Dari sudut materi, cakupannya juga beragam, mulai dari kursus untuk murid sekolah, konten belajar bahasa asing, hingga penguatan kemampuan personal seperti akuntansi dan pemrograman. Contoh startup di bidang ini meliputi Arkademi, Bahaso, Bensmart, CodeSaya, Kode.id, Ruangguru, Vokraf, Zenius.

Layanan e-learning yang ada di Indonesia paling banyak menyasar kalangan pengguna umum, dilanjutkan K-12 (setara jenjang SD, SMP, dan SMA). Beberapa juga secara spesifik menghadirkan materi yang dikemas untuk anak pra-sekolah (contoh: Playable, Titik Pintar), universitas (contoh: DQLab), dan bisnis (contoh: Ringerlaktat).

Konsep blended learning juga masih diterapkan edtech pada sub-vertikal ini sebagai langkah antisipasi terhadap kesiapan pasar; yakni dengan menyediakan program yang memadukan antara aktivitas online dan offline.

Model layanan edtech berikutnya adalah Learning Management System (LMS). Berbeda dengan e-learning, LMS lebih didesain untuk membantu merencanakan kegiatan pembelajaran. Sebelumnya banyak digunakan di tingkat institusi, namun seiring perkembangannya juga didesain untuk kalangan personal. Beberapa platform LMS hanya menyediakan sistem manajemen administrasi kegiatan belajar mengajar, lainnya turut menyajikan marketplace materi pembelajaran.

Dari produk startup lokal yang ada, LMS dikembangkan untuk mengakomodasi beberapa pangsa pasar, meliputi bisnis (contoh: Codemi, HarukaEdu, RuangKerja), jenjang K-12 (contoh: Kelase, Mejakita, Pintro), universitas (contoh: Ngampooz), dan umum (contoh: ZumiApp).

Edtech Indonesia

Berikutnya adalah Software as a Services (SaaS), sebagai aplikasi on-demand yang membantu institusi pendidikan melakukan transformasi dengan mendigitalkan proses bisnis yang ada di dalamnya; misalnya terkait administrasi, tata kelola perpustakaan, presensi, dan sebagainya. Sejauh ini SaaS yang dikreasikan startup lokal menyasar jenjang K-12. Alasannya cukup masuk akal, sektor lain seperti bisnis atau universitas umumnya bisa mengembangkan secara mandiri dengan tim IT yang dimiliki, sementara K-12 di Indonesia sangat jarang memiliki SDM untuk itu. Contoh layanan SaaS untuk pendidikan meliputi AIMSIS, Gredu, Infradigital, SekolahPintar dll.

Layanan lainnya adalah direktori, yang berisi berbagai informasi seputar kebutuhan pendidikan – misalnya daftar rekomendasi universitas atau lainnya. Kemudian fintech, secara khusus mereka memberikan bantuan pembiayaan pendidikan. Dan yang terakhir e-library, menampung secara digital sumber bacaan atau referensi untuk menunjang kegiatan pembelajaran.

Pendanaan startup edtech

Dalam tiga tahun terakhir, DSResearch mencatat ada 11 transaksi yang diumumkan (disclosed) oleh startup edtech di Indonesia. Ruangguru dan HarukaEdu menjadi dua yang paling banyak mendapatkan suntikan dana investor, saat ini keduanya telah menutup putaran seri C. Ruangguru sendiri telah dikonfirmasi memiliki valuasi di atas US$100 juta melalui pendanaan terakhirnya senilai 2 triliun Rupiah.

Pengumuman Startup Tahapan Investor
Maret 2020 Pahamify Seed Funding Y Combinator
Januari 2020 Hacktiv8 Pre-Series A East Ventures, Sovereign’s Capital, SMDV, Skystar Capital, Convergence Ventures, RMKB Ventures, Prasetia Dwidharma, Everhaus
Januari 2020 Gredu Pre-Series A Vertex Venture
Januari 2020 Arkademi Seed Funding SOSV
Desember 2019 Ruangguru Series C General Atlantic, GGV Capital, EV Growth, UOB Venture Management
November 2019 HarukaEdu Series C SIG, AppWorks, GDP Venture, Gunung Sewu
Oktober 2019 Zenius Education Series A Northstar Group
Februari 2019 InfraDigital Seed Funding Appworks Ventures, Fenox Ventures
Desember 2018 Squline Series A Investidea Ventures
Mei 2018 Ruangguru Grant MIT Solve
Juli 2017 Ruangguru Series B UOB Venture Management

Sementara startup lain masih banyak yang berkutat pada pendanaan awal. Kuartal ketiga tahun lalu Zenius Education akhirnya menemukan investor yang tepat. Mereka meminang dana modal dari pemodal ventura yang juga berinvestasi (awal) ke startup decacorn Gojek, Northstar Group.

