Valve Kini Dituntut ke Pengadilan Atas Tuduhan Monopoli Steam

Buntut dari gugatan Epic Games vs Apple ternyata memberi dampak yang dramatis bagi industri video games secara keseluruhan. Kasus ini sendiri sebenarnya berputar pada perlindungan konsumen terhadap perusahaan yang memonopoli pasarnya, dalam hal ini tentunya Apple dengan Apple Store-nya.

Namun belum selesai dengan Apple, pengadilan kelihatannya mulai melihat ke komunitas game secara keseluruhan. Hal ini berujung pada gugatan terhadap Valve yang juga dianggap memonopoli pemasaran video game lewat platform toko game digital-nya, Steam.

Dilaporkan oleh  Ars Technica, gugatan terhadap Steam tersebut sendiri dilayangkan oleh salah satu kreator dari situs Humble Bundle, Wolfire Games yang menyebutkan bahwa Steam memonopoli pasar game PC dengan mengambil potongan tinggi dari hampir semua penjualan yang melewati toko mereka, yaitu sebesar 30%.

penjualan game steam naik
image credit: Steam

Steam sendiri kini dianggap memiliki kekuatan “gatekeeper role” terhadap para publisher game karena mereka membutuhkan Steam sebagai gerbang untuk menghubungkan game-game yang akan mereka publikasikan dengan para pemain yang sudah nyaman menggunakan Steam.

Gugatan tersebut juga menyebutkan para kompetitor dari platform Steam mulai dari Microsoft, EA, Amazon, CD Projekt Red, dan tentunya Epic. Ditambah dengan para distributor game murni seperti GameStop, Green Man Gaming, Impulse, dan Direct2Drive. Namun keberadaan para kompetitor ini seakan tidak mengusik praktik monopoli Steam.

“Kegagalan perusahaan-perusahaan ini untuk bersaing secara berarti dengan platform gaming Steam menunjukkan bahwa hampir tidak mungkin untuk bersaing dengan Steam. Steam memiliki dominasi yang kokoh di pasar platform gaming PC, dan mengingat efek jaringannya yang unik dan kuat, hal itu tidak mungkin berubah.” Ungkap Wolfire dalam gugatannya.

Lebih lanjut Valve dituduh mengontrol 75% dari pasar game PC, yang membuat para saingannya seperti Epic Games Store dan Xbox harus mengurangi potongan mereka menjadi 12% agar Steam mau mengikuti jejak mereka. Hal ini sendiri bertujuan agar potongan yang diberikan tidak terlalu membebani para pengembang, terutama pengembang indie yang masih baru.

Valve sendiri diminta untuk melepas pemblokiran persaingan harga agar para publisher dan juga para gamer bisa menikmati keuntungan dari kompetisi harga di pasar distribusi game-nya serta tidak terkekang untuk harus berada di satu platform saja.

 

Rocket League Mobile yang Lebih Canggih Terungkap dari Dokumen Epic vs Apple

Persidangan antara Epic melawan Apple masih terus berlangsung. Seiring berjalannya persidangan, beberapa dokumen internal yang awalnya bersifat rahasia, kini bisa diakses oleh siapa saja. Salah satu temuan yang menarik dari dokumen-dokumen tersebut adalah keberadaan Rocket League Mobile.

Rocket League Mobile yang dimaksud di dokumen tersebut bukanlah versi 2D yang disebut Rocket League Sideswipe. Namun memang portingan dari game penuhnya ke format mobile.

Dokumen Rocket League Mobile (Image credit: The Verge)

Hal ini terungkap dari dokumen presentasi Epic mengenai rencana 2021 yang diunggah oleh The Verge. Nampaknya Epic tengah mengembangkan Rocket League Next, game baru yang akan memberikan pengalaman penuh di semua platform termasuk mobile.

Dituliskan juga bahwa game-nya akan mendukung cross-play dan juga cross-progress antara PC, konsol, dan bahkan mobile. Hal menarik lainnya adalah Epic juga menyebutkan bahwa fase beta untuk Rocket League Mobile ini akan dilakukan pada kuartal kedua 2021, meskipun hal tersebut masih estimasi.

Rocket League (Image Credit: Rocket League)

Dokumen di atas sebenarnya merupakan bagian dari presentasi internal di Epic pada Juni 2020 lalu. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Rocket League Mobile ini memang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari.

Bila melihat bahwa Epic sebelumnya sudah berhasil membawa game andalan mereka – Fortnite ke mobile. Bukan tidak mungkin Epic akan membawa Rocket League juga ke dalam mobile nantinya.

Mobile game masih memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan industri game

Mobile sendiri memang menjadi salah satu platform baru yang banyak diincar oleh para pengembang game, termasuk game-game yang awalnya berada di PC ataupun konsol.

Beberapa game seperti Fortnite, Among Us, Hearthstone, dan bahkan Genshin Impact sudah membuktikan bahwa mereka bisa meraup lebih banyak keuntungan dengan menambahkan platform mobile.

Fortnite Berhasil Raup Rp129 Triliun di Dua Tahun Pertama

Popularitas Fortnite beberapa tahun lalu sempat menjadikan Fortnite meraih penghargaan The Game Award untuk game multiplayer terbaik di tahun 2018. Di tahun yang sama, Epic Games diketahui sukses meraup penghasilan sebesar US$5 miliar dari game battle royale-nya.

Pada tahun selanjutnya, Epic Games mengantongi pendapatan kotor sebesar US$3,7 miliar yang menjadikan Fortnite salah satu game free-to-play tersukses. Perlu diingat kembali bahwa angka-angka tersebut merupakan pendapatan kotor yang diperoleh dari Fortnite saja, belum termasuk unit bisnis lainnya seperti Rocket League, Unreal Engine, Epic Games Store, serta Fall Guys yang baru diakuisisi di bulan Maret lalu.

