Fabelio Dinyatakan Pailit, Wajib Selesaikan Kewajiban

Startup e-commerce produk furnitur Fabelio (PT Kayu Raya Indonesia) resmi dinyatakan pailit. Berdasarkan pengumuman pailit di surat kabar, pernyataan tersebut diputuskan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.47/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.JKT.PST, tertanggal 5 Oktober 2022.

Dalam putusan tersebut, pengadilan mengabulkan putusan pailit terhadap PT Kayu Raya Indonesia. “Menyatakan Debitor (PT Kayu Raya Indonesia) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” tulis pengumuman putusan pailit, dikutip dari Katadata.

Rapat kreditur pertama ditetapkan pada pekan ini (17/10). Ini ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada 6 Oktober. Sedangkan batas akhir pengajuan tagihan para kreditur dan tagihan pajak ditetapkan bulan depan (14/11) paling lambat pukul 17:00 di kantor pengurus.

Selanjutnya, rapat pencocokan piutang/verifikasi tagihan para kreditor dan kantor pajak dijadwalkan seminggu setelahnya atau 28 November pukul 10:00 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Sehubungan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan penetapan hakim pengawas tersebut, kami mengundang para kreditur, debitur, dan pihak lain yang berkepentingan untuk menghadiri rapat-rapat tersebut.”

Sebelumnya, isu ini sudah lama mencuat di media massa sejak tahun lalu berawal dari kegagalan perusahaan membayar gaji karyawan dan vendor sejak September 2021. Bahkan, muncul petisi yang sudah ditandatangani oleh 3.125 orang hingga 14 Desember 2021.

Manajemen berkilah kondisi tersebut terjadi karena pandemi yang membatasi gerak aktivitas orang-orang untuk keluar rumah. Namun, menurut laporan The Ken, alasan tersebut bertolak belakang dengan kondisi para kompetitornya yang justru tumbuh subur. Alias masalah Fabelio itu karena ulah sendiri.

Selain Fabelio, DailySocial.id juga mengompilasi sejumlah startup yang tutup sepanjang 2021 hingga tahun ini. Berikut daftarnya:

1. Bonza

Berdasarkan penelusuran DailySocial.id, startup ini tutup pada awal tahun ini. Dari halaman LinkedIn co-founder Bonza, ia sudah tidak bekerja di Bonza per Januari 2022. Situs resminya juga sudah tidak bisa diakses. Startup ini juga telah masuk dalam daftar portofolio terdahulu di East Ventures.

East Ventures sudah dua kali menyuntik startup yang didirikan pada 2020 oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Total dana yang diperoleh Bonza mencapai lebih dari Rp35 miliar dari berbagai investor, tak hanya East Ventures. Ketika ditanya perihal status Bonza, pihak East Ventures enggan memberikan komentar.

Bonza adalah startup big data yang berambisi membantu perusahaan menerjemahkan data yang dimiliki dari berbagai sumber untuk diintegrasi menggunakan AI dan machine learning untuk membantu mengambil keputusan dalam skala yang optimal.

2. Jipay

Kabar ini langsung dikonfirmasi oleh Dayana Yermolayeva selaku CEO melalui unggahan di laman LinkedIn. Jipay adalah startup fintech untuk pekerja rumah tangga (PRT) yang menyediakan kartu prepaid dan aplikasi bagi keluarga dalam mengelola pengeluaran lewat PRT mereka.

Ia memutuskan untuk menghentikan Jipay bukan karena kehabisan uang, tapi karena gagal mencapai product-market-fit. Dari hasil yang didapat, solusi Jipay tidak mampu mengubah kebiasaan keluarga dan PRT dalam mengelola anggaran keuangan. Pertumbuhan justru terjadi karena didorong oleh cashback, yang menimbulkan minimnya loyalitas, di samping buruk juga untuk bisnis secara jangka panjang.

Dengan model bisnis yang dilakukan, pada akhirnya Jipay hanya jadi sekadar platform remitansi. Yang mana, di Singapura harus ada lisensi khusus, belum lagi margin yang tipis.

“Pada akhirnya turun ke matematika sederhana. Mengingat pendanaan kami saat ini, kami tidak akan menghasilkan pendapatan pengiriman uang yang cukup di Singapura untuk meningkatkan seri A kami, sementara memperluas ke pasar kami berikutnya, UEA, akan membutuhkan investasi yang jauh lebih banyak,” tulis Yermolayeva.

Ia pun memberikan penutup, “Beberapa minggu yang sulit dipenuhi dengan pertanyaan dan ambiguitas, tetapi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada investor dan tim saya karena telah mendukung saya di setiap langkah.”

Jipay telah memperoleh pendanaan tahap awal senilai $1,3 juta dari East Ventures, SHL Capital, dan beberapa angel investors.

3. Orori

Meski belum ada pernyataan resmi dari manajemen. Dari penelusuran DailySocial.id, startup yang didirikan oleh George Budi Sumantri dan Triono J. Dawis ini telah berhenti beroperasi pada sekitar April 2021.

Baik situs dan kantor pusat Orori telah ditutup. Perusahaan dituding gagal mengembalikan dana masyarakat yang berinvestasi melalui e-mas dan beli perhiasan melalui Orori. Akun media sosial Orori di Instagram dihujani oleh konsumen yang tidak bisa menarik dananya.

Isu Tata Kelola Fabelio dan Kompleksitas Rantai Bisnis Furnitur

Fabelio (PT Tiga Elora Nusantara) merupakan startup di bidang furniture marketplace yang sudah berdiri sejak tahun 2015. Selain menjual berbagai perabot, mereka juga melayani jasa desain interior. Diklaim seluruh produk yang dijual merupakan hasil karya pengrajin Indonesia. Sebelumnya mereka menjadi salah satu startup unggulan, karena bisnis yang moncer dan seharusnya memiliki valuasi di atas $100 juta.

Namun beberapa waktu terakhir, Fabelio tengah banyak dibicarakan melalui media sosial dan pers akibat permasalahan yang berdampak pada karyawan, vendor, dan konsumen mereka.

EM, seorang konsumen, mengeluh karena pesanan yang dibuat pada Mei 2021 tak kunjung sampai. Sebelumnya Fabelio telah menjanjikan barang akan diantarkan pada Juli 2021, kemudian dengan alasan tertentu diundur bulan Agustus 2021 sampai akhirnya dibatalkan.

Saat ingin mengklaim pengembalian dana, EM diminta menunggu 30 s/d 45 hari kerja dengan estimasi bakal cair di bulan September 2021. Sayangnya sampai 1 minggu yang lalu, EM tidak kunjung menerima pengembalian dana tersebut. Ia juga sudah menyampaikan komplain lewat email, pesan WhatsApp, hingga media sosial.

