Tindak Lanjut Startup Setelah Meluncurkan Produk Pertama

Peluncuran produk pertama bukanlah sebuah akhir. Jika semua tim bisa bernafas lega setelah persiapan yang menguras tenaga, justru mereka dihadapkan dalam permasalahan yang lebih kompleks. Memastikan produk bekerja dan diterima masyarakat. Post launch bukan hanya soal feedback, tapi bagaimana produk tetap di dalam track dan tetap “meluncur”.

Memulai iterasi dari feedback

Setelah peluncuran, penting untuk tetap menjaga semangat dan ritme kerja tim. Dengan diperkenalkan secara umum tim produk dan pengembangan bisa lebih banyak mendapat masukan dari pengguna yang mencoba ada yang mulai penggunakan produk atau layanannya.

Iterasi bisa dimulai dari sini, setelah MVP pengembangan fitur-fitur yang sangat mungkin didasarkan dari permintaan pengguna. Baik itu perbaikan fitur hingga penambahan fitur lain yang dibutuhkan.

Email, media sosial, atau kanal-kanal lain yang disiapkan untuk menampung keluhan dan kritikan pengguna harus mulai dipantau. Dari kanal-kanal tersebut bisa didapatkan wawasan yang bisa dikonversi menjadi fitur selanjutnya untuk semakin melengkapi produk.

Selain kanal pelaporan kritik atau saran perhatian juga harus diberikan pada analisis. Soal jumlah unduhan, pengguna terdaftar hingga turn back pengguna bisa menjadi bahan penting evaluasi untuk kampanye-kampanye pemasaran di kemudian hari.

Di tahap ini pengembangan tetap harus dilakukan. Harus sudah ada target yang ingin dicapai dan sudah ada timeline apa saja yang akan ditambahkan atau dihapus di rilis atau update selanjutnya.

Memastikan pengguna mendapatkan yang dijanjikan

Melunasi janji. Ini yang harus dilakukan tepat setelah peluncuran. Jika memutuskan untuk menggunakan penawaran atau diskon untuk mendongkrak pengguna awal pastikan mereka mendapatkan diskon mereka. Jika menjanjikan kemudahan fitur maka pastikan juga mereka mendapatkan kemudahan itu.

Intinya ada pada sinkoronisasi apa yang dijanjikan pada saat kampanye pemasaran dengan kenyataannya. Memenuhi ekspektasi pengguna ketika pertama kali memutuskan untuk menggunakan produk atau layanan baru. Hal ini penting tidak hanya untuk kepuasan pelanggan tetapi juga citra baik perusahaan soal konsistensi dan komitmen. Bisa jadi faktor ini bisa berpengaruh pada keberlangsungan bisnis secara menyeluruh.

Ada banyak untuk mengetahui hal ini. Bisa memanfaatkan kanal pelaporan seperti media sosial atau bahkan bisa “menjemput bola” dengan mengirimkan email marketing yang dikirim ke semua pengguna baru untuk meminta tanggapan soal kepuasandan kelengkapan fitur. Sederhana tetapi penting.

Pemantauan dan dukungan

Monitoring atau pemantauan adalah hal wajib yang dilakukan setelah peluncuran. Melihat bagaiman pengguna menggunakan produk yang diluncurkan, bagaimana kebiasaan mereka, kapan waktu paling sering mereka menggunakan produk dan variabel-variabel penting lainnya.

Di samping itu, sebagai tindak lanjut dari peluncuran di laman resmi bisa ditambahkan FAQ (Frequently Asked Question) untuk informasi pengguna-pengguna yang kebingungan dengan fitur, fungsi atau istilah yang ada di layanan atau aplikasi.

Strategi Mendapatkan Pendanaan di Tahap Awal

Fundraising merupakan sesuatu hal yang harus dipersiapkan dari awal dan dikawal prosesnya. Bukan hanya oleh satu orang founder, tetapi juga setiap anggota tim yang merintis bisnis dari awal. Rencana dan strategi disusun untuk menghindari kesalahan pada saat sebelum proses dan menghindari kegagalan setelah mendapatkan fundraising.

Berikut beberapa strategi-strategi yang bisa diadopsi startup untuk menyiapkan dan mengantisipasi kesalahan dan kegagalan.

Membangun tim

Membangun sebuah tim memegang peranan penting bagi startup. Selain mengandalkan kemampuan teknis mereka untuk bisa membangun produk atau layanan yang berkualitas, namun kebutuhan tim lebih dari itu. Tim yang solid di tahap awal adalah mereka yang memiliki pemikiran terbuka dan bisa dengan mudah belajar hal baru. Coachable. Dalam perjalanannya startup tidak hanya soal sistem, tetapi juga pemasaran, komunikasi, finansial dan hal-hal lainnya.

