Hangry Terus Genjot Pertumbuhan Lewat Strategi Dapur Virtual dan “F&B Brand Aggregator”

Startup kuliner multi-brand Hangry mengungkapkan akan melanjutkan ekspansi merek makanan label privat dan jaringan dapur virtual ke lebih banyak kota di seluruh Indonesia. Perusahaan berambisi ingin menjadi penyedia kuliner berkualitas terbaik dengan harga terjangkau untuk masyarakat melalui berbagai saluran.

Ambisi tersebut sejalan dengan keyakinan perusahaan dan tren yang ditawarkan oleh platform pesan-antar makanan ke depannya bakal terus menjadi penyokong utama bisnis. Terlihat dari jumlah dapur virtual Hangry lebih mendominasi daripada gerai restoran yang menerima dine-in.

“Perkembangan food delivery market sangat pesat dari 2019-2020 sebelum pandemi. Yang terjadi saat pandemi, tren itu dipercepat sehingga potensi market-nya sangat besar dan kita expect hal tersebut akan terus berlanjut. Makanya bisnis utama kami adalah [online] delivery,” kata Co-founder dan President Hangry Andreas Resha saat konferensi pers yang digelar kemarin (17/11).

Memasuki hari jadinya yang ke-3, kini Hangry telah memperluas daerah cakupan dapur virtualnya ke lebih dari 70 titik. Lokasinya tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar. Adapun untuk gerai restorannya ada di tiga lokasi di sekitar Jakarta, yakni Senopati, Kemang, dan Pondok Indah. Ketiganya merupakan restoran khusus merek makanan di bawah Hangry, yakni Moon Chicken.

Mengutip dari laporan Grab di 2022, secara regional, pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Kemudian, pengeluaran untuk pengiriman makanan dan bahan makanan meningkat 1,3 kali lipat antara 2021-2022.

Di Indonesia saja, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta. Sedangkan untuk GrabMart, rata-rata jumlah pembelanjaan per pesanan tumbuh 90% lebih tinggi dari 2020.

Secara terpisah, mengutip dari laporan Momentum Works, di Asia Tenggara total GMV mencapai $15,5 miliar pada 2021, naik 30% dari tahun sebelumnya. Adapun Indonesia saja kontribusinya sebesar $4,6 miliar. Dari segi penggunaan aplikasi, pangsa pasar GrabFood adalah yang terbesar dengan GMV sebesar $7,6 miliar. Angka tersebut melampaui FoodPanda sebesar $3,4 miliar dan Gojek $2 miliar.

Resha pun menyadari posisi perusahaan yang lahir tak lama sebelum pandemi merebak, juga tak terlepas dari dampak ekonomi yang timbulkan, seperti gejolak global di perusahaan teknologi, kenaikan harga bahan bakar, dan kenaikan suku bunga acuan. Perusahaan pun mencoba lebih sensitif dengan kondisi-kondisi di atas.

Namun ia merasa bersyukur dengan posisi Hangry yang berada di dunia kuliner sebagai penyuplai, yang selalu memiliki permintaan karena berkaitan dengan kebutuhan primer seluruh manusia.

“Sebagai perusahaan yang sediakan suplai untuk mengisi demand, artinya kami selalu dicari masyarakat. Untuk itu kami berusaha berikan yang terbaik, dari sisi produk apa yang bisa ditingkatkan atau dikompromikan, dan selalu dengarkan feedback dari konsumen.”

Perkembangan Hangry

Hangry sendiri saat ini memiliki tujuh merek label privat. Mereka adalah Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo, Dari Pada, Pizza Gang, Wai Thai Food, dan Accha – Indian Soul Food. Khusus merek terakhir adalah hasil terakhir yang dilakukan perusahaan setelah melebarkan sayap menjadi brand aggregator pada awal Maret 2022.

Merek terbaru yang baru dirilis adalah Wai Thai Food. Berdasarkan riset internal, sebanyak 68% orang Indonesia sangat menyukai makanan Thailand dan 41% dari mereka mengonsumsinya setidaknya dua-tiga kali dalam beberapa bulan.

Disebutkan sejak pertama kali dirilis di Agustus 2022, Wai Thai telah mencetak penjualan lebih dari Rp1 miliar pada bulan pertama dengan menjual 20 ribu porsi. “Kami ingin membawa makanan Thailand yang autentik dengan porsi yang pas,” kata Brand Manager Marketing Hangry Yohan Ariowibowo.

Menurutnya, Hangry mengembangkan banyak merek privat karena pihaknya ingin selalu menghadirkan yang baru agar konsumen tidak merasa bosan. Ke depannya, bakal ada merek baru dengan menu-menu dan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen.

Diklaim, perusahaan saat ini memiliki 1,6 juta pelanggan unik dengan rating rata-rata 4,7/5,0 untuk setiap outlet di aplikasi jasa layanan pesan-antar. Tiap bulannya, Hangry menjual 1,8 juta porsi makanan dan minuman. “Revenue kami berkembang hingga 2,5 kali lipat dari akhir 2021 sampai sekarang,” tambah Resha.

Application Information Will Show Up Here

Startup SaaS Kuliner “Runchise” Umumkan Pendanaan Awal

Startup pengembang layanan SaaS untuk bisnis kuliner Runchise mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nilai yang dirahasiakan. Putaran investasi ini dipimpin oleh East Ventures, diikuti sejumlah investor meliputi Genesia Ventures, Arise MDI Ventures, Init-6, Prasetya Dwidharma, Alto Partners, dan sejumlah angel investor.

