Jingga Syrup, Brand Sirup Lokal Setara Impor yang Punya Sejuta Misi

Jingga Syrup merupakan brand sirup lokal yang hadir sejak 2019. Brand sirup yang dirintis oleh pemuda berusia 27 tahun asal Malang, Jawa Timur, Chistian Bobby Chandra atau akrab disapa Bobby ini, menyediakan beragam varian produk sirup untuk berbagai kebutuhan.

Bisnis yang dirintisnya dari nol ini menyasar sesama pelaku industri kuliner atau food and beverages (F&B) seperti coffee shop, kafe, restoran, hingga hotel sebagai target marketnya. Selain itu, juga menerima pesanan untuk kebutuhan konsumen pribadi.

“Mulanya, Jingga Syrup menargetkan segmentasi market menengah ke bawah, tapi seiring berjalan waktu, brand ini turut menjangkau market menengah ke atas. Mulanya juga hanya sebagai menu di kedai kopi sendiri, kini bisa jadi supplier untuk usaha lain,” jelas Bobby.

Dengan menyediakan berbagai kebutuhan menu usaha, mulai dari produk sirup dengan beragam varian rasa, powder sirup, powder kopi, gelas dan kebutuhan bar lainnya. Saat ini, Jingga syrup saat ini sukses memiliki banyak cabang di sejumlah wilayah Jawa Timur, dari Malang, Blitar, Jombang dan Banyuwangi.

Pandai Baca Peluang dari Tren Pasar

Saat awal mendirikan bisnis, Bobby selaku owner Jingga Syrup, membuka usaha kedai kopi bernama Kopi dari Jingga. Lalu, pada 2018, ia mengamati kedai kopi lain sebagai kompetitor bisnisnya kian menjamur di Malang.

Guna memenangkan persaingan pasar saat itu, Bobby berniat melakukan inovasi menu agar menjadi keunggulan bisnisnya kala itu. Ia lalu bereksperimen membuat sirup sendiri, berdasarkan riset dan keahliannya.

Menurutnya, pembuatan menu minuman dengan bahan dasar sirup sangat mudah dan cepat. Cukup dengan menuangkan sirup, es batu dan susu, minuman siap disajikan, kata Bobby. Sementara, pada bahan lain, perlu melewati proses menimbang, melarutkan dan sebagainya yang memakan waktu cukup lama.

“Saya juga lihat peluang di industri F&B, menu minuman menggunakan bahan sirup sedang naik daun, tetapi pemain sirup lokal masih jarang. Saat itu, pelaku bisnis di industri F&B kebanyakan ambil produk impor untuk dapat sirup berkualitas bagi menu mimumannya,” ujar Bobby.

Lahirkan Produk Sirup Lokal Setara Impor

Mulanya, Bobby mengamati bisnis coffee shop dengan konsep takeway express sedang sangat digandrugi konsumen. Saat itu, banyak brand kopi yang menyediakan menu dengan bahan dasar flavour powder atau bubuk perasa.

Ketika ia melakukan riset soal bahan dasar tersebut, ia mendapati bahwa ternyata pembuatan minuman dengan bahan dasar flavour powder itu membutuhkan waktu yang lama. Sehingga, menurutnya kurang efisien dan dapat menghambat produktivitas.

“Lalu, saya buat semacam solusi dari sirup yang varian rasanya serupa dengan yang ada di bahan dasar powder. Alasannya, agar pembuatan minuman menjadi lebih cepat dengan menggunakan sirup,” kata Bobby.

Akhirnya, pada 2019, Bobby mulai memasarkan produk hasil eksperimennya itu. Di tahun yang sama, bisnis kedai kopinya yang semula bernama ‘Kopi dari Jingga’ rebranding menjadi ‘Jingga Syrup’ yang bertahan hingga kini.

Produk Jingga Syrup mulai digemari pasar karena keunikan dan solusi efisiensi yang ditawarkannya. Selain itu, dari segi kualitas, produk sirup lokal satu ini menerapkan standar yang bagus, setara dengan produk impor.

“Produk lokal dengan standar yang hampir sama dengan sirup impor itu jarang sekali. Produk Jingga Syrup punya kualitas yang sama dengan produk impor, tapi dijual dengan harga yang terjangkau,” kata Bobby.

Produk Jingga Syrup dijual dengan kisaran harga mulai dari 50 hingga 85 ribu rupiah per liter. Sementara, kompetitor dari brand sirup asing seperti dari Perancis, Malaysia dan lainnya, menjual dengan kisaran harga 120 ribu ke atas untuk ukuran 750ml saja.

Rintis dari Bawah, Kini Bantu UMKM Lain Naik Kelas

Selain karena berbagai keunggulan produknya, Bobby mengatakan, salah satu kunci sukses Jingga Syrup adalah karena keunggulan pelayanannya. Sebagai brand sirup lokal dengan ambisinya bersanding sebagai kompetitor asing, Jingga Syrup menawarkan kualitas pelayanan yang lebih unggul.

“Kami tak sekadar menjual sirup, tetapi juga memberikan product knowledges. Kami membantu pelaku bisnis sebagai konsumen kami dalam menciptakan dan mengembangkan menunya. Itu yang tidak didapatkan dari brand sirup impor,” jelas Bobby.

Jingga Syrup mengaku memiliki misi membantu UMKM atau kedai-kedai kecil yang ingin naik kelas, melalui eksplorasi menu. Misalnya, dengan membuat menu kopi rasa buah-buahan, seperti kopi susu rasa durian, kopi susu rasa pisang, dan semacamnya.

Selain itu, brand sirup lokal satu ini juga mengajari UMKM di industri serupa terkait cara menghitung harga produk atau harga pokok penjualan (HPP). “Saya bantu mereka hitung costing produk, saya beri menu dengan HPP murah, dengan kualitas rasa yang bagus,” kata Bobby.