Menilik besaran pangsa pasar

Ruangguru menjadi salah satu startup edtech lokal dengan pertumbuhan paling signifikan. Layanan utama mereka, video on-demand dan online tutoring, difokuskan untuk pelajar setingkat SD sampai SMA — mereka juga merilis Skill Academy untuk merangkul pangsa pasar di luar itu.

Untuk jumlah pelajar di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kemendikbud per tahun ajaran 2019/2020 ada sekitar 50,6 juta siswa/i. Sebanyak 57,9% merupakan tingkat dasar, 19,9% tingkat menengah, 9,9% tingkat atas, dan 12,1% tingkat kejuruan.

Pasar Edtech Indonesia

Konsep online tutoring sebenarnya juga coba mendisrupsi model bisnis yang sudah tervalidasi baik sebelumnya. Di pendekatan tradisional, berbagai lembaga pendidikan non-formal seperti kursus atau bimbingan belajar banyak diminati oleh pelajar dan orang tuanya – terlebih dalam rangka menyiapkan diri sebelum Ujian Nasional.

Proyeksi kami, trennya masih akan terus meningkat. Ditambah pandemi yang mulai memaksa para pelajar untuk terbiasa dengan pendidikan jarak jauh. Model-model yang ditawarkan edtech makin relevan untuk diaplikasikan. Peluang baru, seperti adanya kolaborasi pemerintah dengan platform digital untuk penyelenggaraan Kartu Prakerja, juga menjadi “lampu hijau” terbukanya regulasi dengan konsep pembaruan dalam pendidikan nasional.


DSResearch segera merilis laporan bertajuk “Edtech Report 2020” yang mengulas detail mengenai dinamika industri teknologi pendidikan di Indonesia. Untuk mendapatkan pembaruan informasi, pastikan Anda sudah berlangganan newsletter DSPatch melalui: https://dspatch.dailysocial.id.

Cerita Startup Edutech MauBelajarApa Saat Ditunjuk sebagai Mitra Program Kartu Prakerja

Program kartu prakerja menimbulkan banyak polemik di masyarakat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kualitas konten dan harga yang ditentukan. Keduanya dinilai tidak relevan, bahkan tidak sedikit yang menyamakan dengan konten gratis yang ada di YouTube.

Kami berbincang dengan Jourdan Kamal selaku founder MauBelajarApa, salah satu platform yang menjadi mitra resmi program kartu prakerja; untuk mengetahui bagaimana proses yang terjadi di belakang penunjukan dan tentunya soal kualitas konten dan harga pelatihan yang ditawarkan.

Jourdan menjelaskan, dari awal pihaknya dikontak oleh Kantor Staff Presiden. Mereka menjelaskan sedang mencari platform untuk menyediakan training. Singkat cerita pada bulan Desember 2019 silam MauBelajarApa diminta untuk menjadi mitra.

Sebagai informasi, MauBelajarApa adalah sebuah platform yang mengkurasi berbagai macam bentuk workshop atau pelatihan secara offline atau tatap muka. Tapi karena permintaan dari pemerintah, mereka sedikit berinovasi dengan membuka kelas berbasis online memanfaatkan platform video conference seperti Zoom, Hangout, dan lainnya.

“Jadi sebenarnya prakerja ini pas kita di-approach mereka (pemerintah) mau fokusnya offline. Tetapi gara-gara pandemi Covid-19 ini dan mereka pikir daripada diundur lagi kartu prakerjanya akhirnya diubah ke online untuk sementara. Karena pengen banget orang bisa segera belajar dan dapat insentif, untuk membantu penerima kartu prakerja juga kan. Kalau nanti delay insentifnya juga delay,” jelas Jourdan.

Mengenai mengapa pelaksanaan pelatihan dilakukan secara online juga sudah dikonfirmasi oleh pemerintah melalui publikasi di situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, bahwasanya pelatihan online ini hanya sementara. Ketika pandemi berakhir pelatihan offline juga akan dijalankan.