Ini bukan kali pertama SaaS yang spesifik untuk industri kuliner hadir, sebelumnya sudah ada Esensi Solusi Buana (ESB) yang juga fokus di area tersebut. Bahkan startup yang didukung Alpha JWC dan sejumlah investor ini sudah membukukan pendanaan seri B tahun ini senilai $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah.

Runchise sendiri hadir tahun ini, didirikan Daniel Witono, yang sebelumnya dikenal sebagai founder Jurnal (diakuisisi Mekari). Dalam wawancaranya bersama DailySocial.id di bulan Juni 2022 lalu, ia mengatakan bahwa Runchise dibangun sebagai sebuah “outlet management solution“.

“Perkembangan bisnis kuliner dipengaruhi oleh pengelolaan atau sistem manajemen yang baik. Dengan menggunakan teknologi, kami yakin para pengusaha akan bisa meningkatkan profit dan meningkatkan output dari usaha. Runchise hadir menjadi solusi bagi pemilik bisnis kuliner, memberi para usaha kuliner solusi yang lengkap dalam satu platform di mana kebutuhan seluruh operasional usaha kuliner bisa terpenuhi,” ujar Daniel seperti disampaikan dalam rilis resminya.

Daniel juga mengatakan, salah satu segmen pasar utama Runchise adalah pebisnis waralaba (franchise). Persoalan tentang pengelolaan hingga pembinaan franchise masih menjadi tantangan yang kerap dirasakan oleh pemilik brand F&B. Mulai dari kurangnya transparansi dari penerima waralaba hingga penggunaan bahan baku yang tidak sesuai.

Layanan Runchise

Ada tiga layanan utama yang disajikan Runchise. Pertama adalah Supply Chain Management, tugasnya memudahkan operasional restoran yang memiliki banyak outlet, mulai dari pengaturan dan pengadaan stok, bahan baku, hingga pengaturan akses data perusahaan yang fleksibel. Kedua ada Point of Sales, memudahkan proses transaksi dengan pelanggan. Dan ketiga Online Ordering, untuk memudahkan pemilik gerai mengintegrasikan dengan layanan food delivery.

Runchise akan mengalokasikan dana dari investor untuk menambah talenta dan memperkuat tim, mengembangkan produk, dan inisiatif pemasaran. “Melalui investasi dan kolaborasi dengan investor, kami akan terus melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan performa bisnis F&B  dan menjadi mitra teknologi terpercaya di industri ini,” kata Daniel.

General Partner Genesia Ventures Takahiro Suzuki memberikan pandangannya terhadap potensi digitalisasi industri kuliner. “Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah melihat bagaimana inovasi dan digitalisasi telah memberikan peluang baru bagi UMKM, khususnya sektor kuliner pada masa pandemi. Industri consumer food menjangkau hingga $50 miliar, dengan sebagian besar masih dijalankan secara offline, hal ini membuktikan bahwa masih banyak kesempatan untuk berinovasi, digitalisasi dan pertumbuhan di sektor ini,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Dengan pengalaman mengoperasionalkan perusahaan yang sedang berkembang dan menjadi founder untuk yang kedua kalinya, kami yakin Daniel beserta tim dapat menangkap peluang tersebut serta membawa progres yang positif bagi industri F&B di Indonesia.”

Terima Dana Segar 15 Miliar Rupiah, Waku Gencar Ekspansi Solusi Kuliner ke Segmen B2B dan B2G

Ekspansi layanan kuliner jadi agenda utama startup penyedia solusi F&B Waku setelah terima pendanaan tahap awal sebesar $1 juta (sekitar 15,3 miliar Rupiah) dari modal ventura asal Australia “Nasa Ventures” diikuti 11th Space. Selain itu, perusahaan akan perluas area layanan ke seluruh Indonesia, penetrasi pasar baru, R&D produk baru, dan infrastruktur teknologi.

Perusahaan memperoleh pendanaan ini pasca menyelesaikan program akselerator “11th Space Indonesia” yang berakhir pada Juli 2022. Nasa Ventures dan 11th Space Indonesia merupakan entitas yang terafiliasi dengan Navanti Holdings dan Sapien Ventures. Satu bulan sebelumnya, Nasa Ventures berinvestasi pada startup kuliner lokal lainnya, yakni Wani Boemboe.

“Dengan pendanaan ini dan strategic investors yang baru, kami akan mempercepat perkembangan dan perluasan Waku di Indonesia. Masih banyak sekali yang perlu kami lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui makanan,” kata Founder & CEO Waku Group Anthony Gunawan.

Waku, yang sebelumnya dikenal dengan Wakuliner, memosisikan diri sebagai penyedia solusi F&B dengan fokus utama pasar B2B dan B2G. Layanan utamanya adalah katering karyawan dan acara, kantin & food facility management, pantry supplies, dan belasan kategori lainnya yang diusung oleh delapan merek di bawah manajemen Waku Group.

Sejak akhir 2019, Waku bertumbuh lebih dari 14x lipat, ekspansi ke 20 kota, melayani 573 klien perusahaan dan pemerintahan. Kemudian, menyajikan lebih dari 4 juta porsi makanan, memberdayakan lebih dari 60 dapur, dan satu-satunya penyedia F&B yang sanggup melayani pesanan serentak sebanyak 70.000 pax di 58 kota dalam satu hari.

“Ini menjadikan Waku sebagai salah satu leading F&B solution providers di Indonesia hanya dalam tiga tahun.”