EM adalah satu dari puluhan—bahkan mungkin ratusan—konsumen yang mengeluhkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari komentar di media sosial Fabelio dan petisi yang dibuat dan ditujukan untuk manajemen Fabelio.

Vendor pun mendapatkan permasalahan pembayaran. Banyak dari mereka mengaku belum menerima transfer dari produk yang berhasil dijual melalui platform Fabelio. Seperti yang dikeluhkan SD selaku salah satu vendor penyuplai barang di Fabelio, sudah 1 tahun lebih mereka belum menerima pembayaran atas barang/jasa yang dikerjakan. Bahkan CA yang juga merupakan salah satu vendor mengatakan, Fabelio memiliki tunggakan pembayaran sampai ratusan juta Rupiah.

Karyawan juga menyerukan keluhan kepada manajemen Fabelio karena perusahaan melakukan penundaan pembayaran gaji. Salah satunya disampaikan melalui petisi di Change.org. Sudah dari bulan September 2021, Fabelio belum membayarkan gaji untuk pegawainya. Beberapa kewajiban perusahaan seperti pembayaran Tunjangan Hari Raya, BPJS Ketenagakerjaan pun juga bermasalah – belum lunas.

Dari komentar-komentar yang disampaikan, tunggakan gaji ini cukup merata di semua level staf. Sumber TFR mengatakan, ada karyawan yang gajinya sudah tertunda sejak akhir 2020, ada juga yang mulai awal 2021, bulan Agustus 2021, atau Oktober 2021. Di beberapa kasus, perusahaan perusahaan membagi pembayaran gaji menjadi 50%, beberapa hanya menerima 75%, 80%, atau 85%.

CEO Fabelio: Kejar pendanaan untuk menutup utang

Kepada sejumlah media, salah satunya Kumparan, Co-founder & CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo mengatakan bahwa saat ini perusahaannya memang tengah mengalami kesulitan finansial. Hal ini diakibatkan bisnis yang terdampak negatif akibat Covid-19. Bahkan ia juga mengatakan, manajemen belum menerima renumerasi sejak 18 bulan yang lalu.

Isu tersebut sudah mengemuka sejak awal 2020, tepatnya saat Covid-19 menjadi permasalahan serius di Indonesia. Perusahaan tidak bisa mengandalkan penjualan, karena mengalami penurunan drastis. Seperti diketahui, model bisnis mereka adalah online-to-offline, sistem operasionalnya memadukan antara kanal online dengan gerai fisik yang saat ini sudah tersebar di 9 lokasi di seputar Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya — juga warehouse untuk melayani cakupan pengiriman mereka di Banten, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Selama tahun 2020, Fabelio juga dalam survival mode, mengandalkan dana investasi yang didapat dalam putaran Seri C senilai $9 juta atau setara 127 miliar Rupiah.

Dalam keterangannya, Marshall mengungkapkan, perusahaan segera melunasi kewajiban-kewajibannya, baik ke karyawan, vendor, maupun pelanggan. Mereka akan mengandalkan dana investasi di putaran selanjutnya yang ditargetkan rampung beberapa pekan mendatang. Soal fundraising Seri D ini sudah disampaikan Marshall sejak Juni 2021 lalu.

Selain Marshall, Co-Founder perushaaan adalah Christian Sutardi, Krishnan Menon, dan Srinivas Sista. Kini hanya Marshall dan Christian yang masih aktif di Fabelio. Krishnan sekarang fokus mengembangkan BukuKas dan Tokko – layanan SaaS untuk membantu UMKM di Indonesia. Sementara Srinivas fokus berkarier dengan perusahaan di luar negeri.

Kompleksitas bisnis furnitur

Guna mendalami tentang alur bisnis produk furnitur dan jasa desain interior, kami mewawancarai salah satu pemain industri di bidang ini. Menurutnya, revenue yang berpotensi dihasilkan dari setiap produk furnitur sebenarnya cukup tinggi, bisa mencapai 45%. Namun untuk memenangkan pasar dibutuhkan volume dan skalabilitas yang kuat.

Kendati potensi laba dan pangsa pasar besar, para pemain baru seperti Fabelio harus bersaing dengan bisnis legacy yang sudah memiliki banyak cabang di Indonesia. Keberadaan cabang ini penting, karena produk furnitur membutuhkan penanganan khusus dalam hal pemenuhan dan pengantaran ke konsumen.

Narasumber yang kami wawancara tersebut mengatakan, Grup Kawan Lama saat ini menjadi salah satu pemain paling signifikan di industri ini dengan dua merek ternama: ACE Hardware dan Informa. Bersumber dari keterbukaan di BEI, ACE Hardware saat ini telah memiliki 215 gerai di berbagai kota di Indonesia. Pada paruh pertama 2021, mereka telah membukukan hasil penjualan hingga 3,3 triliun Rupiah.

Untuk menghasilkan volume produk dan penjualan yang besar, tentu modal besar perlu dimiliki oleh pemain di bidang furnitur. Ini tentang bagaimana mereka memastikan stok barang lengkap dengan supply yang baik dari sisi pengembang produk/vendor.

Untuk itu, para pemain di lanskap industri ini memang membutuhkan sokongan modal ekuitas besar dari investor, salah satunya untuk memperkuat di sisi volume.

Sayangnya, tidak berhenti di sana, skalabilitas bisnis juga diperlukan untuk mencapai titik ideal dalam pemenuhan produk ke konsumen. Dari praktik yang ada, penjual furnitur online tidak bisa mengandalkan jasa logistik yang saat ini banyak diandalkan oleh e-commerce dengan produk konsumer lain seperti pakaian, gawai, atau makanan – dari sisi bentuk furnitur memiliki ukuran yang besar dan berat, beberapa bahkan rawan rusak jika dalam proses pengemasan dan pengantaran tidak sesuai standar.

Jika dipaksakan [meminta vendor yang melakukan pengiriman], biasanya  konsumen yang akan dikorbankan dengan keterlambatan hingga barang cacat. Sementara saat perusahaan memilih untuk menggunakan mode pengiriman yang lebih memadai [dengan memberikan insentif ke vendor/konsumen], maka pertaruhannya pada persentase margin yang lebih kecil. Strategi online to offline digencarkan oleh para pemilik marketplace, tak terkecuali Fabelio.

Ketika sudah masuk ke strategi O2O, ternyata permasalahannya tidak berhenti di sini saja. Perusahaan harus memiliki tempat untuk menempatkan stok barang yang luas, biasanya membutuhkan warehouse dengan ukuran yang besar – lagi-lagi ini akan berdampak pada biaya operasional di perusahaan yang akan besar. Namun demikian, keberadaan warehouse ini krusial untuk mendukung sistem supply chain produk.