Dalam konteks fundraising, tim biasanya sangat menentukan pandangan investor terhadap bisnis yang dijalankan. Jika di dalam tim terdapat seorang “bintang” di bidangnya dan memiliki sejumlah track record yang baik, kemungkinan investor akan tertarik, setidaknya memberikan masukkan untuk bagaimana startup berkembang.

Di sisi lain, jika tidak ada seorang pun “bintang” di tim Anda cobalah untuk membangun tim yang solid dan memiliki masa depan cerah. Yakinkan investor dengan membentuk tim yang bisa terus belajar dan berkembang, menciptakan “bintang-bintang” baru.

Mendapatkan pertumbuhan

Masih dalam bagian strategi sebelum fundraising, hal yang bisa dilakukan adalah mengupayakan pertumbuhan pengguna dan jika dimungkinkan mulai mendapatkan uang dari mereka. Pastikan startup dalam kondisi baik, tren akuisisi pengguna meningkat, dan mencoba terus berinovasi dengan mendengarkan kebutuhan pengguna.

Capaian positif startup menjadi bekal penting jika sudah berhadapan dengan investor. Sedikit banyak bisa menggambarkan bahwa startup memang dikembangkan untuk terus tumbuh dan menghasilkan.

Temukan Minumum Viable Product (MVP), meluncurkan versi beta, dapatkan pengguna awal, cari aspek pembeda dari pesaing yang ada atau kembangkan solusi unik dan berbeda, dan teruskan banyak pengguna. Langkah-langkah yang setidaknya harus ditempuh untuk sampai ke keputusan mendapatkan pengguna.

Menyiapkan pitch

Selanjutnya, yang masih memiliki peran penting dalam proses mendapatkan fundraising, adalah pitch. Yang satu ini harus disiapkan sebaik mungkin dengan informasi real yang detail. Susun pitch deck yang terbaik, jika dimungkinkan melibatkan anggota tim yang lain untuk memberi masukan. Lakukan latihan presentasi di depan rekan-rekan yang ada, karena deck yang baik aja tidak cukup.

Masuk dalam kategori ini, startup yang sedang mencari pendanaan wajib melakukan riset mengenai investor. Perluas jaringan bisnis dengan menghadiri acara temu komunitas, seminar atau event-event yang diadakan venture capital. Bisa juga dengan mengikuti program inkubator.

Jika yang ditargetkan adalah seorang angel investor, coba lakukan perkenalan dengan mereka. Hubungi melalui kanal-kanal resmi seperti situs resmi, email hingga media sosial. Gunakan bahasa yang baik, singkat dan jelas untuk menggambarkan apa maksud dan tujuan.

Selalu sediakan Plan B dan evaluasi

Fundraising tidak menjamin keberhasilan startup. Banyak juga yang berhasil hanya dengan mengandalkan bootstrap. Namun fundraising bisa menyelamatkan startup yang di ujung tanduk atau bahkan mempercepat akselerasi bisnis di tahap awal. Semua tergantung rencana dan eksekusi. Jika fundraising tidak berjalan dengan baik, pastikan ada rencana cadangan.

Jika sudah banyak investor didatangi, sudah banyak kesempatan presentasi dilalui namun belum bisa menghasilkan pendanaan sama sekali, mulailah untuk berbenah. Jika startup sangat butuh dana, jalani Plan B yang seharusnya sudah ditentukan sejak awal, kemudian lakukan evaluasi, menyeluruh dari hulu hingga hilir. Lihat lagi MVP yang ada, lihat kembali tren pertumbuhan pengguna, cari tahu apa yang salah dan jika diperlukan lakukan pivot.

Hal ini dilakukan jika memang sudah menemui banyak investor dan banyak melakukan presentasi di hadapan mereka. Jika masih satu-dua kali berarti mungkin hanya bagian-bagian kecil yang perlu diperhatikan dan mulai dikembangkan. Selalu usahakan meminta kritik dan saran ketika melakukan presentasi di hadapan investor, karena mereka pun sangat menghargai mereka yang bekerja keras dan mau berbenah. Jika ditolak di pertemuan pertama dan kembali dengan lebih siap dan lebih baik di pertemuan selanjutnya, barangkali itu yang diminta investor.

Tips Relasi Media untuk Startup (Bagian 2): Menemukan Kesempatan Belajar

Selain membantu startup mempublikasikan informasi pembaruan inovasi, media bisa juga dimanfaatkan sebagai bagian dari pengembangan startup — khususnya media yang secara spesifik membahas bisnis dan teknologi. Jika diamati, saat ini media teknologi tidak hanya berfokus pada produksi tulisan saja, melainkan mencakup komponen pendukung lain, mulai dari menyajikan riset, mengadakan acara, menjadi kanal pekerjaan dan lain-lain.

