Ruangkerja Fasilitasi Korporasi Bangun Kanal Belajar Terpadu untuk Karyawan

Bersamaan dengan ajang konferensi “Learning Innovation Summit 2018” yang diadakan di Jakarta belum lama ini, Ruangguru mengumumkan kerja sama strategisnya dengan Pertamina Corporate University. Kerja sama tersebut secara khusus ditujukan untuk pengembangan mobile based corporate learning bernama “Ruangkerja”, sebuah portal belajar daring mandiri yang didesain khusus untuk membantu pekerja di korporasi mengembangkan keterampilan.

Pengembangan layanan mobile tersebut berangkat dari keinginan Pertamina menjangkau setiap karyawan di seluruh wilayah operasi untuk bisa mendapatkan akses materi belajar yang sama. Platform Ruangkerja berisi modul pelatihan yang disusun menggunakan pendekatan journey based learning dan micro learning. Seluruh karyawan Pertamina nantinya dapat mengakses platform ini untuk meningkatkan kompetensi diri.

Platform ini juga dilengkapi dengan fasilitas chatting yang memungkinkan tutor dan pembelajar melakukan interaksi secara langsung. Untuk setiap modul yang berhasil dikuasai dengan baik, peserta akan diapresiasi dengan Sertifikat Kompetensi yang diakui oleh perusahaan.

Untuk saat ini Ruangkerja memang baru difokuskan untuk diaplikasikan di lingkungan kerja Pertamina saja. DailySocial mencoba mengkonfirmasi ke pihak Ruangguru terkait rencana ke depan. Pihaknya mengaku sudah ada agenda untuk membuat platform Ruangkerja dapat digunakan secara lebih luas. Namun rencana tersebut belum bisa dipaparkan secara detail.

Gambaran prospek layanan e-learning untuk pasar bisnis

Menurut hasil penelitian dari elearningindusry.com di tahun 2017, negara dengan tingkat pertumbuhan adopsi e-learning tertinggi adalah India (55%), disusuk Tiongkok (52%), Malaysia (41%), dan Romania (28%). Indonesia sendiri berada di urutan ke 8 dengan pertumbuhan sebesar 25% setiap tahunnya. Angka ini lebih besar dari rata-rata Asia Tenggara sebesar 17,3%.

Salah satu tren menarik, pasar B2B (Business-to-Business) mulai menerima sistem e-learning untuk diaplikasikan di korporasi. Masih dari hasil riset yang sama, disebutkan instansi publik di Amerika Serikat 77% memanfaatkan e-learning untuk program pelatihan korporasi demi meningkatkan keterampilan pekerjanya. Di sisi industri, pangsa pasar online corporate training meningkat 13% per tahun.

Hasil penelitian lain,  dari The 2014 Training Industry Report, sebesar 29% perusahaan secara global baik kecil, menengah, dan besar berminat membeli perangkat lunak dan jasa e-learning. Selain itu, sebesar 41% perusahaan berminat untuk membeli jasa Learning Management System (LMS).

Application Information Will Show Up Here

Codemi Rencanakan Ekspansi Regional, Pasarkan Learning Management System untuk Korporat

Codemi, startup yang bergerak di bidang learning management system (LMS), mengungkapkan rencananya untuk ekspansi ke regional dalam waktu dekat guna memasarkan produknya ke kalangan korporat skala besar.

Hanya saja, Founder dan CEO Codemi Zaki Falimbany mengatakan rencana tersebut akan terlaksana pasca perusahaan memperoleh penggalangan investasi perdana. Pihaknya optimis, produk LMS yang dikembangkan Codemi memungkinkan perusahaan dapat ekspansi secara instan ke regional karena memiliki pangsa pasar yang cukup besar di sana.

“Kemarin kita masih fokus untuk dalam negeri. Karena bisnis kita ini B2B, jadi sangat memungkinkan expand secara instan ke regional. Obyektifnya ke Asia Tenggara. Saat mau menentukan itu [ekspansi regional], kapan butuhnya [cari investor] pasti akan mulai dicari,” terangnya, Selasa (6/3).

Sejauh ini, sambung Zaki, sejak Codemi pertama kali berdiri di 2013, pihaknya belum pernah menerima investasi dari pihak luar. Pendanaannya selama ini berasal dari klien yang berminat menggunakan produk Codemi dan membayarkan uang mukanya untuk memproduksinya.

Dari segi model bisnisnya pun, sedari awal Codemi sudah mulai menerapkan monetisasi. Pemasukan yang diterima Codemi dihitung berdasarkan per akun karyawan yang login ke sistem Codemi. Perusahaan pun akan teken kontrak dengan Codemi minimal satu tahun.