Pencapaian Waku

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Anthony menuturkan rasa syukurnya karena Waku dapat bertahan selama pandemi. Menurutnya, pandemi benar-benar menjadi pembuktian bahwa startup harus agile, cepat beradaptasi dan bergerak cepat.

“Covid-19 memaksa kami untuk mereformasi semua departemen dan hampir seluruh KPI di Waku. Kami dipaksa bekerja lebih cepat, lebih efisien, dan efektif, dengan budget yang lebih ketat,” ujarnya.

Chief Creative Officer Waku Group Verawaty Effendy turut menambahkan, manajemen pun pada akhirnya mengubah banyak titel pekerjaan dan job desc baru yang tercipta karena kondisi. Meski berat, tim akhirnya jadi lebih inovatif dan kreatif terhadap layanan dan produk. Hasilnya meluncurkan brand dan label privat baru, di antaranya happYCheeks (frozen food, ready to eat meals), Kriz Kraz (makanan ringan), dan Kiseka (ready to heat meals & snack).

“Waku sama sekali tidak melakukan layoff karyawan karena pandemi. Di tengah pandemi di mana banyak perusahaan yang berhenti beroperasi atau layoff karyawan, Waku tetap bisa berkembang. Ekspansi ke 20 kota dan bertumbuh omzetnya.”

Tidak hanya melayani konsumen B2B dan B2G, kini Waku mulai masuk ke pasar B2C, melalui label privat yang sudah disebutkan di atas. Strategi pemasarannya pun berbeda, menggunakan platform marketplace dan media sosial menyesuaikan dengan kebiasaan belanja online bagi konsumen ritel di Indonesia. Tak hanya itu, dari distribusinya pun dilakukan oleh tim terdedikasi khusus B2C.

Ekspansi ke pasar baru ini akan mendukung bisnis utama Waku yang diestimasi punya pangsa pasar di Indonesia senilai $32 miliar, menurut sumber yang dilansir oleh Anthony. “Angka tersebut terus berkembang selama pandemi karena semakin meningkatnya awareness terhadap kebersihan dan kesehatan makanan, dan kepedulian terhadap wellness & performa karyawan perusahaan,” tutupnya.

Sebagai catatan, Waku juga menjadi afiliasi dari Boga Group dan Telkom Indonesia. Anthony menjelaskan Waku merupakan alumni dari program inkubator dan akselerator dari Telkom, Indigo Creative Nation pada 2018.

“Telkom memiliki convertible note di Waku, yang akan di-exercise oleh MDI. Sementara, owner dan founder Boga Group juga menjadi angel investor dan advisor di Waku. Boga Group juga menjadi strategic partner Waku dari sisi dapur dan suplai,” tutup Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Startup Katering Bayi “Grouu” Umumkan Putaran Baru Dipimpin Teja Ventures

Startup katering makanan bayi Grouu mengumumkan perolehan dana segar yang dipimpin oleh Teja Ventures dengan partisipasi dari Arkana Venture dan Javas Capital. Tidak disebutkan dana yang diraih dalam putaran ini.

Grouu akan memanfaatkan dana tersebut untuk perluas lini produk, saluran distribusi dengan membuka fasilitas produksi di Surabaya, dan mulai penetrasi ke jaringan ritel, baik online maupun offline.

Sebelumnya, pada akhir Januari ini, perusahaan mengantongi pendanaan tahap awal senilai $400 ribu dari Selera Kapital, lengan investasi dari Sour Sally Group. Diikuti sejumlah angel investor, seperti Wesley Harjono (Managing Director Plug and Play Indonesia) dan Rama Notowidigdo (Co-founder Sayurbox dan AwanTunai).

Masuknya Grouu ke dalam portofolio Teja Ventures mengukuhkan komitmen VC asal Singapura tersebut sebagai investasi lensa gender (gender lens investing). Teja Ventures melihat besarnya dampak yang diberikan Grouu pada konsumer yang mayoritas adalah perempuan, didukung pula oleh potensi pasar ibu dan anak di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Kepala Investasi untuk Teja Ventures di Indonesia David Soukhasing menyampaikan, pihaknya sudah menjalin hubungan baik dengan para founder Grouu sejak lama. Konsistensi mereka dalam menyajikan makanan berkualitas bagi anak Indonesia sangat selaras dengan misi Teja dalam mendukung perusahaan yang berdampak positif pada pemberdayaan perempuan.

“Serta, mengedepankan visi untuk menekan angka stunting atau gizi buruk di Indonesia. Sehingga, suatu kebanggaan untuk kami bisa mendukung Grouu dalam mengembangkan model bisnis yang juga masuk pada kategori The Future of Food yang kami junjung,” kata Soukhasing, Selasa (13/9).

Co-founder dan CEO Grouu Jessica Marthin mengatakan, perusahaan menerima animo positif sejak berdiri pada dua tahun lalu hingga kini. Pada bulan pertama beroperasi, permintaan setiap hari berada di kisaran belasan hingga puluhan porsi. Tapi di Agustus 2022 lalu, angkanya tembus mencapai ribuan porsi.

“Hal ini tentu menjadi motivasi kami untuk terus memberikan yang terbaik bagi para orang tuan yang mempercayakan pemenuhan gizi buah hati mereka kepada Grouu. Itu sebabnya kami juga melibatkan nutritionist, food scientist, chef, dan dokter spesialis anak dalam proses pengembangan produk dan menu Grouu,” ujarnya.