Tulisan kali ini akan membedah beberapa kegiatan relasi media yang dapat dijadikan ajang peningkatan kapabilitas startup.

Mendapatkan sumber daya pembelajaran

Banyak media startup yang menyajikan ragam tulisan komprehensif mengenai tips pengembangan startup. Mulai yang bersifat teknis seperti pengembangan produk, bersifat pribadi seperti tentang kepemimpinan, hingga seputar bisnis seperti pemasaran. Di DailySocial sendiri, kami menempatkan tips tersebut ke dalam tiga kategori akses, yakni Start, Scale, dan Steer. Di kanal Start, berisi tips sederhana seputar pengembangan startup di tahap awal, berisi berbagai cara untuk mengembangkan tim, melakukan uji coba MVP, dan lain-lain.

Selanjutnya di kanal Scale, berisi kiat-kiat tentang pengembangan startup yang sudah memiliki kematangan produk. Di sini dibahas tentang pendanaan hingga membangun kerja sama dengan unsur eksternal. Terakhir adalah kanal Steer, berisi kiat-kiat untuk pengembangan startup di level lebih lanjut. Misal tentang pengembangan bisnis hingga otomasi pemasaran. Tulisan yang ada biasanya menyadur dari kisah sukses startup yang sudah ada atau mengutip ide dari para pakar di berbagai bidang.

Membuka kesempatan berkembang

Media juga dapat dimanfaatkan startup untuk menemukan berbagai kesempatan baru, mulai dari bertemu komunitas, investor, hingga mentor. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan berbasis meet-up yang sering diadakan. Biasanya kegiatan tersebut terbagi menjadi dua jenis, yakni gathering dan workshop. Kegiatan gathering cocok diikuti manakala tujuannya ialah membangun relasi publik, bertemu orang-orang baru, dan menemukan inspirasi. Sementara kegiatan workshop dapat diikuti untuk menambah pengetahuan secara langsung.

Beberapa media juga rutin mengadakan pameran yang dapat diikuti oleh startup, misalnya e27 setiap tahun mengadakan ajang Echelon yang berisi kompetisi startup, sesi keynote, hingga networking. Sedangkan untuk workshop, secara rutin DailySocial mengadakan kegiatan bertajuk #SelasaStartup, yakni kegiatan singkat yang diisi langsung oleh para pakar dari kalangan startup. Membahas dari urusan teknis hingga urusan bisnis.

Memperlihatkan kondisi industri

Ulasan mendalam tentang vertikal industri juga kerap disajikan oleh media. Misalnya baru-baru ini hangat dibahas regulasi yang tengah disusun pemerintah untuk fintech, dan masih banyak lagi. Hal seperti ini sering terlewat oleh founder saat membangun startup, yakni upaya untuk comply dengan regulasi – terutama untuk startup yang menangani proses bisnis kritis, seperti di bidang finansial atau layanan publik.

Lanskap persaingan juga acap kali disampaikan dalam rangkaian tulisan analisis dan riset oleh media. Sebagai contoh untuk lanskap on-demand pasca Uber diakuisisi, DailySocial mengadakan survei mengenai transisi konsumen untuk mengetahui ke mana mereka berlabuh dan tren kecenderungan pasar dalam menghadapi penghentian layanan. Membaca laporan riset seperti ini juga penting untuk memahami pangsa pasar secara umum, melihat kesempatan dari ujung ke ujung.

Picture1

Bersiap Diri “Fundraising” di Tahap Awal Startup

Dalam proses mendapatkan fundraising, ada beberapa hal yang harus disiapkan oleh startup. Beberapa di antaranya berkaitan dengan kesiapan startup untuk “dibantu” oleh investor. Masih dalam seri penulisan dasar-dasar fundraising, tulisan kali ini akan melengkapi tulisan sebelumnya.

Siap sebelum memutuskan

Fundraising sebenarnya tidak menjamin keberhasilan sebuah startup. Tapi dengan fundraising banyak startup akhirnya bisa bertumbuh dan berkembang. Yang perlu dipahami, proses fundraising tidak selamanya membawa startup ke arah positif. Bisa jadi ketika memutuskan mendapatkan pendanaan, startup malah tidak berkembang karena ditemukan masalah pada proses pendanaan.

Untuk menghindari hal tersebut, sebelum memutuskan untuk mencari pendanaan startup harus lebih dulu mengetahui arah dan tujuanya. Termasuk kebutuhan apa yang harus dipenuhi setelah mendapatkan pendanaan. Kejelasan tujuan ini juga bisa menjadi nilai lebih ketika menghadap investor.

Selain alasan dan tujuan untuk mendapatkan pendanaan, pertanyaan kapan dan berapa yang harus dihimpun juga harus masuk dalam perhitungan. Keduanya penting, terlebih soal berapa banyak uang yang ingin didapatkan. Ini berkaitan dengan pembagian dan juga penawaran-penawaran yang ditawarkan untuk startup.