Menurutnya, hal itulah yang membuat Jingga Syrup unggul di mata konsumen. Umumnya, pembekalan pengetahuan yang diberikan oleh brand sirup impor akan dikenakan tarif khusus. Sementara, Jingga Syrup memberi pengetahuan terkait eksplorasi menu itu secara gratis.

Tak sampai di situ, Jingga Syrup juga membuka kesempatan bagi UMKM yang ingin bekerja sama, seperti titip jual. UMKM yang belum memiliki toko sendiri dapat menitipkan produknya di toko Jingga Syrup. Ada pun produk yang dititipkan biasanya berupa keperluan bar, teh, kopi, gelas, dan lainnya yang masih berkaitan dengan produk brand sirup satu itu.

Terus Berkembang Berkat Digitalisasi

Dengan sejuta misi yang dimilikinya, Jingga Syrup tak terbatas pada penjualan offline di ke empat cabangnya di wilayah Jawa Timur. Brand sirup ini juga melebarkan pasarnya dengan merambah pasar digital lewat e-commerce.

Jingga Syrup memulai toko online-nya di sejumlah e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Lazada saat itu dari nol. Tanpa mengeluarkan modal seperti untuk iklan atau yang lainnya.

“Kami juga memiliki reseller dan konsumen e-commerce yang tersebar di setiap daerah di Indonesia, mulai dari Jabodetabek, Yogyakarta, Bali, Maluku hingga beberapa wilayah Kalimantan,” ungkapnya.

Menurut Bobby, hingga kini Jingga Syrup telah berkembang jauh sejak awal merintis. Ia mengungkapkan, dahulu ia masih kesulitan mengatur manajemen keuangan bisnisnya. Secara brandnya benar-benar berangkat dari nol dengan modal awal hanya 300 ribu rupiah, tanpa investor, tanpa pinjaman modal.

“Jadi memang kami mengembangkan bisnis ini tidak bisa terlalu cepat. Perlahan namun ada progress yang baik. Ini berkat adanya e-commerce juga, yang membantu penjualan kami. Terlebih, saat dilanda pandemi Covid-19 dengan segala peraturannya saat itu,” papar Bobby.

Misi Sosial Berdayakan Masyarakat Lewat Sirup

Dengan segala tantangan bisnis yang dihadapi Jingga Syrup, Bobby bersama timnya yang saat ini berjumlah 25 orang, berhasil mempertahankan bahkan mengembangkan brand sirup lokal tersebut hingga seperti sekarang ini.

“Sebenarnya yang membuat kita bertahan sampai sekarang itu, karena prinsip awal Jingga Syrup yang simpel. Intinya, kalau kami tidak berjualan, kami besok tidak bisa makan. Itu mindset yang saya terapkan kepada tim saya juga,” katanya.

Tim Jingga Syrup sendiri tak sedikit yang berasal dari anak-anak komunitas punk yang tidak sekolah, tidak lulus sekolah, tetapi punya potensi diri. Misalnya, anak punk yang mempunyai skill desain dan lainnya.

“Jadi saya punya misi memberdayakan masyarakat, saya sangat mendukung komunitas dalam kota, seniman dalam kota, dan UMKM lokal. Melalui prinsip Jingga Syrup yang simpel iti, saya upayakan bantu mereka agar bisa terus berkembang,” jelas Bobby terkait ambisinya.

Kiat Go Digital bagi Pelaku Bisnis Kuliner dari Kacamata Startup Kuliner

Bisnis kuliner atau F&B menjadi salah satu bisnis yang berkembang sangat pesat. Seiring dengan perkembangannya, banyak pelaku bisnis kuliner mulai berinovasi untuk mengembangkan bisnisnya secara digital (go digital) atau disebut juga sebagai digitalisasi bisnis.

Pelaku bisnis kuliner kini memang sudah seharusnya memanfaatkan teknologi digital dalam bisnisnya, demi mengikuti kemajuan zaman. Maka dari itu, penting bagi pelaku bisnis khususnya yang bergerak di bidang kuliner, untuk memahami kiat-kiat berbisnis secara go digital, sebagaimana berikut ini.

Persiapan Bisnis Kuliner Sebelum Go Digital

Proses go digital dalam berbisnis kuliner dilakukan dalam banyak hal. Mulai dari penggunaan media sosial sebagai media promosi atau pemasaran, metode transaksi tanpa mengeluarkan uang tunai, metode pemesanan dan pengiriman, hingga metode pengelolaan bisnis.

CEO sekaligus Founder startup enabler industri F&B Wahyoo, Peter Shearer mengatakan, adopsi teknologi digital bagi pelaku bisnis kuliner saat ini terbilang cukup mudah. Sudah banyak perusahaan yang mempermudah akses teknologi, untuk berbagai kebutuhan bisnis termasuk bisnis kuliner.

“Kemudahan akses ini dibuktikan dengan persiapan adopsi teknologi yang bisa dilakukan hanya dengan memiliki smartphone. Namun, selain itu, pemilik usaha kuliner baiknya juga mempersiapkan tenaga kerja yang sudah melek teknologi digital,” katanya.

Hal ini didukung oleh pernyataan Founder marketplace kuliner Lokaya, Gendro Salim. Menurutnya, hal yang perlu dipersiapkan oleh pelaku bisnis kuliner adalah tim yang menguasai omnichannel, seperti marketplace, media sosial dan platform pembayaran.

“Selain itu, alat teknologi dan jaringan yang memadai, kemampuan produksi yang berkualitas, konsisten dan cepat, hingga strategi brand dan pemasaran yang memadukan insight dari sisi konsumen, brand dan juga pasar atau industri,” tambah Gendro.