Anda dapat membaca laporan keuangan Epic Games di tahun 2018-19 secara lengkap di sini. Laporan keuangan Epic Games ini adalah kali pertama yang diungkap ke publik mengingat Epic Games bukanlah perusahaan publik.

Image Credit: Geo TV

Laporan keuangan internal Epic Games ini dipublikasikan untuk melengkapi berkas gugatan Epic Games di pengadilan Oakland, AS. Epic Games maju ke meja hijau untuk menggugat perusahaan manufaktur smartphone terkemuka asal California, AS, yaitu Apple.

Kasus ini bermula setelah Epic Games meluncurkan token digital sebagai cara pembayaran in-game dengan harga 10-20% lebih murah dibanding melalui platform Apple Store (yang memotong keuntungan Epic Games 30% dari setiap transaksi).

Akibatnya, Apple memutuskan untuk menghapus game Fortnite dari App Store. Tidak terima, Epic Games langsung menggugat Apple di pengadilan setempat. Hal ini menjadi fokus Epic Games lantaran perangkat iOS menyumbang 20% dari total 350 juta pemain Fortnite di seluruh dunia.

Lepasnya kontrol terhadap 20% pemainnya yang bermain di perangkat iOS akan berdampak besar terhadap penghasilan dari game battle royale terbesar di dunia ini. Dikutip dari dokumen resmi pengadilan, Fortnite mengantongi US$700 juta dari pemain ekosistem iOS di dua tahun terakhir.

Besarnya Fortnite di ekosistem gaming dan esports tercermin dari gelaran Fortnite World Cup 2019, yang menawarkan total hadiah sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun). Kyle “Bugha” Giersdorf adalah pemain yang berhasil jadi juara cabang solo, dan membawa pulang uang tunai sebesar US$3 juta. Bugha berhasil menjadi sorotan internasional, diundang di berbagai acara televisi, dan menjalin kerjasama dengan merek-merek besar di AS.

Among Us Bakal Dirilis untuk PS4 dan PS5, Epic Games Beli ArtStation

Pada minggu lalu, ada dua perusahaan besar yang melakukan akuisisi di ranah game. Pertama, Epic Games yang baru saja mengakuisisi ArtStation. Kedua, Facebook membeli Downpour Interactive, developer dari game VR. Sementara itu, developer Singapura berencana untuk meluncurkan game simulasi manajemen kebun binatang baru, yaitu Let’s Build a Zoo.

Epic Games Beli ArtStation

Minggu lalu, Epic Games mengakuisisi ArtStation. Sayangnya, mereka tidak menyebutkan jumlah dana yang mereka keluarkan untuk membeli platform tersebut. Satu hal yang pasti, ArtStation masih akan beroperasi secara mandiri, walau mereka harus bekerja sama dengan tim Unreal Engine. Epic mengungkap, bersama ArtStation, mereka berharap bisa memberdayakan komunitas pelaku kreatif, menurut laporan GamesIndustry.

Meskipun ArtStation disebutkan akan beroperasi secara mandiri, Epic telah membuat dua perubahan. Salah satunya, Epic membuat layanan streaming video, ArtStation Learning, gratis hingga akhir tahun. Selain itu, mereka juga menurunkan biaya yang harus dibayar para seniman ketika mereka menjual karya mereka di ArtStation Marketplace. Tadinya, para seniman harus membayar biaya sebesar 30%. Sekarang, ArtStation hanya akan mengambil 12%. Persentase ini sama seperti yang Epic ambil dari para developer game yang menjual game mereka di Epic Games Store.

Springloaded dari Singapura Bakal Luncurkan Let’s Build a Zoo

Developer asal Singapura, Springloaded akan meluncurkan game baru, berjudul Let’s Build a Zoo. Sesuai namanya, game tersebut merupakan simulasi manajemen kebun binatang. Sama seperti game simulasi manajemen lainnya, tujuan Anda di game ini adalah membangun kebun binatang terbaik, mulai dari segi dekorasi, hingga operasional.

Di Let’s Build a Zoo, Anda bisa menggabungkan DNA dua binatang yang berbeda. | Sumber: IGN

Sama seperti Jurassic World Evolution, di Let’s Build a Zoo, Anda juga bisa melakukan mix-and-match dari DNA dua binatang yang berbeda untuk membuat binatang hibrida yang sama sekali baru. Di game ini, Anda juga bisa melanggar regulasi demi mendapatkan keuntungan ekstra, lapor IGN. Satu hal yang membuat Let’s Build a Zoo unik dari simulasi manajemen lainnya adalah game itu punya art pixel. Sementara itu, kebanyakan game simulasi yang menggunakan visual 3D.

Among Us Bakal Rilis untuk PS4 dan PS5

Sony mengungkap, Among Us akan bisa dimainkan di PlayStation 4 dan PlayStation 5 pada tahun ini. Ketika diluncurkan untuk PS4 dan PS5, Among Us akan punya skin baru, yaitu Ratchet dan Clank. Seperti yang disebutkan oleh VentureBeat, Among Us diluncurkan unuk PC dan mobile pada 2018. Namun, game itu baru menjadi populer pada 2020. Seiring dengan semakin populernya Among Us, developer InnerSloth pun meluncurkan game itu di platform lain. Pada Desember 2020, Among Us diluncurkan di Switch. Sementara versi Xbox dari game tersebut juga akan dirilis pada tahun ini.

Bandai Namco Malaysia Buat Tech Demo Pamerkan Kemampuan Ray Tracing

Membuat tech demo adalah salah satu cara bagi perusahaan game untuk memamerkan kemampuan mereka. Selama ini, visual khas anime jadi salah satu ciri khas Bandai Namco. Namun, pada tahun ini, Bandai Namco Studios Malaysia mencoba untuk membuat tech demo yang menonjolkan gaya visual yang lain. Kali ini, mereka ingin menampilkan tech demo dengan visual yang realistis. Selain itu, mereka juga fokus untuk menonjolkan penggunaan ray tracing di Unreal Engine, lapor IGN.