“Karena kita untungnya B2B, kita enggak bisa kaya e-commerce yang harus subsidi. Sedari awal sudah harus monetisasi. Sekali kasih harga enggak bisa dinaikin. Makanya kita sudah profitable dan inginnya mau lebih cepat karena dari segi omzet udah lumayan bagus.”

Kembangkan produk

CEO & Founder Codemi Zaki Falimbany saat presentasi Codemi Learning / Codemi
CEO & Founder Codemi Zaki Falimbany saat presentasi Codemi Learning / Codemi

Seiring rencana ekspansinya tersebut, Codemi mulai mengembangkan penetrasinya di pasar Indonesia dengan meluncurkan produk Codemi Learning. Ini adalah program manajemen pembelajaran berbasis cloud yang memungkinkan perusahaan dalam mengembangkan Corporate Digital Academy untuk pelatihan karyawan dan mitra kerja.

Produk ini diharapkan bisa memberikan solusi bagi perusahaan skala besar untuk mengelola program pelatihan dengan lebih baik, terukur, dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi performa kerja bisnis dapat terpenuhi.

Dalam Codemi Learning tersedia fitur pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan seperti online training (pengguna dapat akses modul pembelajaran kapan saja), learning plan (program rangkaian pembelajaran terencana bagi karyawan).

Kemudian, gamification (untuk memotivasi karyawan dengan penghargaan berdasarkan aktivitas dalam sistem), serta report and analytics (laporan perkembangan karyawan secara terukur berdasarkan hasil pelatihan).

“Produk ini lahir karena ada tantangan dari segi klien yang kini mulai sadar dengan manfaat cloud. Sebelumnya mereka sangat takut karena data karyawan tersimpan bukan di server perusahaan. Tapi seiring waktu, mereka mulai sadar karena turn over karyawan sangat tinggi sementara untuk adakan training online butuh bandwith yang tinggi karena ada streaming video.”

Untuk proteksi data karyawan, Codemi memanfaatkan fitur single sign on yang dipadukan dengan keamanan berlapis. Jadi setiap karyawan yang mau login ke Codemi harus memiliki ID karyawan karena menggunakan sistem perusahaan. Codemi hanya menyimpan ID karyawan, sementara data lainnya akan diserahkan sepenuhnya ke perusahaan, termasuk hasil laporannya.

Tak hanya untuk korporat besar, Codemi juga sedang merancang produk lainnya untuk perusahaan skala UKM dan ritel untuk memperluas segmen pasar. Menurut Zaki, kedua produk tersebut akan diluncurkan dalam kurun waktu tahun ini.

Sempat pivot di 2015

Sebenarnya Codemi adalah perusahaan yang lahir saat program inkubasi Founder Institute yang diikuti Zaki pada 2013. Namun pada saat itu perusahaan masih memakai model bisnis massive open online course (MOOC), namun tidak berhasil jalan.

Akhirnya memutuskan untuk ubah model bisnis saat rekanan Zaki ingin meminjam software Codemi untuk training karyawan. Namun rekanan tersebut mengalami kesulitan saat harus mengevaluasi karyawan mana saja yang sudah ikut pelatihan mana yang belum.

“Di awal 2015 akhirnya kita pivot jadi LMS. Didukung pula oleh hasil survei kami ke HRD dari 30 perusahaan. Kami tanya ke mereka, apakah butuh software untuk mengelola program pelatihan karyawan. Dari yang kita tanya, hanya tiga perusahaan yang pakai dan semuanya dari luar negeri. Ada dua perusahaan yang belum pakai, akhirnya memutuskan untuk pakai produk kita.”

Sejauh ini, Codemi memiliki kurang dari 10 perusahaan sebagai kliennya. Rata-rata berasal dari perusahaan e-commerce, keuangan, otomotif, transportasi online dan sebagainya.

Pada tahun lalu, Codemi mencatat pengguna terdaftar sebanyak lebih dari 1 juta orang. Sebanyak 1,5 juta pelatihan berhasil diselesaikan oleh pengguna dengan total waktu pembelajaran selama 375 ribu jam dalam setahun.

Faktor Penghambat Perkembangan Startup Teknologi Pendidikan di Indonesia

Startup yang bergerak di bidang teknologi pendidikan, atau sering juga disebut dengan edtech, menyimpan potensi yang cukup besar. Hanya saja industri edtech masih terus berusaha keras mengambil peluang-peluang yang ada di dunia pendidikan Indonesia. Permasalahan-permasalah seperti keterbatasan materi, kelas belajar yang belum banyak hingga manajemen pendidikan masih menjadi masalah utama yang juga berarti masih ada kesempatan untuk memberikan solusi. Dalam dua tahun terakhir startup pendidikan tumbuh, namun tidak secepat industri-industri lain yang sama-sama memanfaatkan teknologi.