Pertanyaan-pertanyaan seperti “Apakah perlu pendanaan untuk tahap selanjutnya?”, “Berapa besar dana yang harus didapatkan?”, dan “Apa saja yang ditawarkan ke investor?” sudah harus dijawab dengan jelas sebelum menghadap ke investor. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai bagian dari proses pemantapan diri seorang founder sebelum memutuskan untuk mendapatkan dana.

Sebagai organiasasi bisnis akan lebih baik jika startup juga peduli dengan legalitas organisasi atau perusahaan. Legalitas juga akan berperan penting dalam proses mendapatkan pendanaan, karena dengan legalitas startup yang dijalankan bisa benar-benar dinilai sebagai perusahaan atau bisnis, bukan hanya sekedar proyek. Meskipun tidak menutup kemungkinan ada investor yang tertarik pada proyek dengan ide dan potensi yang brilian. Jadi sungkan untuk berkonsultasi atau mencari tahu mengenai bagaimana startup bisa mendapat legalitas hukum dan sejenisnya.

Unsur lain yang sering menjadi pertimbangan adalah persaingan, model bisnis, dan anggota tim. Tim berisikan orang-orang berkompeten dengan track record positif akan memberikan nilai lebih di mata calon investor. Untuk itu membangun tim termasuk dalam proses persiapan sebelum memutuskan untuk fundraising.

Memahami investor

Satu kalimat yang sering disebut dari banyak sumber mengenai tips pendanaan adalah memahami investor. Mulai dari memahami latar belakang investor hingga apa yang sebenarnya investor mau. Selain bisa menentukan seperti apa startup akan dibawa ke mana selanjutnya, penting juga untuk mengetahui hal apa yang diinginkan investor.

Untuk hal yang satu ini butuh peran aktif founder dan mungkin jajaran lain untuk melakukan research mengenai investor-investor yang diharapkan berinvestasi atau minimal mereka yang cocok dengan bisnis sehingga nantinya bisa membawa dampak positif. Bagaimana portofolio investasi mereka, bagaimana progress startup yang ada di portofolio mereka, dan beberapa latar belakang lain yang harus dicermati.

Memahami investor bukan hanya soal latar belakang, tetapi juga tentang apa yang mereka ingin dapatkan dari investasi yang mereka berikan. Setelah semua proses fundraising rampung, tugas berikutnya adalah membawa startup berkembang, termasuk memenuhi ekspektasi para investor. Itulah pentingnya untuk selektif memilih investor, sekaligus jujur dari awal mengenai rencana, angka-angka, dan posisi startup saat ini. Ukurannya harus sesuai, sementara rencananya harus berjalan lancar untuk bisa memenuhi ekspektasi.


Sumber: YCombinator, Entrepreneur

Dasar-Dasar “Fundraising” untuk Startup

Fundraising atau pengumpulan dana bisa jadi salah satu bagian penting dalam sejarah perjalanan startup. Fundraising bisa jadi titik balik setelah sebelumnya startup tidak berkembang atau cenderung berada di ambang kehancuran karena kekuarangan dana. Meskipun demikian, fundraising bukan seharusnya menjadi tujuan berdirinya startup.

Sama seperti hal-hal lain dalam pengembangan startup, tidak ada sesuatu yang baku pada persiapan, proses, dan pasca fundraising. Hanya saja beberapa hal wajib diketahui minimal untuk menambah wawasan atau membantu memahami apa itu fundraising bagi startup.

Kesiapan “berbagi”

Setiap pendiri startup memiliki alasan dan tujuan khusus sebelum memutuskan untuk melakukan penggalangan dana. Ada yang memang membutuhkan untuk terus mengembangkan bisnisnya atau untuk mencapai target-target lain. Namun dengan melakukan penggalangan dana ke investor, founder harus udah rela untuk membagi equity dengan investor.

Itu juga alasan beberapa founder tetap teguh dengan bootstrapping. Tidak ada salahnya memang, toh pada dasarnya menjalankan startup tidak memiliki aturan baku. Butuh pertimbangan dan alasan yang kuat sebelum menggalang dana.

Mencari dan memilih investor

Salah satu yang berperan penting dalam proses mendapatkan fundraising adalah dengan mencari dan memilih investor. Proses pencarian ini butuh tenaga yang ekstra, terlebih startup yang dikembangkan masih berada di fase awal atau belum begitu ramai dibicarakan. Banyak investor yang tertarik dengan startup di fase ini, namun potensi menjadi salah satu hal wajib yang dipertimbangkan.