Demo tech dari Yggdrasil menunjukkan visual yang sangat realistis. | Sumber: IGN

Facebook Akuisisi Downpour Interactive

Minggu lalu, Facebook juga mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi Downpour Interactive. Dengan begitu, jumlah developer di Oculus Studio bertambah satu. Downpour adalah developer dari Onward, game tactical FPS VR. Game itu telah masuk dalam tahap Early Access selama lima tahun di Steam. Meskipun begitu, Facebook tetap tertarik dengan Downpour. Alasannya, karena mereka menganggap Downpour telah sukses membangun komunitas yang besar untuk game VR, seperti dikutip dari GamesIndustry.

Epic Games Store Bakal Tawarkan 3 Game Gratis, Pemasukan Timi Studio Milik Tencent Tembus US$10 Miliar

Pada minggu lalu, Epic Games mengungkap bahwa mereka akan menawarkan tiga game gratis selama sepekan, yaitu pada 15-22 April 2021. Sementara Atari mengumumkan bahwa mereka akan membagi perusahaan menjadi dua divisi, yaitu divisi gaming dan divisi blockchain. Selain itu, Play Ventures mengumumkan, mereka telah berhasil mengumpulkan dana sebesar US$135 juta untuk diinvestasikan pada startup game. Di Tanah Air, IGAMERWORLD membuka cabang ketiga mereka di Jakarta.

Atari Kini Punya Divisi Gaming dan Blockchain

Atari kini terbagi menjadi dua divisi. Divisi Atari Gaming akan fokus pada game, sementara divisi Atari Blockchain akan berurusan dengan blockchain. Fred Chesnais, mantan CEO Atari, akan menjadi pemimpin dari divisi blockchain. Posisi CEO Atari Gaming akan diduduki oleh Wade Rosen, yang sebelum ini menjabat sebagai acting chairman. Divisi blockchain Atari kini sedang mengembangkan cryptocurrency Atari Token serta blockchain games. Divisi ini mungkin akan menjadi perusahaan mandiri di masa depan, menurut laporan VentureBeat.

IGAMERWORLD Buka Kantor Cabang di Jakarta

Pada 8 April 2021, IGAMERWORLD membuka toko cabang ketiga mereka di Jakarta. Untuk lebih tepatnya, di Komplek Harco Mangga Dua Ruko Blok N19, Jl. Mangga Dua Raya No. 11, Jakarta Pusat. IGAMERWORLD didirikan oleh Bayu Nugroho dan Tommy Switanto pada 2010. Ketika itu, visi mereka dalah untuk membuat gaming store yang lengkap dengan barang-barang berkualitas.

Acara pembukaan toko cabang ketiga dari IGAMERWORLD.
Acara pembukaan toko cabang ketiga dari IGAMERWORLD.

Pada awalnya, IGAMERWORLD fokus untuk menjual produk gaming secara online via forum-forum komunitas game. Pada 2012, mereka membuka toko offline di Surabaya dan di Bekasi. Sekarang, IGAMERWORLD membuka toko offline ketiga. Pembukaan toko di Jakarta dihadiri oleh beberapa influencers ternama, seperti Clausie, Gaby Wijaya, dan Edelyn.

Bandai Namco Rilis Pac-Man 99, Versi Battle Royale dari Pac-Man

Bandai Namco memperkenalkan Pac-Man 99 pada 6 April 2021. Satu hari setelahnya, game itu diluncurkan. Pac-Man 99 menggabungkan unsur battle royale ke game klasik Pac-Man. Dalam game ini, akan ada 99 pemain yang bermain Pac-Man. Mereka akan bersaing hingga hanya satu pemain tersisa. Anda bisa memainkan game itu secara gratis jika Anda berlangganan Nintendo Switch Online. Tahun lalu, Bandai Namco telah bereksperimen dengan Pac-Man ber-genre battle royale. Ketika itu, mereka meluncurkan game Pac-Man Mega Tunnel Battle, yang mendukung 64 pemain, lapor VentureBeat.

Pemasukan Timi Studios Capai US$10 Miliar

Pada 2020, pemasukan Timi Studios, developer dari Call of Duty Mobile, dikabarkan mencapai US$10 miliar, menurut laporan Reuters. Dengan begitu, Timi Studios, yang ada di bawah Tencent, menjadi developer terbesar di dunia. Beberapa minggu lalu, Tencent merilis laporan keuangan tahunan mereka. Mereka mendapatkan US$23,8 miliar dari game online. Para narasumber Reuters mengungkap, Timi memberikan kontribusi sebesar 40% dari total pemasukan game Tencent.

Honor of Kings alias Arnea of Valor jadi salah satu game buatan Timi Studio.
Honor of Kings alias Arnea of Valor jadi salah satu game buatan Timi Studios.

Didirikan pada 2008, Timi pada awalnya dikenal dengan nama Jade Studio. Selain Call of Duty Mobile, Timi juga membuat Honor of Kings alias Arena of Valor. Pada akhir tahun lalu, Honor of Kings berhasil mendapatkan pengguna aktif harian sebanyak 100 juta orang. Tak hanya itu, game tersebut juga masuk dalam daftar lima game mobile dengan pemasukan US$1 miliar pada 2020, menurut laporan GamesIndustry.