Saat sudah mengoperasikan warehouse pun perusahaan harus secara ekstra melakukan pengawasan terhadap sistem manajemen di dalamnya – salah satu yang paling krusial adalah pengontrolan kualitas terhadap produk. Tanpa kontrol ini, akan banyak potensi kerugian yang dapat didera perusahaan, termasuk di sisi pemenuhan, pembaruan stok produk, sampai dalam hal urusan finansial ke vendor.

Di marketplace seperti Fabelio, orang juga bisa memesan jasa desainer interior. Bahkan ada beberapa paket all-in-one, dari perencanaan sampai implementasi. Sistem manajemen proyek di perusahaan akan diuji ketahanannya. Karena dalam sebuah proyek, banyak pihak yang dilibatkan, mulai dari desainer, kontraktor, vendor, juga konsumen. Terlebih lagi biasanya ada sub-bagian yang membuat prosesnya menjadi lebih panjang – misalnya saat kontraktor memiliki sub-kontraktor dalam menangani bagian tertentu.

Sistem manajemen proyek ini adalah alat yang digunakan untuk memastikan realisasi proyek sesuai dengan perencanaan. Di dalamnya termasuk modul-modul untuk mengontrol kualitas produk, kegiatan jasa, hingga berbagai perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Beberapa perusahaan serupa [digital] berinvestasi besar dalam pembuatan perangkat lunak ini – bahkan memiliki tim R&D khusus.

Kemungkinan salah tata kelola Fabelio

Jika disimpulkan ada beberapa masalah yang banyak dikeluhkan terhadap Fabelio, yakni pemenuhan barang, keterlambatan pembayaran, dan proyek yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Maka, benar adanya soal kompleksitas yang dibahas di atas. Memang dibutuhkan modal besar dan strategi yang tepat untuk melancarkan bisnis ini. Dan disiplin manajemen terhadap tata kelola proses bisnis yang tepat juga menjadi kunci penting untuk bisa survive dan growth.

Menurut laporan, ukuran pasar produk furnitur secara global telah mencapai $64,08 miliar pada tahun 2021 dan diproyeksikan tumbuh sampai 81,45 miliar pada 2025 mendatang dengan CAGR 9.09%. Studi di Amerika Serikat, 40% pertumbuhan telah disumbangkan dari segmen online. Potensinya tentu terbuka lebar untuk semua negara, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan tersebut juga dialami beberapa pemain bisnis di Indonesia. Selain pemain legacy yang sudah disebutkan di awal, Dekoruma [salah satu pemain industri di Indonesia] saat mengumumkan pendanaan seri C1 beberapa bulan lalu juga mengklaim selama 18 bulan terakhir pendapatan telah meningkat 3x lipat. Pandemi jadi berkah tersendiri, karena semakin banyak konsumen yang membutuhkan produk furnitur untuk menunjang kebutuhan WFH.

Endeavor Indonesia Ingin Rangkul Lebih Banyak Startup di Daerah

Telah hadir sejak 2012, program Endeavor Indonesia yang fokus menyeleksi dan membantu high-impact entrepreneur berbasis teknologi telah memiliki beberapa rencana dan target yang bakal dilancarkan tahun depan. Mereka juga baru mengumumkan suksesi dengan masuknya jajaran 4 board member baru, salah satunya Co-CEO Gojek Andre Soelistyo.

Dalam sesi temu media secara virtual, Arif P. Rachmat yang baru saja ditunjuk sebagai Chairman Endeavor Indonesia 2020 mengungkapkan, tahun 2021 mendatang diharapkan organisasi ini bisa menjaring lebih banyak startup yang saat ini masih terbilang ‘overlooked’ dan belum banyak diincar oleh venture capital dan program akselerator.

“Kami ingin mencari lebih banyak startup yang berasal dari daerah, memiliki latarbelakang unik namun memiliki impact yang besar. Bisa jadi mereka yang berasal dari kalangan menegah kebawah dan memiliki perhatian dengan lingkungan akan menjadi prioritas kami ke depannya.”

Selama ini Endeavor Indonesia telah membantu entrepreneur berpengaruh mengakselerasi pertumbuhan usaha mereka dengan memperkenalkan mereka ke pakar industri lokal dan global yang menjadi mentor mereka. Saat ini terdapat 73 mentor dengan 436 jam mentoring yang telah didedikasikan. Endeavor Indonesia juga memberikan akses komprehensif ke pasar, permodalan dan talenta.

“Negeri ini butuh lebih banyak high-impact entrepreneur karena mereka dapat membawa Indonesia menjadi negara maju. Presiden Jokowi menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi negara maju adalah jumlah entrepreneur di negara tersebut mencapai 14% dari jumlah penduduknya. Dan di Indonesia, angkanya baru sekitar 3%,” kata Arif.

Dukungan mentoring selama program

Gibran Huzaifah (dua dari kiri) dalam acara Endeavor Scaleup Asia Clinic (Speed mentoring) 2016

Salah satu kegiatan yang dinilai cukup menarik dan menjadi keunggulan dari Endeavor Indonesia adalah, kegiatan mentoring yang diberikan kepada startup selama program berlangsung. Salah satu startup yang merupakan lulusan Endeavor Indonesia adalah eFishery.

Menurut Co-Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah, bukan saja berkesempatan bertemu dengan para mentor yang berkualitas, namun insight yang kemudian didapatkan selama mengikuti program adalah, agar startup bisa dream big dan memiliki impian hingga cita-cita yang sangat besar untuk startup yang dimiliki.

“Selama mengikuti program saya juga memiliki kesempatan menjalin relasi dengan penggiat startup yang sudah berpengalaman. Salah satu contohnya adalah pertemuan saya dengan Aldi Haryopratomo dari GoPay yang akhirnya membawa eFishery menjalin kerja sama strategis dengan Gojek saat ini,” kata Gibran.

Gibran Huzaifah bersama dengan Christian Sutardi (Co-Founder, Fabelio) merupakan dua startup asal Indonesia terpilih sebagai Endeavor Entrepreneur of The Year 2020. Penghargaan ini diberikan berdasarkan prestasi yang mereka raih, yaitu berhasil membawa startup mengalami perkembangan positif dan sukses melakukan penggalangan dana.

“Bukan hanya memperkuat skill dan wawasan dari pendiri startup, Endeavor Indonesia juga memiliki Endeavor Academy yang bertujuan untuk memperkuat tim. Kami juga memiliki program untuk memperkuat masing-masing bidang, seperti sales, HR dan lainnya. Kami juga memiliki bantuan terkait legal/hukum, terutama untuk isu yang saat ini sedang hangat yaitu omnibus law,” kata Managing Director Endeavor Indonesia Wayah Wiroto.