Potensi pasar Grouu

Jessica melanjutkan, pada tahun kedua ini, dia menyebutkan Grouu telah mencapai product-market-fit. Berkat itu, pihaknya akan merilis produk katering untuk anak usia satu tahun ke atas bernama Mini Meals yang dijual melalui situs e-commerce. Menu baru tersebut merupakan salah satu upaya perusahaan untuk memperpanjang nilai umur pelanggan (customer life time).

“Kami akan terus mengembangkan kinerja website sebagai salah satu platform yang mempermudah pelanggan untuk berlangganan, serta dapat diintegrasi dengan layanan lainnya di masa mendatang.”

Awalnya, Grouu menempatkan diri sebagai penyedia makanan pendamping asi (MPASI) untuk bayi usia enam bulan ke atas dengan pemilihan bahan baku berkualitas, memiliki cita rasa, dan kandungan gizi yang lengkap di tiap hidangannya. Di tengah aktivitas yang padat dalam mengurus anak usia dini, kehadiran menu makanan yang praktis, sehat dan bergizi menjadi salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh para orang tua masa kini.

Adapun, permasalahan gizi dan kesehatan anak masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Data Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2020 menyebutkan bahwa prevalensi stunting (pendek) pada balita Indonesia tercatat sebesar 27,7%, atau 28 dari 100 balita mengalami stunting. Padahal, 1.000 hari pertama kehidupan bayi merupakan usia emas bagi tumbuh kembang anak. Sayangnya, anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa masih banyak yang mengalami masalah gizi di usia dini.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), angka kelahiran di Indonesia mencapai 4,8 juta pada 2021 dan diprediksi akan melampaui 5 juta pada 2022 ini. Pertumbuhan populasi ini menjadi salah satu faktor utama kepercayaan para investor akan potensi pasar kebutuhan ibu dan anak, serta visi Grouu dalam menghadirkan solusi terintegrasi untuk para orang tua milenial di Indonesia.

Startup F&B UENA Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, IDN Media, dan Angel Investor

East Ventures terlibat dalam pendanaan tahap awal dengan nilai investasi yang tidak disebutkan kepada startup F&B online UENA. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini termasuk IDN Media dan beberapa angel investor lainnya.

Startup ini didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO). Dalam rilis disebutkan, UENA adalah solusi F&B terpadu untuk masyarakat luas di Indonesia melalui layanan pengiriman online. Layanannya menggabungkan berbagai menu harian favorit masyarakat dan menjualnya dengan harga yang terjangkau.

“Kami melihat masalah di Indonesia, di mana makanan harian merupakan segmen terbesar namun paling terbengkalai. Lebih dari 98% yang melayani segmen ini adalah individu/perorangan yang kurang terorganisir, sehingga konsumen sering dirugikan dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga. Kami percaya UENA bisa menjadi solusi kebutuhan makan harian untuk masyarakat luas di Indonesia,” kata Alvin.

Fokus ekspansi layanan dan produk

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi di Jakarta dan menjangkau lebih banyak pelanggan. Pilihan menu pun akan diperbanyak untuk berbagai kebutuhan makan setiap saat; mulai dari makanan berat, makanan ringan, dan juga minuman — sesuai dengan permintaan dan kebutuhan di masing-masing area.

UENA juga akan terus mengembangkan teknologi dalam melayani para pelanggan, seperti aplikasi mobile dan robot untuk memasak.

“Kami melihat potensi yang besar di industri F&B di Indonesia dengan nilai pasar lebih dari $90 miliar setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, perkembangan industri F&B di Indonesia masih dalam tahap awal. Alvin dan Roy telah melakukan berbagai eksekusi nyata pada industri ini, dan kami sangat bersemangat untuk menyambut UENA ke dalam keluarga East Ventures,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sebelumnya startup food tech Greens juga telah menerima pendanaan putaran pra-awal dengan nominal tidak diungkapkan dipimpin oleh East Ventures. Fokusnya adalah menghadirkan teknologi pangan terintegrasi untuk menciptakan ekosistem pangan baru, guna meningkatkan cara masyarakat menanam dan mendapatkan makanan.

Selama dua tahun terakhir sudah ada startup food tech yang meluncur dan telah mendapatkan pendanaan. Di antaranya adalah Green Rebel, Off Foods, hingga Food Market Hub.

Solusi penyediaan makanan harian

Salah satu tujuan UENA adalah mengubah persepsi makanan harian yang saat ini identik dengan penjaja pinggir jalan, menjadi makanan berkualitas dengan bahan baku pilihan, proses dan peralatan standar restoran, serta jaminan kebersihan karyawan.

Semua proses dari hulu ke hilir ditangani sendiri, mulai dari penerimaan pesanan hingga pengantaran. Setiap lokasi hanya menjangkau area hiperlokal untuk mengoptimalkan biaya dan durasi pengantaran. Misi dari UENA adalah meningkatkan kualitas hidup dengan menyediakan makanan harian dengan harga yang terjangkau, layanan yang andal, dan lokasi yang tersebar luas.

“Pengiriman makanan secara online telah menjadi produk digital yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, dengan tingkat adopsi sebesar 71% dan masih terus bertumbuh dengan cepat. Kami percaya begitu banyak peluang menarik yang akan terbuka ke depannya,” kata Roy Yohanes.

Sebelumnya sejumlah startup juga tawarkan konsep yang mirip, menyediakan pilihan hidangan terpadu untuk dipesan dalam satu outlet. Beberapa di antaranya Hangry, DailyBox, Mangkoku. Tahun ini Hangry bahkan baru mendapatkan pendanaan lanjutan 316 miliar Rupiah untuk digunakan sebagai amunisi ekspansi di wilayah yang lebih luas.