Play Ventures Kumpulkan US$135 Juta untuk Ditanamkan ke Startup Gamea

Play Ventures berhasil mengumpulkan dana sebesar US$135 juta untuk diinvestasikan ke startup game. Play Ventures Fund II memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dana investasi yang disiapkan oleh Play Venture sebelum ini, yang hanya mencapai US$40 juta. Secara total, Play Ventures telah menyediakan dana investasi untuk developer game sebesar US$175 juta. Sejak Desember 2018, Play Ventures telah menanamkan investasi di 24 perusahaan game yang berasal dari 10 negara.

“Perusahaan-perusahaan game ini, walau mereka masih kecil, telah memberikan dampak besar,” kata Harri Manninen, Founding Partner, Play Ventures, lapor GamesBeat. “Kami yakin, ke depan, mereka akan membuat sesuatu yang menarik dan akan memperkaya portofolio kami. Kami percaya, tim developer game terbaik bisa muncul dari mana saja. Kami berencana untuk terus berinvestasi pada developer game muda dan startup layanan gaming. Kami juga akan melakukan ekspansi ke negara-negara yang menarik minat kami, seperti India dan Amerika Latin.”

Epic Games Tawarkan 3 Game Gratis

Epic Games mengungkap, mereka akan menawarkan tiga game PC gratis, yaitu The First Tree, Deponia: The Complete Journey, dan The Pillars of Earth. Ketiga game ini akan ditawarkan secara gratis selama satu minggu, dimulai pada 15 April sampai 22 April 2021, menurut laporan ComicBook.

Epic game gratis
The First Tree akan menjadi salah satu game yang Epic tawarkan secara gratis.

The First Tree merupakan game indie yang diluncurkan pada 2017. Di game itu, Anda akan bermain sebagai seekor rubah yang bisa menjelajah di sebuah open world. Sementara Deponia merupakan game adventure dari Daedalic Entertainment yang dikenal berkat ceritanya yang lucu. Terakir, The Pillars of Earth juga merupakan game adventure buatan Daedali. Game yang didasarkan pada novel dengan judul yang sama ini mengambil setting waktu di Inggris pada abad ke-12.

Sony Pictures Entertainment Jalin Kontrak dengan Netflix

Sony Pictures Entertainment baru saja menandatangani kontrak dengan Netflix. Dengan ini, film-film buatan Sony Pictures akan tersedia secara eksklusif di Netflix setelah masa tayang film-film tersebut di bioskop selesai. Kontrak ini mencakup film Uncharted yang baru akan ditayangkan di bioskop pada Juli 2021, Morbius, Where the Crawdad Sing, dan Bullet Train. Semua film itu akan tersedia di Netflix pada 2022. Tak hanya itu, sekuel dari Spider-Man: Into the Spider-Verse dan beberapa film Sony yang melibatkan karakter Marvel, termasuk Venom dan Spider-Man, juga akan bisa ditonton di Netflix, menurut laporang GamesIndustry.

Remedy Akan Membuat Alan Wake 2 Dengan Epic Games

“Saya mendengar bahwa Remedy akan membuat Alan Wake 2 dengan Epic.” Kata Jeff Grubb dalam salah satu livestream-nya. “Dan game tersebut haruslah lanjutan dari yang diinginkan oleh fans. Ada perebutan lelang (untuk Alan Wake) namun Epic menawarkan kesepakatan publishing yang terbaik. Jadi, Alan Wake 2 harusnya akan muncul. Saya tidak tahu kapan mereka akan mengumumkannya, tapi hal itulah yang saya dengar.”

Menurut Grubb, rencana Epic untuk membiayai pengembangan game itu adalah sebuah respon dari kritik yang mereka terima terkait strategi Epic sebelumnya — yang hanya membeli hak distribusi eksklusif mendekati tanggal rilis. Mereka ingin menanamkan bahwa game seperti Alan Wake 2 tidak akan terjadi jika Epic tidak membiayainya. Jadi, mereka akan punya cerita yang lebih masuk akal kenapa gamegame tersebut akan eksklusif di Epic Games Store.

Buat yang belum familiar dengan Alan Wake, game ini dirilis pada tahun 2012 dengan Remedy Entertainment sebagai publisher dan juga developernya. Game horor yang satu ini mendapatkan banyak pujian karena berhasil menggabungkan berbagai aspek yang membuatnya sangat berkesan.

Saya sendiri juga dulu menyelesaikan game ini. Alan Wake memiliki bahasa dan penulisan yang cantik — yang biasanya jarang ditemukan di game-game horor. Misteri yang disuguhkan dan gameplay yang ditawarkan juga membuat saya penasaran sekaligus betah untuk menyelesaikannya — padahal, jujur saja, saya bukan penggemar game horor.

Image Credit: Remedy Entertainment
Image Credit: Remedy Entertainment

Sedangkan untuk Remedy sendiri, mereka memang mungkin tidak punya banyak game namun gamegame mereka selalu membuat saya terkesima. Max Payne, Max Payne 2: The Fall of Max Payne, Alan Wake, Quantum Break, dan Control adalah beberapa game besutan Remedy yang membuat developer yang satu ini memiliki banyak fans fanatik.

Berbicara soal game horor, pernahkah Anda bertanya-tanya kenapa kita, manusia, suka ditakut-takuti? Kami pernah membahasnya lengkap beberapa waktu yang lalu.

Sejarah Epic Games: Lalui 4 Fase yang Berbeda-Beda

Epic Games baru saja mendapatkan investasi sebesar US$1 miliar. Dengan ini total nilai perusahaan itu mencapai US$28 miliar, menurut laporan Sky News. Epic terakhir kali mengumpulkan dana pada Juli 2020. Ketika itu, Sony menjadi salah satu investor mereka dengan menanamkan modal sebesar US$250 juta. Fortnite menjadi salah satu game terpopuler buatan Epic. Sejauh ini, jumlah pemain game battle royale tersebut telah mencapai 350 juta oarng. Selain itu, Epic juga dikenal berkat Unreal Engine mereka.