Tips Mengawali Hari dari Founder Fabelio, Gadjian, dan eFishery

Selain membawa pertumbuhan untuk bisnisnya, founder startup memiliki tugas lain yang tak kalah penting, yakni selalu tampil prima sepanjang hari. Produktivitasnya selalu dituntut 100%, selain karena demi bisnis yang mereka kelola tetapi juga sebagai contoh tim yang lain. Hari yang produktif sangat dipengaruhi bagaimana pagi dilewati. Kebiasaan-kebiasaan di pagi hari yang baik tidak hanya membuat mood sepanjang hari jadi lebih baik tetapi juga dipercaya membuat hari menjadi terorganisasi dengan baik.

DailySocial mengumpulkan tips yang mungkin bisa jadi rujukan bagi para pembaca, baik sebagai founder maupun mereka yang tengah menghadapi masalah dengan manajemen waktu, dari founder Fabelio, Gadjian, dan e-Fishery.

Tips yang pertama datang dari Christian Sutardi. Salah satu pendiri Fabelio ini memiliki rutinitas pagi yang cukup unik. Ia selalu bangun pagi tanpa alarm setelah menjalani tidur berkualitas selama tujuh jam. Selanjutnya, membuka laporan KPI Fabelio hari sebelumnya sambil memesan Iced Americano tanpa gula, diikuti memeriksa pesan yang diterima tentunya dengan urutan berdasaran urgensi.

“Setelah itu saya pergi ke ruang tamu, mengambil segelas besar air dan memeriksa headline berita; biasanya berita internasional di aplikasi Bloomberg. Saya mulai dengan politik internasional, pembaruan Covid-19, pasar saham, dan berita apa pun yang disarankan Google. Preferensi berita saya ditetapkan untuk furnitur, startup, pasar saham, sepak bola, dan olahraga lainnya, ” terang Christian.

Christian “secara resmi” menjalani kerjanya mulai pukul 8.30. Untuk menjaga produktivitasnya Christian juga menerapkan sebuah framework produktivitas yang disebut dengan “eat the frog first“. Frog yang dimaksud adalah task penting atau pekerjaan yang memiliki urgensi tinggi. Secara sederhana framework tersebut berisikan instruksi, tentukan pekerjaan apa yang paling penting. Cukup satu saja. Kemudian segera kerjakan task tersebut sebagai yang pertama di pagi hari. Sebisa mungkin task tersebut harus selesai saat itu juga, sehingga esok hari bisa menyelesaikan hal penting lainnya.

Tips selanjutnya datang dari co-founder dan CEO Fast8 Group (Gadjian, Hadirr & Benefide) Afia Fitriati. Bagi Afia, tidur yang cukup adalah faktor penting dalam menjaga produktivitas. Menurutnya dengan memberikan waktu tidur yang cukup, otak bisa beristirahat setelah bekerja keras seharian, sekaligus mengendapkan proses berpikir agar tetap bisa melihat suatu masalah dengan jernih.

“Waktu sih gak akan pernah cukup, jadi kemampuan menentukan prioritas sangatlah penting bagi seorang founder atau siapa pun yang bekerja di startup. Kalau salah menentukan prioritas, kita akan membuang waktu yang sangat berharga dan tidak bisa ditarik kembali untuk melakukan aktivitas yang kurang signifikan. Jadi, tips dari saya, setiap hari kita harus menanyakan ulang: apakah yang saya lakukan hari ini hal penting atau tidak?” cerita Afia.

Tips terakhir datang dari CEO dan Founder eFishery Gibran Huzaifah. Sama seperti keduanya Gibran termasuk morning person yang selalu mengawali hari dengan sempurna. Kondisi badan dan pikiran yang masih fresh dimanfaatkan Gibran untuk berolahraga, merencanakan hari, dan mempelajari hal baru.

“Pagi adalah waktu paling cerah, bening, dan bergairah dalam hari kita, makanya saya selalu memulai dengan aktivitas yang biasanya bikin semangat: exercise, day planning. Exercise ini kadang bisa lari di sekitar rumah atau dengan 7-minute workout. Workout ini membantu menambah energi dan menjaga kesehatan mental.”

“Setelah itu, saya ada slot waktu untuk membaca atau belajar. Kalau tidak membaca, saya ikut online course di Udemy. Di hari sabtu dan minggu, saya ada slot 4 jam untuk learning activities semacam ini, pagi dan malam hari. Dan dengan adanya slot ini, saat ada role atau tasks baru, kita jadi lebih paham dan kompeten karena meluangkan waktu untuk terus belajar,” cerita Gibran.

Gibran juga percaya bahwa segala sesuai yang urgent atau big impact harus dikerjakan di pagi hari, seperti strategic thinking, planning, dan sejenisnya. Dilanjutkan dengan update internal dan membantu tim menyelesaikan masalah. Selanjutnya, jika ada project kunci atau metrik yang didelegasikan untuk orang lain, di sore hari Gibran akan meluangkan waktu untuk nudging project, problem solving atau membuat sesuatu hal yang berkaitan dengan hal terssebut.

“Bagian terpenting lainnya ada di malam hari, di mana setelah family time dan saat anak lagi mau tidur, saya melakukan retro untuk agenda hari itu, mana yang berjalan optimal, mana yang tidak. Biasanya pertanyaannya sederhana: ‘apa yang perlu saya lakukan supaya besok bisa 5–10% lebih baik dari sekarang?’. Khusus di akhir minggu, saya juga punya satu sheet untuk tracking apakah waktu yang dibuat sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Setelah itu, saya membuat improvement plan untuk pekan depan,” lanjut Gibran.

Ketiga narasumber sepakat bahwa manajemen waktu adalah kunci. Bagi Gibran, membentuk sistem kerja yang baik membantu kita mengelola pikiran, energi, dan waktu. Termasuk di dalamnya membangun rutinitas yang baik setiap harinya dan evaluasi setiap waktu.

“Mayoritas hidup kita habis untuk hal-hal yang kita lakukan di pekerjaan. Dengan menjadi lebih produktif, kita bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat sehingga kita punya lebih banyak waktu untuk melengkapi dimensi kehidupan kita yang lain dan merealisasikan sepenuhnya potensi kita sebagai manusia, atau membuat sebanyak-banyaknya amalan dan karya yang bisa kita tinggalkan,” tutup Gibran.