Layanan Edtech sejatinya dibagi menjadi beberapa jenis atau kategori. Contohnya adalah penyedia materi belajar secara online, platform teknologi yang menjembatani guru dengan murid, solusi untuk komunikasi dan kolaborasi guru-murid-orang tua, atau platform bertanya untuk mempermudah mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Secara umum, tiap kategori memiliki hambatan yang sama.

Masih harus mengedukasi masyarakat

Sama seperti banyak bisnis baru di banyak sektor lain, tugas pertama kali yang harus dihadapi layanan edtech adalah mengenalkan solusi yang mereka tawarkan kepada para calon pengguna. Baik itu perusahaan, institusi sekolah, atau lembaga pendidikan (B2B) atau guru, siswa dan orang tua (B2C). Semua punya permasalahan untuk mengenalkan ke masing-masing calon pengguna.

Untuk bisnis B2B, kemampuan masuk ke sekolah, universitas atau lembaga-lembaga belajar menjadi hal pertama. Selanjutnya mereka harus bisa meyakinkan layanan mereka berkualitas dan memiliki sejumlah fitur yang memang dibutuhkan. Di sejumlah kota kemungkinan sekolah, universitas, atau lembaga belajar sudah memiliki platform belajar yang dikembangkan sendiri. Jika produk edtech yang ditawarkan merupakan platform belajar harus ditemukan pembeda. Untuk kasus ini, edukasinya adalah tentang keunggulan yang ditawarkan.

Sementara bagi mereka yang menargetkan mendigitalisasi proses pendidikan yang masih konvensional, tugasnya lebih berat lagi. Ada beberapa aspek yang jadi penghambat, misalnya para pengajar yang sudah nyaman belajar dengan cara lama atau mereka yang belum seutuhnya menguasai untuk penggunaan teknologi. Siswa dan orangtua di sini berperan sebagai pengikut, sehingga guru memegang peranan penting untuk kesuksesan segmen ini.

Sektor B2C memiliki tantangan yang berbeda. Misalnya, ada yang memaknai layanan atau aplikasi yang baik adalah yang bisa membantu mengerjakan PR atau layanan edtech yang baik adalah layanan yang membantu mereka memahami sebuah masalah. Masih banyak pula yang beranggapan bahwa pendidikan yang baik adalah mereka yang bisa mengantarkan masuk ke sekolah favorit di jenjang yang lebih tinggi.

Perbedaan cara pandang siswa atau orang tua tentang keberhasilan pendidikan ini juga menjadi area yang harus disikapi. Pengadaan uji coba, seminar atau usaha lainnya bisa membuka pandangan masyarakat terhadap solusi teknologi pendidikan.

Konten dan cara belajar

Hadirnya teknologi membawa sejumlah perubahan dari segi cara belajar. Kelas jarak jauh, konten-konten pelajaran on demand berbentuk video pun mulai banyak ditemukan. Permasalahan muncul ketika konten atau metode belajar yang ditawarkan oleh para penyedia layanan edtech hanya bekerja untuk sebagian orang karena model dan cara belajar masyarakat umumnya berbeda-beda. Untuk itu mengenali model belajar sangat penting.

Saat ini ini ada banyak bentuk konten atau cara belajar, misalnya dengan video on demand yang sudah disusun per bagian sesuai dengan kurikulum, tatap muka langsung dengan guru atau pun grup/kelas, atau penyajian materi/proses belajar yang lainnya. Yang masih kurang adalah pembiasaan, termasuk kesadaran bahwa belajar bukan soal apa yang harus dihadapi di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi bisa banyak hal.

Dulu sebelum layanan transportasi online dan belanja online dikenal di masyarakat, banyak orang yang merasa takut atau ragu bertransaksi. Kini pasar yang semakin savvy menjadi momentum para penyedia edtech untuk bisa mengubah dan mengarahkan cara belajar memanfaatkan teknologi dan bersinergi bersama.

Akuisisi Bask, Brainly Siapkan Platform Tanya Jawab Berbasis Video

Mengawali tahun 2018 Brainly mengumumkan mengakusisi salah satu startup tanya-jawab berbasis video, Bask. Akuisisi ini akan menjadi salah satu langkah Brainly mentrasnformasikan layanan mereka dengan memungkinkan penggunanya melakukan tanya jawab menggunakan video.

Sejauh ini proses tanya-jawab yang ada di Brainly hanya sebatas teks dan gambar. Untuk beberapa persoalan teks dan gambar tidak begitu efisien untuk menyampaikan penjelasan sehingga konten video juga dianggap lebih efektif dalam membantu siswa atau pengguna Brainly dalam belajar.