Selain menghubungi investor melalui kanal online resmi, baik itu email atau lainnya, proses mencari investor lebih efektif melalui event-event offline. Bisa melalui pameran atau bertandang ke acara-acara startup lainnya. Networking juga memiliki peran penting dalam proses mencari investor.

Event offline lainnya yang bisa dicoba adalah kompetisi atau program inkubator yang dalam beberapa tahun belakangan mulai banyak diadakan di Indonesia. Dengan mampu menembus seleksi di event-event tersebut, startup bisa lebih dekat dengan investor.

Jika bisnis Anda termasuk yang sudah banyak dikenal dan ditawari oleh banyak investor, selektif bisa jadi hal penting yang diperhatikan. Mengetahui berapa dana yang mereka suntikan, berapa besar porsi yang diminta dan hal-hal lain yang bersifat kepemilikan, dan ekspektasi mereka terhadap startup. Penting untuk menghindari kesalahpahaman di tengah-tengah perjalanan startup. Jika diperlukan, lakukan screening dengan melihat daftar portofolio dan track record calon investor Anda.

Tidak hanya soal pendanaan

Meski sangat erat kaitannya dengan dana, proses fundraising bagi startup bisa lebih dari itu. Biasanya investor yang baik tidak hanya menawarkan uang tetapi juga bantuan lain berupa koneksi jaringan dan pendampingan untuk akselerasi bisnis (mentoring) dan di sanalah kebutuhan sebenarnya startup tahap awal.

Modal dana mungkin terlihat seperti segalanya bagi bisnis di tahap awal, tetapi pada kenyataannya modal lain juga sangat diperlukan. Seorang founder harus bisa menentukan sikapnya mengenai hal ini. Pada proses pencarian investor, hal-hal seperti keuntungan relasi dan mentoring wajib menjadi pertimbangan. Di tahap awal kebutuhan startup tidak hanya mendapat untung tetapi juga harus berkembang (scale).

Menentukan Cara Tepat “Scale Up” Produk

Dalam sesi #SelasaStartup minggu ini, DailySocial mengundang Go-Life Product Management Lead, Adi Purwanto Sujarwadi. Belajar dari pengalamannya membuat produk yang makin popular di kalangan pengguna, Adi membagikan tips seru seputar cara tepat membuat produk dan kapan waktu yang pas untuk melepaskan produk jika tidak berjalan dengan baik.

Berikut adalah tips tentang bagaimana startup membangun produk dan harus melakukan scale up.

Temukan masalah yang ada

Sebelum produk dibuat temukan dulu masalah yang ada. Jangan membuat produk berdasarkan idealisme saja atau sekedar menghadirkan teknologi yang baru. Jika produk tersebut pada akhirnya tidak dibutuhkan oleh target pasar, upaya yang sudah dilakukan akan menjadi sia-sia. Yang perlu diingat adalah, produk tidak hanya aplikasi, namun berupa layanan yang ditawarkan kepada pengguna.

“Aplikasi hanya alat, namun produk dari startup yang sebenarnya adalah layanan itu sendiri. Produk tersebut harus bisa menjadi solusi dari problem yang ada,” kata Adi.

Hipotesis

Setelah solusi untuk mengatasi problem tersebut ditemukan, langkah selanjutnya adalah melakukan hipotesis. Buatlah prototipe atau contoh kasus yang bisa validasi ide. Adi mengingatkan untuk membuat produk paling mendasar dulu.

Jangan pernah bertanya ke target pasar tentang produk apa yang mereka inginkan. Jawaban yang didapatkan nantinya akan terlalu luas dan tidak relevan. Buatlah produk secara bertahap, dimulai dengan hal paling mendasar kemudian tambah fitur lainnya sesuai dengan kebutuhan dan demand dari target pasar.

Uji coba

Proses ini saatnya startup melakukan MVP (minimum viable product), namun demikian upayakan untuk membuat produk tersebut sebaik mungkin dan jangan terlalu cepat dilemparkan ke pasar. Hal ini menurut Adi kurang baik untuk produk itu sendiri. Pada akhirnya proses MVP ini juga harus memberikan nilai lebih kepada target pengguna.

“Banyak yang menganggap proses MVP tersebut harus dilakukan secara cepat, namun jika produk tersebut belum siap, proses yang tergesa-gesa akan mengganggu proses selanjutnya.”

Hasil produk

Setelah semua proses dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan hasil tersebut (result) yang kebanyakan dalam bentuk data. Rangkum semua feedback, error hingga keberhasilan yang dicapai, kemudian olah semua dan kumpulkan data untuk kemudian di lihat dan diprediksi produk yang ada. Data menjadi penting untuk bisa mengembangkan dan melanjutkan tahap scale up produk.