4 Hal Seputar Membangun Bisnis Furnitur Melalui Platform Digital

Perkembangan e-commerce di Indonesia berhasil membentuk ekosistem yang matang bagi pelaku startup lain yang ingin menjajal bisnis baru. Jika e-commerce sempat didominasi oleh marketplace di kategori produk fashion, kini semakin banyak startup yang bermain di vertikal bisnis yang berbeda.

Salah satunya adalah platform jual-beli produk furnitur. Pemainnya terus bertambah dan bisnisnya kian bertumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Ini menandakan adanya antusiasme pasar terhadap pembelian furnitur dengan cara yang tidak lagi konvensional.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial membahas seputar membangun bisnis furnitur yang sustain melalui platform digital. Simak selengkapnya sharing menarik dari Co-founder dan CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo.

Tantangan bisnis furnitur via platform digital

Bagi Marshall, bisnis akan selalu berkembang, demikian juga masalah yang akan dihadapi kemudian. Dalam membangun furnitur dengan brand Fabelio dan memasarkannya lewat platform digital, ia mengaku bahwa standarisasi produk yang akan dijual menjadi salah satu tantangan terbesar. Ia harus memastikan mitranya dapat memproduksi furnitur dengan kualitas konsisten.

Tantangan lainnya adalah persoalan logistik untuk memudahkan pengiriman dan penerimaan barang. “As we grow, kami sadar bahwa furnitur itu barang besar. Pengirimannya tidak bisa begitu saja menggunakan kurir instan dan ditinggal di lobi. Di sini kami berupaya untuk memudahkan proses pengiriman hingga penerimaan barang bagi customer,” tuturnya.

Adopsi teknologi yang punya impact bagi pembeli

Dukungan teknologi canggih sering diklaim dapat meningkatkan sebuah layanan. Implementasi Artificial Intelligence (AI) atau Virtual Reality (VR) banyak disebut dapat meningkatkan customer experience, terutama pada produk retail besar, seperti furnitur.

Marshall menilai hal tersebut bisa saja benar, dengan catatan teknologi tersebut dapat memberikan dampak terhadap customer. Menurutnya, apabila sebuah teknologi punya high impact ke customer, proses switch-nya bakal lebih mudah. Ambil contoh, teknologi AI dapat menganalisis apakah customer memiliki high intent/low intent saat browsing barang.

“Kami tidak ingin membebankan customer dengan jargon semacam itu agar terlihat smart. Bagi kami yang terpenting adalah menghadirkan platform yang nyaman untuk bertransaksi. Ini kenapa kebanyakan inovasi kami tidak monumental, seperti AI atau VR,” ungkap Marshall.

Menurutnya, adopsi teknologi dapat dikatakan memberikan impact apabila dapat memberikan hasil secara organik dari transaksi. Pada kasus Fabelio, pihaknya selalu melakukan upgrade berkala pada website-nya agar customer nyaman browsing produk sebelum berinteraksi dengan virtual assistant buying.

Strategi mendongkrak repeat purchase

Seperti disebutkan sebelumnya, business nature produk furnitur cukup berbeda dengan produk-produk yang biasa kita temui di e-commerce. Hal ini karena furnitur merupakan produk berukuran besar.

Demikian juga dengan customer behavior-nya. Menurut Marshall, produk furnitur cenderung dibeli dari hasil browsing, bukan searching. Nilai pembeliannya juga besar untuk satu barang.

Lalu, bagaimana strategi untuk menjaga repeat purchase agar tetap tinggi? Menurut Marshall, sebetulnya average order value bisa saja dikurangi, tetapi harus ada ekspansi kategori produk sehingga memperluas segmen pasar. Alhasil, konsumen bisa melakukan pembelian lebih sering.

“Ini sebetulnya soal permainan product management. Dalam capital business, ini bisa dilakukan jika ada modal. Bagi kami, saat ini Fabelio ingin manage supaya customer ada high purchase. [Jika ingin ekspansi kategori], ini bisa kolaborasi dengan mitra supply chain lain, seperti produsen gelas. Mereka lebih jago dibandingkan jika kami harus produksi sendiri,” jelasnya.

Bisnis furnitur di masa Covid-19 dan new-normal

Di masa pandemi ini, Marshall mengaku ada banyak penyesuaian dilakukan untuk menjaga agar bisnis tetap berjalan. Apalagi, bagi bisnis ritel yang utamanya bergantung pada engagement di toko fisik.

Pada kasus Fabelio yang juga memiliki offline, Marshall menyebutkan bahwa pihaknya terpaksa harus menutup sekitar 20 tokonya selama masa pandemi ini. Akan tetapi, pihaknya melakukan inovasi dengan mengembangkan virtual assistant buying atau check agent untuk meningkatkan customer experience tanpa harus tatap mukaInovasi lain yang dapat dilakukan pada bisnis ini adalah menyediakan protokol khusus pada pengiriman dan penerimaan barang.

“Di situasi sekarang, tidak mungkin kita linger lama-lama di toko. Kami harus tahu apa yang nyaman bagi customer. Makanya, pengiriman barang pun harus disesuaikan dengan kondisi tertentu, seperti waktu instal furnitur dan memastikan situasi rumah tidak dalam keadaan ramai. Harusnya, strategi ini bisa berhasil untuk semua brand retail,” ungkapnya.

Pertumbuhan Marketplace Furnitur Selama Pandemi

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil pemerintah disikapi banyak perusahaan atau instansi dengan keputusan WFH atau bekerja dari rumah. Kondisi ini berimbas positif pada permintaan furnitur atau perlengkapan rumah di layanan marketplace furnitur. Pertama, karena banyak orang merasa harus mulai mempercantik rumah atau membuat rumah senyaman kantor dan, yang kedua, harus belanja dari rumah atau online.

Sebelumnya, industri marketplace furnitur terbilang cukup jauh dari sorotan. Sejumlah nama pada akhirnya menutup layanan, seperti Livaza, Decadeco, Vurnisio, dan beberapa lainnya. Di sisi lain, beberapa startup masih tetap bertahan dan bahkan mulai merancang inovasi bisnis mereka.

Fabelio tahun ini genap berusia 5 tahun. Klaim mereka, ada beberapa pertumbuhan yang cukup signifikan pada penjualan furnitur ritel dan jasa design & build. Jangkauan pengiriman yang lebih luas, mencakup 750 kecamatan di seluruh pulau Jawa dan ketersediaan showroom yang lebih banyak membuka peluang ke lebih banyak pelanggan. Saat ini, secara total, ada 20 showroom Fabelio di Jabodetabek dan Bandung.

“Untuk pertumbuhan, kami mencapai angka yang signifikan yaitu berupa kenaikan sebesar lebih dari 450% semenjak 2017. Hingga kini, sudah ada lebih dari 1000 projects yang ditangani oleh Fabelio Projects, mulai dari hunian seperti rumah dan apartemen, kantor hingga retail,” terang Co-Founder Fabelio Christian Sutardi.