Platform, harga, dan kualitas konten

MauBelajarApa sudah lebih dari tiga tahun menjadi platform yang mengkurasi workshop atau pelatihan. Ketika diminta sebagai mitra kartu prakerja mereka menyebutkan tetap membawa pakem mereka, bahwa pelatihan harus sesuai dengan standar yang ada atau yang selama ini dijalankan.

Jourdan bercerita, kurasi yang diterapkan ada dua lapis. Pertama kurasi internal oleh mereka sendiri dan yang kedua dari tim kartu prakerja. Kurasi ini tidak hanya membicarakan tentang konten, tetapi juga harga. Karena pemerintah menghimbau harga tidak terlalu tinggi untuk pelatihan yang ditawarkan untuk pemegang kartu prakerja.

“Saya sering banget ngobrol dengan vendor terkait dengan harga, karena ini juga membantu pemerintah kan. Tapi memang ada beberapa vendor yang tidak bisa menurunkan harganya, ada yang bisa tapi tidak yang murah banget (di bawah 100 ribu Rupiah) karena memang mereka sudah profesional dan harga kelas mereka di luar (MauBelajarApa) atau di kelas korporasi juga tinggi,” papar Jourdan.

Jourdan menambahkan, MauBelajarApa itu berbeda dengan platform pembelajaran lain. Karena pada dasarnya platform ini menjembatani pelatihan offline, jadi inti pembelajaran tidak hanya video materi saja, tetapi juga mentoring dan sharing pengalaman dari sang mentor/guru/atau pengisi workshop. Bahkan koneksi dengan guru atau mentor bisa dilanjutkan selepas kelas. Sesuatu yang membedakan MauBelajarApa dengan platform belajar lainnya.

Ia juga mengklaim bahwa perusahaannya tidak pernah bermain-main soal kualitas. Ia sendiri memastikan setiap kelas yang ada di platformnya merupakan kelas yang dibuat oleh profesional dan orang yang sudah berpengalaman di bidangnya.

“Misalnya kelas masak, katakanlah ayam keju. Nanti peserta tidak hanya akan mendapatkan tutorial cara memasaknya. Tetapi juga pengalaman dari chef-nya mengenai cara menjadi chef yang benar, di mana mendapat bahan-bahan yang diperlukan, teknik masak, dan pengetahuan lain,” lanjut Jourdan.

Polemik harga dan kualitas konten platform mitra prakerja pun sudah sampai di telinga Jourdan. Menurutnya itu menjadi pilihan. Jadi jika terlalu mahal atau terlalu gampang yang tidak usah diambil kelasnya. Ia juga terbuka pada semua penilaian yang ada. Kendati demikian, ia dan tim berkomitmen menghadirkan kelas yang berkualitas, itu mengapa ia hanya membuka kelas dengan slot terbatas.

“Kita ada limit, misal 20 orang. Jadi 20 orang ini dipersilahkan memberikan rating. Jadi misal ada kualitas yang kurang bisa di-review. Jika review bagus makan slot akan ditambah, tetapi tetap pada batasan kemampuan mentor atau guru menghandel kelas tersebut,” lanjut Jourdan.

Ia juga menambahkan, bahwa ia tak hanya fokus pada pelatihan hard skill, tetapi juga mindset dan pengalaman dari profesional. Itu mengapa ia selalu mencari mentor yang sudah berpengalaman atau dari profesional yang benar-benar sudah terjun ke industri.

Sorotan tajam masyarakat, momen tepat evaluasi

Media sosial seminggu terakhir memang riuh dengan berbagai macam tanggapan masyarakat mengenai kartu prakerja. Tak hanya MauBelajarApa, platform lain juga disoroti. Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, ini adalah momen yang tepat untuk evaluasi. Baik soal konsep pembelajaran online itu sendiri dan kesiapan pasar Indonesia.

Ini bisa jadi momentum yang pas untuk merumuskan seperti apa seharusnya pembelajaran online itu terjadi. Mengingat fokus program kartu prakerja ini adalah keterampilan, jadi jika sukses di program ini nantinya bisa diimplementasikan juga untuk masyarakat umum.