Proses ini juga bisa digunakan untuk mempelajari dan melakukan koreksi terhadap produk yang sudah dibuat. Adi juga mengingatkan jangan terlalu fokus dengan data saja, gunakan data tersebut sesuai kebutuhan, hindari untuk menjadi “budak” data.

“Saat startup siap masuk ke tahap scale up, harus memikirkan retention. Utamakan pengguna yang loyal agar aspek word of mouth bisa berjalan, yang ternyata sangat efektif untuk promosi secara organik,” kata Adi.

Lima Pertanyaan Startup Seputar Penggalangan Dana

Jika proof-of-concept produk sudah sangat matang dan diujicobakan, atau bahkan sudah mencapai MVP-nya, kadang startup membutuhkan dukungan lebih untuk memperbesar traksi dan memperluas pangsa pasar. Di sini investasi sangat dibutuhkan untuk menambah nilai modal operasional. Pada kenyataannya proses tersebut tidak mudah dilalui, pun tatkala startup sudah menemukan investornya.

Terlepas dari cerita hingar-bingar tentang “prestasi pendanaan” dari banyak startup di luar sana, nyatanya banyak founder yang masih merasa gelisah dan ragu ketika akan menghadapi proses pendanaan. Karena implikasinya ada beberapa hal yang akan dikorbankan, misalnya valuasi kepemilikan dan struktur tim inti dalam startup.

Untuk memberikan gambaran lebih gamblang terkait prosesi pendanaan, berikut jawaban dari beberapa pertanyaan seputar pendanaan yang sering ditanyakan.

(1) Kapan startup perlu mencari pendanaan dan berapa?

Paling ideal startup mencari pendanaan untuk meningkatkan modal pada saat benar-benar siap memproses sebuah eksekusi baru. Menilai kesiapan ini sangat bergantung pada keputusan tim co-founder di dalamnya. Menariknya banyak startup sukses melakukan penggalangan dana saat mereka sebenarnya masih memiliki dana modal yang besar. Dikatakan kondisi tersebut akan memberikan fleksibilitas dalam proses penggalangan dana, terutama dalam proses negosiasi.

Terkait dengan besaran investasi juga perlu perencanaan matang. Dalam jargon investor ada istilah “tweener”, yakni cara sopan untuk untuk mengatakan bahwa ekspektasi valuasi terlalu tingi untuk traksi finansial atau operasional yang dicapai startup sejauh ini. Pengukuran di sini harus benar-benar masuk akal. Beberapa startup kadang memilih melakukan dua hal, menurunkan ekspektasi dan/atau memperbaiki eksekusi untuk pertumbuhan bisnis.

(2) Investor mana yang perlu ditargetkan startup?

Yang paling penting untuk diperhatikan di sini adalah menemukan investor sesuai dengan tahapan startup saat ini. Misalnya startup masih berada di tahap awal, maka carilah investor yang memang menawarkan pendanaan untuk startup di tahap tersebut. Misal lagi startup masih berada dalam proses “corporate building mode”, maka fokuslah pada penargetan investor yang dapat membantu pada pembangun perusahaan.

Walaupun mungkin ada beberapa venture capital atau angel investor yang tertarik dengan kualitas produk dan capaian, founder perlu menyeimbangkan antara efisiensi dan optimasi yang bertujuan pada keberhasilan penggalangan dana. Apalagi penggalangan dana tersebut bertujuan untuk meningkatkan modal dan menumbuhkan bisnis. Untuk memaksimalkan probabilitas kesuksesan, upayakan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan proses yang harus dilalui.

(3) Informasi tentang startup apa saja yang boleh dibagikan? Kapan informasi sangat penting perlu dibeberkan ke investor?

Hampir semua venture capital dan komunitas angel investor menyatakan diri dibangun dengan kepercayaan dan reputasi yang baik. Dari situ investor akan menghormati kerahasiaan informasi pribadi startup, walaupun pada beberapa kasus kadang informasi tetap saja bocor. Sebagai langkah antisipasi, startup juga bisa menyimpan berbagai informasi tersebut sebelum proses penandatanganan lembar kerja sama dibubuhkan.

(4) Laporan keuangan seperti apa yang perlu diberikan kepada investor?

Untuk pengajuan penggalangan dana, startup perlu menunjukkan semacam laporan keuangan atau proyeksi keuangan. Bahkan jika masih berada di tahap awal, startup harus mengelola beberapa anggaran untuk memahami jumlah kepemilikan dana dan memaksimalkan waktu untuk meningkatkan modal.

Memahami jenis dana yang paling banyak dibutuhkan untuk operasional adalah salah satu komponen terpenting dari model keuangan. Memahami penggerak tingkat unit pendapatan juga penting saat sebuah startup sudah mulai melakukan monetisasi. Ingatlah bahwa ketelitian belum tentu menjadi indikator ketepatan.