Hal serupa juga dialami Ruparupa. Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo menjelaskan bahwa mereka mengalami pertumbuhan selama empat tahun beroperasi.

“Kami senang dengan pencapaian yang kami dapatkan selama 4 tahun terakhir. itu menunjukkan tren penjualan yang sehat yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Terutama ketika pandemi Covid-19 dimulai, kehadiran online Ruparupa diuji lebih lanjut karena hanya dalam beberapa hari, penjualan lebih dari tiga kali lipat,” terang Teresa.

Kondisi pertumbuhan juga dialami Dekoruma. Empat tahun beroperasi, mereka mengklaim sudah mampu menyuguhkan layanan end to end untuk mendapatkan rumah atau hunian idaman ke pelanggan. Tidak hanya jasa ritel dan design & build, tetapi juga membantu property developer memasarkan apartemen atau rumah.

“[..] Dengan produk yang kita buat sekarang, kita bisa menjalankan project dengan baik tanpa terpengaruh corona dan PSBB. Meeting masih bisa diselenggarakan, diskusi dengan ribuan kontraktor dengan digital,” cerita Co-Founder Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan
Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan

Cerita tentang pertumbuhan dan tantangan

Layanan marketplace furnitur di Indonesia sedikit berbeda dengan barang-barang kebanyakan. Ukuran atau dimensi yang cukup besar menjadi permasalahan serius membuat pengirimannya terbatas ke jarak atau jangkauan tertentu. Belum lagi pengalaman membeli perabotan online dan offline cukup berbeda karena banyak yang kurang puas hanya melihat display dalam bentuk gambar. Pandemi dan PSBB memaksa masyarakat untuk terbiasa berbelanja dari rumah, termasuk untuk urusan perabotan. Hal ini yang pada akhirnya meningkatkan adopsi pelanggan pertama.

“Penjualan secara online pun mengalami kenaikan sebesar hampir dua kali lipat dibandingkan dengan penjualan sebelum masa pandemi. Selain itu, kami juga menerapkan protokol kesehatan dan kebersihan yang menyeluruh untuk semua titik interaksi mulai dari warehouse, showroom, hingga pengantaran produk sampai ke rumah customer. Seluruh langkah keselamatan ini kami lakukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan dari seluruh stakeholders Fabelio; baik untuk customer ataupun karyawan kami,” terang Christian.

Demikian juga dengan Dekoruma. Dimas menyampaikan,”Untuk pandemi kita mengalami peningkatan dari segi retail. Untuk misalnya untuk perabot rumah tangga. Mengalami peningkatan yang cukup baik, selama tiga bulan terakhir masih growing month-of-month. PSBB mencerminkan potensi [layanan] e-commerce sebagai sebuah industri.”

Lonjakan pertumbuhan juga dialami Ruparupa. Di masa pandemi ini mereka meningkat hingga 3 kali lipat dalam kurun waktu dua hari. Sempat merasa kewalahan di awal lonjakan kini Ruparupa sudah mulai mampu mengantisipasi lonjakan.

“Melalui pengalaman inilah kami menyadari bahwa kami tidak dapat berhemat untuk terus membangun infrastruktur dan berinvestasi kembali di dalamnya. Platform omnichannel kami sangat teruji selama periode ini karena lebih dari sebelumnya pelanggan kami berbelanja dengan cara omnichannel. Mereka tidak lagi berlama-lama di store untuk browsing. Browsing dilakukan di website dan bahkan mengirimkan link-link produk yang tersedia ke toko terdekat untuk mengecek kesediaannya (jika itu adalah produk Ace / Informa, barang tersebut dapat diambil di toko),” terang Teresa.

Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo
Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo

Meskipun demikian, pertumbuhan tidak dialami semua pemain di industri. Andoleto, layanan marketplace yang sudah beroperasi sejak tahun 2016 mengklaim penurunan di tengah pandemi.

“Kami telah lama menerapkan online business, maka pada praktiknya bekerja secara remote sudah menjadi hal biasa bagi kami. Kami tentunya merasakan daya beli yang menurun di pandemi ini. Namun kami optimis dengan mulainya new normal, semua akan bangkit kembali secara perlahan,” papar CEO Andoleto Aty Samadikun.

Mengenai tantangan untuk  bertahan di industri semuanya sepakat. Fabelio, Dekoruma, maupun Andoleto menilai kepercayaan, pengalaman, dan pengiriman masih menjadi tantangan yang dihadapi, setidaknya untuk bisa tetap bertahan.

Dimas misalnya, melihat isu logistik di luar Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya, seperti Bandung dan Surabaya, cukup berat dan menjadi tantangan. Selain itu masih ada masalah kepercayaan dari pelanggan.

“Kembali ke empat tahun lalu, orang tidak membayangkan bagaimana membeli sofa tanpa melihat barangnya. Kendala ini yang dialami semuanya dan menurut saya itu kendala yang wajar. Butuh waktu, butuh edukasi. Jadi with or without pandemi, itu masalah yang dialami,” papar Dimas.

Sementara Christian menceritakan, “Kebutuhan customer untuk touch and feel [menjadi tantangan], di mana customer masih perlu untuk melihat langsung dan merasakan furnitur yang akan dibeli. Namun tantangan ini bisa kami overcome lewat fitur virtual assistant. Kami berusaha mengedukasi customer dengan layanan yang lebih personalized lewat layanan ini. Tantangan lainnya yang kami miliki adalah distribusi. Dengan ukuran barang yang lebih besar, kami harus mempersiapkan distribusi yang baik untuk menjangkau lebih banyak pelanggan.”

Co-founder Fabelio Christian Sutardi
Co-Founder Fabelio Christian Sutardi

Pendanaan

Tidak banyak yang diceritakan Aty tentang rencana Andoleto selanjutnya. Ia mencoba mengenalkan Andoleto ke lebih banyak masyarakat untuk calon pengguna. Sementara Rupapa berusaha terus untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan sistem omnichannel mereka. Sedangkan untuk Fabelio dan Dekoruma. tahun ini keduanya sama-sama berhasil mengamankan pendanaan baru.

Dekoruma mengamankan pendanaan Seri C dari InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, dan Skystar Ventures. Investor di putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi. Sementara Fabelio menerima pendanaan Seri C sebesar US$20 juta atau setara 283,4 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks, Endeavour Catalyst, dan MDI Ventures, dengan keterlibatan investor sebelumnya, Aavishkaar Capital.