Kelebihan dan Kekurangan Digitalisasi Bisnis

Peter menambahkan, digitalisasi bisnis saat ini sangat penting untuk perkembangan usaha di berbagai sektor, termasuk usaha kuliner. Dengan digitalisasi, operasional usaha kuliner dapat berjalan lebih efisien dan optimal.

“Selain itu, usaha kuliner dapat menjangkau customer yang lebih luas. Dengan begitu, pemilik usaha dapat lebih fokus memikirkan langkah pengembangan usaha berikutnya. Sehingga, bisa mendatangkan pertumbuhan pendapatan,” jelasnya.

Sedangkan, menurut Gendro, digitalisasi bisnis dapat menjadikan bisnis lebih ekonomis dan efisien. Bisnis dapat dilakukan di mana saja, selama dapat akses transportasi untuk pengiriman. Sehingga, perlu memiliki tempat usaha yang strategis dengan biaya sewa yang mahal.

Meski begitu, Gendro juga menambahkan beberapa kekurangan digitalisasi bisnis. Di antaranya, yakni bisnis perlu pengelolaan ekstra, seperti untuk integrasi antar berbagai platform ecommerce dan social commerce.

“Tak hanya itu, pelaku bisnis juga perlu mengantisipasi saat penjualan ramai hanya saat ada promo saja. Cara mengantisipasinya dengan memaksimalkan data konsumen yang sudah menjadi customer, misalnya melalui program top up pembelian pasca promo, program loyalty, referral, dan lainnya,” paparnya.

Layanan Digital yang Dapat Dimanfaatkan Bisnis F&B

Bagi pelaku bisnis yang ingin mengembangkan bisnisnya melalui digitalisasi, kini terdapat berbagai platform dengan beragam layanan yang dapat memfasilitasi pelaku bisnis dalam mengembangkan usaha. Antara lain:

  • Pemasaran Digital

Baik menurut Peter maupun Gendro, keduanya sepakat dalam digitalisasi bisnis, pelaku bisnis dapat memulainya dengan memperluas jangkauan terhadap pelanggan. Misalnya, seperti penggunaan media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Tiktok untuk promosi dan pemasaran, hingga mendaftar di Google My Business.

  • Pemesanan dan Pengantaran Kuliner Online

Saat ini terdapat banyak platform yang dikembangkan perusahaan teknologi, yang mendukung pelaku bisnis kuliner, melalui layanan pesan antar makanan online. Layanan itu memungkinkan pelaku bisnis kuliner untuk membuka toko online.

  • Pendukung Operasional Bisnis

Dari segi operasional, pengusaha kuliner dapat memanfaatkan platform pencatatan pesanan dan keuangan atau point of sales (POS) seperti MOKA, Buku Warung dan lainnya. Lalu, platform pembayaran digital dengan QRIS seperti Dana, Ovo, dan lainnya. Hingga platform distribusi seperti Wahyoo dan marketplace seperti Lokaya.

Tips Sukses Go Digital bagi Pelaku Bisnis Kuliner

Sebelum menjalani bisnis kuliner yang go digital, selain dengan memperhatikan hal-hal di atas, pelaku bisnis kuliner juga perlu mengetahui serangkaian tips agar sukses saat menjalani bisnis kuliner secara online. Di antaranya, sebagai berikut:

  • Strategi yang Matang

Gendro mengatakan pelaku bisnis kuliner perlu menyusun strategi dan rencana kerja yang matang saat memulai bisnis. Ia menilai, saat menjalankan bisnis hanya ada dua kemungkinan, yakni berhasil atau belajar untuk menjadi berhasil atau sukses.

“Selain itu, perhatikan user generated content (UGC), hal ini sangat penting di mata konsumen. Jaga agar UGC brand selalu positif. Buat pengalaman konsumen dengan brand kita selalu baik, termasuk di media sosial, e-commerce, servis pengiriman barang, dan lainnya,” jelasnya.

  • Fokus Ikuti Tren

Selain itu, Peter turut menambahkan, tips sukses menjalani bisnis kuliner adalah fokus mengikuti tren. Tujuannya agar terus relevan dengan pasar dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pelanggan, sehingga tak tertinggal dengan perkembangan zaman dan persaingan dengan kompetitor.

“Mengadopsi teknologi digital adalah langkah awal bagi usaha kuliner untuk mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi, perubahan dan perkembangan tren selalu bergerak cepat. Sehingga, penting bagi pemilik usaha kuliner untuk selalu memantau tren yang ada,” jelas Peter.

  • Manfaatkan Platform Digital

Pelaku bisnis kuliner juga dapat memanfaatkan platform digital seperti Wahyoo dan Lokaya. Wahyoo merupakan platform enabler usaha kuliner, yang berfokus menyediakan jaringan distribusi dan jaringan penjualan. Sedangkan, Lokaya merupakan marketplace kuliner yang fokus meningkatkan eksistensi merek UMKM di pasar lokal maupun mancanegara.

Wahyoo

Wahyoo fokus pada dua layanannya, yakni jaringan distribusi dan penjualan. Dalam distribusi, startup ini mempermudah pelaku bisnis kuliner untuk mengakses ribuan bahan baku berkualitas. Misalnya, bahan pokok termasuk beras, minyak goreng, sayuran, daging ayam dan produk siap jual (FMCG), hingga produk makanan beku atau frozen food.

Lalu, dalam penjualan, Wahyoo bekerja sama dengan Bikin Tajir Group, untuk memberikan akses kepada mitra usaha kuliner memiliki usaha kuliner tambahan. Sehingga, para mitra bisa memperoleh penghasilan lebih.

Ada pun kriteria, syarat hingga ketentuan bagi pelaku bisnis kuliner yang ingin memanfaatkan platform Wahyoo dalam mendapatkan bahan baku atau memiliki usaha tambahan, antara lain sebagai berikut:

  1. Usaha kuliner berlokasi di Jabodetabek.
  2. Merupakan usaha kuliner berskala mikro, seperti warung makan dan warung tegal kecil, usaha pangan rumahan, rumah makan menengah, seperti restoran ternama.
  3. Memiliki alamat tetap atau menggunakan bangunan permanen untuk mempermudah pengiriman.