Haus! Kantongi Pendanaan Seri B1, Mantapkan Langkah Menuju IPO

Diluncurkan tahun 2018 lalu sebagai startup F&B di segmen produk new tea & boba, Haus! saat ini telah memiliki sekitar 200 outlet tersebar di Jabodetabek. Menerapkan model bisnis “cost leadership”, sejak awal perusahaan berupaya untuk konsisten menjaga kualitas produk.

Untuk bisa relevan dengan pangsa pasarnya, outlet turut didesain dengan nuansa gaya hidup dan dibumbui produk dengan harga jual terjangkau.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Haus! Gufron Syarif mengungkapkan, terinspirasi dari Tiongkok, produk new tea & boba yang menyasar kepada kelas menengah ke bawah memiliki potensi yang besar. Ia pun menilai bahwa ada potensi yang sama di Indonesia. Ternyata hipotesis terkait bisnis F&B tersebut tervalidasi baik di pasar. Pun demikian di mata investor.

Belum lama ini, Haus! kembali mengantongi dana segar dalam putaran seri B1 dari beberapa angel investor seperti Rama Notowidigdo mewakili Ubi Capital dan Arya Setiadharma mewakili Prasetia Dwidharma. Sejumlah pemodal ventura juga terlibat, di antaranya Strategic Year Holdings dan Atlas Global Ventures.

Dana segar akan difokuskan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan merealisasikan cita-cita perusahaan untuk segera IPO.

“Kami menyadari jika perusahaan ingin berlari kencang idealnya adalah mendapatkan pendanaan melalui VC. Harapannya dana segar tersebut bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan bisnis dan melangkah lebih cepat menuju IPO. Perusahaan juga memiliki target untuk bisa memiliki sekitar 1000 outlet, sekaligus memosisikan Haus! sebagai brand leader untuk kategori pasar ini,” kata Gufron.

Sebelumnya Haus! juga telah mendapatkan pendanaan seri A senilai 30 miliar Rupiah dari BRI Ventures melalui Dana Sembrani Nusantara. Setelah menerima suntikan dana tersebut tahun 2020 lalu, Haus! mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 54,5% dari $11 juta (156 miliar Rupiah) pada tahun 2020 menjadi $17,53 juta (252 miliar Rupiah) pada tahun 2021.

Meluncurkan aplikasi, targetkan akuisisi 20% transaksi

Sebagai bagian rencana, bulan Juli mendatang Haus! akan meluncurkan aplikasi mobile perdananya. Bermitra dengan logistik pihak ketiga Lalamove, melalui aplikasi tersebut diharapkan bisa memberikan keuntungan lebih, termasuk dengan pengelolaan data yang lebih intensif.

Saat ini perusahaan mencatat sekitar 60% transaksi berasal dari marketplace. Hal tersebut menurut Gufron telah membantu mereka untuk melakukan distribusi, namun akan menjadi ideal jika perusahaan juga memiliki data dan opsi pengantaran sendiri melalui aplikasi.

“Kami menargetkan hingga tahun 2025 mendatang sekitar 20% bisa didapatkan transaksi melalui aplikasi sendiri. Melihat dinamika yang ada saat ini, kemitraan dengan marketpalce memang sangat membantu namun ke depannya kami melihat akan ada perubahan dari sisi kebijakan komisi dan lainnya yang dikenakan oleh marketplace kepada kami,” kata Gufron.

Dengan pendekatan cost leadership, Haus! diibaratkan serupa dengan low cost budget airline, yang layanan dan produknya bisa dinikmati oleh semua kalangan. Meskipun mereka tetap konsisten memberikan kualitas produk terbaik, namun untuk harga diupayakan tetap terjangkau, menyasar segmen menengah ke bawah.

Strategi bisnis lainnya yang juga diklaim telah memberikan dampak positif adalah, sejak awal mereka tidak menjalankan operasional secara franchise atau waralaba. Menurut Gufron, dengan menjalankan operasional secara sendiri, memudahkan mereka untuk menjaga kualitas dan kontrol operasional. Untuk jangka panjang konsep seperti ini juga bisa menjadikan bisnis lebih berkelanjutan.

Pengembangan outlet modern dan minimalis

Untuk bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, Haus! sengaja membangun outlet di berbagai lokasi yang berbeda. Mulai dari perumahan, sekolah, hingga lokasi transportasi umum seperti stasiun KRL. Meskipun tidak memiliki lokasi yang luas dan hanya berbentuk outlet sederhana, namun strategi seperti ini mampu menumbuhkan transaksi memanfaatkan pengantaran dari marketplace.

“Berbeda dengan produk serupa lainnya yang kategorinya lebih menengah ke atas, kami tidak menempatkan outlet kita di pusat perbelanjaan premium. Nantinya jika memang Haus! memiliki rencana untuk meluncurkan outlet baru di mall, yang kita pilih adalah tempat berbelanja yang masuk dalam kategori menengah ke bawah,” kata Gufron.

Sudah sangat familiarnya kalangan masyarakat menikmati minuman kekinian , menjadikan bisnis yang diterapkan Haus! dan produk serupa lainnya bisa berjalan lebih lancar. Akselerasi saat pandemi juga telah membantu mereka melakukan ekspansi outlet lebih banyak lagi jumlahnya. Menurut Gufron kategori new tea & boba dan coffee chain ketika digali lebih dalam market size-nya bernilai 10 triliun Rupiah.