Dekoruma mulai mengembangkan platform baru untuk memudahkan pelanggannya mendesain rumah idaman, termasuk platform untuk mempromosikan hunian, baik itu rumah maupun apartemen. Sementara Fabelio sudah merencanakan untuk ekspansi untuk bisa menjangkau lebih banyak daerah, agar bisa hadir ke lebih banyak orang.

Update: Penambahan informasi dari Ruparupa

Fabelio Secures New Funding in Series C First Round, Raising 283 Billion Rupiah (UPDATED)

Fabelio, an e-commerce company focused on marketing furniture, today (17/6) announced US $ 9 million worth of Series C1 funding or equivalent to 127.5 billion Rupiah. Therefore, as calculated with the previous round, they reached US$20 million or equivalent to 283.4 billion Rupiah.

This investment round was led by AppWorks, Endeavor Catalyst, and MDI Ventures, with the participation of previous investors Aavishkaar Capital.

Series C funding will continue, targeted to close by the end of 2020. The company expects participation from investors in Southeast Asia and China.

The funds raised will be focused on accelerating the logistics network and Fabelio’s experience center. This step was taken in line with the company’s mission for domestic expansion in some of the major cities in Java and Bali, the target is until November 2020.

Fabelio’s Co-Founder & CEO Marshall Tegar Utoyo said, after five years of increasing business and instilling the value of the ‘new retail’ strategy, Fabelio is ready to accelerate growth with this funding. “Our main focus is to increase product categories and delivery times. Beyond that, we will expand our business throughout Indonesia.”

Meanwhile, Fabelio’s Co-Founder Christian Sutardi added, “A significant number of this funding will be invested in technology, which includes improving our current technology team of 40 engineers,” Sutardi added.

In Indonesia, Fabelio is not the only one, there are several online platforms that specifically engaged in online furniture service. Two of those are Rupa Rupa and Dekoruma. Ruparupa is affiliated with Kawan Lama Group, which also operates Informa and Ace Hardware retail companies in Indonesia, both of which are closely related to furniture products and home furnishings.

While Dekoruma also market the similar product. In addition to e-commerce that sells goods, they also come as an online platform for interior design service, connecting thousands of designers with prospective customers. The company has obtained pre-series C funding in May 2020.

Targeting profitability by 2022

Christian Sutardi and Marshall Tegar Utoyo
Fabelio’s Co-founders, Christian Sutardi and Marshall Tegar Utoyo / Fabelio

Previously, the company managed to close the Series B funding worth of US$6.5 million in 2018. It results in expanding service coverage in Jabodetabek and Bandung, through 3 offices and 20 experience centers, and employing 430 staff. The company claims, they’ve succeeded in increasing customer growth by 82% with 1000 B2B projects – including full-furnishing of residential furniture, apartments, and offices.

Along with the current trends, Fabelio is quite optimistic to achieve profitability in 2022.

Christian said, in recent years the contribution of online sales in every vertical industry in Indonesia clearly experienced a significant increase, both for electronic products, fashion, food ingredients, and furniture.

“In April 2020 for example, we recorded our highest online sales on 12/12 with a number that exceeded sales with Indonesia’s most popular online shopping day (Harbolnas). The future of e-commerce is now much brighter, and its development will continue to be positive along with the improvements of support in terms of infrastructure and payment system,” he said.

Jessica Liu as AppWorks’ partner who has joined Fabelio’s Board of Directors said, “Their customer-first values ​​shape a better shopping experience and become a business category that drives transformation. We are happy to join Fabelio with its mission to change the future of the furniture industry in Indonesia.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapat Dana Baru dalam Babak Pertama Pendanaan Seri C, Fabelio Berhasil Kumpulkan 283 Miliar Rupiah (UPDATED)

Fabelio, e-commerce yang fokus menjual kebutuhan furnitur, hari ini (17/6) mengumumkan perolehan dana baru untuk penutupan pertama pendanaan seri C senilai US$9 juta atau setara 127,5 miliar Rupiah. Sehingga jika ditotal dengan nominal yang didapat sebelumnya, Fabelio telah meraup total pendanaan mencapai US$20 juta atau setara 283,4 miliar Rupiah.

Adapun investor yang memimpin investasi ini adalah AppWorks, Endeavour Catalyst, dan MDI Ventures, dengan keterlibatan investor sebelumnya Aavishkaar Capital.

Pendanaan seri C masih akan berlanjut, ditargetkan akan ditutup pada akhir tahun 2020. Perusahaan mengharapkan partisipasi dari investor di Asia Tenggara dan Tiongkok.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk mempercepat jaringan rantai pasokan logistik dan experience center Fabelio. Langkah ini diambil sejalan dengan misi perusahaan lakukan ekspansi domestik di sejumlah kota di Jawa dan Bali, targetnya sampai November 2020.

Co-Founder & CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo mengatakan, setelah lima tahun meningkatkan bisnis dan menanamkan nilai dasar strategi ‘new retail’, Fabelio siap untuk mempercepat pertumbuhan dengan pendanaan ini. “Fokus utama kami adalah meningkatkan kategori produk dan waktu pengiriman. Di luar itu, kami akan memperluas bisnis kami di seluruh Indonesia.”

Sementara itu Co-Founder Fabelio Christian Sutardi menambahkan, “Porsi signifikan dari pendanaan ini akan diinvestasikan ke teknologi, yang meliputi peningkatan tim teknologi kami saat ini yang terdiri dari 40 engineer,” tambah Christian.

Di Indonesia Fabelio tidak sendiri, terdapat beberapa platform online yang secara spesifik menjajakan furnitur secara online. Dua di antaranya RupaRupa dan Dekoruma. Ruparupa sendiri terafiliasi dengan Kawan Lama Group, yang juga mengoperasikan perusahaan ritel Informa dan Ace Hardware di Indonesia, keduanya berhubungan erat dengan produk furnitur dan kebutuhan perlengkapan rumah.

Sementara Dekoruma juga jajakan produk yang sama. Tidak hanya sebagai e-commerce yang menjual barang, mereka turut hadir sebagai platform online untuk kebutuhan desain interior, menghubungkan ribuan desainer dengan calon konsumennya. Perusahaan telah mendapatkan pendanaan pra-seri C pada Mei 2020 kemarin.

Targetkan profitable di tahun 2022

Christian Sutardi dan Marshall Tegar Utoyo
Co-Founder Fabelio Christian Sutardi dan Marshall Tegar Utoyo / Fabelio

Sebelumnya perusahaan berhasil menutup pendanaan seri B senilai US$6,5 juta pada tahun 2018 lalu. Membawa perluasan jangkauan layanan di Jabodetabek dan Bandung, melalui 3 kantor dan 20 experience center yang dimiliki, serta memperkerjakan 430 staf. Perusahaan mengklaim, hingga saat ini mereka telah berhasil meningkatkan pertumbuhan akuisisi pelanggan hingga 82% dengan 1000 proyek B2B yang dikerjakan — termasuk pemenuhan furnitur perumahan, apartemen, hingga perkantoran.