Keriuhan kemarin adalah gelombang pertama penerimaan kartu prakerja. Evaluasi sudah jadi kewajiban, baik untuk penyelenggara maupun pesertanya. Seperti halnya mulai lebih ketat lagi dalam proses seleksi dan kurasi, dan bagi para pesertanya, harus benar-benar sendiri sebelum memilih lembaga dan judul pelatihan.

Bagaimana Sebaiknya Pembelajaran Jarak Jauh (UPDATED)

Wabah virus corona memaksa sejumlah pemangku kepentingan mengambil kebijakan untuk mengurangi penyebarannya. Salah satu yang diambil adalah meliburkan seluruh sekolah dan “memaksa” berlangsungnya kegiatan belajar online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sesuatu yang kini bukan hal yang mustahil tapi masih banyak yang harus dibenahi, yang paling utama adalah bagaimana memaknai pembelajaran jarak jauh itu sendiri.

Pertama kita harus angkat topi atas apa yang dilakukan startup pendidikan di Indonesia. Seperti Ruangguru misalnya, menggratiskan layanannya dan bekerja sama dengan operator seluler untuk memberikan subsidi kuota sehingga berdampak pada banyaknya murid yang mengakses dan belajar menggunakan dulu.

Ada juga Zenius, dengan komitmen membantu pendidikan Indonesia, Zenius juga melakukan hal yang kurang lebih sama. Bahkan yang terbaru mereka memperkenalkan Zenius Live, sebuah fitur yang bisa dimanfaatkan oleh para siswa belajar secara mandiri.

Sederhannya Zenius live ini merupakan kelas online yang di dalamnya ada pengajar dari Zenius mengajar secara langsung. Kelas ini dijadwalkan dari Senin sampai Jum’at dengan dua kali sesi sehari. Sesi pertama ada materi yang disampaikan oleh pengajar dari Zenius, dan sesi kedua adalah sesi membahas pertanyaan yang paling banyak ditanyakan.

Kemudian ada juga Kelase, solusinya pada akhirnya bisa jadi jalan keluar bagi mereka yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Tentunya dengan banyak provinsi di Indonesia yang mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah pengguna dan trafik kunjungan di banyak startup pendidikan membeludak, ini bisa jadi momen yang tepat bagi startup pendidikan untuk mengevaluasi kualitas layanan mereka, sambil terus memberikan yang terbaik bagi pendidikan Indonesia.

Selanjutnya, berbicara mengenai pendidikan jarak jauh, infrastruktur Indonesia sebenarnya sudah cukup siap. Terlebih provinsi yang memberlakukan kebijakan belajar jarak jauh sudah hampir seluruhnya dijangkau oleh konektivitas yang memadai. Permasalahan kuota, sinyal, dan keberadaan perangkat teknologi tentu jadi permasalahan yang cukup minor. Ibarat kata bagi siapa pun yang mau berusaha selalu ada jalan.

Masalah besar yang timbul dari kebijakan belajar dari rumah justru lahir dari pemahaman mengenai konsep “belajar jarak jauh” itu sendiri. Karena banyak yang memahami bahwa belajar jarak jauh sama dengan distribusi tugas. Kondisi yang sudah dikeluhkan oleh banyak murid dan orang tua.

Belajar jarak jauh bisa dilakukan dengan banyak bentuk. Pertama pembelajaran langsung atau live menggunakan teknologi livestream. Bisa menggunakan layanan conference call seperti Hangout, Zoom, Skype, atau YouTube Live. Cara ini bisa ditempuh untuk menjaga murid tetap terjaga di dalam rumah, sekaligus tetap memiliki waktu khusus untuk belajar. Namun sayangnya tantangan untuk penerapan pembelajaran ini cukup banyak. Yang cukup jamak adalah kuota dan kualitas sinyal, juga penguasaan teknologi.

Alternatifnya pembelajaran on demand. Jadi sekolah dan guru menyusun silabus dan materi yang diunggah online lengkap dengan sumber daya pendukungnya. Kemudian bisa ditentukan apakah materi dibuka berdasarkan jadwal atau langsung dibuka semuanya atau menerapkan model self-paced learning. Metode ini bisa jadi solusi cukup efektif jika guru dan orang tua aktif melakukan kontrol terhadap perkembangan belajar anak.