“Frekuensi pembeliannya jika dibandingkan di Tiongkok yang lebih rutin, bahkan menjadikan minuman dalam kategori ini sebagai dessert atau makanan penutup. Di Indonesia sudah mulai menuju ke sana, bergeser dari tren menjadi kebiasaan,” kata Gufron.

Dailybox Rampungkan Pendanaan Seri B Senilai 355 Miliar Rupiah

Setelah mengantongi pendanaan seri A tahun 2021 lalu, platform restoran online multi-brand Dailybox kembali mengumumkan pendanaan seri B senilai $24 juta atau sekitar 355 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Northstar Group dan Vertex Growth. Turut berpartisipasi Vertex Ventures SEA & India dan Kinesys Group.

Dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan ekspansi secara nasional, mengembangkan teknologi, serta menambah brand F&B baru.

Sejak mendapatkan pendanaan awal, perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan revenue hingga 16x. Mereka juga telah memiliki tiga brand , termasuk di dalamnya Dailybox, Shirato, dan BreadLife — brand yang mereka akuisisi akhir tahun 2021 lalu.

Dailybox saat ini mengoperasikan lebih dari 150 outlet di lebih dari 20 kota di seluruh Indonesia. Selanjutnya perluasan cakupan wilayah akan difokuskan pada kota lapis kedua dan ketiga.

“Rencana ekspansi strategis kami di kota-kota non-metropolitan juga akan menciptakan banyak lapangan kerja untuk mendukung ekonomi lokal dan konsumen sekaligus memperkuat kehadiran kami secara nasional,” kata Co-founder Dailybox Group Kelvin Subowo.

Selama pandemi, Dailybox Group mencatat peningkatan transaksi lebih dari 100x, didorong oleh pendirian platform pengiriman makanan dan perubahan perilaku konsumen.

“Dailybox Group telah tumbuh secara signifikan dalam dua tahun terakhir di tengah pandemi dengan tetap menjaga ekonomi unit yang menarik. Kami terkesan dengan Kelvin dan timnya dan berharap dapat bekerja bersama-sama untuk mendorong pertumbuhan,” kata Chief Investment Officer Northstar Group Wong Chee-Yann.

Sebagai platform restoran online multi-brand, Dailybox selalu berupaya untuk fokus ke capaian profit. Meskipun sempat mengalami kendala saat awal pandemi tahun 2020 lalu, mereka mampu untuk bertahan sebagai early adopter cloud kitchen di Indonesia.

Menurut Managing Partner VVSEAI Chua Joo Hock, Dailybox Group adalah contoh startup yang berhasil menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas. Dari satu merek dengan jejak terbatas, Dailybox telah melipatgandakan pendapatannya dan bertransformasi menjadi platform kolaboratif di tengah pandemi.

“Dailybox Group telah mengembangkan formula untuk menghadirkan masakan lokal terbaik Indonesia ke masyarakat konsumen yang lebih luas dari Sumatera hingga Papua. Melalui kolaborasi erat dengan koki terkemuka, mereka telah menciptakan kembali makanan favorit dari berbagai daerah di Indonesia, membuatnya dapat diakses sambil mempertahankan rasa otentik mereka. Kami sangat terkesan dengan apa yang telah dicapai tim dan berharap dapat bekerja sama dengan Grup Dailybox,” kata Managing Director Vertex Growth Tam Hock Chuan.

Sepanjang kuartal kedua ini, kami mencatat sejumlah startup di bidang F&B mendapatkan kucuran dana investor. Mereka adalah Haus!, Ismaya, Mangokku, Flash Coffee, Green Label, dan Hangry.

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Strategi Bisnis Mangkokku Bertahan Saat Pandemi

Meskipun sempat terhambat pertumbuhannya saat pandemi,  keberadaan cloud dan ghost kitchen di Indonesia mampu menjadi format alternatif bagi pemilik bisnis kuliner di Indonesia untuk bisa bertahan di tengah krisis. Hal ini untuk beradaptasi dengan perubahan kebiasaan konsumen yang mulai melakukan pembelian secara online, konsep dapur tadi menjadi pilihan yang ideal karena bisa menjadikan proses produksi jadi lebih efisien.

Namun pada akhirnya untuk bisa mengembangkan bisnis dan mendapatkan profit, banyak dari pemilik bisnis kuliner yang berharap kegiatan dine-in di restoran kembali normal. Hal ini juga yang dirasakan Mangkokku.

Mangkokku yang menyediakan makanan dengan konsep rice bowl (nasi dalam mangkuk) bercita rasa nusantara. Startup ini didirikan oleh Randy Kartadinata, Arnold Poernomo, Gibran Rakabuming, dan Kaesang Pangarep.

Dalam sesi #SelasaStartup, CEO Mangkokku Randy Kartadinat, mengungkapkan tantangan dan potensi bisnis saat ini dan ke depannya.

Strategi bisnis saat pandemi

Salah satu strategi yang sukses dilancarkan oleh Mangkokku saat pandemi adalah mulai membangun beberapa outlet di kawasan perumahan. Dengan demikian saat  banyak orang yang enggan datang ke restoran, tetap bisa menikmati pilihan menu khas nusantara dari outlet Mangkokku dengan jarak yang lebih dekat. Meskipun masih mengandalkan mitra online delivery seperti GoFood, GrabFood, dan lainnya, namun cara tersebut diklaim cukup ampuh untuk meningkatkan penjualan mereka.

Strategi kedua yang juga dilancarkan adalah mengeluarkan pilihan menu dengan harga yang terjangkau. Randy menegaskan, di Mangkokku memang tidak mengeluarkan pilihan menu yang banyak. Dengan 15 opsi menu unggulan, cukup mampu untuk menciptakan engagement dan relasi yang baik kepada pelanggan setia.