Dengan tren tersebut, Fabelio cukup optimis bisa mencapai profitabilitas di tahun 2022 mendatang.

Christian mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir kontribusi penjualan online di setiap industri vertikal di Indonesia jelas mengalami peningkatan yang signifikan, baik untuk produk elektronik, fesyen, bahan makanan, maupun furnitur.

“Pada April 2020 misalnya, kami mencatatkan penjualan online tertinggi kami dengan angka yang melebihi penjualan ketika hari belanja online terpopuler Indonesia (Harbolnas) pada 12/12. Masa depan e-commerce kini jauh lebih terang, dan perkembangannya akan terus positif seiring dukungan dalam hal peningkatan infrastruktur dan sistem pembayaran,” ujarnya.

Jessica Liu selaku Partner dari AppWorks yang kini bergabung sebagai Dewan Direktur Fabelio berujar, “Nilai customer-first mereka membentuk pengalaman berbelanja yang lebih baik dan menjadi sebuah kategori bisnis yang mendorong transformasi. Kami senang bergabung bersama Fabelio dengan misi mereka untuk mengubah masa depan industri furnitur Indonesia.”

Rencana Freeware Spaces Tambah Dua Cabang “Co-Living” Baru di Jakarta

Setelah meluncurkan coworking space Freeware Labs dan Freeware Suites, awal tahun 2018 ini Freware Spaces Group kembali mengumumkan inovasi terbaru mengincar entrepreneur di tanah air. Memanfaatkan ruangan yang ada, Freeware Spaces Group telah meresmikan Freeware Living (co-living) yang bernama The Stay Antasari27.

Kepada DailySocial CEO Freeware Spaces Aryo Ariotedjo mengungkapkan, ide didirikannya co-living ini berawal dari pengalaman pribadinya yang kerap kesulitan menemukan sewa properti di Jakarta yang saat ini harga sewanya sudah sangat tinggi.

[Lihat juga: DSTour – Freeware Spaces Equity Building]

“Konsep sih kalau dibilang mirip seperti kost-kostan. Memang kalau di luar negeri seperti Amerika Serikat itu konsep kost-kostan tidak ada, makanya mereka sebut juga sebagai co-living.”

Meskipun telah siap untuk disewa, cabang co-living baru Freeware yang lokasinya ada di Antasari Jakarta Selatan diklaim masih merupakan prototipe untuk studi Research and Development ekspansi co-living Freeware Space Group. Secara khusus Freeware Spaces Group membangun co-living untuk supplement kebutuhan tempat tinggal untuk para tenant-tenant saat ini.

Rencana ekspansi dua cabang baru

Meskipun konsep prototipe ini hanya memiliki 16 kamar, namun Freeware Spaces Group memiliki rencana untuk meluncurkan dua cabang baru co-living di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Untuk dua lokasi tersebut Freeware menargetkan akan menambah sekitar 500 kamar.

“Yang membedakan co-living dan kost mungkin kita akan menonjolkan lebih ke fasilitas umum untuk para tenant seperti gym, coworking, lounge, dan konten tenant yang terkurasi,” kata Aryo.

Untuk pemesanan tenant dari coworking space Freeware bisa melakukan pemesanan melalui situs. Untuk berapa lama waktu kepada pelanggan untuk menginap, Freeware co-living tidak memberikan batas waktu yang pasti.

“Untuk sewa sendiri sangat fleksibel seperti halnya coworking space. Kami melihat ada opportunity untuk membangun tempat tinggal dengan ukuran yang optimal didukung juga dengan interior desain yang memadai,” kata Aryo.

Selain memberikan ruangan privat yang lengkap, desain dari co-living Freeware Space ini didukung oleh Fabelio, marketplace furnitur lokal yang sebelumnya turut mendesain Freeware Suites.

“Kami melihat problem di Jakarta pada khususnya mengalami nilai harga sewa yang luar biasa tinggi dan pembayaran pada umumnya 1 tahun di depan. Hopefully we will be the biggest in Asia,” tutup Aryo.

Fabelio Luncurkan Fitur “Sofa Trial” dan “One Day Delivery”

Setelah meresmikan showroom baru di Senayan City bulan Agustus 2017 lalu, layanan e-commerce furnitur Fabelio kembali menghadirkan dua fitur baru di wilayah Jabodetabek. Menurut Co-Founder dan Chief Design Officer Fabelio Marshall Utoyo, dihadirkannya dua fitur baru ini merupakan feedback pelanggan Fabelio selama menjalankan bisnis dua tahun terakhir.

“Kita sering mendengar keluhan pelanggan yang suka salah membeli furnitur namun tidak memiliki kesempatan untuk mengembalikannya. Dengan fitur Sofa Trial semua bisa dilakukan.”

Fitur Sofa Trial ini bisa digunakan pembeli melalui situs dan mobile browser Fabelio. Dengan melakukan pemesanan dan pembayaran seperti biasa, pembeli yang telah memesan produk furnitur di Fabelio, kemudian merasa tidak cocok dengan produk yang ada, bisa langsung mengembalikan produk tersebut secara gratis. Cukup melakukan pendaftaran secara online tanpa dikenakan biaya tambahan.

“Untuk pengiriman juga kita sengaja berikan gratis, agar memudahkan pembeli. Tidak ada persyaratan yang rumit dan menyulitkan pembeli,” kata Marshall.

Pengiriman langsung dalam satu hari

Selain fitur Sofa Trial, Fabelio juga menghadirkan fitur 1 day delivery untuk calon pembeli furnitur Fabelio. Fitur ini yang juga hanya tersedia di Jabodetabek, memungkinkan calon pembeli yang ingin mendapatkan furnitur secara cepat hari itu juga atau pengantaran esok hari.

“Dengan kebijakan 1 day delivery yang ditawarkan oleh Fabelio kami percaya pelanggan tidak hanya mendapatkan jaminan untuk mendapat barang yang sesuai namun juga dengan proses pengiriman yang cepat,” kata Marshall.

Showroom Fabelio juga menyediakan layanan B2B Fabelio for Business untuk perusahaan hingga startup yang ingin bekerja sama.

Sejak diluncurkan pada Juni 2015 lalu sebagai layanan e-commerce yang berfokus pada penjualan furnitur dan hanya melayani wilayah Jabodetabek, pada akhir bulan Oktober 2016 Fabelio melakukan ekspansi wilayah layanan pengiriman ke Bandung, Cimahi, Purwakarta dan Karawang.