Sementara, alur pendaftaran bagi pelaku bisnis kuliner yang hendak menjadi mitra Wahyoo adalah sebagai berikut:

  1. Download aplikasi Wahyoo.
  2. Lengkapi data-data usaha secara lengkap.
  3. Unggah foto usaha.
  4. Setelah selesai mengisi data, mitra akan dihubungi oleh tim verifikasi dalam waktu 3 x 24 jam.
  5. Begitu akun mitra terverifikasi, mitra akan bisa melakukan pembelanjaan.

Lokaya

Lokaya dapat membantu pelaku bisnis kuliner dalam mempertajam sasaran konsumen. Lalu, melakukan kerja sama dengan ‘Pahlawan Ekonomi’ sebutan untuk anggota yang bergabung dalam komunitas Lokaya, agar produk kuliner diterima oleh target market yang tepat.

Berikut alur pendaftaran bagi pelaku bisnis kuliner yang hendak menjadi mitra Lokaya:

  1. Persiapkan produk dan brand kuliner Anda.
  2. Daftarkan diri dan usaha di platform resmi Lokaya melalui lokaya.net.
  3. Ikuti berbagai pelatihan dan proses transformasi brand.
  4. Dapatkan kode referral dengan cara membeli produk Lokaya.

Ada pun bentuk kerja sama antara Lokaya dengan pelaku bisnis kuliner sebagai mitra, yakni sebagai berikut:

  1. Daftar & ikut seleksi menjadi anggota Lokaya.
  2. Mengikuti coaching atau pelatihan.
  3. Mempersiapkan produk dan izin usaha.
  4. Mengikuti proses tarnsformasi brand.
  5. Menjadi ‘Local Hero’, beserta memperoleh pengakuan dari pemerintah dan masyarakat.
  6. Memberikan pengakuan berupa profit sharing.

Demikian serangkaian kiat-kiat digitalisasi bisnis atau go digital yang dapat dilakukan pelaku bisnis kuliner. Semoga bermanfaat.

[Video] Rencana Bisnis dan Diversifikasi Produk Grouu

DailySocial bersama CEO dan Co-founder Grouu Jessica Marthin membahas pertumbuhan bisnis penyedia makanan pendamping ASI (MPASI) di Indonesia dan seperti apa strategi Grouu dalam memperluas jangkauan bisnisnya.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Food Market Hub Ingin Menjadi Platform “Digital Procurement” Bisnis Restoran

Salah satu persoalan yang masih harus dihadapi oleh pemilik restoran saat ini adalah koordinasi seputar pemesanan dan pembelian bahan baku dari pemasok. Juga mengontrol pengeluaran, apalagi jika pemilik memiliki lebih dari satu restoran.

Kebanyakan pengelolaan aktivitas tersebut masih dilakukan secara manual, mulai dari memanfaatkan aplikasi chat seperti WhatsApp hingga melakukan komunikasi langsung. Hasilnya banyak pemilik restoran yang tidak bisa mengontrol dan mengelola pengeluaran mereka terkait dengan keperluan dapur secara komprehensif.

Melihat permasalahan tersebut, Food Market Hub (FMH) hadir menyediakan platform manajemen yang membantu bisnis mengautomasi sistem pengadaan dan inventaris barang dengan memanfaatkan teknologi big data dan artificial intelligence. FMH merupakan perusahaan asal Malaysia, didirikan oleh Anthony See yang merupakan pemilik restoran dan Shayna Teh tahun 2017 lalu.

Selain Malaysia dan Indonesia, FMH juga telah hadir di Thailand, Hong Kong, Taiwan dan Singapura.

“FMH mencoba untuk mempermudah pemilik restoran mengelola pengeluaran mereka dengan memanfaatkan teknologi yang terintegrasi dengan sistem POS mereka dan bisa terhubung dengan chat app yang tersedia,” kata Anthony kepada DailySocial.id.

Menjembatani pemilik restoran dan pemasok

Secara khusus pengguna platform FMH bisa terhubung dengan pemasok atau supplier bahan baku sesuai keinginan serta mengintegrasikan sistem yang sudah mereka pakai (POS, inventori, sistem akunting, dll) di restoran ke dalam platform berbasis cloud FMH. Dengan demikian, proses pemesanan bahan baku dinilai akan menjadi lebih mudah dan efisien karena pengambilan keputusan terkait pengadaan barang bisa dilakukan melalui satu platform.

“Selain membantu pemilik restoran, masalah terbesar yang juga kerap dialami oleh supplier adalah bagaimana mereka bisa menawarkan produk mereka seperti sayuran yang memiliki batas waktu penggunaan. Harapannya melalui FMH bisa ditawarkan produk tersebut langsung ke berbagai pemilik restoran yang ada dengan tujuan untuk menghabiskan stok mereka,” kata Anthony.

Setelah resmi hadir di Indonesia sejak Agustus 2021, terdapat 27 brand restoran Indonesia yang mencakup 1335 outlet, sedang mendigitalkan sistem pengadaan, manajemen inventaris dan seluruh backend operations melalui Food Market Hub.

Tercatat ada sekitar 26 bisnis restoran lainnya yang saat ini sedang beralih ke sistem dan ekosistem procurement digital FMH, antara lain Tahooe dan Wanfan.

Bisnis F&B yang terus berkembang memang menjadi peluang tersendiri bagi inovator teknologi. Untuk solusi manajemen bisnis restoran sendiri, di ekosistem startup lokal sudah ada sejumlah pemain. Salah satunya Esensi Solusi Buana, layanan SaaS mereka saat ini sudah diadopsi lebih dari 500 brand F&B. Kemudian di luar itu ada Moka yang juga sudah mencakup produk Moka Fresh untuk pengadaan bahan segar.