Disampaikan CEO Brainly Michal Borkowski konten video sebagai suplemen untuk belajar telah membantu siswa untuk memperkuat ilmu dan keterampilan. Konten video dinilai bisa membantu siswa memahami secara aktif dan menciptakan lingkungan kolaboratif dan personal

“Kami senang mengintegrasikan kemampuan video dari Bask ke dalam platform Brainly, membuat Brainly menjadi lebih menyenangkan sebagai platform yang diharapkan oleh para siswa untuk mendapat pertolongan. Seiring kami mempercepat misi kami untuk mengilhami siswa untuk terus belajar, maka kami harus terus berinovasi agar siswa dapat terhubung, belajar, dan mengeksplorasi dengan lebih baik,” ujar Michal menanggapi akuisisi yang dilakukan Brainly.

Secara terpisah Market Manager Brainly Dimas Mukhlas menjelaskan, alasan Brainly mengakuisisi Bask karena melihat potensi yang telah ditunjukan. Bask dinilai cukup sukses untuk mengakomodasi model tanya-jawab berbasis video dalam ukuran file yang kecil dan ringkas.

Rencana Brainly di Indonesia tahun 2018

Kehadiran konten video bisa diprediksi akan mengubah cara berinteraksi pengguna Brainly. Namun Dimas menjelaskan setidaknya dalam beberapa bulan ke depan belum ada dampak langsung untuk pengguna Brainly di Indonesia.

“Belum ada dampak langsung yang bisa dirasakan [pengguna di Indonesia] setidaknya pada semester pertama 2018 ini. Proses tanya jawab di video, selain memiliki manfaat besar, juga memiliki resiko yang tidak kecil. Khususnya alasan keamanan dan moderasi konten,” terang Dimas.

Lebih jauh Dimas menerangkan bahwa untuk saat ini pihaknya tengah fokus berinvestasi pada teknologi yang bisa memudahkan pengguna Brainly untuk menyiapkan kemampuan untuk belajar secara mandiri. Nantinya akan ada banyak fitur yang ditambahkan untuk membuat siswa menjadi lebih siap dalam menghadapi ujian.

“Target Brainly di tahun 2018 ini adalah menambah jumlah user yang bersedia untuk lebih terlibat dalam proses tanya jawab di Brainly. Saat ini mayoritas user Brainly adalah penikmat konten namun kurang aktif dalam menanyakan pertanyaan dan membantu siswa yang lain. Kita ingin di tahun 2018 ini agar user kita lebih engage dengan produk di Brainly,” ujar Dimas.

Sejauh ini Brainly mengklaim sudah mendapatkan 100 juta pengguna unik bulanan dari total 35 negara, 24 juta diantaranya di dapat dari Indonesia. Brainly telah berhasil mendapatkan pendanaan sebesar $14 juta dari Kulczyk Investments yang artinya secara keseluruhan Brainly sudah berhasil mendapatkan suntikan dana senilai $38,5 juta sejak pertama didirikan pada tahun 2009 silam.

Application Information Will Show Up Here

Quipper Campus Ingin Jadi Platform yang Membantu Siswa Tentukan Jurusan Favorit

Bertujuan untuk menambah jumlah siswa sekolah yang melanjutkan jenjang pendidikan ke universitas, platform edutech Quipper secara resmi meluncurkan Quipper Campus. Platform ini berisi informasi seputar kampus berdasarkan kategori lokasi dan jurusan yang diincar. Layanan yang baru tersedia dalam bentuk situs ini mencoba untuk merangkum ribuan universitas negeri dan swasta yang ada di tanah air.

Kepada media hari ini, (24/01), Country Manager Quipper Indonesia Takuya Homma mengungkapkan, sesuai dengan visi dan misi Quipper selama ini yaitu mendukung pertumbuhan edutek di Indonesia, Quipper Campus diharapkan bisa membantu memandu siswa menentukan universitas yang sesuai.

“Karena masih baru meluncur, fokus dari Quipper Campus saat ini adalah mengumpulkan informasi langsung dari universitas sekaligus melakukan kegiatan promosi kepada sekolah yang sudah bekerja sama dengan Quipper sebelumnya.”

Saat ini kurang lebih terdapat sekitar 4500 universitas di Indonesia, namun demikian karena masih belum banyak di antara universitas tersebut yang terakreditasi, Quipper melakukan penyaringan universitas yang paling sesuai untuk pengguna.

“Saya melihat saat ini mungkin hanya sekitar 1000 universitas saja yang sudah terakreditasi. Melalui Quipper [Campus], kami berupaya untuk merangkum universitas yang sesuai dengan kriteria kita langsung dari pihak universitas,” kata Project Leader Quipper Campus Patricia Sanjoto.