Solusi lainnya, yang paling gampang dari semua, adalah memanfaatkan teknologi media sosial. Semacam WhatsaApp, Telegram, atau Facebook. Guru bisa menjelaskan materi melalui pesan teks yang dilengkapi dengan voice note, video, tangkapan layar, dan sebagainya. Solusi ini relatif cukup mudah dilakukan dalam kondisi susah belajar teknologi baru.

Teknologi adalah alat, sistem jadi penggerak

Pendidikan Indonesia saat ini sangat tergantung pada teknologi untuk keberlangsungan proses belajar mengajar. Kebijakan dua minggu (untuk sementara dan kemungkinan bisa diperpanjang) belajar di rumah memaksa menjadikan teknologi sebagai tulang punggung. Tapi, teknologi pada dasarnya adalah alat, yang lebih penting dari semua itu tetaplah sistem dan konten pembelajaran.

Untuk itu semua agar proses belajar tetap berjalan semestinya dan tidak terganggu karena prosesnya dipindahkan di rumah, yang perlu diperhatikan tidak hanya teknologi, tetapi sistem dan konten di dalamnya. Termasuk dalam bagian sistem adalah sekolah, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri. Menumbuhkan kesadaran itu tetap belajar meski tidak diawasi langsung oleh guru, meski melalui jarak jauh.

Saya pribadi percaya bahwa jika kondisi saat ini digunakan untuk sekaligus mengevaluasi dan menguji teknologi, sistem, dan konten pendidikan yang ada. Setelah ini selesai pendidikan Indonesia tidak hanya kembali sedia kala, tetapi juga mengalami perbaikan dan evolusi, menjadi lebih matang, menjadi lebih siap dengan perubahan.

update: penambahan informasi mengenai Zenius Live

Snapask Kenalkan Aplikasi Belajar Online Berbasis Tutor

Snapask, startup teknologi pendidikan asal Hong Kong mulai menggarap pasar Asia, termasuk Indonesia. Beberapa pelokalan konten mulai disiapkan. Gerak ekspansi mereka dimulai berkat suntikan dana segar senilai Rp700 miliar pada tahun 2020 ini. Di dalamnya termasuk pendanaan terbaru sebesar Rp487 miliar yang didapat dari Asia Partners (Singapura) dan Intervest (Korea Selatan).

Solusi yang ditawarkan Snapask adalah berupa aplikasi belajar one-on-one dengan tutor secara online. Pengguna bisa menanyakan masalah tugas atau hal lain yang ingin dipelajari. Gamifikasi yang ada di dalam sistem juga dinilai menjadi hal yang membuat pengguna betah, terlebih bagi mereka yang berada di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

CMO Snapask Katherine Cheung kepada DailySocial menjelaskan, pengguna bisa mengabil foto pekerjaan rumah atau persoalan mereka, kemudian mengunggahnya melalui aplikasi. Selanjutnya Snapask akan menghubungkan mereka dengan tutor sesuai kebutuhan. Klaim waktu yang dibutuhkan untuk mencari tutor ini ada di angka 15 detik. Fitur Q&A dan Mini Class (sesi 30 menit dengan pertanyaan unlimited) adalah yang jadi unggulan.

“Kami melihat potensi besar di pasar Indonesia. Sebagian besar negara seperti Indonesia, sumber daya pendidikan sangat terpusat di kota-kota besar seperti Jakarta. Snapask ingin menjembatani kesenjangan antara pusat kota dan daerah pedesaan, untuk membuat sumber daya pendidikan terbaik tersedia untuk semua siswa,” imbuh Khaterine.

Teknologi pendidikan di Indonesia yang kian mendapat tempat di masyarakat

Di Indonesia ada banyak jenis startup teknologi pendidikan. Ada yang menyasar mereka yang sedang mengenyam pendidikan formal seperti Zenius, Ruangguru dan HarukaEdu. Ada juga yang menargetkan mereka yang ingin menambah keterampilan seperti Dicoding, Kode.id, Skill Academy, Vokraf, dan masih banyak lagi.

Gaung mengenai teknologi pendidikan semakin kencang semenjak Presiden Joko Widodo menunjuk founder Gojek Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, juga founder Ruangguru Belva Devara sebagai Staf Khusus Presiden. Keduanya diharapkan bisa memberikan dampak positif, terutama pada pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia.

Menghadapi kondisi ini Snapask terbilang cukup percaya diri. Sekarang mereka sudah memiliki tim yang ada di Jakarta untuk pelokalan konten, termasuk juga untuk rekrutmen tutor melalui serangkaian seleksi.