Segera galang pendanaan seri B

Sebelum melakukan ekspansi ke Indonesia, FMH telah mengantongi pendanaan seri A+ senilai US$ 8,5 juta atau setara Rp 121 miliar. Pendanaan tersebut dipimpin oleh AC Ventures (didukung juga oleh Malaysia Penjana Kapital fund). Investor sebelumnya turut terlibat dalam pendanaan tersebut, di antaranya adalah Go-Ventures, SIG, dan 500 Global, termasuk di dalamnya East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, dan beberapa angel investor.

Putaran pendanaan ini membawa total pendanaan seri A FMH menjadi $12,5 juta termasuk putaran seri A sebelumnya senilai $4 juta pada November 2020. Dana segar tersebut digunakan oleh FMH untuk memperluas bisnis mereka ke Indonesia, menembus pasar lokal lebih jauh, dan memperkuat kehadirannya di Singapura dan Thailand. Tahun ini FMH juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri B.

Disinggung apakah ada kerja sama strategis antara FMH dengan ekosistem di Gojek, Anthony menegaskan tidak ada rencana ke arah sana. Fokus mereka adalah memberikan layanan dan teknologi kepada pelaku UMKM, sekitar 80-90% FMH menyasar kepada mereka. Namun demikian FMH juga menargetkan enterprise seperti KFC sebagai klien mereka.

“Untuk strategi monetisasi kami memiliki pilihan gratis dan berbayar semua disesuaikan dengan kebutuhan klien. Beberapa klien memilih dengan cara berbayar agar bisa terintegrasi dengan POS dan sistem akunting mereka,” kata Anthony.

Terkait dengan area layanan FMH masih fokus kepada kota besar seperti Jakarta. Rencananya mereka juga akan melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya hingga Bali. Target untuk pasar Indonesia diharapkan bisa merangkul sekitar 10 ribu restoran.

“Kami memiliki rencana untuk melakukan implementasi teknologi AI dan machine learning untuk bisa memprediksi berapa pengeluaran restoran dalam waktu 7 hari ke depan. Meskipun belum diluncurkan di Indonesia, namun kami harap bisa membantu pemilik restoran mengontrol pengeluaran mereka lebih baik lagi,” kata Anthony.

Application Information Will Show Up Here

AC Ventures Leads Series A+ Funding of Malaysian Based SaaS F&B Startup Food Market Hub

AC Ventures led Series A+ funding for Malaysian based SaaS startup Food Market Hub (FMH) worth of $8.5 million (over 121 billion IDR). As for the latest funding, FMH’s valuation is estimated to reach $40 million. FMH is a platform provider that simplifies and automates back-end operations for food and beverage (F&B) businesses.

In this round, AC Ventures invested through a special fund in Malaysia named Penjana Kapital Fund. Participated also new investors, including East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, and several angel investors. There are also  previous investors, including Go-Ventures, SIG, and 500 Global.

FMH received a total fresh funds of $12.5 million (more than 179 billion Rupiah) through the Series A and Series A+ rounds due to the company’s rapid growth and the digital acceleration in the F&B sector.

The funding allows FMH to accelerate its expansion to Indonesia, deeper penetration into the Malaysian market, and strengthen its presence in Singapore and Thailand by 2022.

In an official statement, Food Market Hub‘s CEO, Anthony See said, the platform built by FMH has helped many F&B businesses reduce their food costs. In addition, it helps them thrive, especially during the difficult times caused by this pandemic.

“We have observed a significant increase in demand for our solutions as more and more businesses recognize the value of technology in enabling them to achieve greater efficiencies – especially in today’s evolving business climate,” Anthony said.

Founded in 2017, the FMH platform automates the purchasing process and inventory tracking, helping F&B businesses minimize waste while managing food and inventory costs more efficiently.

By leveraging FMH function, F&B restaurants can easily order from the existing and new suppliers while automatically synchronizing data from Point-of-Sales (POS), inventory, and accounting systems for procurement decision making on a single platform. In addition, other integrations to third-party software, provide comprehensive real-time data for business owners to enable them to manage their business efficiently.

Today, many businesses have been forced to digitize in order to address the challenges posed by the COVID-19 pandemic. Since early 2020, FMH has experienced exponential growth, doubling its active users to 5,000 with an overall retention rate of 87%. Its total annual order value has quadrupled in the past 12 months to $600 million in October 2021.

Most FMH users use the platform daily to process 90% of all purchase transactions, showing how important FMH is to their operations. Some FMH users come from cafe chains, large restaurant groups, and franchises, such as The Coffee Academics, Din Tai Fung, Yum Brands, KFC, and Pizza Hut.

The company recently expanded its offerings by launching a payment service in Malaysia, enabling F&B businesses to seamlessly send invoices and collect payments within the platform.

“Our mission is to support disruptions that will create value through their technological innovations, especially in the ASEAN. Food Market Hub’s track record in Hong Kong, Singapore, Malaysia and Taiwan has shown strong potential to accelerate the transformation of the F&B business. We look forward to their continued growth across the region and beyond,” AC Ventures’ Partner, Ng Yi Chung said.

This year, FMH becomes one of three winners of HLB Launchpad 2020 collaborating with Hong Leong Bank on a pilot project. The company recently signed a Memorandum of Understanding (MoU) with Saladplate, a marketplace for F&B and hospitality, to help provide local businesses source F&B digitally.

Moreover, they also partner with Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC) in the virtual Go-eCommerce Expo 2021 to encourage local businesses to adopt eCommerce. It also encourages partnership with Southeast Asia’s first Hospitality and Travel technology investor, Velocity Ventures to strengthen its position in the FMH F&B industry and expand into new markets rapidly.