Tidak hanya universitas negeri, Quipper Campus juga sarat dengan universitas hingga lembaga pendidikan swasta yang semakin menjamur jumlahnya.

“Saat ini, karena masih baru, kami masih fokus kepada universitas lokal. Namun ke depannya kami juga akan menghadirkan universitas hingga lembaga pendidikan asing ke dalam platform Quipper Campus,” kata Takuya.

Belum melancarkan monetisasi

Disinggung tentang strategi monetisasi untuk Quipper Campus, Takuya menegaskan saat ini masih belum berencana untuk melakukan kegiatan tersebut. Namun selanjutnya jika permintaan makin besar dari pihak universitas untuk mempromosikan kampusnya, tidak menutup kemungkinan skema berbayar untuk universitas akan diluncurkan.

“Hal tersebut sudah kami lakukan di Jepang, namun untuk Indonesia nampaknya belum kami hadirkan karena masih fokus mengumpulkan data dan informasi yang lengkap kepada pengguna,” kata Takuya.

Saat ini Quipper Campus sudah mengumpulkan informasi sekitar 500 universitas di Indonesia dan jumlah tersebut diklaim akan ditambah berdasarkan rekomendasi dan proses penyaringan.

Menggunakan algoritma khusus untuk pencarian cepat

Terkait teknologi yang digunakan Quipper Campus untuk fitur pencarian universitas yang relevan, Takuya menegaskan Quipper Campus menggunakan teknologi sendiri memanfaatkan algoritma yang ada. Hal tersebut, menurut Takuya, cukup efisien agar memberikan kemudahan kepada pengguna.

“Yang menarik dalam edutech adalah,teknologi AI dan terkait lainnya justru tidak terlalu berpengaruh dalam hal memberikan pengalaman pengguna. Pengguna cenderung lebih menginginkan cara yang konvensional ketika mencari informasi hingga memanfaatkan fitur belajar di Quipper,” kata Takuya.

Takuya menambahkan, fitur Quipper Video dan Quipper Campus kebanyakan digunakan siswa yang masih kesulitan untuk menentukan pendidikan lanjutan yang sesuai dengan minat dan kemampuan.

“Sebagai perusahaan edutech yang memiliki tujuan untuk mendukung pendidikan di Indonesia, kami akan terus berinovasi dalam rangka mendukung program pemerintah untuk memastikan siswa-siswi Indonesia dapat bersaing di tingkat global,” tutup Takuya.

SIKAD, Produk SaaS untuk Administrasi Sekolah

SIKAD (Sistem Akademik) merupakan sebuah produk berbasis SaaS yang dikembangkan untuk membantu manajemen pendidikan di sekolah. Layanan ini disuguhkan melalui paltform web, dengan harapan bisa diakses di mana pun dan melalui perangkat apa pun. Fungsi utama SIKAD ialah membantu proses administrasi di berbagai lini divisi di sekolah, mulai dari membantu guru dalam mengelola nilai, hingga membantu staf tata usaha untuk mengelola arus kas.

Saat ini sudah ada banyak fitur yang diakomodasi oleh SIKAD, di antaranya fitur rapor digital, sistem pendaftaran siswa baru, layanan bimbingan konseling, administrasi tata usaha, sistem perpustakaan, hingga yang terbaru sistem penilaian kinerja guru. Salah satu komitmen yang ditekankan SIKAD bahwa sistemnya akan selalu diperbarui dengan peraturan yang ada. Hal ini mengingat aturan dalam dunia pendidikan — misalnya kurikulum — sangat dinamis.

SIKAD dikembangkan dua orang kakak beradik, Zainal Abidin dan Hasan Al Rasyid. Zainal sebelumnya merupakan seorang guru TIK di salah satu sekolah di Bogor. Sedangkan adiknya adalah seorang lulusan ITB yang tengah menyelesaikan studi doktoralnya di University of Kanazawa Japan. Saat ini SIKAD sedang dalam fundraising tahap seed stage. Selama tiga bulan terakhir, SIKAD baru saja mengikuti program GnB Accelerator.

Di dunia edukasi Indonesia tantangannya unik, mulai dari kepemilikan perangkat, akses internet, hingga SDM yang tersedia. Zainal menyadari betul tantangan tersebut.

“SIKAD memahami hambatan yang disebutkan. Apalagi SIKAD langsung digunakan oleh guru dan tenaga kependidikan yang dari segi latar belakang usia saja sudah sangat bervariasi. Itu pula yang menjadi dasar SIKAD dalam mengembangkan aplikasi, kami berusaha membuat aplikasi yang intuitif dengan proses penggunaan yang tidak terlalu sulit, menunjukkan bahwa teknologi tidak seharusnya mempersulit, dan menghasilkan keluaran yang akurat dan cepat dengan usaha minimal.”