Lalu, bagaimana Epic Games bisa menjadi perusahaan game raksasa seperti sekarang? Tim Sweney, Co-founder Epic Games mengungkap, selama 30 tahun berdiri, Epic Games melalui empat fase.

 

Epic 1.0

Di era Epic 1.0 — yang berlangsung pada 1991-1997 — Epic Games bahkan belum menggunakan nama itu. Sweeney mendirikan Potomac Computer Systems (PTC) pada 1991. Ketika itu, dia masih bekerja dari rumah orangtuanya. Game pertama yang PTC rilis adalah ZZT, game action-adventure puzzle yang bisa dimainkan di MS-DOS. Sweeney membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan game tersebut. Dia memperkirakan, game tersebut terjual hingga ribuan unit.

profil epic games
ZZT terjual hingga ribuan unit. | Sumber: Wikipedia

PTC berubah menjadi Epic MegaGames pada 1992. Alasan Sweeney mengubah nama perusahaannya adalah karena dia ingin serius mengembangkan bisnisnya. “Saya sadar perlu menggunakan nama yang serius. Dan tercetus ide untuk menggunakan nama “Epic MegaGames’ — agar terlihat seperti perusahaan besar,” kata Sweeney, seperti dikutip dari Gamasutra.

Dalam beberapa tahun ke depan, Epic MegaGames merilis beberapa game, seperti Jill the Jungle, Epic Pinball, dan Ken’s Labyrinth. Pada 1994, mereka meluncurkan Jazz Jackrabbit, yang didesain oleh Cliff Bleszinski dan Arjan Brussee. Jazz Jackrabbit adalah salah satu game side-scrolling platformer pertama yang diluncurkan untuk Windows dan Mac.

 

Epic 2.0

Era Epic 2.0 dimulai pada 1998. Di era ini, Epic mulai tumbuh sebagai perusahaan. Jumlah karyawan mereka naik, dari 15 orang menjadi 25 orang. Mereka juga mulai menyadari, untuk bisa menggaji semua karyawan mereka, mereka perlu membuat game yang lebih besar. Mereka lalu bekerja sama dengan GT Interactive sebagai publisher.

Pada 1998, Epic MegaGames meluncurkan Unreal, game 3D first-person shooter yang mereka kembangkan bersama dengan Digital Extremes. GT Interactive menjadi publisher dari game tersebut. Di tahun yang sama, Epic juga mulai menjual lisensi dari Unreal Engine ke developer-developer game lain. Satu tahun kemudian, Epic MegaGames kembali berubah nama, menjadi Epic Games. Bersamaan dengan itu, Epic pindah markas ke North Carolina. Masih pada 1999, Epic meluncurkan game Unreal Tournament. Sama seperti game Unreal pertama, Unreal Tournament dikembangkan dengan bantuan Digital Extremes dan dirilis oleh GT Interactive. Hanya saja, Unreal Tournament lebih fokus pada fitur multiplayer.

profil epic games
Unreal Tournament fokus pada fitur multiplayer. | Sumber: Steam

“Era Epic 2.0 berakhir karena maraknya pembajakan game PC. Menjual game single-player ketika itu hampir mustahil,” kata Sweeney, menurut laporan Polygon. “Ketika itu, kami memperkirakan, untuk setiap orang yang membeli game kami, ada empat orang yang memilih untuk memainkan versi bajakan.”

 

Epic 3.0

Epic memasuki era Epic 3.0 pada 2006. Fokus mereka pun berubah: dari membuat game untuk PC menjadi game untuk konsol. Di tahun 2006, Epic juga meluncurkan game shooter, Gears of War, untuk Xbox 360 dan PC. Microsoft Game Studios menjadi publisher dari game tersebut. Gears of War begitu sukses sehingga Epic memutuskan untuk membuat dua sekuel dari game itu. Berkat kesuksesan Gears of War, komunitas gamer konsol mulai mengenal Unreal, baik sebagai game engine maupun franchise game.

Pada Desember 2010, Epic meluncurkan Infinity Blade. Game action RPG ini dikembangkan oleh Epic dengan bantuan Chair Entertainment. Game ini merupakan game iOS pertama yang menggunakan Unreal Engine. Infinity Blade dibuat dengan tujuan untuk memamerkan versi terbaru dari Unreal Engine di iOS. Dan game tersebut sangat populer. Hanya dalam waktu empat hari sejak diluncurkan, Infinity Blade berhasil mendapatkan US$1,6 juta. Pada akhir 2011, total pemasukan untuk game ini mencapai US$23 juta.

Satu tahun kemudian, pada 2011, Epic meluncurkan Bulletstorm, yang dibuat bersama  dengan People Can Fly, studio game dari Polandia. Bulletstorm dirilis oleh Electronic Arts untuk PlayStation 3, Xbox 360, dan PC. Pada Agustus 2012, Epic membeli People Can Fly, yang kemudian turut mengerjakan Gears of War: Judgment. Masih pada 2011, Epic mengumumkan keberadaan Fortnite. Ketika itu, game tersebut hanyalah multiplayer survival game yang terinspirasi dari game jam internal di Epic.

profil epic games
Biaya produksi Gears of War 3 sudah jauh lebih besar dari game original-nya. | Sumber: Microsoft

Era Epic 3.0 berakhir karena biaya pembuatan game yang terus naik. Sebagai ilustrasi, biaya produksi game Gears of War pertama adalah US$12 juta. Sementara biaya produksi dari Gears of War 3 memakan biaya 4-5 kali lipat dari game pertama.