Aside from Malaysia, FMH has a footprint in other Asian markets such as Hong Kong, Taiwan, Thailand and Singapore. With its recent expansion into Indonesia, the company is already available in six countries.

The company will continue to support the digitization of Southeast Asian businesses with deeper regional coverage and a desire to enter new markets such as Vietnam. Over the next year, FMH plans to provide financing tools to support the recovery of the regional F&B business.

SaaS solution in Indonesia

In the list AC Ventures portfolios, there is a startups that offers similar solutions for the F&B industry like Esensi Solusi Buana (ESB). ESB is an all-in-one culinary business operational system software provider that connects front-end, back-end, consumers, and supply chain partners for restaurants.

On a general note, based on the 2021 MSME Empowerment Report published by DSInnovate, there are several basic problems experienced by MSME players in Indonesia, including:

In order to overcome this problem, 83% of MSME players admit to using services from digital startups. From this hypothesis, the founders are passionate about presenting a variety of products with different value propositions. Currently, there are dozens of startups that present various types of SaaS in this segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AC Ventures Pimpin Pendanaan Seri A+ untuk Startup SaaS F&B Malaysia Food Market Hub

AC Ventures memimpin pendanaan Seri A+ untuk startup SaaS Malaysia Food Market Hub (FMH) sebesar $8,5 juta (lebih dari 121 miliar Rupiah). Pasca perolehan dana ini, valuasi FMH diperkirakan mendekati $40 juta. FMH adalah penyedia platform yang menyederhanakan dan mengautomatisasi operasi back-end untuk bisnis makanan dan minuman (F&B).

Di putaran ini, AC Ventures berinvestasi melalui fund khusus di Malaysia bernama Penjana Kapital Fund. Juga menjadi investor baru adalah East Ventures, Velocity Ventures, Capital Code, dan beberapa angel investor. Investor terdahulu yang turut berpartisipasi termasuk Go-Ventures, SIG, dan 500 Global.

Secara total, di putaran Seri A dan Seri A+, FMH memperoleh dana segar $12,5 juta (lebih dari 179 miliar Rupiah) akibat pertumbuhan perusahaan diklaim sangat cepat dan dorongan percepatan digitalisasi di sektor F&B.

Pendanaan ini memungkinkan FMH mempercepat rencana ekspansinya ke Indonesia, menembus lebih dalam ke pasar Malaysia, dan memperkuat kehadirannya di Singapura dan Thailand pada tahun 2022.

Dalam keterangan resmi, CEO Food Market Hub Anthony See menuturkan, platform yang dibangun FMH berhasil membantu banyak bisnis F&B mengurangi biaya makanan dan pemborosan mereka. Tak hanya itu, membantu mereka berkembang pesat, terutama selama masa-masa sulit yang disebabkan oleh pandemi ini.

“Kami telah mengamati peningkatan permintaan yang signifikan untuk solusi yang kami berikan karena semakin banyak bisnis menyadari nilai teknologi dalam memungkinkan mereka mencapai efisiensi yang lebih besar – terutama dalam iklim bisnis yang terus berkembang saat ini,” kata See.

Didirikan pada tahun 2017, platform FMH mengotomatiskan proses pembelian dan pelacakan inventaris, membantu bisnis F&B meminimalkan pemborosan sambil mengelola biaya makanan dan inventaris dengan lebih efisien.

Dengan memanfaatkan FMH, restoran F&B dapat dengan mudah memesan dari pemasok mereka yang sudah ada dan yang baru sambil secara otomatis menyinkronkan data dari Point-of-Sales (POS), inventaris, dan sistem akuntansi untuk pengambilan keputusan pengadaan pada satu platform. Selain itu, integrasi lain ke perangkat lunak pihak ketiga, menyediakan data yang komprehensif secara real-time untuk pemilik bisnis agar mereka dapat mengelola bisnis secara efisien.

Saat ini, banyak bisnis telah dipaksa untuk melakukan digitalisasi dalam mengatasi tantangan yang dibawa oleh pandemi COVID-19. Sejak awal 2020, FMH telah mengalami pertumbuhan eksponensial, menggandakan pengguna aktifnya menjadi 5.000 dengan tingkat retensi keseluruhan 87%. Nilai total pesanan tahunannya telah tumbuh lebih dari empat kali lipat dalam 12 bulan terakhir menjadi US$600 juta pada Oktober 2021.

Para pengguna FMH sebagian besar menggunakan platform setiap hari untuk memproses 90% dari semua transaksi pembelian, menunjukkan betapa pentingnya FMH untuk operasi sehari-hari mereka. Beberapa pengguna FMH datang dari jaringan kafe (cafe chain), grup restoran besar, dan waralaba, seperti The Coffee Academics, Din Tai Fung, Yum Brands, KFC, dan Pizza Hut.

Perusahaan baru-baru ini memperluas penawarannya dengan meluncurkan layanan pembayaran di Malaysia, memungkinkan bisnis F&B untuk mengirim faktur dan mengumpulkan pembayaran dengan lancar di dalam platform.

“Misi kami adalah untuk mendukung disrupsi yang akan menciptakan nilai melalui inovasi teknologi mereka, terutama di kawasan ASEAN. Rekam jejak Food Market Hub di Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Taiwan telah menunjukkan potensi yang kuat untuk mempercepat transformasi bisnis F&B. Kami menantikan pertumbuhan berkelanjutan mereka di seluruh kawasan dan sekitarnya,” kata Partner AC Ventures Ng Yi Chung.

Pada tahun ini, FMH adalah salah satu dari tiga pemenang HLB Launchpad 2020 yang berkolaborasi dengan Hong Leong Bank dalam proyek percontohan. Perusahaan baru-baru ini menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Saladplate, marketplace untuk F&B dan perhotelan, untuk membantu bisnis lokal mendapatkan sumber F&B secara digital.