Strategi pemasaran SIKAD tidak dijajakan langsung ke sekolah-sekolah, melainkan melalui Dinas Pendidikan di Kabupaten dan Kota. Apa yang ditawarkan SIKAD kepada target pasarnya ialah efektivitas. Harapannya dengan implementasi sistem digital ini, dinas dan sekolah di area tersebut akan lebih mudah menjalankan administrasi pendidikan. Pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan apa pun dengan lebih akurat dan cepat.

“Kami memiliki bermacam jenis modul dan fitur, mulai dari PPDB Online, Sertifikasi, hingga sarana-prasarana yang akan sangat membantu Dinas Pendidikan dalam fungsi pengawasan dan pembinaannya,” lanjut Zainal.

Targetnya untuk waktu mendatang SIKAD ingin memfokuskan pada membangun kemitraan dengan jajaran dinas pemerintahan terkait di area yang lebih luas. Terutama untuk mendukung inisiatif kota pintar di bidang pendidikan.

Platform Edtech ZumiApp Permudah Komunikasi Guru, Orangtua, dan Murid

Untuk memudahkan komunikasi dan monitoring orang tua terhadap rekam jejak pendidikan sang anak, saat ini sudah banyak platform yang menghadirkan layanan tersebut. Salah satu startup lokal yang mulai menjajaki potensi tersebut adalah ZumiApp.

Kepada DailySocial, pendiri ZumiApps Hermine Carmen mengungkapkan, ZumiApp memudahkan komunikasi antara pengajar, orang tua, dan murid, khususnya untuk anak-anak yang masih memerlukan perhatian orangtua dan berusia di bawah 13 tahun.

“ZumiApp dapat digunakan oleh orang tua apabila sekolah, tempat les, atau tempat penitipan anak menggunakan ZumiApp. Sekolah, penitipan anak, tempat les dapat mendaftarkan tempat mereka di ZumiApp dan orang tua murid mereka dapat menggunakan ZumiApp setelah mereka mendaftarkan nomor telepon yang akan digunakan,” kata Hermine.

Selama ini platform komunikasi yang masih digunakan oleh orang tua adalah melalui messaging platform seperti WhatsApp, Line, hingga email. Cara ini menurut Hermine tidak efisien karena informasi yang didapatkan tidak terkumpul dalam satu platform seperti ZumiApp.

“Selain itu cara tersebut tidak bisa terlalu diandalkan karena kadang komunikasi tertulis bisa hilang. Komunikasi verbal kadang bisa lupa atau bila informasinya di-estafet informasinya bisa berubah. Komunikasi di email bisa terkubur oleh banyaknya informasi lain yang diterima oleh email pribadi atau email kerja,” kata Hermine.

Cara kerja ZumiApp

Saat ini ZumiApp telah memiliki enam klien yang terdaftar, di antaranya adalah children development center, international school, dan pre-school. Melalui smartphone, ZumiApp dilengkapi dengan fitur-fitur menarik seperti fitur untuk orangtua, Bulletin Sekolah, Berita Kelas Anak, Jadwal Anak, Chat Room antar guru dan orangtua, Galeri foto, update keseharian anak/murid (report), Alert untuk emergency.

“Sementara untuk guru bisa mendapatkan kemudahan untuk mengatur fitur orang tua tanpa perlu memiliki desktop semua dapat diakses melalui mobile phone, tambahan fitur guru seperti chat antar guru, berita antar guru, Pengaturan meeting guru,” kata Hermine.

Masih menjalankan bisnis secara boosttrapping, ZumiApp mengklaim masih dalam fase pertama, yaitu fase komunikasi antar guru dengan orang tua. Fase berikut adalah kemudahan murid berkomunikasi dengan aman dan termoderasi dengan guru, juga untuk mengakses perkembangannya di sekolah. Pengembangan ke depan diharapkan ZumiApp bisa juga dipakai mahasiswa dan kursus, seperti kursus Coding atau sekolah lanjutan (S2).

“Ada beberapa fase lagi yang akan dikembangkan secara bertahap. Jaminan kami bahwa aplikasi kami bisa digunakan di mobile dengan baik tanpa kendala-kendala yang menyulitkan pengguna,” tutup Hermine.

Sementara ini ZumiApp belum resmi meluncurkan aplikasinya (masih dalam bentuk invite only atau prototype di Expo) di Itunes ataupun PlayStore, dan akan resmi diluncurkan untuk umum di bulan Desember 2017 mendatang.