Sebagai platform, Mangkokku juga melakukan proses quality control yang sangat ketat kepada pemasok mereka. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk bisa menjaga kualitas dari produk yang mereka hadirkan.

Disinggung seberapa besar fokus perusahaan untuk mengembangkan teknologi, Randy menegaskan, produk yang baik adalah produk yang disukai oleh masyarakat. Selanjutnya pengembangan teknologi dan dukungan lainnya akan lebih mudah untuk dikembangkan.

“Sejak awal kami hadir secara offline, namun pandemi telah mengubah semua itu mengharuskan kami untuk bisa mengadopsi layanan secara online. Mulai dari mengembangkan cloud kitchen hingga memanfaatkan teknologi untuk pemesanan hingga pengantaran,” kata Randy.

Pertumbuhan bisnis positif

Saat ini Mangkokku mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis hingga 6x setelah mendapatkan pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures sebesar $2 juta atau sekitar 29 miliar Rupiah di 2020. Tahun ini Mangkokku kembali mengantonggi pendanaan seri A sebesar $7 juta atau sekitar 101 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan EMTEK, serta partisipasi dari Cakra Ventures.

Ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh perusahaan setelah merampungkan pendanaan ini Di antaranya adalah melakukan ekspansi hingga renovasi perlengkapan dapur. Dana segar tersebut juga akan dimanfaatkan untuk melakukan pelatihan untuk pengembangan talenta, sekaligus melakukan perekrutan talenta baru.

“Saya percaya jika perusahaan ingin berkembang perlunya merekrut tim yang tepat untuk mendukung pertumbuhan perusahaan,” kata Randy.

Untuk meningkatkan pengalaman dan kenyamanan berbelanja, Mangkokku akan meluncurkan aplikasinya pada akhir tahun ini. Aplikasi ini nantinya akan menyediakan layanan pesan antar, ambil sendiri, program loyalitas, serta promosi khusus.

Selain itu, Mangkokku juga menargetkan untuk membuka outlet ke-100nya tahun ini serta 100 gerai lagi di 2023. Mangkokku juga memiliki rencana untuk bisa membawa kuliner khas nusantara tampil lebih popular secara global.

“Saat pandemi cloud kitchen menjadi format yang paling tepat untuk bertahan. Namun dari sisi merchant harapannya saat kondisi normal bisnis dining akan kembali pulih dan gross margin yang lebih sehat,” kata Randy.

Ismaya Group Terima Pendanaan 266 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Perusahaan yang bergerak di industri F&B dan lifestyle Ismaya Group mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $18,1 juta atau setara 266 miliar Rupiah dipimpin oleh East Ventures. Investor sebelumnya, Falcon House Partners turut berpartisipasi dalam putaran kali ini.

Rencananya, dana segar ini akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis di area ritel F&B, produk gaya hidup eksklusif, dan layanan pengiriman makanan. Selain itu, perusahaan juga akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dalam mengakselerasi pertumbuhan bisnis melalui personalisasi.

Didirikan pada tahun 2003, Ismaya mengawali bisnis dengan membuka gerai pertamanya yang fokus pada industri hiburan di wilayah Jakarta Selatan. Setelah itu, mulai meramaikan sektor F&B secara bertahap dengan restoran-restoran seperti Pizza e Birra, Kitchenette, Publik Markette, Tokyo Belly, dan lainnya.

Kemudian mereka melebarkan sayap ke industri event promotion dengan Ismaya Lieve. Di bawah bendera Ismaya, berbagai artis papan atas telah menunjukkan aksinya di panggung festival musik tanah air. Festival musik seperti Djakarta Warehouse Project dan We The Fest sukses menjadi kegiatan tahunan yang menggaet minat seantero Asia Tenggara.

Hingga saat ini, Ismaya Group telah menjadi salah satu pemimpin pasar dengan lebih dari 100 lokasi termasuk restoran, lounge, dan festival papan atas.

CEO Ismaya Group Bram Hendratta mengungkap fakta bahwa banyak orang yang sudah kehilangan human touch dan interaksi secara fisik selama lebih dari dua tahun dipenjara oleh lockdown akibat pandemi. Hal ini sangat mempengaruhi industri F&B dan lifestyle, terutama pengalaman makan di tempat atau mengikuti festival. Ia melihat sekarang merupakan momentum untuk bisa menghidupkan kembali interaksi ini.

Roderick Purwana selaku Managing Partner East Ventures mengatakan, dirinya percaya pada brand dan kemampuan operasional yang telah dibangun Ismaya selama bertahun-tahun. Mereka telah sukses membangun bisnis lifestyle, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.

“Kami telah menjadi saksi akan ketangguhan tim dalam menavigasi dan mengatasi krisis; kini di saat kita semua melangkah menuju keadaan yang kembali normal dan keluar dari pandemi, kami yakin akan pertumbuhan dan keseruan yang akan dibawa oleh Ismaya Group ke depannya,” ungkapnya.

Portfolio East Ventures di industri F&B

Telah berdiri sejak tahun 2009, East Ventures yang memiliki kantor pusat di Singapura ini telah berubah menjadi platform holistik yang menyediakan investasi multi-tahap, termasuk seed dan growth untuk lebih dari 200 perusahaan di Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis oleh DSInnovate bertajuk “Startup Report 2021“, East Ventures menduduki peringkat teratas dalam hal kuantitas pendanaan partisipasi di kuartal tahun 2022 dengan 22 putaran pendanaan. Statistik ini tidak jauh berbeda dengan hasil pada tahun 2021.