Serta, bermitra dengan Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC) dalam virtual Go-eCommerce Expo 2021 untuk mendorong bisnis lokal mengadopsi eCommerce. Ini juga menandai dimulainya kemitraan dengan investor teknologi Perhotelan dan Perjalanan pertama di Asia Tenggara, Velocity Ventures untuk memperdalam pijakan industri F&B FMH dan memperluas ke pasar baru dengan cepat.

Di luar Malaysia, FMH telah memiliki jejak di pasar Asia lainnya seperti Hong Kong, Taiwan, Thailand, dan Singapura. Dengan ekspansi baru-baru ini ke Indonesia, perusahaan kini hadir di enam negara.

Perusahaan akan terus mendukung digitalisasi bisnis Asia Tenggara dengan cakupan wilayah yang lebih dalam dan keinginan untuk memasuki pasar baru seperti Vietnam. Selama tahun depan, FMH berencana untuk menyediakan alat pembiayaan untuk mendukung pemulihan bisnis F&B regional.

Solusi SaaS di Indonesia

Dalam portofolio AC Ventures, juga terdapat startup dengan solusi sejenis untuk industri F&B, yakni Esensi Solusi Buana (ESB). ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran.

Secara umum, menurut laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Esensi Solusi Buana Peroleh Tambahan Dana Seri A+ 110 Miliar Rupiah, Perluas Solusi SaaS untuk F&B

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (12/10) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $7,6 juta (senilai 110 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Beenext, Vulcan Capital, AC Ventures, dan Skystar Capital. Beberapa investor tersebut merupakan investor sebelumnya di putaran seri A pada Maret 2021.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk memperluas produknya, termasuk dengan fitur upselling, peningkatan intelegensi bisnis (BI), solusi pengiriman, pembiayaan, finansial, dan sistem informasi sumber daya manusia (HRIS). Perluasan ini dalam rangka mewujudkan misi ESB menjadi penyedia operasional bisnis end-to-end di industri F&B yang terdepan.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan, F&B adalah industri yang terus berkembang dengan hadirnya pendatang baru secara terus menerus setiap bulannya. Namun selama pandemi, sebagian besar mengalami titik kesulitan yang sama dalam beradaptasi dengan perilaku konsumen masa kini dan perubahan struktur operasional restoran.

Menurutnya, pemain industri F&B saat ini perlu menawarkan pengalaman pemesanan touchless, mengelola inventaris mereka dengan lebih baik, dan mengurangi biaya operasional secara signifikan, demi menjaga bisnis mereka tetap utuh. ESB ingin menyelesaikan semua masalah tersebut dengan solusi secara keseluruhan, terlepas dari seberapa rumitnya operasional.

“Banyaknya merek F&B terkemuka yang menggunakan produk ESB membuktikan manfaat nyata ESB bagi para pebisnis F&B. Sebagai mitra, kami yakin bahwa ESB dapat memainkan peran penting dalam transformasi digital,” ucap Eko dalam keterangan resmi.

Co-founder & CEO ESB Gunawan Woen menambahkan, “Kami bangga menyambut Alpha JWC Ventures dan Vulcan Capital sebagai pendukung kami dan berterima kasih atas kepercayaan investor yang terus berlanjut.”

ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran. Startup ini didirikan pada 2014 dengan misi membantu bisnis F&B untuk meningkatkan keuntungan dengan menggunakan teknologi, guna memperbaiki hasil penjualan dan efisiensi operasional.

Awalnya, ESB memulai usaha dengan menciptakan solusi cloud perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) yang dapat disesuaikan untuk mengganti sistem hardware-based yang tradisional dan kurang terjangkau. ESB kemudian memperluas produknya dengan sistem operasional restoran all-in-one yang mencakup sistem Point-of-Sale (POS) dan teknologi Mobile Ordering (ESB Order).

Dengan pendekatan all-in-one, para pendiri ESB bercita-cita untuk memudahkan dan memperpendek proses operasional, terutama bagi pengusaha bisnis F&B yang memiliki banyak cabang dan yang berhubungan langsung dengan konsumen. ESB bercita-cita untuk mengikuti kesuksesan Toast di Amerika Serikat yang baru-baru ini sukses dalam Initial Public Offering (IPO).

ESB telah melayani lebih dari 500 merek F&B, termasuk group besar seperti MAP Boga Adiperkasa, Boga Group, Ismaya Group, Sour Sally Group, dan Marugame Udon, dalam memroses lebih dari 40 juta pesanan tiap tahun.

Dampak pandemi

Gunawan melanjutkan, selama pandemi “berhasil” memaksa bisnis F&B untuk semakin mengoptimalkan operasional, baik dengan membuatnya jadi lebih ramping atau menemukan cara baru untuk meningkatkan penjualan. Hal tersebut terlihat dari upaya digitalisasi besar-besaran di semua stakeholder di industri F&B, mulai dari restoran hingga pemasok, dalam menggunakan teknologi restoran.

Diklaim ESB tumbuh tiga kali lipat dari tahun sebelumnya selama pandemi karena permintaan pemesanan dengan sistem touchless yang disediakan oleh ESB melalui layanan ESB Order. Saat ini, ESB telah memroses Nilai Transaksi Bruto dengan total lebih dari $500 juta dan diperkirakan akan tumbuh 10 kali dalam dua tahun ke depan. Ia pun meyakini bahwa bisnis kuliner akan kembali bangkit setelah terkena dampak pandemi.

Selain memungkinkan pemesanan melalui ponsel, produk ERP dan POS ESB terbukti menjadi penyelamat bagi banyak bisnis F&B dengan meminimalisir terjadinya kebocoran maupun human error. Lebih dari 95% pengguna ESB menggunakan seluruh sistem software front-end dan back-end, membuktikan adanya kebutuhan untuk optimalisasi secara holistik.