“Kami memperkirakan, jika kami tetap membuat Gears of War 4, biaya yang kami perlukan akan mencapai lebih dari US$100 juta. Jika game itu sukses, kami akan bisa balik modal. Namun, jika tidak, kami justru bisa bankrut,” cerita Sweeney. Hal inilah yang mendorong Epic untuk mengubah model bisnis mereka. Faktor lain yang membuat Epic tertarik untuk mengganti model bisnis mereka adalah masalah pada versi multiplayer di Gears of War: Judgment.

Sweeney menjelaskan, Epic lalu membahas rencana mereka dengan Microsoft. Namun, Microsoft tidak setuju dengan mereka. Pasalnya, apa yang ingin Epic lakukan tidak sesuai dengan rencana Microsoft. Ketika itu, Sweeney sadar bahwa publisher justru bisa menjadi penghalang bagi developer. Pada saat yang sama, Epic mulai sadar bahwa salah satu proyek mereka, Fortnite — yang awalnya dibuat sebagai game indie kecil-kecilan — bisa menjadi populer jika Epic menggunakan model bisnis free-to-play untuk game itu.

 

Epic 4.0

Pada akhir era Epic 3.0, Epic mulai menyadari bahwa game-game populer adalah live game yang kontennya terus mendapatkan update dan bukannya game AAA. Mereka pun sadar, mereka harus mengubah model bisnis mereka.

“Kami mulai berubah dari developer dengan fokus sempit pada konsol menjadi developer yang fokus pada game multiplatform dan menjadi publisher dari game kami sendiri,” ujar Sweeney. Hanya saja, untuk berubah, Epic akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Jadi, kami membuat keputusan yang gila. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Epic, kami mengajak investor dari luar, yaitu Tencent.”

Pada Juni 2012, Tencent mengeluarkan US$330 juta untuk membeli 48% saham Epic. Selain saham, Tencent juga mendapatkan hak untuk memilih dua orang dari tujuh anggota dewan direksi Epic. Namun, Tencent tidak akan mencampuri urusan pembuatan game. Keputusan Tencent ini sesuai dengan modus operandi perusahaan Tiongkok tersebut. Dengan pembelian saham Epic oleh Tencent, era Epic 4.0 pun dimulai. Di fase ini, Epic kembali fokus membuat game PC.

Setiap Epic berevolusi, Sweeney menyebutkan, mereka selalu mencari rekan yang bisa membantu mereka melakukan hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan. Tak terkecuali Tencent. Menurut Sweeney, Tencent adalah rekan yang cocok untuk Epic. Alasannya, Tencent tidak hanya sukses untuk menjadi publisher nomor satu di Tiongkok, mereka juga sangat ahli dalam mengoperasikan live game.

“Tencent bukan developer game,” kata Sweeney. “Namun, mereka ahli dalam mengoperasikan game dalam skala besar dan menarik hati para konsumen. Dan kami sadar, mereka punya visi dan misi yang mirip dengan kami sehingga kami bisa belajar banyak dari mereka.”

 

Game-Game yang Merefleksikan Era Epic 4.0

Sweeney merasa, karakteristik dari setiap fase yang Epic lewati tercermin dalam game-game yang mereka buat di era tersebut. Dua game yang mencerminkan karakteristik fase Epic 4.0 adalah Paragon dan Fortnite. Kesamaan dari kedua game itu adalah dua-duanya diluncurkan dalam keadaan tidak sempurna. Tujuannya, agar para gamer bisa memainkan game-game tersebut secepat mungkin dan memberikan masukan serta saran pada Epic.

profil epic games
Paragon merupakan MOBA dengan sudut pandang orang ketiga. | Sumber: VentureBeat

“Kami tahu bahwa komunitas gamer akan selalu lebih besar dari tim kami,” kata John Wasilczyk, yang pindah ke Epic setelah bekerja selama dua tahun di Infinity Ward, mengembangkan game-game Call of Duty. “Jadi, kami berusaha untuk mendekatkan diri dengan mereka secepat mungkin. Hal itu berarti, kami merilis fitur baru bahkan sebelum ia sempurna. Dan jika komunitas merasa fitur itu tidak perlu, kami tidak akan menyempurnakan fitur tersebut. Dengan begitu, kami bisa menghemat waktu.”

Pada awalnya, Epic hendak meluncurkan Fortnite di Xbox. Namun, mereka sadar, Fortnite bisa dibuat menjadi live game yang terus mendapatkan update dari waktu ke waktu. Darren Sugg, Lead Designers dari Fortnite menjelaskan bahwa Fortnite merupakan percobaan untuk Epic. Game itu bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ambisi Epic. Dia merasa tidak ada yang salah dengan itu. Menurutnya, di era modern seperti sekarang, tidak ada kata tamat untuk game online. Ke depan, sebuah game online masih akan terus tumbuh, menjadi lebih sempurna dengan fitur yang lebih banyak.

“Saya rasa, kebanyakan game online tidak akan tamat, selama kita masih bisa merilis update dan para pemain masih tertarik untuk memainkan game itu,” ujar Sugg. “Kami akan terus mendukung Fortnite selama masih ada orang yang memainkan game tersebut.”

 

Unreal Engine

Epic tidak hanya dikenal sebagai developer game. Mereka juga dikenal berkat Unreal Engine. Engine itu pertama kali digunakan pada game Unreal, yang dirilis pada 1998. Walau pada awalnya Unreal digunakan untuk membuat game FPS, engine itu bisa digunakan untuk mengembangkan game dari berbagai genre, mulai dari platformer, MMORPG, sampai fighting.

Pada awalnya, Epic menjual lisensi penggunaan Unreal Engine. Namun, pada 2015, mereka membiarkan Unreal Engine diunduh secara gratis. Sebagai gantinya, mereka menggunakan model bisnis royalti. Dengan model bisnis ini, Epic akan mendapatkan 5% dari total penjualan game yang menggunakan Unreal Engine. Keputusan Epic untuk menggratiskan Unreal Engine berbuah manis. Setelah Unreal Engine bisa digunakan secara gratis, ada semakin banyak developer yang tertarik menggunakan engine tersebut.