Buka Kelas “Menjadi Android Developer Expert” Angkatan Kedua, Dicoding Ingin Cukupi Kebutuhan Pengembang Mobile Indonesia

Pertumbuhan ekosistem startup teknologi Indonesia sangat pesat. Sayangnya pertumbuhannya tidak diikuti dengan ketersediaan pengembang yang mumpuni. Sudah banyak kita dengar cerita tentang startup-startup mapan yang mulai “mengekspor” pekerjaan ke India karena jumlah ketersediaan pengembang yang terbatas.

Dicoding, platform digital yang menjembatani pengembang aplikasi dengan peluang dan kebutuhan pasar, mencoba membantu mengatasi masalah ini dengan membuka kelas-kelas yang membantu menyediakan pengembang dengan skillset yang dibutuhkan dunia industri yang terus berkembang pesat.

Android dipilih menjadi platform unggulan karena tingginya adopsi masyarakat yang mendorong kebanyakan startup melengkapi diri dengan ketersediaan aplikasi di platform buatan Google yang harus diperbarui secara berkala.

Kelas “Menjadi Android Developer Expert (MADE)” angkatan kedua adalah salah satu wujud usaha tersebut. Tersedia secara online, MADE bisa diikuti oleh siapapun di Indonesia yang memiliki akses internet. Sebagai Google Authorized Training Partner di Indonesia, Dicoding berharap akan lahir ratusan, bahkan ribuan, pengembang Android baru melalui program MADE ini.

Dicoding, yang didirikan sejak awal Januari 2015, saat ini memiliki lebih dari 71 ribu anggota dari 336 kota di Indonesia. Disebutkan 632 orang di antaranya adalah penggiat startup. Selain Android, disebutkan saat ini Dicoding juga memberikan pelatihan untuk 6 platform teknologi lainnya, termasuk bermitra dengan IBM, Microsoft, dan LINE.

MADE angkatan pertama disebutkan memiliki 2100 peserta, dari pelajar SMA/SMK, penggiat startup, freelance developer, ataupun para pegawai di sektor teknologi informasi.

Disebutkan kelas MADE, yang tersedia secara online, memiliki 125 modul berbahasa Indonesia, 35 video tutorial, 24 kuis, dengan target penyelesaian 90 hari. Modul tersebut, jika dicetak menjadi buku (yang memang dibagikan untuk setiap peserta), terdiri dari total 670 halaman.

Modul berbahasa Indonesia diklaim menjadi keunggulan program ini, karena selama ini modul-modul Google atau pihak ketiga selalu tersedia dalam bahasa Inggris.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono mengatakan:

“Selain pesatnya perkembangan teknologi pemrograman di bidang software engineering, ketersediaan akses terhadap pembelajaran teknologi yang ‘cutting-edge’ dalam Bahasa Indonesia dan mudah dipahami juga masih sangat terbatas. Persoalan inilah yang berusaha kami atasi melalui Dicoding Academy sehingga siapapun dapat mempunyai kesempatan belajar teknologi termutakhir, kapanpun dan di manapun ia berada.”

Dalam MADE, setiap sesi pembelajaran akan di-review secara manual dan timbal balik dari penilai diharapkan memberikan motivasi bagi para pengembang untuk terus memperbaiki hasil coding-nya.

“Merealisasikan materi dalam Bahasa Indonesia untuk kelas MADE merupakan sebuah langkah dan kontribusi nyata Dicoding dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada subsektor aplikasi dan game. Harapan saya kesempatan baik ini dapat dimanfaatkan oleh developer Indonesia dan para pelaku industri kreatif digital untuk meningkatkan skill dan kualifikasi mereka sehingga mampu berdaya saing secara global dan menggerakkan roda ekonomi kreatif nasional,” sambut Kepala Bekraf Triawan Munaf terhadap peluncuran batch baru MADE ini.

Ruangguru Tambah Produk Edukasi Premium “Ruangbelajar”

Startup edutech Ruangguru meluncurkan tambahan produk edukasi premium Ruangbelajar. Langkah tersebut menjadi strategi perusahaan untuk mendongkrak pendapatan bisnis yang berasal dari produk B2C.

Ruangbelajar adalah sarana belajar mandiri online melalui learning journey per sub topik yang terdiri dari video, kuis, rangkuman, latihan topik, dan catatan yang dapat diakses melalui aplikasi.

Selain mengumumkan produk baru, Ruangguru juga menghadirkan Ruangguru On-The-Go yang merupakan USB OTG berisi berbagai video untuk digunakan siswa tanpa kuota internet. Produk ini dijual secara bundling, rencananya akan hadir November 2017.