Sumber: DSInnovate

Sebagai VC yang paling aktif di Asia Tenggara, East Ventures bergerak di sektor agnostik. Hampir semua sektor di industri teknologi tanah air sudah dipenetrasi oleh jaringan EV, termasuk salah satu yang cukup besar juga adalah F&B. Sebelum Ismaya Group, East Ventures sudah mengucurkan dana untuk beberapa nama termasuk YummyCorp, Kulina, Greenly, dan yang belum lama ini mendapatkan pendanaan tahap awal adalah Legit Group.

Tokobay Hadirkan Layanan “Social Marketplace” untuk Pebisnis Kuliner

Belum lama ini salah satu platform penyedia layanan pesan-antar makanan sempat dikecam oleh beberapa merchant juga penggunanya. Pasalnya, skema komisi standar yang diterapkan bagi mitra usaha dianggap kurang terjangkau. Tingginya harga yang dipatok untuk menu pesan-antar kemudian memantik opini para pengguna yang merasa tidak puas. Hal ini sempat menjadi pembahasan pelik di media sosial.

Berawal dari sebuah keresahan terhadap perbedaan harga menu di restoran yang cukup signifikan di aplikasi pesan-antar makanan, Fenny Herianto melihat sebuah celah yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang bisnis. Di Maret 2022, ia mulai menjalankan sebuah inisiatif baru yang dinamakan “Tokobay”, sebuah startup penyedia platform social marketplace di bidang kuliner.

Untuk para merchant yang ingin memasarkan produknya di platform Tokobay, saat ini tidak dikenakan biaya apa pun. Sementara, sebagai merchant official akan dibebankan biaya administrasi sebesar 2%, tentunya dengan fitur yang lebih mumpuni. Perusahaan juga mengklaim bahwa harga yang dipatok jauh lebih rendah dibandingkan platform sejenisnya.

Selain menawarkan biaya admin yang lebih murah, Tokobay turut memfasilitasi promosi para merchant melalui kampanye media sosial, publikasi blog, dan video. Berbagai fitur dihadirkan untuk bisa digunakan secara optimal oleh para merchant, termasuk “ulasan” yang memungkinkan pelanggan memberi penilaian terhadap pengalamannya membeli produk tersebut.

Hingga saat ini, sudah ada ratusan merchant yang terdaftar di Tokobay termasuk beberapa merek  seperti Acaraki, Ayam Geprek Goldchick, Bistogram, Foodpedia, dan Sop Ikan Batam. Untuk pengantarannya sendiri, Tokobay sudah bekerja sama dengan 3 penyedia jasa logistik, termasuk Borzo, Lalamove, dan Grab Shipping. Layanan ini sudah menjangkau seluruh area Jabodetabek dengan rencana ekspansi ke area lain dalam waktu dekat

Tersedia beberapa opsi pembayaran yang dapat digunakan dalam platform. Tokobay sendiri juga mengoperasikan dompet digital sendiri bernama “Bay Wallet”. Semua pengguna aplikasi Tokobay dapat langsung menggunakan atau mengoperasikan Bay Wallet sendiri.

“Kami berharap dengan kehadiran Tokobay dapat secara aktif membantu perkembangan merchant di era ekonomi digital seperti saat ini. Tentunya termasuk mereka yang berasal dari kalangan UMKM untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Selain itu, kami juga berharap kehadiran Tokobay bisa membantu para pelanggan mendapatkan harga yang sama seperti di restoran dari rumah masing-masing,” tutur Fenny.

Ketika disinggung mengenai pendanaan, timnya mengungkapkan bahwa hingga saat ini Tokobay sudah menerima dengan detail undisclosed.

Layanan pesan-antar makanan

Pandemi telah menjadi momentum menarik bagi pelaku UMKM di sektor F&B Indonesia serta startup dan perusahaan teknologi sebagai enabler dan pendukung sektor ini. Tidak hanya itu, kondisi ini juga telah mendorong peningkatan kebutuhan masyarakat akan layanan digital, termasuk layanan pesan antar makanan online.

Laporan “Food Delivery Platforms in Southeast Asia” yang diterbitkan oleh MomentumWorks di awal tahun ini mengungkapkan bahwa total nilai GMV industri ini di Asia Tenggara telah mencapai $15,5 miliar, meningkat 30% dari yang tertinggi sebesar $11,9 miliar pada tahun 2020. Pertumbuhan ini menunjukkan fakta bahwa orang Asia Tenggara semakin mengandalkan layanan pengiriman makanan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam pernyataan resmi terkait laporan tersebut, Jianggan Li selaku Founder & CEO Momentum Works mengungkapkan, “Pengiriman makanan adalah pasar yang menarik terutama dengan sektor e-commerce yang stagnan. Seiring para pemain berekspansi ke lebih banyak kota dan layanan baru, dan industri restoran menjadi lebih aktif secara digital, kami mengantisipasi pertumbuhan pengiriman makanan yang berkelanjutan hingga tahun 2022.”

Di Indonesia sendiri persaingan ketat aplikasi pesan antar makanan tidak hanya sebatas duopoli Grab Food dan GoFood. Beberapa pemain besar yang juga sudah melebarkan sayap ke ranah ini seperti TravelokaEats, ShopeeFood, bahkan AirAsia dengan bisnis inti maskapai, saat ini juga menawarkan layanan serupa dengan ambisi superapp-nya.

Application Information Will Show Up Here