“Dulu, komunitas Unreal Engine sangat terbatas. Para developers AAA menggunakan engine kami untuk membuat game besar dan kami mengenal mereka semua. Ternyata, ada banyak developer indie berbakat — yang punya pengalaman dalam membuat game AAA atau baru pertama kali membuat game — yang juga tertarik dengan Unreal Engine. Dan mereka bisa membuat sesuatu yang hebat yang tidak pernah terpikirkan oleh kami,” ujar Sweeney.

Ke depan, Epic juga ingin mempromosikan Unreal Engine ke industri lain di luar gaming. Sweeney menyebutkan, Unreal Engine juga bisa digunakan di industri arsitektur, desain kendaraan, pembuatan film, dan lain sebagainya.

Hasil Pengujian Tunjukkan Launcher Epic Games Store Sebagai Penyebab Utama Baterai Laptop Bocor

Sejak awal diluncurkan, Epic Games Store (EGS) konsisten membagi-bagikan game gratis kepada para konsumennya, dan kebiasaan itu masih terus dilanjutkan hingga sekarang. Namun agar bisa memenangkan hati konsumen, diperlukan lebih dari sekadar bagi-bagi game gratis, terutama apabila software-nya sendiri (Epic Games Launcher) masih memerlukan banyak penyempurnaan.

Baru-baru ini, PC World menyimpulkan bahwa launcher EGS punya dampak negatif yang cukup besar terhadap daya tahan baterai laptop. Kesimpulan itu didapat setelah mereka menguji daya tahan baterai tablet Microsoft Surface Pro 7+ dan mendapati hasil yang inkonsisten. Setelah ditelusuri, penyebabnya ternyata adalah aplikasi EGS yang berjalan di background.

Untuk memastikan, tim PC World pun melakukan pengujian ekstra dalam beberapa skenario yang berbeda, semuanya dalam posisi airplane mode (tidak terhubung ke internet) demi mendapatkan hasil yang lebih akurat. Benar saja, dalam skenario launcher EGS berjalan di background, daya tahan baterai perangkat turun hingga 20%, atau kurang lebih ada sekitar dua jam daya baterai yang terbuang sia-sia.

Sumber: PC World
Sumber: PC World

Bahkan ketika aplikasinya berjalan di background tapi pengguna tidak sign in menggunakan akunnya pun, launcher EGS masih ‘merampas’ daya baterai milik laptop secara cukup signifikan. Barulah ketika aplikasinya ditutup sepenuhnya, daya tahan baterai perangkat bisa selaras dengan ketika perangkat masih dalam posisi clean install.

Lalu bagaimana dengan pesaing terbesarnya, Steam? Well, Steam — dan pada dasarnya aplikasi apapun yang berjalan di background — tentu juga berdampak negatif terhadap daya tahan baterai perangkat, tapi efeknya tergolong sangat kecil jika dibandingkan dengan EGS, seperti yang bisa kita lihat pada grafik di atas.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, dampak negatif EGS terhadap daya tahan baterai ini paling terasa di perangkat yang menggunakan prosesor Intel generasi ke-11 (Tiger Lake). Saat diuji di Microsoft Surface Laptop 3 yang mengemas prosesor AMD Ryzen, tercatat penurunan daya tahan baterainya cuma sekitar 8% — meski ini tetap tergolong besar untuk sebatas launcher game.

Semoga saja Epic Games bisa segera membenahi problem ini ke depannya. Untuk sekarang, Anda bisa mengantisipasinya dengan memastikan bahwa launcher EGS tidak berjalan secara otomatis ketika laptop dinyalakan. Pastikan opsi “Run When My Computer Starts” di menu pengaturan tidak tercentang, dan jangan lupa exit aplikasinya setelah selesai bermain.

Via: PC Gamer.

Epic Games Umumkan MetaHuman Creator, Tool Praktis untuk Ciptakan Karakter 3D yang Amat Realistis

Menciptakan karakter manusia 3D yang realistis bukanlah suatu pekerjaan mudah. Terkadang, prosesnya bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu hanya untuk satu karakter, dan itu pun sudah dikerjakan oleh seorang seniman 3D yang cukup senior.

Namun kalau menurut Epic Games, ke depannya tidak harus serumit itu. Mereka baru saja memperkenalkan sebuah platform kreasi konten baru bernama MetaHuman Creator. Premisnya cukup sederhana: dengan hanya bermodalkan sebuah browser di komputer, kita sudah bisa menciptakan karakter 3D yang sangat realistis dalam hitungan menit.

Tanpa harus terkejut, MetaHuman Creator menggunakan Unreal Engine sebagai fondasi utamanya, tidak ketinggalan juga teknologi-teknologi animasi wajah rancangan 3Lateral dan Cubic Motion, dua perusahaan ahli yang sudah menjadi bagian dari keluarga besar Epic Games.

Kalau Anda pernah memainkan game RPG yang menawarkan fitur kustomisasi karakter, Anda semestinya bakal bisa mengoperasikan tool MetaHuman Creator ini. Pasalnya, prosesnya benar-benar mirip dan intuitif. Anda tinggal memilih bentuk wajah yang diinginkan, gaya rambutnya, tekstur kulitnya, sampai proporsi tubuhnya, dan preview sang manusia digital pun akan ditampilkan secara real-time.

MetaHuman Creator

Setelah puas dengan hasilnya, kita dapat mengunduh aset-asetnya melalui software Quixel Bridge. Selanjutnya, aset 3D tersebut bisa langsung digarap animasinya, termasuk dengan menggunakan metode motion capture berbasis iPhone. Lebih istimewa lagi, animasi yang telah selesai dibuat rupanya juga dapat diterapkan ke karakter lain yang turut diciptakan menggunakan MetaHuman Creator.