“Selalu kualitas layanan yang paling dihargai oleh Snapask. Kami memiliki aturan seleksi yang paling ketat untuk tutor kami, untuk memastikan semua tutor memenuhi syarat untuk mengajarkan pertanyaan yang diajukan siswa. Itu adalah sesuatu yang tidak dapat Anda temukan di platform lain, dan kami sangat bangga untuk terus memberikan janji bimbingan terbaik kami kepada pengguna kami,” jelas Khaterine.

Tak hanya Indonesia, Snapask juga menjajaki pasar Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang dan Korea Selatan; sejak lima tahun kiprahnya sebagai perusahaan teknologi pendidikan. Terbaru, dengan pendanaan yang didapat Vietnam akan menjadi pasar selanjutnya. Mereka juga akan mendirikan kantor pusat regional Asia Tenggara di Singapura.

Sementara untuk pasar Indonesia Snapask mengaku masih akan fokus pada memperkaya konten lokal yang berkualitas. Harapannya dengan banyaknya konten yang berkualitas mereka bisa mengajak pelajar dan masyarakat Indonesia untuk menggunakan Snapask sebagai bagian dalam kegiatan belajar mereka.

Application Information Will Show Up Here

Google Indonesia Luncurkan “Bangkit”, Program Pendidikan Pemrograman Gratis di Tingkat Lanjut

Bertujuan untuk menambah lebih banyak talenta digital yang memiliki kemampuan pemrograman tingkat lanjut, Google Indonesia meluncurkan program “Bangkit”.  Inisiatif tersebut dapat dinikmati gratis oleh masyarakat Indonesia yang ingin menambah kompetensi di bidang pemrograman dan machine learning.

Kepada DailySocial, Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengungkapkan, program pilot ini diluncurkan berdasarkan masukan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya yang menginginkan partisipasi lebih dari perusahaan untuk mencetak talenta digital yang berkualitas.

“Khusus untuk program Bangkit, kita menargetkan mereka yang telah memiliki kemampuan pemrograman, coding, hingga matematika. Semua pelatihan akan dilakukan dalam Bahasa Inggris, didukung dengan materi pelajaran hingga mentor berkualitas.”

Bagi mereka yang tertarik untuk mengikuti program Bagkit, bisa mendaftarkan melalui platform Grow with Google. Setelah melalui proses perekrutan dan interview, peserta yang berhasil lolos akan mengikuti program selama 6 bulan secara gratis.

Untuk fase pertama, program Bangkit baru diadakan di kota seperti Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar. Menggandeng startup unicorn Indonesia seperti Tokopedia, Traveloka, dan Gojek. Targetnya merekrut 300 peserta.

“Alasan kami untuk fokus kepada machine learning karena Google sudah banyak menerapkan teknologi tersebut dan saat ini sudah banyak startup yang mulai menerapkan teknologi yang tergolong sudah sangat advance ini. Selain technical skill kami juga akan memberikan pelatihan soft skill seperti leadership hingga critical thinking untuk para peserta,” kata Randy.

Memanfaatkan momentum

Disinggung apakah program ini diluncurkan bersamaan dengan dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Randy menegaskan program ini sebelumnya sudah menjadi rencana Google Indonesia. Memanfaatkan kemitraan dengan unicorns hingga pihak universitas, diharapkan bisa memberikan kontribusi.

Sebelumnya Google Indonesia juga telah memberikan pelatihan kepada pemilik bisnis UKM seperti Gapura Digital dan Women Will untuk perempuan. Google Indonesia mengklaim hingga saat ini telah melatih sekitar 1,6 juta orang di Indonesia.

Untuk memastikan program ini berjalan secara lancar dan tepat sasaran, nantinya Google juga akan menghadirkan mentor ternama dari Google sendiri. Mentor profesional dari Google Asia Pasifik siap membantu peserta program Bangkit.

“Pada akhirnya untuk peserta yang nantinya telah selesai mengikuti program Bangkit, bisa bekerja di perusahaan teknologi hingga startup di Indonesia. Mereka juga bisa membangun startup sendiri memanfaatkan pelajaran yang didapatkan dari program. Jika sesuai dengan kriteria tidak menutup kemungkinan mereka juga bisa bergabung dengan Google Indonesia,” kata Head of Education Programs Google Asia Pacific William Florance.