(5) Perlukan penunjuk penasihat untuk prosesi penggalangan dana?

Pada dasarnya penasihat dapat membantu merampingkan proses dengan cara memasukkan banyak ketekunan dan persiapan, sehingga startup dapat lebih fokus menjalankan perusahaan. Mereka juga dapat membantu memberikan akses ke investor yang lebih luas. Konon, tidak setiap perusahaan membutuhkan penasihat, dan keputusan untuk menggunakan penasihat harus dibuat dalam konteks situasi spesifik.

Mempelajari Cara Menjadi Besar dari AirBnB

Salah satu cara terbaik untuk menghindari kesalahan dan mengakselerasi bisnis adalah belajar dari pengalaman. Bisa dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Salah satu yang cukup menarik dari startup kelas dunia adalah AirBnB. Startup yang membantu penggunanya menemukan kamar untuk menginap ini memiliki banyak momen jatuh bangun. Kisah dan strateginya bisa menjadi salah satu contoh bagi bisnis yang masih di level awal.

Memantau komunitas dengan seksama

Salah satu kekuatan AirBnB yang saat ini sudah menjangkau beberapa negara di berbagai belahan dunia adalah komunitas. Tampaknya AirBnB sadar betul komunitas merupakan hal paling mendasar dalam membangun kepercayaan dan basis pengguna. Untuk mengelola ini AirBnB bahkan mengeluarkan standar. Tujuannya tentu, menjaga kualitas layanannya. AirBnB memadupadankan komunitas ini dengan modal bisnis yang membuatnya bisa dihargai seperti sekarang.

Memastikan pengguna mengetahui apa yang mereka dapat

Tidak ada yang lebih menyesakkan dari pada realitas yang di luar ekspektasi. Beberapa iklan di televisi atau aslinya terkadang terlalu melebih-lebihkan sehingga melambungkan ekspektasi calon penggunanya. AirBnB dengan sistemnya menampilkan secara detil apa yang kiranya akan didapat pengguna ketika menginap di sana. Lengkap dengan informasi fasilitas dan kebijakan masing-masing tempat. Ini berpengaruh pada kepuasan pelanggan.

Konsep ini sepertinya jika diadopsi ke ranah bisnis e-commerce berkaitan dengan kualitas gambar dan detil informasi barang. Jangan sampai pengguna “membeli kucing dalam karung” yang tidak ada kejelasan apa yang akan mereka dapat.

Tes, tes, dan lebih banyak lagi tes

Ini mungkin menjadi bagian paling dasar dan mungkin tidak hanya dilakukan oleh AirBnB, tetapi juga banyak bisnis lain. Tes secara berkala. Ini termasuk bagian dari bagaimana bisnis berimprovisasi. Memanfaatkan data yang ada harusnya bisnis bisa mengolahnya dan menghasilkan ide-ide menarik. Dalam proses itu tentunya tes akan banyak dilakukan. Tepatnya tes dan validasi.

Keberanian mengganggu industri

Sudah menjadi rahasia umum jika AirBnB bersama dengan startup internasional lainnya berangkat dari sektor yang sudah matang. Industri hotel, transportasi, dan ritel merupakan beberapa industri yang sedang diguncang oleh pendatang baru dengan senjata bernama “inovasi teknologi”. Tidak ada sebuah keberhasilan jika tidak ada keberanian untuk mengambil risiko, termasuk bersaing dengan para pemain industri yang sudah matang.

Hal-hal Pendukung Transformasi Industri “P2P Lending”

Salah satu sektor bisnis digital yang menarik perhatian di Indonesia adalah sektor teknologi finansial (fintech). Dengan teknologi dan isu yang coba dipecahkan sektor teknologi finansial membawa sejumlah daya tarik masing-masing. Tak hanya pelaku usaha, masyarakat dan pemerintah pun mulai melirik bisnis ini sebagai bisnis yang berpotensi dan perlu dukungan dalam bentuk regulasi. Salah satu yang ramai diperbincangkan dalam kurun waktu satu terakhir adalah sektor peer to peer lending.

Hadirnya layanan peer to peer lending di Indonesia dipercaya memudahkan masyarakat berinvestasi dan mendapatkan pinjaman dengan mudah. Berikut adalah beberapa hal yang akan membantu transformasi bisnis P2P lending.

Menawarkan beberapa produk pinjaman

Bisnis tergolong baru di Indonesia. Meski demikian pertumbuhan bisnis ini cukup subur, tercatat ada beberapa startup dengan konsep P2P lending ini bermunculan. Mulai dari Amartha, KoinWorks, Investree, dan lain sebagainya. Pertumbuhan ini mungkin bisa saja semakin cepat jika para penyedia layanan P2P lending ini sudah masuk tahap menambah produk baru. Misalnya pinjaman untuk mahasiswa, pinjaman untuk usaha kecil dan lain sebagainya. Banyaknya pilihan menjadi terobosan berarti bagi bisnis P2P lending.