Tentu saja ini merupakan kabar baik bagi para game developer yang memang menggunakan platform Unreal Engine. Buat mereka, kehadiran tool seperti MetaHuman Creator tidak hanya dapat membantu mempersingkat waktu saja, tapi juga mungkin menghemat pengeluaran. Guna menarik perhatian para developer, Epic pun telah merilis sampel karakter manusia 3D yang bebas mereka modifikasi lebih jauh menggunakan Unreal Engine.

Selain di industri game, MetaHuman Creator tentu juga punya potensi besar di industri film, atau bahkan untuk kebutuhan yang lebih spesifik lagi, seperti VTuber misalnya. Belum diketahui kapan pastinya MetaHuman Creator bakal tersedia untuk publik, namun Epic Games sudah menargetkan jadwal perilisan di tahun ini juga. Epic juga berencana untuk membuka program early access dalam beberapa bulan ke depan.

Sumber: Epic Games.

Jumlah Pengguna EGS Tembus 160 Juta Orang, Pemasukan Brawl Stars Capai US$1 Miliar

Ada beberapa berita menarik di dunia game pada minggu lalu. Salah satunya, Epic Games mengumumkan bahwa jumlah pengguna EGS (Epic Games Store) pada 2020 telah menembus 160 juta orang. Minggu lalu, Tencent juga menanamkan investasi di studio game Prancis, Dontnod. Sementara itu, Amazon dikabarkan menghabiskan hampir US$500 juta untuk mengoperasikan divisi gaming mereka.

2020, Jumlah Pengguna EGS Capai 160 Juta Orang

Pada 2020, jumlah pengguna EGS mencapai 160 juta orang. Memang, saat ini, Steam masih menjadi toko digital nomor satu untuk game PC, dengan jumlah pengguna aktif bulanan mencapai 120 juta orang. Namun, Epic Games Store juga cukup sukses berkat Fortnite dan sejumlah game eksklusif yang hanya ada di platform tersebut, sepreti Hitman 3.

Selain itu, Epic juga mencoba untuk memenangkan hati developer dengan memungut komisi lebih kecil. Epic hanya meminta potongan 12% dari pemasukan kreator game, sementara Valve mengambil 30%. Strategi lain Epic untuk mempopulerkan EGS adalah dengan menawarkan berbagai game gratis. Bulan lalu, Epic menawarkan Star Wars: Battlefront II  gratis di EGS, yang menarik 19 juta orang, menurut laporan VentureBeat.

Pemasukan Brawl Stars Tembus US$1 Miliar

Total pemasukan Brawl Stars sejak ia diluncurkan pada 2018 telah menembus US$1 miliar, menurut data dari Sensor Tower. Brawl Stars menjadi game keempat buatan Supercells yang berhasil mendapatkan pencapaian ini, mengikuti jejak Clash of Clans, Clash Royale, dan Hay Day.

Menurut laporan Games Industry, Clash of Clans tetap menjadi game Supercells dengan pemasukan terbesar. Pada 2020, pemasukan game itu mencapai US$581 juta. Dengan pemasukan US$526 juta, Brawl Stars menjadi game Supercells dengan pemasukan terbesar kedua pada 2020.

Brawl Stars menjadi game keempat dari Supercells yang memiliki pemasukan lebih dari US$1 miliar.
Brawl Stars menjadi game keempat dari Supercells yang memiliki pemasukan lebih dari US$1 miliar.

Versi beta dari Brawl Stars dirilis pada 2017. Game itu diluncurkan secara global pada 2018. Namun, Supercells baru meluncurkan Brawl Stars di Tiongkok pada Juni 2020. Setelah diluncurkan di Tiongkok, pemasukan bulanan Brawl Stars sempat mencapai US$89,4 juta, naik 90% dari bulan sebelumnya. Secara keseluruhan, Tiongkok menjadi pasar Brawl Stars terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Divisi Gaming Amazon Dikabarkan Habiskan Hampir US$500 Juta per Tahun

Amazon, perusahaan e-commerce asal Amerika Serikat, menghabiskan hampir US$500 juta untuk mengoperasikan divisi gaming mereka, menurut laporan Bloomberg. Dana ini tidak termasuk biaya untuk Twitch, platform streaming game yang Amazon beli pada 2014. Sejak membuat divisi gaming, Amazon telah menarik beberapa veteran game, seperti Kim Swift, designer Portal dan Clint Hocking, director dari Far Cry 2. Namun, keduanya telah memutuskan keluar dari Amazon.

Walau Amazon menghabiskan ratusan juta untuk divisi gaming mereka, mereka justru telah membatalkan sejumlah game mereka, seperti Breakaway dan Crucible. Mereka juga menunda peluncuran game MMORPG New World, lapor Games Industry. Memang, divisi gaming Amazon dikabarkan menghadapi berbagai masalah, mulai dari ketiadaan bonus, masalah dengan engine Lumberyard mereka, sampai budaya kantor yang tidak ramah untuk pekerja perempuan.

Tencent Jadi Pemegang Saham Minoritas di Dontnod

Minggu lalu, Dontnod, studio asal Prancis di balik game Life is Strange dan Tell Me Why, mengumumkan bahwa mereka berhasil mendapatkan kucuran dana sebesar €40 juta. Tencent memberikan kontribusi sebesar €30 juta. Dengan ini, Tencent menjadi pemegang saham minoritas di Dontnod. Selain itu, Tencent juga bisa menunjuk satu orang untuk duduk di kursi dewan direktur Dontnod, menurut laporan GamesIndustry. Dontnod menyebutkan, mereka akan menggunakan dana ini untuk dapat merilis game mereka sendiri.