Disinggung apakah talenta Indonesia sudah siap dan memiliki kemampuan yang baik untuk meningkatkan skill set mereka, William menegaskan sudah banyak para programmer yang bekerja di perusahaan teknologi hingga startup unicorn Indonesia yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Melalui program Bangkit diharapkan jumlah tersebut bisa bertambah.

Ruangguru Rilis Skill Academy, Layanan Belajar untuk Tingkatkan Keterampilan Profesional

Startup edtech Ruangguru merilis Skill Academy, yakni sebuah platform belajar online yang berisi materi-materi seputar peningkatan kemampuan profesional. Misalnya membahas strategi penjualan, kiat melakukan presentasi, hingga memahami investasi.

Disajikan berbayar, setiap konten dibuat oleh para pakar. “Kami mengajak pekerja profesional di industri untuk mengikuti proses penyaringan yang berlapis agar dapat memastikan kredibilitas pengajar. Materi pembelajaran dikembangkan bersama dengan tim content research & development yang kami miliki,” ujar Manager Skill Academy Pretty Kusumaningrum.

Sejak diluncurkan awal September 2019, sudah ada 40 mentor yang tergabung ke Skill Academy. Jumlah tersebut masih akan terus ditambah, seiring dengan antusias pengguna terhadap platform. Untuk memudahkan akses, dalam waktu dekat aplikasi juga diluncurkan – saat ini baru ada versi web.

Ingin jadi “top of mind” solusi belajar

Pretty menceritakan mengenai latar belakang pengembangan produk baru ini. Ruangguru telah sukses menjadi edtech nomor satu di Indonesia, menyediakan aplikasi belajar untuk K-12 (tingkat sekolah dasar hingga atas). Namun dirasa penting bagi lulusan SMA/SMK untuk tetap melanjutkan belajar meningkatkan keahlian, agar memiliki daya saing tinggi saat mencari atau berada di lingkungan pekerjaan – Skill Academy ingin berperan di sini.

“Di sisi lain, ada pasar yang cakupannya 3x lebih luas dari yang sudah dilayani oleh produk Ruangguru, yakni pendidikan tinggi dan pekerja profesional. Hal ini menjadi sesuatu yang menguntungkan juga bagi usaha kami, ditambah dengan aspirasi kami untuk memberikan solusi terkait permasalahan pelatihan. Pada akhirnya, tujuan utama kami adalah menjadi platform top of mind yang bisa menyediakan solusi untuk segala kebutuhan pendidikan,” lanjut Pretty.

Ia turut menyampaikan pertimbangan yang membuat produk baru ini terpisah dari ekosistem aplikasi yang sudah ada. Target pasar Skill Academy dan Ruangguru memiliki kebiasaan yang berbeda dan bentuk materi pembelajaran yang tidak bisa digabung. Sehingga UI dan UX produk perlu disesuaikan (berdasarkan hasil user testing) agar lebih menarik dan nyaman untuk belajar.

Fokus pada pengalaman belajar

Sertifikat Skill Academy
Contoh sertifikat belajar yang didapatkan setelah menyelesaikan kelas

Skill Academy dirilis untuk menghadirkan fleksibilitas belajar bagi kalangan dewasa yang cenderung sibuk. Mereka bisa belajar kapan pun, di mana pun. Kualitas materi menjadi salah satu yang dijanjikan.

Menanggapi pertanyaan dengan diferensiasi dengan platform lain, Pretty menyampaikan “Pengalaman pembelajaran yang luar biasa. Kami memformulasikan cara belajar digital yang efektif, dengan kombinasi video interaktif, infografis, dan metode assessment yang dapat mengukur kemajuan pengguna. Kami sudah melakukan testing sejumlah pengguna dan mendapatkan feedback yang memuaskan.”

Selain itu ia juga mengatakan tentang “best value of money”, setelah mendaftar dan berlangganan di suatu kelas, pengguna akan mendapatkan akses seumur hidup dan sertifikasi bagi yang berhasil menyelesaikan.

Selain Skill Academy, sebelumnya sudah ada startup yang menawarkan platform belajar untuk kalangan profesional. Termasuk RevoU yang fokus pada pendidikan teknologi, Bahaso yang mulai merambah materi di luar pembelajaran bahasa, hingga Udemy yang telah resmikan kehadiran di Indonesia.