Kerja sama dengan perbankan

Banyak yang beranggapan industri teknologi finansial akan mampu menjadi pelengkap industri perbankan dengan menyasar pasar yang belum tersentuh industri perbankan. Ada juga yang memiliki pandangan apa yang ditawarkan bisnis teknologi finansial bisa “mengganggu” industri perbankan.

Kasus peer to peer lending bekerja sama dengan pihak perbankan bisa menjadi sesuatu hal yang bisa menguntungkan, baik dalam bentuk teknologi atau pun layanan.

Dukungan dari pemerintah dan inisiatif kebijakan pribadi

Membahas teknologi finansial tak luput dari pembahasan regulasi. Finansial sebagai hal sensitif selain wajib dilindungi dengan teknologi yang aman juga wajib dilindungi dengan kebijakan-kebijakan. Dalam hal ini yang paling berperan dalam kebijakan adalah pemerintah.

Mau tidak mau, jika pemerintah ingin segera mengakselerasi industri teknologi finansial dibutuhkan kebijakan proaktif. Demikian juga dari penyedia layanan itu sendiri. Dengan mendorong pembuatan kebijakan yang sesuai dan bersifat “mengamankan” penggunanya, bisnis bisa meyakinkan dan menarik banyak pengguna.

Empat Cara Tepat Mendapatkan Keuntungan

Banyak alasan mengapa pada akhirnya banyak pendiri startup memutuskan untuk membangun usaha, mulai dari ingin memberikan kontribusi kepada masyarakat, lebih mandiri, enggan bekerja di korporasi dan masih banyak lagi. Apa pun alasannya, semua startup pastinya mengharapkan profit atau keuntungan agar startup bisa berjalan dengan stabil.

Profit adalah oksigen yang dibutuhkan oleh startup agar bisa berkembang dan bertahan, tujuan akhir dari mendirikan startup adalah mendapatkan profit. Artikel berikut ini akan mengupas empat cara tepat untuk mendapatkan profit dari bisnis yang dijalankan.

Tetapkan harga produk dengan baik

Kebanyakan startup baru enggan untuk melakukan monetisasi dan memberikan layanan secara cuma-cuma, demi mengendepankan branding dan awareness. Cara ini dinilai bakal menimbulkan efek yang negatif untuk bisnis. Idealnya di awal jalannya usaha cobalah untuk melakukan monetisasi dengan mengenakan biaya atau layanan lebih kepada pengguna. Meskipun belum menghasilkan banyak profit, namun startup sudah terlatih dan terbiasa melakukan kegiatan tersebut.

Kesalahan lain yang banyak dilakukan oleh pemilik startup adalah menetapkan harga yang relatif murah kepada target pasar. Harga yang murah tentunya akan menjadi perhatian dari pengguna, namun ketika bisnis sudah mulai berjalan dan Anda kesulitan untuk melakukan scale up dari sisi pricing, hal ini akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan. Sebelum Anda melemparkan produk ke pasar, tetapkan harga yang sesuai untuk perusahaan dan pengguna.

Koreksi pengeluaran yang terlalu besar

Dalam hal operasional bisnis, menjadi penting bagi startup untuk bisa memaksimalkan budget atau simpanan dana yang ada. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengkoreksi pengeluaran yang terlihat cukup besar namun tidak memberikan kontribusi yang positif untuk perusahaan. Manfaatkan dana simpanan yang ada sebaik mungkin, hal ini dapat membantu Anda menjalankan bisnis hingga negosiasi funding tahap selanjutnya berjalan sukses.

Koordinasikan semua keperluan

Agar bisnis bisa berjalan dengan stabil tanpa adanya pengeluaran dana yang besar dalam waktu mendadak adalah, melakukan koordinasi dan mencermati semua keperluan, fasilitas dan kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. Hal ini termasuk fasilitas, perlengkapan, rencana internal perusahaan dan lainnya.

Jika Anda dan tim sudah mempersiapkan keperluan yang ada jauh hari sebelumnya, lebih besar peluang terhindar dari keperluan mendesak yang bakal menghabiskan dana yang lebih besar.

Fokus ke pertumbuhan bisnis

Agar bisa melakukan scale up dibutuhkan tim yang lebih banyak untuk bisa mengerjakan tugas dan mengembangkan produk yang ada. Jika saat ini perusahaan tidak memiliki dana yang cukup untuk mempekerjakan pegawai baru, cobalah cara lain dengan membayar pekerja paruh waktu atau mahasiswa magang. Sementara untuk pemasaran jangan hanya mengandalkan digital ads, namun juga cara organ iklainnya tanpa harus mengeluarkan biaya.