Untuk paket reguler, siswa perlu berlangganan produk Ruangbelajar secara tahunan. Sedangkan paket ekstra, merupakan gabungan dari USB dengan Digitalbootcamp, produk Ruangguru lainnya. Digitalbootcamp adalah grup belajar online se-Indonesia, maksimal dalam grup chat berisi 20 murid, satu tutor, dan satu konsultan.

“Ruangguru On-The-Go tidak bisa dibajak karena untuk mengaksesnya memerlukan akun pengguna yang sudah berlangganan secara setahun. Tinggal colok saja ke handphone, nanti bisa langsung digunakan siswa secara offline tanpa kuota,” Co-Founder dan CEO Ruangguru Belva Devara, Selasa (24/10).

Produk Ruangbelajar turut melengkapi layanan belajar Ruangguru lainnya, yaitu jasa pencarian guru privat, Ruangles; jasa konsultasi belajar privat online, Ruanglesonline; fasilitas tryout ujian, Ruanguji; dan grup belajar online se-Indonesia, Ruangguru Digitalbootcamp.

Co-Founder dan CPO Ruangguru Iman Usman melanjutkan peluncuran berbagai produk premium yang bersifat B2C ini adalah tindak lanjut  perusahaan dalam mendongkrak pendapatan bisnis. Kendati demikian, Iman enggan mengungkapkan pendapatan yang sudah diraup Ruangguru lewat produk premium.

Sejak tiga tahun berdiri, awalnya Ruangguru fokus membangun ekosistem yang diperuntukkan ke arah B2B dengan menggandeng pemerintah baik dari provinsi, maupun kabupaten dan kota. Tujuannya, Ruangguru ingin mengumpulkan data pendidikan sebanyak-banyaknya secara digital yang dapat digunakan pemerintah agar setiap keputusan yang diambil dapat tepat sasaran.

Ada tiga produk B2G yang dihadirkan Ruangguru khusus untuk pemerintah, yakni ruanguji, manajemen kelas yand dilengkapi bank soal, dan dashboard yang telah terintegrasi antara pemerintah dengan sekolah.

“Kami sediakan layanan gratis untuk pemerintah, tapi dari segi bisnis mengeluarkan produk premium untuk menghasilkan revenue. Kami tidak hanya menyampaikan impact tapi juga menghasilkan revenue yang membuat kami sustainable,” kata Usman.

Saat ini Ruangguru telah bermitra dengan 33 dari 34 pemerintah provinsi dan lebih dari 326 pemerintah kota dan kabupaten. Aplikasi Ruangguru telah digunakan lebih dari 4 juta orang. Satu-satunya provinsi yang belum bergabung adalah DKI Jakarta.

DANAdidik Dapatkan Investasi Tahap Awal dari Garden Impact Investments

Platform crowdsourcing DANAdidik mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal atau seed funding dari Garden Impact Investments Pte Ltd (GII). Pihak DANAdidik tidak menginformasikan terkait seberapa besar dana yang didapatkan. Pendanaan ini akan digunakan untuk meningkatkan operasional bisnis secara umum.

Seperti diketahui, bahwa DANAdidik mencoba menyelesaikan permasalahan pembiayaan studi lanjut (kuliah) yang sering dialami masyarakat Indonesia. Melalui platformnya, mahasiswa dapat terlebih dulu meminjam uang untuk pembiayaan kuliah, lalu mengembalikan sebelum atau setelah ia lulus.

“Kami percaya betul bahwa kualitas pendidikan akan berdampak bagi ekonomi Indonesia. Dengan investasi ini, kami ingin memberikan dampak untuk mahasiswa yang kurang mampu. Kami ingin mengundang banyak korporasi dan rekanan lainnya untuk membantu para mahasiswa melalui platform DANAdidik,” ujar Co-founder dan CEO DANAdidik Dipo Satria.

Secara model bisnis, mahasiswa dapat mengajukan pinjaman maksimal Rp10 juta pada 12-18 bulan sebelum masa kelulusan. Apabila sebelum masa kelulusan dan/atau belum berpenghasilan mahasiswa sudah mampu mengembalikan pinjaman, mereka dapat keringanan bunga 0%.

Sementara, untuk yang sudah berpenghasilan skema yang dianut adalah bagi hasil dengan kisaran antara 10%-30% tergantung besaran pendapatan mahasiswa nantinya. Adapun tenornya, minimal 30 bulan setelah dihitung lulus kuliah.

DANAdidik sendiri merupakan salah satu startup binaan program akselerasi Plug and Play Indonesia, dan saat ini layanannya sudah terdaftar di OJK. Saat kami hubungi bulan Agustus lalu, DANAdidik mengklaim bahwa pihaknya telah menerima sekitar 5 ribu aplikasi yang masuk dari berbagai lokasi di Kalimantan, Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Bangka Belitung.