“Bisnis restoran merupakan perpaduan antara manufaktur, perdagangan, dan ritel. Kami berusaha meringankan beban dan mengatasi masalah pelaku bisnis restoran yang menggunakan platform terpisah untuk memenuhi aspek yang berbeda. Pada saat yang sama, ESB juga membantu bisnis F&B dalam mengoptimalkan consumer engagement, sistem operasional, dan pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan mereka.”

Co-founder dan COO ESB Eka Prasetya menambahkan, selain keunggulan produk, misi perusahaan lainnya adalah menyediakan akses. Perusahaan percaya bahwa semua skala bisnis layak mendapatkan dukungan yang baik.

“Itulah sebabnya kami memperluas layanan agar tidak hanya diperuntukkan bagi industri F&B yang sudah memiliki nama besar, tetapi juga bisnis kecil dan menengah dengan biaya yang dapat disesuaikan dengan anggaran mereka. Kami ingin tumbuh bersama dengan seluruh industri bisnis dan meraih kesuksesan bersama-sama,” tutup Eka.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misalnya DigiResto yang dikembangkan MCAS, yang juga telah menerima investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here

Ditandai Teman Facebook dengan Konten-konten Dewasa, Atasi Pakai Cara Jitu ini

Facebook mempunyai fitur tag atau penanda yang memungkinkan seseorang menyebut nama temannya kemudian konten yang dibagikan akan muncul di semua akun yang ditandai. Jika konten yang dibagikan bermuatan positif, tak jadi soal. Tapi jika sebaliknya, maka hal memalukan bisa saja terjadi.

Continue reading Ditandai Teman Facebook dengan Konten-konten Dewasa, Atasi Pakai Cara Jitu ini

Esensi Solusi Buana Secures Series A Funding Worth 43.5 Billion Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) today (15/3) announced series A funding worth $3 million or 43.2 billion Rupiah. The investment was led by Beenext with the participation of Skystar Capital, Selera Kapital, Innovation Partners, and a previous round investor, AC Ventures.

The fresh funding will be focused on developing features and technology, including extensive partnerships with restaurants to create a more inclusive ecosystem. ESB alone provides a SaaS platform for digitizing the culinary business, which includes ordering systems, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), loyalty platforms, and ERP.

Regarding market size, based on research, the F&B business in Indonesia contributes around $57 billion in annual revenue. The trend continues to grow along with the increasing number of middle-class consumers. Unfortunately, the pandemic is on its way to drop the culinary business order, impacting 80% of business players.

“We built ESB in 2018 to introduce automation and reduce costs for F&B outlets […] Today we are also helping clients improve their operations and build more resilient businesses during the pandemic,” ESB’s Co-Founder & CEO, Gunawan Woen said.

One of its popular features allows culinary outlets to provide delivery. ESB also released the EZ Order application for both merchant and driver-partners.

“Previously invested in Moka (acquired by Gojek), we are very excited about a platform with the potential to revolutionize the way merchants and vendors operate. ESB’s data-driven and hardware-agnostic approach enables the platform to solve pressing problems for today’s sellers […] This current round will allow ESB to accelerate their growth and seize closer opportunities in the F&B market,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

In an earlier interview with DailySocial, Gunawan said that restaurants will lose income starting from 10% (even more) due to inefficiency. Therefore, three aspects need to be improved, including order & outlet management, HQ & operations management, and purchase & vendor management. These solutions can be resolved by technology.

In addition, there are several other digital platforms that also serve a similar market share. For example, DigiResto, developed by MCAS, was recently received investment from the logistics company SiCepat. With a concept that is more integrated with cloud kitchens, the “decacorn” Gojek and Grab also have special services to democratize culinary merchants’ business processes, through the GoBiz and GrabMerchant applications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Umumkan Pendanaan Seri A 43,2 Miliar Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (15/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau 43,2 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Beenext dengan partisipasi Skystar Capital, Selera Kapital, Inovasi Partners, dan investor di putaran sebelumnya yakni AC Ventures.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan fitur dan teknologi, termasuk memperdalam kemitraan dengan restoran guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. ESB sendiri menyediakan platform SaaS untuk digitalisasi bisnis kuliner, di dalamnya termasuk sistem ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), platform loyalitas, dan ERP.

Terkait ukuran pasar, merujuk pada hasil riset yang disampaikan, bisnis F&B di Indonesia menyumbang sekitar $57 miliar dalam pendapatan tahunan. Trennya terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah konsumen kelas menengah. Sayangnya pandemi cukup membuat tatanan bisnis kuliner bergejolak kencang, berimbas pada 80% pebisnis.

“Kami membangun ESB pada tahun 2018 untuk memperkenalkan otomatisasi dan mengurangi biaya untuk di gerai F&B […] Saat ini kami juga membantu klien meningkatkan operasional mereka dan membangun bisnis yang lebih tangguh selama masa pandemi,” ujar Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen.

Salah satu fitur populer digunakan adalah memungkinkan gerai kuliner untuk melayani pesan-antar. ESB juga merilis aplikasi pemesanan EZ Order baik untuk mitra merchant maupun pengemudi.

“Setelah sebelumnya berinvestasi di Moka (diakuisisi oleh Gojek), kami sangat senang dengan platform yang berpotensi merevolusi cara pedagang dan vendor beroperasi. Pendekatan agnostik berbasis data dan perangkat keras ESB memungkinkan platform untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi pedagang saat ini […] Putaran saat ini akan memungkinkan ESB untuk mempercepat pertumbuhan mereka dan menangkap peluang yang lebih berdekatan di pasar F&B,” sambut Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, Gunawan menceritakan, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misanya DigiResto yang dikembangkan MCAS, baru-baru ini juga dapatkan investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here